> Tentang Gadis Cantik yang Tanpa Sengaja Aku Bantu dan Sekarang Menempel Padaku

Tentang Gadis Cantik yang Tanpa Sengaja Aku Bantu dan Sekarang Menempel Padaku

 chapter 1: Si Penyendiri Menolong Gadis Cantik


Bel berbunyi menandakan akhir pelajaran jam keempat dan dimulainya waktu istirahat siang.


Mereka yang telah bertahan menghadapi rasa kantuk dan lapar mulai berkumpul dengan teman-teman dekat mereka untuk menyiapkan makan siang dan menikmati waktu istirahat yang singkat ini.


Di tengah-tengah situasi itu, aku merogoh tas sekolah yang tergantung di samping meja, menarik keluar kantong plastik, dan dengan cepat meninggalkan kelas menuju suatu tempat.


Tempat yang kutuju adalah bangku di belakang gedung sekolah.


Di sana, aku bisa menikmati makan siang sendirian.


Meskipun baru dua minggu sejak aku masuk SMA, ada alasan kenapa aku menghabiskan waktu istirahat siang dengan cara seperti ini.


Alasannya adalah karena aku tidak hadir pada upacara penerimaan siswa baru karena terkena flu, dan kemudian aku absen selama tiga hari.


Ketika aku kembali ke sekolah setelah sembuh, aku mendapat tatapan dari teman sekelas yang seakan berkata, “Siapa kamu?”


Tiga hari itu sudah lebih dari cukup untuk membentuk kelompok pertemanan baru.


Intinya, aku gagal total dalam debut di SMA.


Aku ingin berteman dan menjalani kehidupan yang ceria di SMA, tapi aku gagal sejak awal.


Tanpa teman untuk makan siang bersama, aku akhirnya makan sendirian, dan jika makan sendirian, aku akan mendapat tatapan iba dari kelompok-kelompok lain.


Aku tidak ingin menghabiskan waktu istirahat di tempat yang tidak nyaman seperti itu, jadi aku lebih memilih pergi ke tempat yang sepi.


Namun, sebenarnya makan siang sendirian tidak seburuk itu.


Karena di belakang gedung sekolah jarang ada orang, dsn juga tempatnya cukup tenang.


Selain itu, tempat itu juga cukup cerah dan nyaman.


Aku mengganti sepatu di pintu masuk dan bergegas menuju tempat makan siangku.


Di tikungan sebelum mencapai tujuan, tiba-tiba aku mendengar percakapan.


“Maaf sudah memanggilmu ke tempat seperti ini.”


“Tidak apa-apa. Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?”


Mendengar itu, aku refleks menarik kaki dan menyembunyikan diri di balik dinding.


Wah, aku terkejut.


Kenapa ada orang di sini sih anjing… Yah walaupun aku juga tidak bisa berkata banyak.


Tapi, situasi ini… dua orang, laki-laki dan perempuan, di tempat sepi seperti ini, pasti hanya satu hal yang bisa terjadi…


“Sejak pertama kali aku melihatmu, aku pikir kamu cantik. Bisakah kamu jadi pacarku?”


Lihat, kan? Benar kan?


Dalam situasi ini, tidak mungkin ada hal lain.


Tunggu, pertama kali melihat?


Kata-kata itu membuatku penasaran, jadi aku mengintip mereka tanpa ketahuan.


Dari kejauhan, aku bisa melihat lambang sekolah di seragam mereka. Warnanya sama dengan milikku, biru, artinya mereka juga siswa kelas satu yang baru masuk.


Laki-laki itu mungkin jatuh cinta pada pandangan pertama dan memutuskan untuk menyatakan perasaannya.


Dari penampilan sekilas, dia terlihat seperti pemuda yang ramah dan tampan. Bahkan sebagai laki-laki, aku bisa bilang dia ganteng.


Lalu, bagaimana jawabannya?


“Maaf, aku tidak mengenalmu dengan baik dan tidak tertarik.”


Langsung ditolak mentah-mentah jir.


Meskipun mungkin mereka satu kelas, tapi tetap saja ini baru dua minggu mereka kenal, atau mungkin hanya satu pihak yang mengenal yang lain.


Meskipun wajahnya tampan, wajar jika menolak pernyataan cinta dari orang yang tidak dikenal dengan baik.


“Hanya itu yang ingin kamu bicarakan kan? Waktu istirahat itu singkat, jadi aku permisi dulu.”


“Tunggu, jangan pergi.”


“Ada apa lagi?”


“Kalau begitu, bisakah kita bertukar nomor dan mulai dari teman? Jika alasannya karena kamu tidak mengenalku, aku akan membiarkanmu mengenalku perlahan-lahan dan membuatmu menyukaiku…”


“Aku tidak mengerti maksudmu, dan aku tidak merasa perlu bertukar nomor dengan orang yang tidak aku minati.”


Oh, dia benar-benar tidak tertarik…


Dari sudut pandang gadis itu, laki-laki ini hanyalah orang asing. Tidak heran jika dia tidak ingin bertukar nomor dengan orang yang tidak dikenalnya, dan cara bicara yang menganggap hal itu sebagai langkah awal menuju pertemanan memang tidak tepat.


Namun, laki-laki itu cukup gigih. Padahal, jelas dari reaksi gadis itu bahwa tidak ada harapan baginya. Mungkin lebih baik dia mundur dulu. Aku juga ingin segera makan siang.


“Sial, aku sudah bersikap baik, tapi dia malah semakin sombong… Aku yang menyuruhmu untuk pacaran denganku, jadi kamu harus menurut saja…!”


“Ah, sakit. Lepaskan aku.”


Sambil berpikir betapa menyebalkannya situasi ini dan berharap mereka segera pergi, tiba-tiba suasana berubah menjadi tidak menyenangkan. Mengintip dari balik bangunan, aku melihat laki-laki itu marah dan mencengkeram lengan gadis itu.


Tampaknya laki-laki itu sama sekali tidak mempertimbangkan kemungkinan bahwa pengakuannya akan ditolak. Ketika kenyataannya dia ditolak mentah-mentah, dia mencoba mencari kompromi tapi tetap ditolak.


Namun, beralih ke tindakan kekerasan hanya karena tidak mendapat apa yang diinginkan adalah kesalahan besar. Sial, karena tempat ini sepi, tidak ada orang yang bisa dimintai bantuan. Kalau begini, waktu makan siangku akan terganggu… Harus kulakukan sesuatu.


“Pak Hatano, ke sini! Cepat!”


Aku berteriak sekeras mungkin, seolah-olah Pak Hatano, guru bimbingan, datang. Sebenarnya, aku tidak tahu siapa Pak Hatano karena aku absen saat upacara penerimaan siswa dan orientasi.


Dari informasi yang kudengar dari percakapan teman sekelas, Pak Hatano adalah guru yang bertanggung jawab atas bimbingan dan sangat tegas. Aku berharap panggilan ini berhasil.


“Apa? Pak Hatano? Guru bimbingan? Sial.”


Seperti yang kuharapkan, laki-laki itu melepaskan lengan gadis itu dan lari. Setelah laki-laki itu menghilang, aku muncul di depan gadis yang terduduk dan menawarkan tangan.


Dia tampak terkejut, tapi kemudian menyadari niat baikku dan mengambil tanganku untuk berdiri. Sambil membersihkan rok dari rumput dan pasir, dia bertanya padaku.


“Kamu orang yang memanggil guru kan? Di mana gurunya?”


“Oh, itu bohong. Aku hanya menyebut nama guru yang terdengar paling menakutkan.”


Aku berusaha bersikap tenang, tapi tanganku gemetar. Ada bekas air mata di sudut matanya; pasti dia sangat ketakutan. Meskipun aku ingin menghiburnya, sayangnya aku tidak punya kemampuan sosial untuk itu.


“Kamu juga sebaiknya kembali. Nanti waktu makan siangnya habis.”


Aku berkata sambil berjalan melewatinya. Dia tampak ingin mengatakan sesuatu, tapi aku berpura-pura tidak melihat dan menuju ke tempat biasa.



Meskipun ada kejadian itu, rutinitasku tidak berubah. Setiap hari aku pergi ke sekolah, mengikuti pelajaran dengan serius atau kadang tertidur, dan saat istirahat siang pergi ke tempat biasa untuk makan sendirian. Seharusnya begitu.


******


“Akhirnya kita bertemu lagi. Aku sudah menunggumu, Kirishima Rei.”


Tiga hari setelah kejadian itu, saat aku menuju tempat biasa, ada seseorang yang lebih dulu datang. Jika hanya ada orang lain, aku bisa pindah tempat, tapi dia memanggil namaku dan berkata telah menunggu. Gadis yang kutolong waktu itu sedang duduk di tempat favoritku dan menatapku.


“Kamu yang waktu itu, kan? Kamu baik-baik saja?”


“Ya, terima kasih atas kecerdikanmu waktu itu.”


“Oh, bagus kalau begitu. Nah, aku pergi dulu…”


“Tunggu. Aku ingin mengucapkan terima kasih. Aku sudah mencarimu, menanyakan ke wali kelas mu, dan mencarimu di waktu istirahat atau sebelum dan setelah kelas, tapi tetapsaja aku tidak ketemu kamu…”


Oh, begitu. Selama waktu istirahat, aku selalu keluar kelas dan bersembunyi di ruang kosong atau toilet, dan saat istirahat siang aku di tempat biasa. Pagi, aku datang mepet waktu, dan setelah sekolah langsung pulang cepat-cepat. Tidak heran dia tidak menemukanku.


“Tapi aku ingat kamu berjalan ke sini waktu itu, jadi aku pikir mungkin saja kamu di sini, dan ternyata benar.”


Begitu rupanya. Waktu itu aku sangat ingin segera makan dan tidak peduli jika dia melihatku. Tidak kusangka hal ini terjadi.


Akhirnya aku paham. Ketika aku masuk kelas atau kembali setelah istirahat, aku merasa mendapat tatapan aneh dan bisikan. Tadinya kupikir aku terlalu sadar diri, tapi ternyata itu alasannya.


“Oh, aku belum memperkenalkan diri. Aku Mikami Hina dari kelas 1-2. Terima kasih sudah menolongku waktu itu.”


“Mikami-san, ya. Itu hanya betulan saja, tapi aku senang kalau itu membantumu. Nah, begitu saja…”


“Tunggu, aku belum selesai. Aku ingin membalas budi padamu.”


Balas budi? Bukannya tadi dia sudah berterima kasih? Ada lagi, kah? Saat aku menyampaikan hal itu, Mikami-san menatapku dengan sedikit cemberut.


Aku berdiri, dan dia duduk di bangku. Karena dia melihat ke atas, dia tampak sangat manis. Aku yang tidak terbiasa berinteraksi dengan teman sekelas, terutama gadis secantik dia, langsung mengalihkan pandangan.


“Kalau bukan karena kecerdikanmu, aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Kamu adalah penyelamatku. Jadi tidak cukup hanya denga  berterima kasih…!”


Aku bisa memahami perasaannya. Bagiku mungkin hal kecil, tapi baginya itu sangat berarti. Disebut penyelamat terasa aneh, tapi mungkin memang begitu.


Jika aku di posisinya, aku mungkin juga merasa tidak cukup hanya dengan terima kasih.


“Jadi, apa yang bisa kulakukan untukmu…?”


“Oh, maaf. Aku lapar.”


Saat dia bicara, perutku berbunyi. Mikami-san yang mendengar itu terkejut, lalu dis tertawa kecil.


“Maaf, kamu belum makan siang, kan? Mari kita makan dulu.”


Iya, itu ide bagus. Mikami-san akan kembali ke kelas… tapi, apa itu di tangannya? Kenapa dia menepuk bangku di sebelahnya?


“Aku juga lapar. Ayo kita  makan bersama?”


Hah?


HAH?



Jangan lupa follow dan nikmati cerita ini!






Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال