> ABSOLUT ROMANCE

Tanpa judul


 

CERITA 4


PENGALAMAN DIBERI MAKAN 'AAN' OLEH SEORANG GADIS, KUPIKIR TIDAK AKAN PERNAH TERJADI DALAM HIDUPKU




Mandi yang hangat membuatku merasa segar dan rileks, tapi tampaknya menguras banyak tenaga. Setelah mengganti pakaian dan keluar ke lorong, aku merasakan lesu dan kelelahan yang khas saat flu datang menghampiriku.


Karena itu, aku merasa tidak terlalu nafsu makan.


Hanae Riko bilang dia akan menyiapkan makanan untuk ku, tapi aku jadi bingung.


Aku tidak ingin meninggalkan makanan yang sudah dibuatkan untukku, jadi apa yang harus kulakukan?


Sambil bingung, aku membuka pintu ruang tamu dan aroma kaldu dashi yang samr samar tercium.


Yang mengejutkan, seketika perutku yang juga lemas seperti badanku, merasa terbangun seolah-olah mendapat energi baru.


Oh, sepertinya aku bisa makan sedikit.


"Shiyaama-kun, apa kamu sudah merasa sudah hangat?"


"Ya. Terima kasih. Air panasnya enak sekali."


"Syukurlah. Sirkulasi darahmu juga terlihat membaik. Tapi, apa kamu jadi capek ya...?"


Hanae Riko menatapku dengan penuh perhatian, seolah mencari tahu kondisiku. Itu sangat memalukan sehingga aku segera mengalihkan pandanganki.


Meskipun aku menyesal karena sikapku saat ini terlalu kentara, aku akan menunggu sampai nanti. Anugrahnya adalah Hanae Riko tidak peduli dengan sikapku.


"Aku khawatir kalau kamu nanti masuk angin, lebih baik langsung ke tempat tidur. Aku akan membawa sup dan obat ke kamar tidur, jadi  Shiyaama-kun kamu istirahat saja ya?"


"Oke, baiklah."


Atas desakan Hanae Riko aku pun menurut dan menuju kamar tidur seperti yang disarankan. Sejujurnya, rasa lelahku semakin menjadi-jadi, jadi perhatian dari Hanae Riko sangat membantu.


Aku lalu pergi kekamarku, saat aku berbaring di kamar tidur dengan linglung, tak lama kemudian terdengar suara ketukan.


Ketika aku menjawab, Hanae Riko masuk ke kamar dengan membawa nampan dan aroma lezat mengiringinya.


Dia meletakkan nampan di meja rendah di samping tempat tidur, lalu merapikan bantal agar aku bisa duduk dengan nyaman.


Hanae Riko benar-benar anak yang perhatian.


Dia punya kepribadian yang baik, penyayang, pandai mengurus rumah, dan cantik pula... Apakah dia benar-benar manusia seperti aku?


Saat aku memikirkan hal itu, Hanae Riko memindahkan kursi dari meja belajar dan duduk di samping tempat tidur. Di pangkuannya ada nampan berisi panci kecil dengan bubur telur dan parutan apel.


"Shiyaama-kun, kamu mau makan apa dulu?"


"Uh..."


Aroma kaldu dari panci menarik perhatianku, jadi aku memberitahunya, dan Hanae Riko langsung mengambil sendok dan menyajikan sesendok kaldu.


Uap yang naik terlihat sangat panas.


Yang mengejutkan, dia meniup dengan lembut untuk mendinginkan kaldu tersebut, lalu tersenyum manis kepadaku.


"Ya,  Shiyaama-kun. Buka mulutmu. Aaa."





"..."


Saat itulah aku menyadari arti dari 'membantu makan'.


Tapi itu sudah terlambat. Aku sudah menyetujuinya.


"Ah, Hanae-san, ini..."


"Shiyaama-kun, tadi kamu bilang kalo kamu akan membiarkanku membantu makan..."


Tunggu sebentar. Kenapa dia terlihat sedih seperti itu?


Lagipula, aku memang bilang akan meminta bantuannya.


Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku membiarkannya menyuapiku?


...Bolehkah?


"Shiyaama-kun..."


"Hah..."


Tolonglah jangan menatapku dengan wajah hampir menangis seperti itu.


"Baiklah."


Ah, terserah!


Saat aku dengan canggung  membuka mulutku,  Hanae Riko terlihat lega dan tersenyum.


Lalu, dia menaruh kaldu tersebut di atas lidahku dengan lembut.


Seketika, rasa manis dari kubis, kaldu yang beraroma jeruk yuzu, dan daging babi yang lembut memenuhi mulutku.


Sangat lezat. Dan terasa hangat di hatiku.


Berkat Hanae Riko yang mendinginkannya, kaldu tersebut memiliki suhu yang pas.


Aku menikmati rasa tersebut dengan hati-hati setelah menelannua, aku menarik napas panjang untuk menikmati sisa rasanya.


"Bagaimana rasanya? Apa itu  terlalu hambar?"


"Tidak, tidak seperti itu. Ini enak kok."


"Benarkah?"


"Iya."


Hanae-san, kamu pandai memasak ya. Aku ingin sekali mengatakan itu, tapi aku tidak punya keberanian untuk mengatakannya.


"Apa kamu mau mencoba ojiya-nya (bubur telur) juga?"


"Ah, yang itu biar aku sendiri—"


"Itu tidak akan berhasil karena aku tidak akan bisa menjadi perawatmu dong. Aah."


"Uh."


Saat aku terdiam, Hanae Riko tampak bingung dan menurunkan tangannya.


"Aduh, Shiyaama-kun. Jangan terlalu tegang begitu. Saat kamu sedang sakit begini, kamu iyu boleh manja pada orang lain, tau? Ya?"


"......"


Apa ini benar-benar kenyataan? Semakin lama, ini semakin meragukan. Mungkin saja ini hanyalah halusinasi yang ku lihat karena demam. Semua ini terasa tidak nyata.


Apalagi semua yang terjadi ini terlalu menguntungkan bagiku.


Meski hanya kebetulan, gadis tercantik di sekolah datang ke rumahku dan merawatku dengan lembut, mana ada cerita semacam itu di dunia nyata.


Rasanya memang sangat nyata, tapi mungkin ini hanya mimpi? Aku mulai benar-benar berpikir begitu.


Kalau begitu, mungkin lebih baik aku menuruti saja kata-kata Hanae Riko dan sedikit memanjakan diriku.

 

Sejujurnya, aku juga tidak bisa bilang kalau aku tidak senang dirawat oleh gadis secantik ini.


Aku bersandar pada bantal, menghela napas dalam-dalam sekali, lalu aku memutuskan untuk menerima semua ini.


Dan sejak saat itu, aku melakukan apa yang dia inginkan dan memakan semuanya dari tangannya, dari sup ojiya, hingga menyuapkan apel parut padaku.


"Kamu  mau yang mana sekarang? Ah, tapi jangan memaksakan diri, ya? Saat sedang sakit biasanya nafsu makan tidak terlalu besar, kan?"


"Seharusnya begitu, tapi masakan Hanae-san sangat enak."


Secara alami, aku jadi ingin makan lebih banyak.


Padahal sebelumnya aku berpikir aku tidak akan punya nafsu makan, tapi sekarang aku malah jadi ingin makan banyak.


Ketika aku bilang masakannya enak, Hanae Riko tersenyum malu-malu. Senyum itu begitu manis sampai aku hampir pusing melihatnya.


"Aku senang kalau masakanku cocok dengan selera  Shiyaama-kun. Terima kasih sudah bilang masakanku enak. Aku jadi senang sekali. ──Ah, tunggu. Hehe, ada yang tersisa di mulutmu."


"Eh..."


Dia begitu perhatian hingga bahkan mengelap mulutku dengan kain.


Gila. Ini apa, sih?


Ini sangat memalukan tapi juga sangat memuaskan. Tidak, memuaskan bukanlah kata yang tepat.


Bagaimana ya, ini mungkin yang disebut kebahagiaan.


Aku tidak tahu apakah itu karena saat ini aku merasa lemah karena flu ku, tapi semakin Hanae Riko merawatku, semakin aku merasa bahagia.


Apa aku akan baik-baik saja merasakan perasaan seperti ini?


Ini hanya keajaiban sementara. Saat Hanae Riko selesai merawatku dan pulang ke rumahnya, ilusi ini akan hilang.


Tapi kenangan akan saat-saat bahagia ini tidak akan hilang dari ingatanku.


Aku yang sebagai seorang pria introvert yang mungkin tidak akan pernah punya pacar seumur hidup, mungkin aku akan hidup hanya dengan mengandalkan kenangan bahagia hari ini sampai aku mati.


Itu cukup menyedihkan.


Bergantung pada Hanae Riko mungkin adalah kesalahan.


Saat sedang dilanda penyesalan, aku mulai merasa mengantuk karena efek obat.


Sial, aku tidak mau tidur sekarang. Aku tidak ingin kebahagiaan ini berakhir di sini.


Aku tidak pernah menyangka bahwa aku, yang takut pada gadis-gadis,  bisa merasakan perasaan seperti ini...


Namun, bertentangan dengan dugaanku, ilusi Hanae Riko tidak menghilang dari hadapanku.


Aku menyadari kenyataan itu keesokan paginya.





Posting Komentar

نموذج الاتصال