Kamu saat ini sedang membaca Tsukushita garina uchi no yome ni tsuite derete mo ī ka? volume 1, chapter 3 cerita 4. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makinsemagat+buat dana untuk beli raw
KERETA YANG PENUH SESAK MEMBUAT KEDUANYA SEMAKIN DEKAT
Makanan yang dibuat Riko dan onigiri sudah dimasukkan ke dalam kotak makan siang yang keren, lalu disimpan di ranselku, dan sekarang aku sedang membawanya dengan hati-hati.
Kami berangkat dari sekolah dengan bus carter sesuai rencana dan turun di depan terminal stasiun Yokohama.
Dan sekarang, kami akan memulai aktivitas kelompok.
"Yosh! Berangkat! ──Eh, kita naik kereta apa ya?"
Meskipun tampaknya penuh semangat, Asakura yang tampaknya tidak tahu arah tujuan, menoleh ke arahku.
Sawa jelas tidak memegang buku panduan perjalanan, dan Riko, yang merupakan bendahara, sekarang sedang membeli tiket untuk empat orang.
Jadi sepertinya aku yang harus menjawab...
"Pertama, kita naik Minatomirai Line ke Stasiun Nihon Odori."
"Oh, ada berapa stasiun sampai ke situ?"
"Yokohama, Minatomirai, Bashamichi, lalu... Nihon Odori."
Karena kemampuan komunikasi ku rendah, aku hanya bisa menjawab dengan kata-kata singkat.
"Wah, paham. Tapi, teman masa kecil, kok kamu tahu segitu detailnya? Hebat banget!"
"Eh, menurutku biasa saja."
Aku pikir, kalau melihat panduan perjalanan, dia dapat langsung memeriksanya dengan cepat, dan setidaknya dia harus tahu tujuan perjalanan. Tapi aku hanya menyimpan pikiranku itu di dalam hatiku.
"Yah, itu tidak normal. Menurutku itu luar biasa karena. Kamu juga bisa diandalkan, ya, sahabat masa kecil. Hal seperti itu bikin cewek-cewek jadi 'kyaaa' loh.”
"Aku kembali...!”
Saat aku mendengar suara familiar itu, aku berbalik dan melihat Riko berlari ke arah kami, dengan tiket di tangannya.
Meskipun seharusnya ada cukup waktu, dia tampaknya berlari untuk kembali.
Mungkin dia khawatir karena membuat kami menunggu. Riko memang tipe gadis yang seperti itu.
"Ini tiketnya!"
“Hmm, terima kasih.”
Aku menerima tiket yang dibagikan Riko sambil mengucapkan terima kasih.
"Minato-kun, apa kamu jadi akrab dengan Rei-chan?"
"Eh!?"
Akrab!?
"Aku melihat tadi kamu sepertinya sedang asyik berbicar dengannya."
"Ah, itu tadi aku baru saja memberitahunya tentang kereta yang akan kita naiki!?"
"Aku denger katanya 'kyaaa' gitu..."
"Ah, mungkin itu cuma pernyataan umum."
Untuk sesaat aku merasa sepertinya Riko menatapku dengan tajam sejenak, tapi mungkin itu hanya perasaanku saja.
★★★
Kereta Minatomirai Line yang kami naiki sangat padat.
Dalam kerumunan dan hiruk-pikuk kegiatan sehari-hari, kami terdorong hingga ke bagian belakang gerbong. Aku dan Riko saling berhadapan, sementara Sawa dan Asakura terbawa ke arah yang berbeda. Dari sini, aku tidak bisa melihat mereka.
Kami sudah menginformasikan stasiun tempat kami akan turun, jadi seharusnya kami tidak akan terpisah.
"Wah, ramai sekali ya. Aku kaget juga."
Aku mengangguk setuju mendengar kata-kata Riko. Di dalam kereta yang sama, aku masih bisa melihat siswa yang mengenakan seragam SMA yang sama dengan yang kami pakai. Untungnya, jaraknya tidak terlalu dekat sehingga mereka tidak bisa mendengar percakapan kami.
Mungkin itulah alasan Riko merasa nyaman untuk berbicara denganku. Lagipula, kami berada di kelompok yang sama hari ini, jadi sepertinya tidak masalah untuk ngobrol.
Biasanya, kami sengaja meninggalkan rumah pada waktu yang berbeda dan berangkat ke sekolah secara terpisah. Tapi hari ini, percakapan dengan Riko juga diperbolehkan.
Apalagi ini pertama kalinya aku naik kereta bersama Riko.
Rasa senangku membuatku menjawab dengan suara rendah.
"Itu benar. Lagipula, ada banyak orang di Yokohama."
"Hey, Minato-kun. Ini pertama kalinya kita naik kereta bersama."
Aku tidak menyangka Riko juga memikirkan hal yang sama.
Di hadapanku yang terkejut, Riko menyipitkan matanya sambil terlihat
malu-malu.
"Rasanya ini segar dan baru."
"Iya."
"Dan hari ini, aku tidak perlu lagi berpura-pura kalo aku tidak mengenalmu lagi. Itu membuatku senang, hehe."
Aku penasaran apa yang akan dipikirkan Riko jika aku menjawab 'Aku juga.' Saat aku ragu menjawab...
"Kya..."
Saat kereta memasuki tikungan, gerbonh kereta bergetar, menyebabkan Riko kehilangan keseimbangan.
"Riko!"
Riko jatuh ke dadaku saat aku mencoba menangkapnya.
Kami terdiam sejenak, terkejut dengan posisi kami yang saling berpelukan.
"A-aku minta maaf..."
"Eh, tidak, tidak papa..."
"Eh, bagaimana ini... Aku tidak bisa mundur..."
Di dalam kereta yang sudah sempit, ruang yang sebelumnya ditempati Riko segera terisi dengan orang lain.
"...Bolehkah aku tetap di sini sedikit lebih lama?"
Yang dia maksud 'di sini' adalah dalam pelukanku.
"...Jika Riko tidak keberatan, maka aku sih, ya..."
"Kalo begitu, aku alan mengganggu sedikit..."
Riko menunduk malu, dan rambutnya tergerai mulus mengikuti irama.
Jantungku berdebar kencang saat melihat tengkuk putih yang muncul di pandanganku.
Aku berusaha melindungi Riko agar tidak terhimpit dan berdoa dengan putus asa agar Riko tidak menyadari detak jantungku yang meningkat pesat.
Jika aku tidak berada di kelompok yang sama dengan Riko, mungkin ada orang lain yang menggantikan posisiku di sini.
Aku tidak suka itu...
Aku senang Riko memilihku sebagai pasangan kelompoknya.
Sekalipun itu karena dia menolak ingin menolak yang lain, itu tidak masalah.
Itu jauh lebih baik daripada tempat ini diambil alih oleh orang lain.