CERITA 5
MENGHABISKAN MALAM BERSAMANYA (DENGAN SEHAT)
Aku tidur nyenyak tanpa terbangun sekali pun, dan saat menyadarinya, ruangan sudah mulai terang.
Pagi telah tiba.
Pasti merupakan hal yang baik kalo aku memakan semua makanan lezat yang dimasak Hanae Riko untukku, mendapatkan nutrisi, minum obat, dan tidur nyenyak rupanya sangat membantu. Tubuhku terasa luar biasa ringan, dan kelelahan yang kurasakan kemarin telah sepenuhnya hilang.
Lega, aku terbangun dan kaget saat mendapati Hanae Riko tertidur di kursi di samping tempat tidurku.
Dia terlihat kedinginan dan meringkuk, dia membenamkan hidungnya ke dalam mantel yang dipakai sebagai selimut.
"Apa? Kenapa dia masih di sini!?"
"Uh..."
Mendengar suaraku, Hanae Riko bergerak sedikit dan perlahan membuka mata besarnya.
Dia menggerakkan wajahnya sedikit dengan bingung, tapi saat dia melihatku, dia segera melompat dengan kaget.
"Ma-maaf, aku menginap di sini sampai pagi...! Sebenarnya... setelah Shiyaama-kun tertidur, aku berusaha pulang, tapi kereta terhenti karena salju."
Segera setelah aku memahami situasinya, aku merasa ingin memegangi kepalaku.
"Ah, benarkah? Maaf!"
Hal ini juga disampaikan melalui radio yang diputar di mobil wali kelas ku.
"Di wilayah Kanto-Koshin, yang mencakup 23 terdapat risiko bahwa salju akan menyebabkan gangguan besar terhadap jadwal, dan beberapa jalur kereta lokal mengalami pembatalan..."
Aku menghela napasku, aku teringat suara penyiar radio yang monoton.
Kenapa aku tidak memikirkannya lebih awal...?
Meskipun aku sedang kena flu, itu bukan alasan. Aku sangat malu pada diriku yang kemarin, yang hanya memikirkan diri sendiri.
"Shiyaama-kun, bagaimana kondisi tubuhmu?"
"Ah, ya. Aku merasa jauh lebih baik. Sepertinya demamku sudah turun."
"Apa kamu punya termometer di rumah ini? Kalo ada biar aku ambilkan?"
"Tapi, aku tidak ingin merepotkanmu lagi..."
"Kita belum tahu pasti demammu sudah benar-benar turun atau belum, jadi biarkan aku merawatmu sedikit lebih lama lagi, ya?"
"......"
Tidak mungkin aku bisa menolak ketika dia berkata seperti itu. Meski aku merasa bersalah, aku memberitahu Hanae Riko di mana letak termometernya, dan dia segera pergi mengambilnya.
Ketika aku mengambil termometer yang di ulurkanya padaku dan mengukur suhu tubuhkh, suhunya 36,5 derajat. Suhu tubuhku sudah kembali normal.
"Syukurlah."
Hanae Riko yang melihat angka digital itu, menghela napas lega.
Kemudian dia berkata, 'Tapi kamu harus minum obat pagi!' dan pergi mengambil air.
Apa yang harus ku lakukan? Tubuhku sudah tidak bermasalah, apakah aku harus mengejarnya? Tapi, dia memintaku untuk menunggu...
Dalam cerita lama, orang yang mengintip dalam situasi seperti ini biasanya berakhir dengan tragis. Pasti Hanae Riko akan berkata, 'Sepertinya kamu sudah benar-benar baik. Aku akan pulang sekarang,' dan pergi. Lalu hubungan kami berakhir di situ.
Aku belum pernah berbicara denganya di sekolah sebelumnya. Mulai Senin nanti, kami akan kembali menjadi orang asing lagi.
...Aku berharap dia tidak pulang dulu.
Aku langsung merasa malu dengan diriku sendiri karena memikirkan hal seperti itu. Dia pasti sudah lelah karena aku. Aku harus segera membebaskannya.
Setelah berpikir panjang, aku memutuskan untuk mengganti pakaianku dan menuju ruang tamu, tapi Hanae Riko kembali dengan nampan berisi sandwich telur buatan sendiri, apel yang dipotong kecil-kecil, dan segelas air untuk obat.
"Tidak boleh! Shiyaama-kun, kamu harus kembali ke tempat tidur. Masa pemulihan flu itu sangat penting."
Dengan nada lembut, dia menegurku, membuatku tidak bisa membantah.
Pada akhirnya, aku menikmati sandwich telur buatan Hanae Riko yang sangat lezat, mengunyah apel, minum obat, dan menikmati waktu ekstra yang terasa bak seperti mimpi.
Ngomong-ngomong sekarang, Hanae Riko duduk di sampingku, sambil makan sandwich.
Dia menyipitkan matanya sedikit dan makan dengan bahagia.
Itu sangat imut sehingga aku tidak bisa menahan diri untuk tidak meliriknya lagi dan lagi.
Setelah makan, aku menarik napas panjang aku sekali lagi menyampaikan rasa terima kasih dan permintaan maafku pada Hanae Riko.
"Hanae-san, terima kasih untuk semuanya. Dan juga maafkan aku, apa tadi malam kamu tidur di kursi? Pasti kamu kedinginan, kan?"
"Aku baik-baik saja karena memakai mantel. Jadi, jangan khawatir. Oke?"
"Kamu seharusnya membangunkanku."
Hanae Riko hanya tersenyum lembut pada ucapanku.
"Aku lega karena Shiyaama-kun sudah merasa lebih baik. Tapi, tubuhmu masih lemah, jadi istirahatlah untuk sementara waktu."
Dia pasti sangat kedinginan hanya dengan mengenakan mantel, tapi dia bahkan tidak mengeluh sedikit pun.
Sebaliknya, dia bahkan sangat memperhatikanku.
Kenapa, Hanae Riko? Kenapa kamu begitu baik?
Aku merasa kasihan padanya, tapi aku merasakan emosi lain bercampur dalam diriku.
Perasaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya terhadap siapa pun.
Itu adalah rasa kagum bercampur rasa suka.
Aku merasa sedikit sakit di dadaku.
Bodoh, apa yang kupikirkan? Ini tidak mungkin.
Jatuh cinta pada gadis tercantik di sekolah? Itu sangat tidak realistis.
Berhenti sekarang, masih ada kesempatan untukku kembali.
Itulah yang kukatakan pada diriku sendiri di kepalaku.
"Mungkin saljunya sudah berhenti."
Hanae Riko mengatakan itu dengan suara yang terdengar seperti dia sedang berbicara pada dirinya sendiri, dan mendekati jendela
Dengan suara desiran, dia membuka tirai.
Di balik jendela, ada pemandangan salju menyelimuti segala sesuatu.
Melihat pemandangan putih yang membuatku meragukan bahwa kami ada di kota Kamakura, Hanae Riko dan aku hanya bisa saling berpandangan.
"Luar biasa."
Hanae Riko berbisik.
Aku pun berdiri dan mendekati jendela.
"...Apa yang harus kita lakukan, Shiyaama-kun? Dengan kondisi seperti ini, kereta pasti masih belum beroperasi, kan?"
Hanae Riko, yang berada di sampingku, memiliki mata berbinar penuh kebahagiaan, berlawanan dengan kata-katanya yang membingungkan.
Aku yakin kalo dia senah dengan pandangan bersalju.
Aku sudah tahu bahwa dia adalah gadis yang sangat ekspresif, jadi aku tidak terkejut, tapi hatiku berdetak kencang.
Lagipula Hanae Riko melihat sekeliling kota seolah sedang bersenang-senang itu terlihat sangatlah imut.
"Shiyaama-kun, boleh aku tinggal di sini sedikit lebih lama lagi?"
"Tentu saja. Jika Hanae-san tidak keberatan, aku sama sekali tidak masalah."
"Tentu saja aku tidak keberatan."
"......"
Aku terdiam karena aku tidak tahu harus menjawab apa. Karena aku sadar akan dirinya, napasku jadi terasa sesak. Tanpa sadar, aku sering menghela napas.
"...Shiyaama-kun, apa kamu... membenciku?"
"Eh?"
"Kamu terlihat tidak nyaman..."
"......!"
Astaga. Apa yang harus kulakukan.
Hanae Riko terlihat hampir menangis.
Tentu saja. Siapa pun akan merasa sangat tertekan jika berpikir bahwa seseorang tidak menyukainya.
Aku tahu bagaimana rasanya karena aku sendiri pernah mengalaminya.
Tidak bisa membiarkan Hanae Riko menangis, aku buru-buru menjelaskan.
"Bukan itu. Tentu saja aku tidak membencimu. Hanya saja, kita tidak pernah berinteraksi sebelumnya. Jadi, aku tidak tahu bagaimana aku harus bersikap denganmu..."
"Benarkah?"
Aku mengangguk, dan dia mengendurkan bahunya seolah lega.
Bagus,sepertinya kesalahpahaman itu terselesaikan.
"Memang benar kita satu kelas, tapi meskipun kita sekelas, kita jarang sekali bicara. Aku pikir Shiyaama-kun tidak ingin berhubungan dengan siapa pun kecuali dengan Sawa-kun dan yang lainnya."
"Eh? Kenapa kamu berpikir begitu..."
"Shiyaama-kun, bukankah kamu sering menjaga jarak dengan teman sekelas?"
"Itu juga berlaku untukmu, Hanae-san. Bahkan, kamu tampak lebih menjaga jarak, terutama dengan anak laki-laki."
"Menjaga jarak... Apa aku terlihat seperti itu?"
"Ya, kamu selalu bersama dengan anak perempuan saja. Kurasa kamu menghindari anak laki-laki, kan?"
Ketika aku mengatakan itu, Hanae Riko menundukkan pandangannya dengan canggung.
"Sejujurnya, aku sedikit takut dengan anak laki-laki. Tapi jika itu Shiyaama-kun, aku ingin bicara denganmu."
Dia berbicara kepadaku seolah-olah hanya akulah satu-satunya yang istimewa, dan untuk sesaat aku hampir salah paham.
Tentu saja aku tahu. Bukan berarti aku diperlakukan istimewa.
Mungkin, yang dimaksud sekarang adalah 'karena dia tidak menganggapku sebagai lawan jenis, jadi dia bisa berinteraksi denganku seperti dengan teman sesama jenis.'
Dengan kata lain, ini adalah pola di mana seorang gadis membuka hatinya kepada pria yang dianggapnya tidak berbahaya.
Sayangnya, pria yang dianggap tidak berbahaya tidak diizinkan untuk mengajukan diri sebagai lawan jenis. Kalau kamu melakukan hal seperti itu, lucunya kamu akan langsung di pandang dengan jijik dan dia akan pergi menjauh.
"Shiyaama-kun. Aku senang bisa berbicara denganmu seperti ini."
"Uh, iya."
Aku menjawab dengan penuh kehati-hatian agar tidak salah paham.
"Ah, seharusnya aku mengumpulkan keberanian untuk melakukan ini lebih cepat. Aku terlambat menyadarinya..."
"Terlambat menyadarinya?"
"Aku mungkin akan pindah ke luar negeri karena pekerjaan ayahku."
"Eh?"
Hanae Riko akan pindah ke luar negeri.
Sejujurnya, ini adalah kejutan besar.
Aku ingin tau apakah aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi...?
...Tidak, mungkin itu lebih baik untukku?
Perasaanku yang baru mulai tumbuh dan pasti tidak akan terbalas mungkin akan menghilang jika dia pergi jauh.
Dengan begitu, aku tidak perlu merasakan sakit hati karena cinta bertepuk sebelah tangan.
"Sebenarnya aku ingin tinggal di Jepang sendirian, tapi aku diberitahu kalo itu sangat tidak mungkin."
"Yah mau bagan mana lagi Kan Hanae-san adalah seorang perempuan, jadi orang tuamu pasti khawatir."
"Tapi, aku benar-benar ingin tetap di sini..."
Hanae Riko berbisik dengan suara hampir tak terdengar.
Saat aku menoleh ke samping, aku hanya bisa melihat wajahnya yang menunduk.
Aku tidak tahu ekspresi seperti apa yang dia tunjukkan, tapi aku bisa merasakan kesedihannya.
Aku yang tidak tahan melihatnya seperti itu, aku mencoba menyemangatinya dengan kata-kataku yang terbata-bata.
"Ah, begini! Mungkin ada cara lain. Mereka bilang kamu tidak bisa tinggal sendirian, kan?"
"Iya..."
"Bagaimana kalau kalo tinggal dengan saudaramu?"
"Orang tua ku berasal dari Hokkaido, jadi semua saudara ku tinggal di sana."
"Lalu, bagaimana kalau kamu tinggal dengan teman dekatmu?"
"Semua teman-temanku ingin membantuku, tapi tidak ada yang punya kamar kosong..."
"Benar juga... Memang kebanyakan rumah begitu."
Di rumahku pun, satu-satunya kamar yang kosong adalah bekas kamar tidur orang tuaku.
"Seandainya Hanae-san adalah laki-laki, aku bisa saja menawarkan kamar kosong di rumahku."
Tidak ada gunanya mengemukakan angan-angan yang mustahil seperti itu.
Namun, begitu Hanae Riko mendengar ucapanku dia tiba-tiba mengangkat wajahnya.
"Shiyaama-kun, apa kamu tidak keberatan tinggal bersamaku?"
"Hah!?"
Pertanyaan yang tiba-tiba itu membuat tenggorokanku tersedak.
"Tidak ada alasan aku tidak menyukainya. Tapi Hanae-san adalah seorang perempuan."
Tidak mungkin kami tinggal bersama.
Atau lebih tepatnya, jika dia menanyakan pertanyaan seperti itu kepadaku, apa Hanae Riko berpikir bahwa tinggal bersamaku adalah sebuah kemungkinan?
...Tunggu, tunggu idiot. Jangan dulu terlalu bersemangat.
Bahkan jika itu mungkin, itu hanya karena dia benar-benar tidak ingin meninggalkan Jepang.
Saat aku berpikir begitu, tiba-tiba membalikkan seluruh tubuhnya ke arahku dan mencondongkan tubuhnya ke depan.
Dalam sekejap, jarak di antara kami semakin dekat.
"...!"
Merasa tertekan oleh kekuatan tersebut aku mundur secara refleks karena terkejut, tapi dia semakin mendekat.
Hanae Riko dengan sikapnya yang putus asa mungkin tidak menyadari kalau kami sudah begitu dekat hingga hampir bersentuhan.
"Umm... Shiyaama-kun, aku punya permintaan."
"Apa... apa itu?"
"Shiyaama Minato-kun!"
"Iya!?"
"Maukah kamu menjadikanku istrimu...?"
...Eh? Istri... Eh... istri?
"...Eeeeeeeeh!?"