CHAPTER 1
PERSIAPAN FESTIVAL SMA EIGA
Setelah insiden basket Yuuna berlalu, para siswa SMA Eiga segera menghadapi ujian semester.
Satu masalah selesai, masalah lain datang. Mereka berharap bisa sedikit beristirahat, tapi kenyataannya tidak seindah ekspektasi.
Ketika minggu ujian tiba, Haruya tidak punya waktu untuk bersantai. Setiap harinya dihabiskan untuk persiapan ujian.
Meski kadang-kadang ia mengajari Sara di atap sekolah, Haruya pada dasarnya lebih banyak belajar sendirian.
(Belajar bersama teman-teman... Biasanya itu tidak efektif, jadi sebenarnya ini mapah menguntungkan buatku. Belajar itu seharusnya dilakukan sendiri. Dan aku tidak peduli dianggap sebagai anak yang penyendiri. Aku tidak peduli sama sekali.)
Berkat usaha kerasnya dalam mempersiapkan ujian, nilai-nilainya cukup memuaskan. Ini semua berkat belajar sendiri dengan tekun.
Ketika mendengar teman-teman sekelasnya mengeluh tentang nilai buruk mereka:
"Nilaiku benar-benar hancur kali ini..."
"Ujian kali ini bikin mati rasa."
"Ya, selesai sudah."
Dalam hati, Haruya merasa senang dan seolah-olah mengumumkan kemenangannya.
"Tunggu, onii-san. Sepertinya kamu sedang dalam suasana hati yang baik hari ini."
Tiba-tiba terdengar suara yang sudah familiar di telinganya Haruya.
Gadis itu mengenakan seragam maid berwarna monokrom. Tubuhnya yang kecil dan ramping dengan wajah yang masih terlihat polos.
Haruya saat ini sedang berada di kafe langganannya, tempat yang ia sering kunjungi.
Sebagai hadiah untuk dirinya sendiri setelah ujian, Haruya datang ke tempat ini seorang diri.
Gadis yang berhadapan dengan Haruya yang menikmati kopinya, bernama Kohinata.
Dia adalah pelayan di kafe ini dan juga seseorang yang sudah dikenal oleh Haruya.
Meskipun dari penampilannya terlihat kalo mereka seumuran, baik Haruya maupun Kohinata tidak mengetahui usia satu sama lain.
Hubungan mereka berlangsung dengan syarat tidak mengungkapkan informasi pribadi mereka.
"...Nilai ujianku kalian bagus. Kohinata-san apa sekolahmu juga ujian?"
"Eh, onii-san apa kau benar-benar akan menanyakan itu?"
"Seharusnya tidak ada yang salah dengan menanyakannya hal itu, kan?"
Haruya menyesap kopinya dan bergumam dengan santai.
"Yah, aku sedang ujian, tapi menurutku aku masih kurang tidur..."
(...Ah, taktik yang satu ini lagi.)
Kohinata mengatupkan jari-jarinya dan secara terang-terangan membuang muka. Kohinata menunjukkan tanda-tanda kurang tidur dengan menyatukan ujung jari-jarinya. Yah meskipun ini bukan sesuatu yang bisa dibanggakan, entah bagaimana gadis ini mampu menggunakannya sebagai alasan.
Haruya menyipitkan matanya dan menghela nafas.
(...Dulu di SMP ada juga yang seperti ini. Bahkan Kazuki juga pernah bilang begitu.)
Kazuki adalah teman sekelas yang duduk di belakang Haruya. Sambil mengenang itu, Kohinata menunduk dengan ekspresi serius.
"...Yah, intinya nilai ujianku tidak begitu bagus."
Kohinata mengakui dengan ekspresi berat, berbeda dari sebelumnya. Haruya yang melihat itu seketika merasa bersalah, dan dia buru-buru meminta maaf.
"...Apa nilaimu benar-benar seburuk itu? Kalau begitu aku minta Maaf karena aku tidak peka."
"Oh, tidak... Sebenarnya, untuk menjaga reputasiku, aku masih bisa mengatakan bahwa nilai rata-rataku di atas rata-rata, lho."
"Eh, benarkah...?"
Melihat betapa Kohinata tampak tertekan, Haruya tadinya berpikir nilai gadis itu sangat rendah. Tapi ternyata nilai Kohinata masih di atas rata-rata. Haruya mau tidak mau mengeluarkan suara kaget mendengarnya.
"Hah... Meski aku terlihat begini, aku sebenarnya cukup pintar, tahu."
Setelah Kohinata membusungkan dadanya, lalu mengembungkan pipinya dengan kesal.
"Kamu tipe orang yang ambisius, ya, Kohinata-san."
Melihat Kohinata yang biasanya terlihat tenang dan santai, Haruya menduga kalau gadis ini akan menanggapi hasil buruk dengan santai. Tapi, setelah mengetahui sisi lain dari Kohinata, Haruya tak bisa menahan tawa. Kohinata yang mungkin merasa malu jadi dia mengalihkan pandangannya dan segera mengalihkan pembicaraan.
"Yah... Begini, onii-san. Sebenarnya aku punya sesuatu yang penting untuk dibicarakan hari ini."
"Eh, apa itu? Kenapa kau tiba-tiba jadi serius?"
Dengan napas tertahan, Kohinata mencuri pandang ke arah Haruya. Dengan suasana yang tenang, tiba-tiba ketegangan muncul. Secara objektif, ini seperti adegan pengakuan cinta...
Tapi, meskipun Haruya berpikir itu tidak mungkin, ia tetap memegang cangkir kopinya, diam terpaku.
"──── Sebenarnya, mulai hari ini, aku akan libur untuk sementara waktu dari toko ini."
"Apa..."
Setelah memahami arti dari kata-katanya, Haruya kembali menatap Kohinata.
"Kamu akan libur untuk sementara waktu... Serius?"
"Iya serius."
Jawabannya cepat, dan ia mengatakannya dengan wajah serius.
"....Ngomong-ngomong boleh aku tahu alasannya?"
"Ya, karena ada sesuatu yang benar-benar ingin aku lakukan. Jadi, sampai itu selesai, aku akan mengambil libur."
"....Begitu ya."
Ada perasaan ingin tahu tentang apa yang benar-benar ingin dia lakukan, tapi Haruya tahu kalo Kohinata tidak akan memberitahunya.
Haruya menurunkan bahunya dengan terang-terangan. Melihat itu, Kohinata malah terlihat senang dan mulai menggodanya.
"Oh, apa mungkin, onii-san merasa sedih keitika mendengar aku akan libur untuk sementara waktu?"
"Ya, sedikit... Aku sedikit merasa begitu..."
Merasa malu karena ketahuan, Haruya menyesap kopinya. Kehilangan seseorang yang bisa dia ajak bicara dengan santai, tanpa harus bersandiwara, memang terasa menyakitkan. Apalagi di saat-saat seperti ini.
Meskipun Haruya berhasil menyelesaikan masalah basket Nayu, dengan Nayu bergabung dengan klub basket, waktu luangnya menjadi sangat sedikit, dan kesempatan untuk berkumpul pun hilang.
...Itulah sebabnya Haruya berharap bisa menghabiskan waktu luangnya bersama Kohinata. Tapi, dunia tidak selalu berjalan sesuai keinginan.
"Aku senang mendengar kamu merasa sedih, tapi... Kan kamu bisa menghabiskan waktumu bersama dia, gadis yang itu?"
"...Benar juga."
"Begitulah."
Gadis yang dimaksud adalah Sara.
"...Jadi, aku benar-benar tidak akan bisa bertemu denganmu untuk sementara waktu, ya?"
"Ya, sepertinya begitu. Kalau nanti ada perkembangan dengan gadis yang itu, beri tahu aku saat aku kembali, ya."
"Ya, ya."
Seperti biasa, dia sangat terobsesi dengan cerita cinta.
Haruya menanggapinya dengan asal-asalan. Setelah menghabiskan kopinya, dengan sedikit rasa sepi di hatinya, ia menuju ke kasir.
Setelah membayar di kasir, Kohinata dengan sengaja masuk mode 'iblis kecil yang nakal' dan memanggilnya.
"...Oh, ngomong-ngomong, onii-san. Meskipun aku bilang sementara waktu, itu hanya sekitar kurang dari sebulan."
"Apa?"
"Tadi suasananya terasa seperti aku akan libur lama sekali, jadi aku merasa sulit untuk mengatakannya... Jadi Maaf."
Dengan ekspresi seperti anak kecil yang ketahuan telah berbuat nakal, Kohinata menjulurkan lidahnya sedikit.
Haruya awalnya berpikir kalo Kohinata akan libur selama dua hingga tiga bulan, jadi dia tanpa sadar mengerutkan keningnya.
"Kohinata-san, kamu menjebakku..."
"Kamu yang tampak sedih itu sangat lucu, onii-san~. Terima kasih untuk hari ini juga~"
Haruya hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya dengan kasar, ketika dia melihat Kohinata tersenyum usil seperti iblis kecil.
Suatu saat nanti, Haruya ingin sekali meruntuhkan sikap tenangnya itu.
Sialan... Kohinata-san tetap saja dia terlalu licik seperti biasa.
Tirai di ruang kelas tertiup angin musim panas.
Di dalam kelas yang sedang LHR (Lesson Hour), suasana menjadi riuh. Tampaknya waktu untuk berbicara tentang hasil ujian telah berakhir.
── SMA Eiga, 'Festival Eiga.'
Bisa dibilang, ini adalah hadiah setelah ujian selesai. Pemberitahuan tentang festival budaya yang ditempel di berbagai sudut lorong belakangan ini sering terlihat.
Akika Tokoyami, wali kelas yang berdiri di depan kelas, sedang memberikan pengumuman mengenai Festival Eiga.
"...Terima kasih sudah bekerja keras dalam ujian. Sekarang sudah saatnya Festival Eiga. Kita harus memutuskan kegiatan kelas dan memilih satu orang dari masing-masing jenis kelamin untuk menjadi panitia pelaksana. Persiapannya akan dilakukan selama waktu LHR dan setelah pulang sekolah, jadi aku minta kalian untuk bersiap. ...Nikmatilah Festival Eiga ini semaksimal mungkin... Ha, haha."
Dengan pandangan yang tampaknya sedikit iri pada masa muda, wali kelas tersebut mengakhiri pembicaraannya.
"...Sepertinya Sensei benar-benar tidak ada harapan untuk bertemu dengan seseorang yang akan cocok denganya."
"Semoga ujian berikutnya tidak jadi lebih sulit... Tidak, itu tidak adil."
"Wanjir, Sensei memancarkan aura negatifnya oagi."
Suara-suara cemas dari teman sekelas terdengar di berbagai sudut ruangan.
(...Tapi Festival Eiga, kah)
Meskipun menghindari pandangan penuh kecemburuan dari wali kelas mereka, tapi sebagian besar siswa bergembira mendengar pengumuman festival budaya dan mulai bersemangat.
Tapi, Haruya menatap teman-teman sekelasnya dengan tatapan yang dingin.
(Bukankah festival budaya ini datang terlalu cepat...?)
Aku dengan tenang bergumam pada dirinya sendiri di dalam hatinya.
Di banyak sekolah, acara seperti festival budaya atau olahraga biasanya diadakan pada semester kedua setelah liburan musim panas.
Bahkan dalam manga shoujo yang biasa dia baca, meskipun itu fiksi, festival budaya biasanya diadakan pada musim gugur.
Tapi, di sekolah ini, Festivalnya malah diadakan pada akhir semester pertama. ...Kenapa begitu?
(Apa hanya aku yang merasa aneh dengan ini?)
Setelah wali kelas pergi, Haruya masih dipenuhi dengan pertanyaan itu di kepalanya, tapi kelas sudah dipenuhi dengan kegaduhan tentang Festival Eiga.
Di tengah-tengah itu, ada seseorang yang menepuk pundaknya dari belakang. Haruya pun menoleh sambil mengangkat tubuhnya yang terasa berat.
"...Kenapa Festival Eiga diadakan pada waktu ini? Itu karena SMA Eiga didirikan pada waktu ini. Singkatnya... ini adalah tradisi. Selain itu, ini cuman alasan tambahan, yah sebenarnya ini juga untuk mempertimbangkan siswa kelas tiga."
Orang yang duduk di belakangnya──Kazuki, yang seolah-olah bisa membaca pikiran Haruya, berbicara padanya.
(Apa, Kazuki... Apa kau bisa membaca pikiranku?)
Haruya mencoba yang terbaik untuk menekan jantungnya yang hendak melompat dan menjawab dengan kata-kata yang tenang.
"Perasaan aku tidak mengatakan apapun, tapi... begitu ya. Mereka menyesuaikan dengan hari berdirinya sekolah ini."
"Betul. Untuk siswa kelas tiga yang sibuk dengan persiapan ujian, waktu ini sangat membantu."
Memang benar, liburan musim panas sering disebut sebagai waktu krusial untuk ujian. Bagi siswa kelas tiga, mungkin mereka tidak akan punya banyak waktu untuk fokus pada kegiatan sekolah setelah musim panas berakhir.
Ya, itu masuk akal. Dari sudut pandang siswa kelas tiga, ini pasti sangat membantu. Tapi, bagi Haruya sendiri, hal ini tidak membantu sama sekali...
Meskipun begitu, meskipun sekarang dia mengetahui alasannya, Haruya tetap merasa bahwa waktu ini terlalu cepat.
"Akasaki, apa rencanamu untuk Festival Eiga?"
"Apa maksudmu dengan 'rencanamu'?"
"Ketika Festival Eiga tiba, itu adalah waktu di mana hubungan sering kali berubah, kan? Jadi, kupikir mungkin kamu merencanakan sesuatu."
Kazuki menatap Haruya dengan penuh harap sambil membusungkan dadanya. Matanya memancarkan keinginan akan romansa. Melihat itu Haruya dengan sengaja menyipitkan matanya sebelum dia menjawab.
"Hal semacam itu mungkin tidak akan terjadi padaku..."
Festival Eiga. Mengubah hubungan… ya, itu memang momen yang sempurna untuk merubah hubungan.
Tapi, itu adalah dunia yang jauh dari dunia orang biasa. Tidak peduli seberapa besar acara ini, atau seberapa besar perubahan di sekitar, itu tidak ada hubungannya dengan orang biasa.
"Meskipun begitu... kamu masih punya hubungan dengan gadis-gadis S-class, kan?"
"Sayangnya, tidak."
Haruya menjawab tanpa semangat, dan Kazuki dengan cepat menarik leher Haruya dengan lengannya.
(Sakit, sakit... Oy leherku bisa patah jir.)
"Hei, pelet macam apa yang kamu gunakan Akasaki? Bukan hanya Himekawa-san, belakangan ini aku juga merasa kalo Takamori-san juga sering memperhatikanmu."
"Itu hanya kebetulan, seperti yang sudah ku bilang."
Kazuki belakangan ini sepertinya sering merasakan tatapan Sara dan Yuna. Dan dia yakin kalo tatapan itu diarahkan ke Haruya. Dua gadis tercantik di kelas ini memperhatikan seorang siswa biasa.
Melihat pemandangan yang tidak biasa ini, Kazuki merasa perlu untuk bertanya secara langsung pada Haruya. Mungkin itulah sebabnya, hampir setiap hari Kazuki bertanya pada Haruya tentang hal ini.
"Akasaki, kau bilang kalo itu hanya kebetulan, tapi..."
Kazuki sepertinya tidak sepenuhnya puas dengan jawaban Haruya. Dia terus menatap Haruya dengan tatapan curiga.
Mungkin karena Haruya sudah berteman tidak hanya dengan Sara tetapi juga Yuna (mereka bahkan sudah bertukar kontak), dan karena kedua gadis itu kadang-kadang, meskipun hanya sebentar, melirik ke arah tempat duduk Haruya.
Sambil berusaha terlihat tenang, Haruya berusaha menghilangkan keraguannya Kazuki dengan berkata.
"Bukankah mereka mungkin melihat ke tempat dudukmu, Kazuki? Bukan ke tempat dudukku…"
"Apa, serius!? Mereka berdua... melihat ke arahku..."
Mata Kazuki seketika menjadi cerah dan dia tampak malu, lalu Haruya dengan cepat menghadap ke depan lagi. Kemudian, dia membenamkan wajahnya ke meja.
"──Tidak mungkin!"
Suara protes dari belakang terdengar, tapi Haruya mengabaikannya.
Lalu sekilas, Haruya melirik ke arah kanan depan.
Di ujung pandangannya, tiga gadis cantik sedang berbincang dengan riang.
"Festival Eiga ini adalah acara yang sangat seru, kalian berdua!"
Kohinata Rin berkata dengan mata berbinar.
"...Aku baru saja bergabung dengan klub. Dan lagi, belum lama ini kita baru saja selesai ujian... Ini cukup sibuk ya."
Takamori Yuna menjawab sambil membelai rambut hitamnya.
"Betul sekali! Tapi Festival Eiga kah... jujur saja aku juga menantikannya!"
Dengan ekspresi yang sedikit dewasa, Sara Himekawa bergumam dengan perasaan melankolis.
Banyak siswa lain yang juga terlihat antusias membicarakan Festival Eiga, dan sepertinya itu juga berlaku bagi para gadis cantik kelas S yang merupakan primadona di kelas mereka.
"Sara-chin, Yuna-rin... Aku juga berpikir untuk membuat perubahan besar saat Festival Eiga!"
Rin mengepalkan tinjunya dan menatap langit-langit dengan penuh semangat. Melihat sikapnya yang penuh tekad, Yuna pun menyela dengan tenang.
"...Rin, kamu sepertinya sangat bersemangat, tapi apa yang akan kamu lakukan?"
"Aku juga penasaran tentang itu!"
Mengikuti Yuna, Sara juga setuju. Menerima tatapan dari keduanya, Rin berpura-pura berpikir,
"...Hmm"
Dia bergumam, lalu tersenyum dengan senyum lebar dan berkat.
"Itu masih rahasia."
"Lalu, kenapa kamu bicara dengan nada penuh rahasia seperti itu?"
"Maaf, maaf,"
Sambil meminta maaf dengan tulus pada Yuna yang terus mendesaknya, Rin mengubah topik pembicaraan.
"Kesampingkan aku untuk saat ini, bagaimana dengan Sara-chan dan Yuna-rin? Apa kalian punya sesuatu yang ingin kalian lakukan di Festival Eiga?"
Setelah berpikir sejenak, Sara menjawab.
"Aku suka festival dan aku juga mengaguminya, jadi sama seperti Rin, aku juga ingin berusaha untuk melakukan sesuatu!"
"Melakukan sesuatu itu maksudnya apa?"
Yuna melanjutkan dengan komentar ringan.
"Yah, aku juga ingin berusaha melakukan sesuatu."
"...Jadi, pada akhirnya Yuna-san juga sama sepertiku, kan?"
"Haha, maaf ya, Sara."
"Yah, sebagai permintaan maaf, tolong ajari aku cara menembak bola basket, ya! Tembakan 3 poin itu."
"...Sara, belakangan ini kamu benar-benar semakin menunjukkan pendirianmu ya. Sepertinya memang benar orang akan berubah kalo dia sudah punya pacar."
"Apa...?"
Sara seketika memerah. Lalu dengan segera dia memprotes.
"Bukan berarti aku sudah punya pacar! Kalau kamu bilang begitu, Yuuna-san juga..."
"Eh, maksudnya aku?"
Yuuna yang juga kena serangan sedikit terkejut dan matanya mulai terlihat gelisah.
"Karena sejak kamu masuk klub basket, kamu jadi lebih peduli dengan penampilanmu. Bahkan, belum lama ini kamu bertanya tentang kosmetik yang aku rekomendasikan..."
"Sara... tunggu sebentar. Bukanya kita sudah sepakat untuk merahasiakan ini."
Yuuna dengan panik mengangkat telunjuknya. Keringat dingin sedikit terlihat di dahinya.
Para pria yang mendengar pembicaraan cinta kedua gadis itu pun serempak membuka mulut mereka.
"───Belakangan ini, Himekawa-san dan Takamori-san semakin cantik, ya."
"Aku penasaran apa pesona mereka meningkat karena terlibat dengan lawan jenis?"
"Setelah masuk klub basket, Takamori-san juga jadi lebih cantik, kan? Dia makin memikat."
"Himekawa-san juga nggak kalah, lho. Dia jadih lbih ekspresif."
Bahkan di dekat tempat duduk Haruya, pembicaraan bisik-bisik seperti itu terdengar. Akhir-akhir ini, hampir semua orang di kelas tampak terpikat oleh Sara dan Yuna.
Di tengah percakapan mereka yang semakin hangat, Rin mengepalkan tinjunya dengan erat.
Dengan tatapan yang seolah melihat sesuatu yang jauh, dia terlihat sedih. Tapi, pandangannya tertuju pada Sara dan Yuna yang sedang bercanda bersama.
Rin yang merasa tersisih, dengan ragu-ragu akhirnya membuka mulut.
"...Aku juga harus mencoba yang terbaik."
Namun, di tengah-tengah kelas yang dipenuhi oleh percakapan Sara dan Yuuna, tidak ada yang mendengar gumaman Rin itu.
Begitu memasuki masa persiapan Festival Eiga, kami segera harus memutuskan acara kelas, pembagian peran, dan siapa yang akan menjadi panitia pelaksana.
Pada pelajaran keempat, yang penuh dengan ketegangan, kata-kata guru wali kelas kami, Akika Tokoyami, yang mengatakan, "Aku ingin mengakhiri kelas lebih awal hari ini dan memilih anggota panitia," Dan itu menandai dimulainya pemilihan panitia.
Panitia pelaksana akan menghadiri rapat rutin tahunan selain bertanggung jawab sebagai penyelenggara festival kelas.
Ini adalah peran penting yang hanya bisa diemban oleh seseorang yang menunjukkan kepemimpinan yang kuat.
Haruya mendengarkan ketika wali kelasnya berdiri di podium, berpikir bahwa itu tidak ada hubungannya denganku.
"─── Jadi, aku berpikir untuk memutuskan melalui sistem pencalonan, tapi pertama-tama mari kita mulai dengan yang laki-laki."
Sensei lalu melihat seluruh kelas. Namun, tidak ada seorang pun yang mengangkat tangan.
Biasanya, ada beberapa siswa yang akan dengan antusias untuk mengambil peran ini, tapi di kelas Haruya sepertinya tidak begitu.
Sebagian besar siswa laki-laki terlihat cemas, melirik ke sekeliling.
...Sementara itu, Haruya, dengan kepala menunduk, berusaha menyatu dengan suasana.
Ketika Haruya tiba-tiba mendongak, dia bertemu dengan mata wali kelasnya.
(Eh, tidak, aku tidak akan melakukannya kan?Panitia pelaksana bukan tipe ku.)
Haruya dengan cepat mengalihkan tatapannya dan mencoba mengirimkan pesan telepati seperti itu pada wali kelasnya. Wali kelasnya itu lalu menghela napas berat.
(Apa itu tersampaikan...?)
Dengan ketegangan dan keringat dingin yang mengganggu Haruya, wali kelasnya berpura-pura batuk sebelum melanjutkan.
"Baiklah, jika tidak ada sukarelawan dari oara siswa laki-laki, mari kita tanyakan pada para siswa perempuan duku. Apa ada yang ingin menjadi panitia pelaksana...?"
Sebelum guru selesai berbicara, sebuah tangan terangkat dengan cepat.
"Ya! Aku, aku ingin melakukannya!"
Semua orang di kelas (kecuali Haruya) mengalihkan perhatian mereka ke suara yang jelas dan cerah itu.
"Oh, Kohinata, bisakah kamu melakukannya?"
"Ya, izinkan aku mencalonkan diri sebagai kandidat!"
Orang yang menarik perhatian semua orang adalah Rin Kohinata. Dia adalah gadis cantik yang berperan sebagai mood maker di antara trio yang selalu berteman dekat.
Ketiganya sangat cantik sehingga beberapa pria menggambarkan mereka sebagai wanita cantik kelas S.
Rin memiliki kepribadian yang cerah dan sangat di nikai tinggi oleh seluruh kelas.
Pasti tidak ada yang akan menentangnya sebagai panitia pelaksana.
"─── Jika ada yang ingin menjadi panitia pelaksana, silakan beri tahu."
Rin lalu melihat ke arah gadis-gadis di kelas.
"Itulah tepatnya yang ingin kukatakan... Yah, seperti yang dikatakan Kohinata. Jika tidak ada orang lain yang ingin mencalonkan diri, anggota panitia pelaksana untuk yang perempuan akan di tempati oleh Kohinata, tapi... apa ada yang keberatan?"
Ketika sensei mengajukan pertanyaan itu, Rin dengan cepat mengangkat tangan.
"Eh? Ada apa, Kohinata?"
"Yah, ku pikir ada beberapa orang yang mungkin merasa sulit untuk berbicara di depan banyak orang, jadi jika ada yang ingin melakukannya, menurutku akan lebih baik jika mereka melapor saat jam istirahat."
"Memang itu juga bisa menjadi solusi."
Wali kelas meletakkan tangannya di dagu dan mengangguk.
"Baiklah, kita akan melakukan itu. Untuk saat ini, Kohinata akan memimpin sebagai panitia pelaksana (sementara). Apa itu baik-baik saja?"
"Ya. Dimengerti, Sensei."
Rin berdiri dari tempat duduknya dan bergerak ke depan meja guru.
"Eh... aku agak gugup, tapi ayo kita kerjakan bersama semuanya!"
Dengan sapaan ceria, teman-teman sekelas memberikan tepuk tangan. Setelah kelas menjadi tenang, Rin melanjutkan.
"Pertama-tama, aku ingin memilih panitia pelaksana pria. Bisakah kita mencoba sekali lagi dengan sistem sukarela?"
""""── Gobah""""
Suara lembut itu membuat para siswa pria bergetar dengan kecemasan.
─── Panitia pelaksana adalah Kohinata kan? Ini mungkin menjadi kesempatan untuk mendekatinya.
Sambil menyembunyikan perasaan tidak murni itu di hati mereka, para siswa pria menelan ludah dengan cemas.
Tapi, karena mereka tidak bisa menyembunyikannya sama sekali karena hal itu terlihat dari wajah dan sikap mereka, para siswa perempuan menatap mereka dengan tatapan jijik.
Meskipun begitu, tugas panitia pelaksana cukup berat. Jika ada kegiatan ekstrakurikuler, hari-hari sibuk pasti akan tak terhindarkan.
Selain itu, karena peran tersebut juga mewakili dan mengoordinasikan kelas, tanggung jawabnya sangat besar.
Dari penjelasan wali kelas tadi, siswa laki-laki sepertinya memahami hal ini, sehingga tidak ada yang maju untuk menjadi panitia pelaksana hanya karena Rin yang menjadi panitia.
Kebanyakan dari mereka hanya diam dan membeku, sesekali melirik ke arah siswa laki-laki lainnya, karena bingung dan ragu-ragu.
"Ini benar-benar sulit..."
Rin, yang ditugaskan sebagai moderator, tersenyum masam melihat reaksi pasif para siswa laki-laki itu.
Sepertinya waktu akan terhenti di sini, tapi Rin dengan cepat mengambil alih situasi dan memangil semua orang.
"Jika tidak ada yang maju atau yang ingin melakukannya, aku sendirir yang akan memilih siswa laki-lakinya, bagaimana menurut kalian?"
Sepertinya tidak ada siswa yang keberatan dengan usul tersebut.
Seolah ingin mendukung usulan Rin itu, Yuna yang daritadi diam, dengan hati-hati membuka mulutnya.
"Sepertinya itu ide yang bagus. Jika kita terus stagna disini kita pasti akan membuang-buang waktu. Bagaimana menurut mu, sensei?"
Karena Yuna adalah anggota klub basket, tampaknya dia sudah cukup akrab dengan wali kelas.
Wali kelas yang tadinya diam di dekat jendela, melepaskan lipatan tangannya dan melanjutkan dengan hati-hati.
"Ya, ku rasa itu tidak masalah sama sekali."
Setelah mendapat persetujuan dari waali kelas, mata Rin bersinar penuh semangat.
"Sensei terima kasih! Yuna, terima kasih juga sudah mendukungku."
Setelah itu, Rin turun dari podium untuk menentukan siapa siswa laki-laki yang akan menjadi panitia pelaksana dan mulai berkeliling di antara kursi siswa laki-laki.
Langkahnya ringan dan dia berjalan lurus tanpa ragu ke arah kursi yang dituju.
Sepertinya, dia sudah memutuskan siapa yang akan ditunjuk sebagai panitia pelaksana putra. Di dekat jendela, dua kursi dari belakang.
─── Tok tok, tok tok.
Haruya bisa mendengar langkah kaki itu semakin keras.
Sebenarnya, dia hanya pura-pura tidur sejak tadi, tapi dia bertanya-tanya apakah panitia pelaksana putra sudah diputuskan?
"Akasaki... Akasaki... Kamu..."
Mendengar suara itu dari belakang, Haruya mengangkat wajahnya dengan rasa santai, tapi perasaan tidak enak mulai merayap di seluruh tubuhnya. Dan segera, perasaan itu berubah menjadi keyakinan.
"Akasaki-kun... boleh aku meminta mu menjadi panitia pelaksana oura?"
Sesaat, Haruya meragukan pendengarannya. Tapi, dari reaksi teman-teman sekelasnya, Haruya menyadari kalo dia tidak salah dengar.
Tatapan dari siswa laki-laki yang seolah berkata, 'Eh, kenapa dia?', dan tatapan dari siswa perempuan yang seolah berkata, 'Seriusan, nih?'
Haruya merasa ingin segera melarikan diri dari tempat ini, tapi dia menahan diri dan berpura-pura tenang sambil membuka mulutnya.
"Uh, boleh aku tahu kenapa harus aku?"
"Hmm..."
Rin berpura-pura berpikir, meemeringkan kepalanya sambil menempelkan jari telunjuknya di dagu dengan gaya yang manis.
Gaya itu hampir membuat Haruya teralihkan, tapi dia tahu kalau dia tidak suka sesuatu, dia harus mengatakan tidak.
Itu adalah prinsip Haruya. Lagipula, seorang siswa yang lebih suka menyendiri di kelas seperti dia, tidak seharusnya diberi tanggung jawab sebagai panitia pelaksana.
Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan, jadi peran itu seharusnya dibagi sesuai dengan itu.
Karena itulah, Haruya lebih bersemangat menjadi petugas untuk tugas-tugas kecil, tapi...
Saat dia memikirkan hal ini, Rin tampaknya sudah memutuskan dan menjawab.
"Karena ku pikir kamu tidak ikut dalam klub apapun, dan tadi kamu terlihat seperti sedang tidur, jadi aku pikir kamu bisa dijadikan panitia pelaksana putra."
'Apa kau masih butuh penjelasan lebih lanjut?' Seolah-olah ingin berkata begitu, Rin menatap ke wajah Haruya.
Aroma wangi bunga menyentuh hidungnya... Memang tertidur di dalam adalah salahnya sendiri. Tapi meskipun Haruya hanya berpura-pura tidur, itu tetap saja alasan yang tidak masuk akal.
Haruya sangat ingin menolak, tapi dia dapat merasakan tekanan dari tatapan teman-teman sekelasnya.
"Karena Kohinata-san yang secara pribadi langsung memintanya, kamu tahu kan kalo kamu harus menerimanya? Kamu mengerti situasinya, kan?"
Haruya bida meresakan tekanan yang seolah mengatakan itu.
Menolak peran panitia pelaksana di sini hanya akan membuatnya dianggap tidak bisa membaca situasi dan akan membuatnya merasa tidak nyaman di kelas.
"Baiklah... aku mengerti. Tapi aku tidak yakin kalo aku bisa menjalankannya dengan baik."
"Tidak mungkin! Kamu pasti bisa! Aku juga akan membantumu, kan, sensei?"
Sebagai upaya terakhir, Haruto menatap wali kelas dengan harapan. Mungkin menyadari perasaan Haruya, wali kelasnya menghela napas ringan sebelum menjawab.
"Karena ini salah mu sendiri Akasaki yang tidur di kelas. Maka, kalian berdua harus berusaha yang terbaik."
Haruya merasa ada sesuatu yang hancur di dalam kepalanya. Benteng terakhirnya telah runtuh. Singkatnya, dia sudah kalah.
"Baiklah! Aku dan Akasaki-kun akan berusaha yang terbaik!"
Dengan semangat Rin, tepuk tangan kecil terdengar di sekeliling kelas. Lalu, tangan kecil Rin terulur ke arahnya. Haruto lalu menghela napas dalam hatinya, tapi dia tetap mengambil tangan itu dengan ringan.
─ Tepat pada saat itu, bel yang menandakan akhir pelajaran berbunyi nyaring.
"Baik, setidaknya sudah bagus kalo panitia pelaksana sudah diputuskan. Sisanya akan kita tentukan di LHR, setelah pulang sekolah nanti."
Dengan isyarat dari wali kelas, pelajaran kali ini pun berakhir. Ketika Haruto melihat ke belakang, ada seseorang yang mengacungkan jempol padanya.
"Akasaki... sepertinya kamu beruntung diperhatikan oleh Kohinata-san."
Bukan hanya iri, sepertinya teman sekelasnya itu benar-benar memberikan selamat. Tapi, bagi Haruya, hal itu sama sekali tidak membuatnya senang.
(...Kazuki. Kalau kamu mau menggantikanku, aku akan dengan senang hati menyerahkan tugas ini padamu. Sialan.)
Haruya menghirup udara sebanyak yang aku bisa dan mengeluarkannya, seolah ingin membasuh jantungnya yang stagnan dan menghembuskannya kembali. Panas yang membakar kulitnya sekarang terasa sangat menyenangkan.
Lagipula ini bukan waktu yang tepat untuk festival budaya, pikirnya. Saat Haruya hampir tenggelam dalam lamunan dan khayalannya.
Dia menyadari kalo dia agak haus, Haruya lalu menenggak sebotol teh hijau.
"...Wanjir, hari ini lebih panas dari yang ku kira."
Saat pintu yang berkarat terbuka dengan suara gemeretak, seorang gadis cantik dengan rambut berkilau datang berlari menuju Haruto.
Ketika HaruYa melihat layar hp-nya, ada satu pesan yang baru saja diterima beberapa menit yang lalu.
[...Akasaki-san. Ada sesuatu yang ingin ku tanyakan, jadi tolong temui aku di atap saat istirahat makan siang nanti.]
Pengirimnya tidak perlu disebutkan lagi—dia adalah Sara Himekawa, gadis yang sekarang berdiri di hadapan Haruya.
Biasanya dia akan mengirim pesan dengan kombinasi stiker lucu, tapi kali ini pesan tersebut menyampaikan keseriusannya.
"Aku minta maaf. Padahal saat ini cuacanya sangat panas, aku malah memanggilmu ke sini..."
"Tidak apa-apa. Justru sekarang panasnya terasa nyaman."
"Eh~ kamu ini aneh, Akasaki-san. Panas seperti ini terasa nyaman? Bukannya hanya bikin gerah?"
Sara menyipitkan matanya sambil mengipasi seragamnya di depan dadanya.
Meskipun Haruto masih ingin berlama-lama merasakan panas ini, dia memahami perasaan Sara, jadi dia mengajaknya pindah ke tempat yang teduh.
Setelah duduk bersama, mereka berdua lalu membuka kotak bento mereka masing-masing.
"Wah, Akasaki-san, kamu punya daging gulung paprika... dan apa itu yang di sana?"
Saat Sara melihat kotak bento Haruya, mata Sara membelalak.
"Oh, ini adalah bakso ayam dengan shiso dan umeboshi. Rasanya cukup enak dan cocok dimakan saat cuaca seperti ini."
"Wah~ ini sangat rumit.”
"Tapi Chikuzenni yang Himekawa-san buat juga kelihatan sangat lezat."
Mendengar pujian itu, Sara mengulurkan kotak bentonya pada Haruya. Melihat isyarat itu, Haruya pun mengikuti dan mengulurkan kotak bentonya pada Sara.
"...Tukar menukar, ya... Hehe."
"...."
Melihat Sara yang tersenyum dengan sedikit malu, Haruya secara naluriah memalingkan wajahnya.
Seperti yang Sara katakan, sejak beberapa waktu lalu, setiap kali mereka makan siang bersama di atap, mereka akan saling menukar lauk yang menarik perhatian mereka.
Pada awalnya, Haruya hanya menerima lauk dari Sara yang khawatir dengan kondisi kesehatannya, tapi lama kelamaan Haruya merasa tidak enak, sehingga dia mulai memasak sendiri dan saling bertukar lauk dengan Sara.
"Baiklah, selamat makan."
Saat Sara menggigit bakso ayam yang dia ambil dari kotak bento Haruya, wajahnya berubah menjadi senyum yang lembut.
"Hm~. Rasanya segar, sangat enak."
"...Benarkah?"
Seperti anak kecil yang polos, namun senyumnya juga terasa dewasa.
Melihat Sara makan dengan sangat lahap membuat Haruya merasa senang.
Melihat senyuman itu, Haruto merasa ada dorongan dalam dirinya untuk terus mencoba memasak. Haruya ingin terus melihat senyuman Sara itu, dan kiri Senyuman Sara itu terlihat begitu bersinar di matanya.
(...Jika diriku yang sebelum bertemu Himekawa-san melihat diriku yang sekarang, pasti dia akan sangat terkejut.)
Mau tak mau Haruya teringat saat-saat ketika dia berusaha agar Sara membencinya, dan dia merasa sedikit nostalgia.
Tapi, belakangan ini, Haruya mulai berinteraksi dengan Sara dengan menjadi dirinya yang 'apa adanya', tanpa merasa tertekan karena statusnya sebagai pusat perhatian di kelas.
Sambil mengingat kembali pertemuannya dengan Sara, Haruya juga mengisi mulutnya dengan lauk yang dia ambil dari kotak bento Sara.
"Ini enak sekali..."
Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya.
"Syukurlah...!"
Sara tersenyum lebar, tapi dia tiba-tiba dengan sengaja berdeham.
"Ngomong-ngomong, Akasaki-san..."
"H-ya!"
Mendengar nada suara Sara yang dingin dan suasana yang tiba-tiba berubah, Haruto refleks menegakkan punggungnya.
Kemana perginya sesi makan siang yang menyenangkan tadi? Setelah Sara meneguk sebotol air mineral, Sara lalu menghela napas dalam-dalam.
"...Ada 2 hal yang ingin ku tanyakan."
Sepertinya Sara akan masuk ke inti pembicaraan kenapa dia memanggil Haruya ke sini hari ini.
(Tunggu, suasananya jadi tegang, dan ada 2 hal? Wah, aku jadi ingin kabur...)
Entah Sara menyadari perasaan Haruya atau tidak, dia melanjutkan pembicaraannya.
"Tentang Festival Eiga... dan tentang Yuuna-san. Kamu mau bahas yang mana dulu?"
Sepertinya Haruto tidak punya pilihan selain memilih di antara dua topik ini. Haruya bertanya-tanya betapa lebih baik jadinya jika dia bisa mengaktifkan opsi ketiga, yaitu tidak menjawab apa pun.
Setelah menghela napas ringan, Haruto menatap Sara.
"Kalau begitu, ayo kita mulai dari Festival Eiga."
"Baiklah. Aku ingin tahu, kenapa kamu mau menerima menjadi panitia?"
Sara memasang wajah cemberut dan menggembungkan pipinya. Sepertinya dia tidak puas, tapi sebenarnya Haruya lah yang lebih merasa tidak puas karena itu. Bukan karena dia menerimanya dengan senag hati, tapi lebih tepatnya, dia dipaksa untuk menerima.
"...Kamu tidak perlu bertanya dengan nada seperti itu. Kamu tahu sendiri, kan? Kita sekelas. Aku tidak punya mental yang cukup kuat untuk menolak dalam situasi seperti itu."
"Aku tahu itu... tapi kamu kelihatannya menerimanya dengan mudah..."
Sara bergumam dengan suara pelan.
"Hm? Apa?"
"Ku pikir, mungkin... seperti anak laki-laki lainnya di kelas, kamu menerima jadi panitia karena Rin-san juga panitia. Seperti... kamu ingin mendekatkan diri dengan Rin-san..."
"Itu tidak benar."
Dengan cepat Haruya mengangkat tangannya di depan dada dan menjawab.
"Seperti yang sudah ku katakan pada mu Himekawa-san, sebisa mungkin aku ingin menghindari hal-hal yang membuat ku terlihat menonjol di sekolah."
"Ya. Meskipun aku tidak tahu alasannya, aku tahu kamu tidak ingin menonjol."
"Betul. Aku berusaha untuk tidak menonjol di sekolah. Jadi, yang sebenarnya aneh di sini bukanlah aku, tapi───"
Sara memotong kata-kata Haruto dan menjawab.
"Rin-san."
"Benar. Lagipula, dia memilih ku karena aku yang tidur... Jadi pada akhirnya, ini semua salah ku."
"...Baiklah, aku mengerti."
Meskipun Sara terlihat belum sepenuhnya puas, dia mengangguk. Melihat ekspresi itu, Haruya pun tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.
"Kenapa malah kamu yang terlihat tidak suka...? Padahal yang sebenarnya tidak suka jadi panitia itu harusnya aku loh."
"Menjadi panitia pasti akan sangat sibuk kan...? Padahal kan kita sudah berbicara tentang pergi bersama setelah musim hujan selesai, tapi ujian malah datang dan kita harus menunda untuk jalan jalan, lalu sekarang ada Festival Eiga, jadi... semua rencanaku tertunda lagi dan itu membuatku frustrasi karena aku tidak bisa jalan jalan denganmu..."
"Kalau begitu, keluhkan saja itu pada sekolah, bukan pada ku."
Setelah menarik napas dalam-dalam, Haruya melanjutkan.
"...Lagipula, musim panas baru saja dimulai. Kita masih punya banyak kesempatan."
Sebenarnya, Haruto ingin menghindari pergi jalan-jalan bersama Sara sebanyak mungkin. Hal ini karena ketika mereka pergi bersama sebelumnya, tindakan Haruya terlalu dibesar-besarkan sehingga dia takut telah menanamkan citra ideal yang tidak sesuai dengan kenyataan pada Sara.
Haruto takut kalau tindakannya akan kembali dianggap berlebihan dan menyebar di kelas, seperti sebelumnya.
Meskipun Sara tidak menyadari perasaan Haruya ini, dia kemudian melanjutkan ke topik utama lainnya.
"Ini tentang Yuuna-san, tapi kamu benar-benar tidak ada hubungannya dengan Yuuna-san, kan?"
"Ah, iya. Begitulah."
"Alasan kamu datang ke pertandingan latihan itu juga karena kamu suka basket, kan?"
"Ya, memang begitu."
[TL\n: dia bo'ong mbak, dia sebenarnya kenal bahkan mereka temen deket]
Sejak insiden basket dengan Yuuna, Sara tampak mulai mencurigai hal tersebut.
Meskipun Haruya sendiri tidak sepenuhnya mengerti alasannya, dia dan Yuuna sudah saling bertukar kontak. Tapi, tentu saja dia tidak bisa menceritakan hal ini pada Sara dan dia hanya bisa menghindar topik ini.
"Kalau begitu, baiklah. Itu saja yang ingin ku tanyakan. Terima kasih sudah meluangkan waktumu untuk ku. Maaf juga kalau aku terlalu curiga. Ayah tiri ku juga ingin bertemu denganmu lagi, jadi kapan-kapan kita bisa pergi bersama-sama lagi kesana───"
"Maaf, tapi soal itu, itu mungkin agak canggung... tapi kalau bisa, aku akan datang."
"Kalau kamu bilang 'kalau bisa,' itu artinya kamu tidak akan datang, kan!"
Miiin, miiin, miiin.
Suara Sara yang bergema di atap sekolah hampir menyaingi suara jangkrik yang sudah terdengar sejak tadi.
Setelah topik utama selesai dibahas, pembicaraan pun secara alami beralih ke Festival Eiga. Tentang tugas apa yang ingin mereka lakukan? bagaimana mereka ingin berkontribusi di kelas? dan ide apa yang ingin mereka usulkan untuk acara kelas?
Sara dengan gembira mengajak Haruya berbicara. Mulai dari drama, kios makanan, rumah hantu, ramalan, hingga kafe maid.
Melihat begitu banyak ide yang diajukan oleh Sara sendiri, Haruya yakin kalo mengabulkan dan mengatur semua ini pasti akan sangat sulit.
...Dan perkiraan Haruya terbukti tepat.
Ruang kelas setelah jam sekolah dipenuhi dengan keributan. Mereka sedang merencanakan detail tentang Festival Eiga.
Apa yang tadi dibicarakan Sara selama istirahat siang, kini sedang dibahas dalam skala kelas.
Di depan meja guru, berdiri dua orang yang terpilih sebagai panitia pelaksana. Yang memimpin saat ini adalah Kohinata Rin. Gadis cantik yang dianggap sebagai bunga tertinggi di kelas, dan semua orang memandangnya dengan tatapan iri.
"Hmm, hasil voting menyatakan... kelas kita akan melakukan 'Drama'!"
Tepuk tangan terdengar dari seluruh kelas.
Kata 'Drama' yang tertulis di papan tulis dengan kapur putih, dilingkari dengan kapur merah.
(Akhirnya diputuskan. Hanya untuk memutuskan pertunjukan kelas saja membutuhkan tenaga sebanyak ini.)
Haruya menghela napas dalam hati. Ketika Haruya melihat papan tulis, ada lebih dari 10 item kandidat pertunjukan.
Sebagian besar dari mereka adalah stand makanan, tapi karena kata-kata wali kelas yang mengatakan, "Banyak kelas lain ingin membuka stand makanan, jadi drama adalah pilihan yang bagus," Dan akhirnya semua pendapat bersatu.
Kalo genre pertunjukan sama dengan kelas lain, maka harus dibahas lagi dalam rapat panitia pelaksana, jadi Haruya merasa lega karena akhirnya kelasnya diputuskan untuk melakukan drama.
"Sudah diputuskan kita akan melakukan drama, tapi siapa yang mau menjadi penulis naskahnya?"
Hanya untuk memutuskan genre, ternyata memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan. Masih banyak yang harus dipikirkan, seperti siapa yang akan menjadi penulis naskah, mengecek naskah, membuat kostum, dan lain-lain.
Yah, mungkin pengecekan naskah dan pembuatan kostum akan dikerjakan oleh masing-masing kelompok yang bertanggung jawab...
"—Oh, Yuuna, apa kamu mau jadi penulis naskahnya?!"
"...Yah, karena Rin bilang dia akan bekerja keras sebagai panitia pelaksana, jadi aku juga ingin melakukan sesuatu yang berarti di Festival Eiga nanti, jadi kurasa ini waktu yang tepat..."
Yuuna menawarkan dirinya sambil memutar-mutar rambut hitamnya yang seperti bulu gagak dengan jari-jarinya.
Karena tidak ada siswa lain yang menawarkan diri selain dirinya. Maka kemungkinan besar penulis naskah adalah Yuuna.
(...Nayu-san akan menjadi penulis naskah. Ini cukup menarik.)
Mungkin karena perasaan pribadinya terlibat, Haruka tanpa sadar menulis nama penulis naskah 'Takamori Yuna' di papan tulis dengan huruf yang sedikit lebih rapi.
Haruya sering berinteraksi dengan Yuna menggunakan identitas rahasianya.
Yuna juga memiliki identitas rahasia, dan Haruya memakai topeng sebagai Haru, dan Yuna memakai topeng sebagai Nayu dan mereka sering berinteraksi dengan mengenakan topeng itu.
Meskipun mengenakan topeng, mereka sering membicarakan hal-hal yang mereka sukai, terutama tentang manga shoujo. Mereka selalu menikmati percakapan tersebut karena selera mereka yang sama.
Karena mereka memiliki selera yang sama dalam manga shoujo, dan biasanya mereka menyukai karya yang sama, Haruya sangat antusias dengan naskah yang akan ditulis oleh Yuna.
"...Oh, tapi jangan terlalu berharap, ya. Aku hanya mengatakan ini untuk jaga-jaga."
"Tidak bisa, kami pasti akan berharap banyak, Yuna-Sensei."
"Aduh, Rin... kalau kamu terus bicara begitu, aku akan menarik pencalonanku dari menjadi penulis naskah."
"Maafkan aku. Aku tidak akan melakukannya lagi, Yuuna-sensei."
"...Tapi kamu masih belum berubah."
Mendengar percakapan mereka itu, teman-teman sekelas mereka tertawa terbahak-bahak.
Ketika Haruya melihat jam di tanganya, Haruya menyadari kalo waktu sudah mulai mendekati sore. Bagi yang memiliki kegiatan klub, terutama anggota klub olahraga, sebaiknya mereka segera menyudahi pembicaraan ini.
"Baiklah, jadi penulis naskahnya akan ditangani oleh Yuna, dan sekali lagi, kelas kita akan menampilkan drama!"
Sekali lagi, tepuk tangan terdengar dari seluruh kelas. Dengan tanda dari seruan Rin ini, pertemuan hari itu berakhir.
Meskipun Haruya merasa lelah karena terus menulis di papan tulis, hanya dengan mengetahui bahwa Nayu-san akan menulis naskah, sudah membuat Haruya merasa sangat senang.
(Aku mungkin terlalu mudah terpengaruh... Tapi aku benar-benar menantikan naskah dari Nayu-san...)
Lebih baik mengadakan rapat lebih awal daripada terlambat. Karena itulah, rapat panitia pelaksana akan segera dimulai. Hari ini karena waktunya yang agak mepet, jadi mungkin hanya akan ada salam pembuka dan perkenalan diri.
Saat Haruta sedang berjalan menuju ruang rapat, seorang gadis cantik yang berjalan sedikit di depannya memanggilnya tanpa menoleh.
"...Maaf ya, kamu tiba-tiba harus jadi panitia pelaksana."
"........."
Mau tak mau Haruya kehilangan kata-katanya ketika Rin mengatakan itu. Sebenarnya, seharusnya dia mengatakan sesuatu seperti, 'Ah, tidak apa-apa. Ayi kita lakukan yang terbaik', tapi karena rasa frustrasinya yang menumpuk, dia malah diam saja. Melihat Haruya yang seperti itu, Rin tertawa kecil dan melanjutkan.
"Sejujurnya, aku sudah lama memperhatikanmu, Akasaki-kun~"
"Eh..."
Pengakuan yang tak terduga itu membuat Haruya terdiam. Rin kemudian berbalik, dengan rambut semi panjangnya yang melayang dan rok pendeknya yang sedikit berkibar.
"Dari reaksimu, sepertinya kamu tidak menyadarinya, ya."
"Yah, itu... aku tidak mengerti kenapa kamu memperhatikan ku, Rin-san."
"Soalnya, kamu pasti menyembunyikan sesuatu, kan... Mataku tidak bisa dibohongi~. Lagipula, kamu terlihat menarik."
Itu adalah jenis suara yang membuat Haruya merasa seperti sedang di lihat jauh ke dalam lubuk hatinya yang terdalam.
Dengan poni panjangnya yang menutupi matanya, Haruya mencoba menutup hatinya. Lalu dia bertanya sambil berpura-pura tenang.
"...Menarik? Aku tidak merasa ada yang menarik dari diriku."
"Ah, tapi memanggilku dengan nama depan, apalagi dengan nada bertanya, itu cukup menarik menurutku."
"........."
"Fufu, atau mungkin kamu tidak ingat nama belakangku?"
"Kamu tidak merasa itu kasar?"
"Sama sekali tidak. Malah aku merasa lega karena itu menunjukkan bahwa kamu tidak punya niat buruk. Kita bisa menjalin hubungan yang profesional, dan itu bagus."
Dengan suara ceria, dia memberikan acungan jempol.
"Meskipun aku berpenampilan seperti ini, sebenarnya aku cukup populer, tahu~. Jadi, jangan sampai jatuh cinta padaku, ya! Akasaki-kun."
Pada saat itu,
"........."
Haruya tertegun, bukan karena gaya bicaranya yang agak manis, tapi karena cara Rin yang ceria namun tetap menjaga jarak dengan orang-orang di sekitarnya.
──Seolah-olah dia sedang ketakutan akan sesuatu.
──Seolah-olah dia menyembunyikan hatinya.
Haruya merasakan sesuatu yang mirip dengan dirinya pada gadis itu...
Itu juga masuk akal bagi orang seperti dia. Mereka bertemu satu sama lain di kedai kopi dan memiliki hubungan yang terdistorsi, mereka hanya saling menegenali nama belakang mereka.
Ya, nama belakangnya adalah...
"Aku Kohinata. Kohinata, ingat itu ya, Akasaki-kun."
Dengan poni panjangnya yang menutupi matanya, dia mencoba untuk tidak melihatnya. Haruya menutup hatinya dan mencoba untuk tidak terlibat. Tapi, saat momen itu berlalu, wajah Rin terbayang jelas di matanya.
──Ah, Kohinata-san.
Saat Haruya dengan jelas mengenali keberadaan Rin, dia merasa lebih lega daripada terkejut.
"Senang bertemu denganmu, Kohinata-san."
Mungkin itulah sebabnya, tanpa disadari, Haruya mengucapkan namanya dengan nada yang sedikit lebih santai.
"...."
Rin melebaria matanya sejenak. Mungkin dia merasakan sesuatu yang familiar dari Haruya. Tapi, itu hanya untuk sesaat, dan kemudian dia menggelengkan kepalanya dan kembali menghadap ke depan, dengan suara yang manis dan penuh tipu daya.
"Senang bekerja sama denganmu, Akasaki-kun."
"Kepribadianmu benar-benar menarik, ya."
Ini seperti Haruya memgatakan kalo dia sedang memakai topeng kucing. Haruya mengikuti Rin ke ruang rapat.
[TL\n: buat yang gak nagrti arti Topeng kucing yah intinya itu kaya sifat yang di buat buat lah, itu bukan sifat aslinya.]
Ruang yang ditunjuk untuk rapat panitia pelaksana kelas satu adalah ruang rapat. Sementara itu, siswa kelas dua dan tiga mungkin sedang mengadakan rapat panitia pelaksana di ruang kelas lain.
Ukuran ruang itu tidak jauh berbeda dengan ruang kelas yang biasa merka gunakan, dan Haruya merasa bodoh karena memiliki ekspektasi yang tinggi.
(...Begini, mendengar kata 'ruang rapat' membuatku membayangkan ruangan yang luas dan lapang. Tapi bukan itu masalahnya sama sekali. Halo. Ini hanya ruang kelas dengan nama ruang rapat. Itu hanya ruang kelas biasa. Jangan sampai melanggar undang-undang perlindungan konsumen, ya.)
Ketika Haruya dan Rin masuk ke ruang rapat, beberapa siswa sudah ada di sana. Kebanyakan dari mereka sedang asyik mengobrol, tetapi begitu mereka melihat Rin, pandangan semua orang langsung tertuju padanya.
Entah karena mereka terpesona atau karena ada daya tarik khusus yang membuat mereka tak bisa mengalihkan pandangan mereka darinya, hampir semua siswa yang ada di ruangan itu terpesona olehnya.
Setelah beberapa saat... pandangan mereka beralih ke Haruya, yang berjalan di samping Rin. Tapi, berbeda dengan Rin, pandangan terhadap Haruya hanya sekilas sebelum segera dialihkan. Seolah-olah mereka berpikir, 'Ah, itu sudah bisa ditebak', dan memperlakukannya dengan acuh tak acuh.
(Hah... Aku ingin pulang sekarang... Kohinata-san?)
Saat Haruya menatap Rin dengan perasaan seperti itu, seorang siswa laki-laki tiba-tiba berbicara sambil melihat sekeliling.
"Sepertinya semua orang sudah berkumpul."
Seorang siswa laki-laki memulai percakapan sambil memeriksa sekeliling.
"Hari ini waktu kita terbatas, jadi mari kita mulai dengan perkenalan diri. Bagi yang sudah memiliki ide tentang acara kelasnya, silakan bagikan dengan kami juga. Bagaimana?"
"Ya, aku setuju dengan itu!"
Seorang siswi dari kelas lain menyuarakan dukungannya dengan suara yang cukup keras untuk didengar semua orang.
"...Bagaimana kalau kita memutuskan kegiatan panitia nanti saja?"
Seorang siswa dari kelas lain, yang memakai kacamata, bertanya kepada siswa laki-laki yang memulai percakapan.
"Ya, sepertinya begitu. Karena waktunya sudah tiba, mari kita mulai dengan perkenalan diri dulu."
Setelah memastikan bahwa siswa laki-laki yang mengambil inisiatif dalam situasi ini telah duduk di kursi yang kosong, siswa lainnya mengikuti dan duduk di kursi yang tersedia.
Haruya juga duduk di kursi kosong di dekatnya. Setelah semua orang duduk, siswa laki-laki itu tersenyum lembut dan melihat ke sekeliling.
"Baiklah, mari kita mulai. Namaku Yudai Kogure, aku dari OSIS. Kelas kami memutuskan untuk membuka stan popcorn. Semuanya, tolong jaga aku mulai sekarang."
Dengan senyum cerah di wajahnya, Yudai menyelesaikan perkenalannya dan salam singkatnya. Semua orang di ruangan itu memberikan tepuk tangan.
Karena situasinya seperti ini, tidak mungkin Haruya memiliki kekuatan mental untuk berpura-pura tertidur dalam situasi saat ini, jadi Haruya terlambat bertepuk tangan.
"Jadi, mari kita lanjutkan perkenalan dirikita secara bergiliran sesuai arah jarum jam."
"Hei, jangan lupakan aku!"
"Ah, maaf, maaf."
Dia mungkin satu kelas dengan Yudai. Ketika rekannya, Siswi yang duduk di dekat Yudai protes karena perkenalan dirinya diabaikan.
Setelah mengeluh, siswa perempuan itu menyapa sambil menggerutu karena ketidakpuasan.
"Namaku Sayuki Kawada, aku satu kelas dengan orang ini. Aku berharap kita semua bisa bersenang-senang bersama-sama, jadi ayo kita bekerja keras."
Sikap yang tegas. Sederhananya, karakteristik Sayuki adalah seorang gadis tangguh. Bahkan tanpa melihat wajahnya, kekuatan suaranya sudah menunjukkan betapa kuat karakternya.
Kalau ada anak-anak yang suka hal-hal berbau otaku, mungkin mereka sudah gemetar ketakutan melihatnya. Dunia yang ramah terhadap otaku mungkin memang hanya ilusi belaka.
Saat Haruka memikirkan hal itu,
"Baik, giliran orang berikutnya untuk memperkenalkan diri."
Saat Sayuki duduk sambil menyilangkan kakinya, seorang siswa dari kelas lain yang duduk di sebelahnya mulai memperkenalkan diri.
Sambil menunggu gilirannya, Haruya terus mensimulasikan di kepalanya bagaimana dia akan melewati perkenalan ini.
Tak lama kemudian, giliran kelas Haruya untuk memperkenalkan diri.
"Baiklah. Ehm... Namaku Rin Kohinata. Acara kelas kami... eh, sudah diputuskan sebagai drama panggung! Senang bekerja sama dengan kalian."
Rin yang lebih dulu berbicara tampak tidak begitu bersemangat.
Dimana sikapnya di kelas yang biasanya ceria dan memiliki aura yang dapat menyatukan orang-orang di sekitarnya?
Itu tidak terasa sama sekali dari dirinya saat ini. Sejak masuk ke ruang rapat, kehadiran Rin seperti menghilang.
Bisa dibilang, dia benar-benar terintimidasi oleh lingkungan sekitar.
Setelah membuka matanya lebar-lebar sejenak, Rin menggelengkan kepalanya dengan kuat dan berkata,
"Ba, baiklah, Ayo kita lakukan yang terbaik~ Ayo bersenang-senang~!”
Dia berusaha meningkatkan semangat. Tapi hanya Yudai yang satu-satunya membalasnya dengan senyum cerah dan dengan, 'Oh!'.
Dari raut wajahnya yang selalu cerah, semua orang mungkin bisa menebak bahwa Yudai adalah orang yang sangat baik.
Setelah memastikan bahwa Rin sudah duduk, Haruya berdiri dengan ragu-ragu.
"...Namaku Haruya Akasaki, aku sekelas dengan Kohinata-san. Senang bekerja sama dengan kalian."
Meskipun Haruka sudah berusaha memikirkan berbagai kemungkinan di kepalanya, pada akhirnya, dia hanya bisa mengucapkan salam yang sederhana dan monoton. Suasana jadi hening, yang terdengar hanya suara tepuk tangan yang kosong.
Meskipun sebagian besar perkenalan dan salam itu hanya lewat di telinganya, Haruya merasa bahwa orang-orang di panitia ini semuanya unik, dengan karakter yang kuat dan penuh kepribadian.
Entah bagaimana para gadis sebagian besar tampak seperti gal, sementara para pria cenderung lebih ceria.
Salah satu siswa pria yang ada di tempat itu, namanya kalau tidak salah Akaiwa. Mungkin karena namanya juga mengandung karakter 'Aka' yang sama dan perkenalan dirinya yang berkesan, Haruya pun langsung mengenali dirinya dengan baik.
Haruya awalnya berpikir bahwa si Megane-kun karena penampilannya, mungkin tipe yang sama dengannya, tapi saat melihatnya memperkenalkan diri dengan, " Aku sedang mencari pacar!" Haruya pun menyadari bahwa si Megane-kun itu adalah seorang moodbooster yang ceria.
Intinya, yang ingin Haruya katakan adalah (Aku, karakterku jelas tidak cocok di sini...) Itulah maksudnya.
Setelah sesi perkenalan selesai, Yudai kemudian berkata:
"Apa ada yang ingin jadi ketua? Kalau ada, jangan ragu untuk bilang ke aku."
Saku, si gadis gal, menjawab sambil mengacak-acak rambutnya:
"Jujur, Yudai sudah paling cocok jadi ketua sih."
Di saat itu, seorang siswi yang duduk di sebelah Haruya berdiri.
"Kohinata-san, kamu mau jadi ketua?"
Rin yang baru saja berdiri melihat ke sekeliling. Tatapan dari para gadis gal yang sedang memutar-mutar rambutnya dan para pria yang ceria semuanya tertuju padanya.
"Eh, emm... aku sebenarnya ingin jadi wakil ketua."
"Oke, terima kasih."
Setelah menerima senyuman Yudai yang ramah, dia kembali duduk. Saat Haruya melihat ke arah Rin dia bisa melihat kalo Rin mengepalkan tangannya yang kecil di atas roknya.
Apa sebenarnya dia ingin menjadi ketua? Rasanya sulit dipercaya, tapi... meskipun begitu, dengan sedikit kejanggalan, ketua dan wakil ketua pun dipilih.
"Oke, terakhir, mari kita susun dan pastikan pekerjaan panitia, lalu kita akhiri pertemuan hari ini."
Yudai berkata sambil mengeluarkan dokumen dari map dan membagikannya ke setiap orang.
"Yah, daripada hanya dijelaskan secara lisan, lebih baik melihatnya di atas kertas. Di sini juga tertulis pekerjaan utama kita. Jika ada yang tidak paham, bisa langsung tanya ke aku lagi."
Seperti yang diduga, sebagai anggota OSIS, Yudai sudah mempersiapkan dokumen sebelumnya.
Haruya kemudian mulai membaca dokumen yang diberikan padanya, seperti yang diperintahkan.
Keuangan, promosi, pembuatan pamflet, manajemen kebersihan, penentuan acara panitia, pengawasan pada hari H, penentuan slogan, berbagi informasi antar kelas, dan sebagainya. Melihat semua itu saja sudah membuat Haruya merasa pusing.
(Bukankah ada lebih banyak pekerjaan dibandingkan saat aku masih di SMP...)
Meskipun begitu, festival budaya hanyalah festival budaya.
Apa lagi, ini adalah festival budaya SMA. Tidak mungkin tuntutannya terlalu tinggi atau pekerjaan terlalu banyak.
Saat Haruya sedang mencoba menyemangati dirinya sendiri, Rin yang duduk di sebelahnya menyenggol lengannya.
"Kita harus melakukan yang terbaik, Akasaki-kun."
Pesan itu terdengar seperti untuk menyemangati dirinya sendiri, tapi Haruya hanya mengangguk kecil.
Malam itu, setelah menyantap makan malam, Haruya berganti pakaian menjadi lebih santai dan nyaman sebelum keluar rumah.
Dia berlari keluar, merasakan suara serangga musim panas dan angin lembab yang hangat di seluruh tubuhnya.
Lari malam seperti ini sudah menjadi bagian dari rutinitasnya.
Sejak insiden bola basket Yuna berakhir, Haruya mulai kembali menemukan semangatnya untuk atletik.
Semua ini, pikirnya, adalah berkat Nayu-san. Dia pun meningkatkan kecepatannya.
Latihan berlari sambil membayangkan seseorang yang tak terlihat berlari di depannya cukup berat.
Khususnya hari ini, hari yang cukup melelahkan baginya.
Dia ditunjuk sebagai anggota panitia, rapat yang langsung dimulai, semuanya begitu melelahkan.
Namun, meskipun dia kelelahan, Haruya tetap melanjutkan larinya. Bukan hanya karena ini rutinitas harianya, tapi ada alasan lain.
(Kohinata-san sekelas denganku. Sungguh, apa yang sebenarnya terjadi?)
Setelah sampai di rumah dan mulai tenang, Haruya tak bisa duduk diam.
Saat Haruya mengetahui kalo 'Kohinata-san' yang berteman dengannya di di kafe adalah seorang wanita cantik kelas S, Haruya merasa lega sekaligus cemas. Dia tak bisa tenang setelah memikirkan situasinya.
Saat mereka berinteraksi di kedai kopi... Sama seperti dengan Nayu, mereka menjaga privasi mereka masing-masing.
Intinya, jika privasi tersebut terbongkar, hubungan mereka bisa hancur.
Meskipun jarak di antara mereka sebagai anggota panitia semakin dekat, Haruya tidak bisa membiarkan Rin tahu kalo dia adalah ‘pelanggan tetap di kedai kopi.'
Dan jika hal ini menjadi pembicaraan di kelas lagi, perutnya pasti tak akan kuat menahannya.
Saat Haruya membayangkan ketakutan yang tidak pasti tersebut... Haruya memutuskan untuk mengalihkan pikirannya dengan terus mengerakkan tubuhnya.
Sebelum Haruya merasakan kakinya mulai lelah, dia terus berlari dan akhirnya dia sampai di sebuah taman terbuka.
Haruya masuk ke taman itu, seolah di pandu oleh suara serangga dan bayangan mainan yang diterangi oleh cahaya bulan.
Ini adalah taman dimana di mana dua dulu menunggu Nayu sendirian.
Ketika Haruya memikirkan kembali momen itu, dia menyadari kalo waktu itu dia telah melakukan sesuatu yang memalukan, dan wajahnya seketika menjadi merah padam karena malu, tapi kemudian tiba-tiba suara bola memantul mencapai telinganya.
───Dan, dan, dan, dan.
─────Swoosh.
Suara bola yang memantul di tanah, diikuti oleh suara menyenangkan ketika bola tersebut masuk ke dalam jaring.
Lampu taman menerangi ring basket, dan Haruya bisa melihat kuncir kudanya yang panjang bergoyang.
Haruya terpesona oleh gerakan lincah gadis tersebut dan Haruya terus memperhatikan gerakan tajamnya untuk beberapa saat.
Seolah menyadari tatapan Haruya, gadis itu berhenti memantulkan bola dan menoleh.
"...Eh, Haru-san?"
Yuna menatap Haruya dengan ekspresi kaget, seolah dia tidak pernah menyangka kali dia akan bertemu dengan Haruya di tempat seperti ini.
"Selamat malam, Nayu-san."
Haruya menyapanya sambil mengibaskan bajunya untuk mengeringkan keringat.
"Aku baru saja selesai lari malam..."
"Oh, lari di waktu seperti ini. Kamu suka lari ya."
Yuna tersenyum sambil menghapus keringatnya dengan handuk.
"Jika kamu berkata begitu, Nayu-san, Sepertinya kamu juga, sudah kembali menikmati basket sepenuhnya, ya."
"...Iya, terima kasih."
Sambil memantulkan bola, Yuna bertanya, "Hei,"
"Hm? Ada apa?"
"Um... Haru-san, bisa temani aku sebentar?"
Haruya tidak perlu bertanya untuk apa.
Melihat senyum menantang di wajah Yuna yang menurunkan tubuhnya dalam posisi siap, Haruya langsung tahu apa yang diinginkan gadis itu.
"...Aku benar-benar amatir, lho."
"Aku sudah agak bosan bermain sendiri. Ayo main, 1 on 1 beberapa kali, gimana?"
"Tapi kamu jangan protes kalau aku mainnya jelek, Nayu-san."
Dan begitulah, 1 on 1 pun dimulai, namun hasilnya tak perlu diragukan lagi.
Haruya sama sekali tidak bisa mengimbangi Nayu. Haruya benar-benar dibantai habis-habisan.
Bukan hanya kekalahan, ini adalah kekalahan telak.
"Haru-san, kalau terus begini, kamu bakal dihajar habis-habisan. Ayolah, kamu harusnya lebih semangat sedikit."
"Tidak, aku sudah dihajar habis-habisan! Kamu iblis, Nayu-san!"
Meski 1 on 1 ini seru dengan percakapan seperti itu, Haruya merasa sedikit kesal.
Karena merria berdua sudah menggerakkan tubuh mereka sebanyak yang mereka bisa, mereka lalu memutuskan untuk istirahat sejenak di bangku.
Sambil membelai permukaan bola basket, Yuuna mulai bicara.
"...Ngomong-ngomong, kelasku bakal mengadakan drama di festival Eiga. Kalau di kelasmu bagaimana, Haru-san?"
Yuuna menayakan itu sambil memiringkan kepalanya..
Ketika Haruya melihat pergelangan tangannya Yuuna, dia melihat wristband yang dia berikan sebelumnya masih terpasang dengan rapi di pergelangan tangan Yuuna.
"Oh, di kelasku..."
...Hah?
Sebelum Haruya menyelesaikan kalimatnya, dia menyadari sesuatu kalo ini adalah perangkap.
Yuna bertanya seolah-olah Haruya juga bersekolah di sekolah yang sama dengannya.
Haruya menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab.
"Belum ada yang diputuskan. Lagipula, sekolahmu cepat sekali ya, Nayu-san, sampai sudah mulai mempersiapan untuk melakukan festival sekolah di waktu seperti ini."
Meski dalam hati merasa lega dan sedikit berkeringat dingin, Haruya tetap tenang dan menjawab dengan santai.
"Oh..."
"Tidak, tunggu, kenapa jawaban mu cumana 'oh’ saja? Kenapa singkat bet?"
"Coba tanyakan pada hatimu sendiri. Sebenarnya kamu pasti sudah tahu jawabannya."
Yuuna menjawab sambil berpaling, menunjukkan ekspresi tak peduli.
"Aku nggak ngerti maksudmu..."
"Ya, sudah lah."
Yuuna menghela napas ringan dan kembali menatap Haruya.
"...Festival Eiga, Mari kita lakukan yang terbaik bersama-sama."
"...Seperti yang kubilang, aku nggak ikut festival sekolah yang sama, Nayu-san."
"Apa yang beda? Kalau ada yang ingin kamu katakan, aku akan mendengarkan kalau kamu bisa mencetak satu poin dariku di 1 on 1."
"Kamu serius, kan?"
"Aku bukan laki-laki, tapi aku nggak akan berbohong."
Dan dengan beguti, mereka pun memulai 1 on 1 lagi.
Tapi, hasilnya tetap saja buruk... ya, jangan tanyakan hasilnya.
(Juga, tolong jangan mencariku...)
Saat kembali beristirahat, kali ini Haruya yang mulai bicara.
"Panas... Aku sudah meminum ini sedikit, tapi kalau kamu nggak keberatan, mau minum?"
Setelah mengatakan itu, Haruya mengulurkan botol plastik berisi teh.
Jika bisa, Haruya ingin membelikan Yuuna minuman dari mesin penjual otomatis, tapi sayangnya dia lupa membawa dompetnya.
"...Kalau begitu, aku akan minum sedikit."
Ketika Yuuna mengambil botol plastik itu dengan sikap agak malu-malu, lalu dia terdiam sejenak.
Dari ekspresinya, Haruya bisa melihat telinganya sedikit merah.
Yuna membuka tutup botol itu, lalu tampaknya dia berpikir sejenak.
"Maaf, aku nggak bisa."
"Hah, apa maksudmu?"
Tanpa sadar, Haruya bertanya balik, dan Yuna menyipitkan matanya lalu mengembalikan botol itu padanya.
"Jangan buat aku mengatakannya... Baka."
Sambil memeluk bola basket di dadanya, Yuna berlari meninggalkan Haruya.
Melihat punggung Yuuna yang semakin menjauh, Haruya merasa sedikit kecewa.
(...Apa botolku sebegitu menjijikkannya?)
Baka, baka Haru.
Aku jadi kepikiran soal ciuman tidak langsung, aku benar-benar bodoh.
Apa yang kupikirkan sebenarnyasebenarnya... Sungguh.
Pasti karena aku terlalu lama bermain basket sehingga aku merasa kepanasan dan mulai memikirkan hal-hal aneh... iya, pasti begitu.
Yuna terus berlari sekuat tenaga, mencoba mengabaikan detak jantungnya yang berdegup kencang.
Mungkin karena periode persiapan festival sekolah, suasana di sekolah menjadi sangat sibuk.
Menetap di sekolah untuk berdiskusi menjadi hal yang biasa, dan setiap kelas, termasuk kelas Haruya, sedang sibuk dengan persiapan dan pembagian tugas, untuk meramaikan suasana festival.
Selama persiapan festival, Rin dan Haruya berdiri di depan meja sebagai moderator.
Sebenarnya, Rin yang menjadi moderator utama, sementara Haruya bertugas sebagai sekretaris.
"Pertama-tama, tentang naskah. Yuuna, bagaimana dengan cerita yang akan kita buat? Apa sudah ada ide yang jelas?"
"Ya, ku pikir akan menggunakan cerita Cinderella sebagai dasar."
Menambahkan orisinalitas pada karya yang sudah ada daripada membuat cerita dari nol adalah tradisi yang khas dari festival sekolah. Dari berbagai tempat di ruang kelas, terdengar tepuk tangan setuju.
Setelah mendengar tepuk tangan itu, Yuna berdiri dari tempat duduknya.
"Jadi, mari kita tentukan siapa yang akan memerankan karakter utama..."
Menentukan aktor utama adalah bagian inti dalam pementasan drama.
Teman sekelas sedang berdiskusi dengan sengit, tapi sepertinya mereka semua memiliki gagasan yang sama tentang siapa yang harus memainkan peran Cinderella.
Tanpa disadari, pandangan tertuju pada seorang siswi.
Menyadari tatapan itu, gadis tersebut menunjukkan ekspresi bingung sambil menunjuk dirinya sendiri.
"...Eh, aku?"
Setelah berkedip beberapa kali, Himekawa Sara-lah yang memasang ekspresi kaget di wajahnya.
Dalam balutan gaun putih bersih dan sepatu kaca yang tampak seperti sihir, tentu saja sudah jelas kalo Sara adalah pilihan yang paling tepat secara visual untuk peran tersebut di kelas ini.
Dengan senyum tipis, Yuna melanjutkan.
"—Jadi, Sara, jika kamu mau, maukah kamu mengambil peran itu?"
"Y-ya, Yah, jika kalian semua setuju dengan itu, maka aku akan mencoba yang terbaik juga...."
Sebelum Sara menyelesaikan kalimatnya, kelas meledak dalam tepuk tangan dan sorakan.
Sepertinya semua orang setuju agar dia memerankan peran itu.
Guru wali kelas yang bersandar di dinding juga ikut memberi tepuk tangan.
"Kalau begitu, aku akan melakukan yang terbaik...!"
"Kalo Sara mau mengambil peran itu, aku akan bisa menyelesaikan naskah dengan baik. Terima kasih, Sara."
Meskipun rincian naskah belum diputuskan, semangat Yuuna membuat semua orang merasa tenang dan percaya pada kemampuannya dalam menulis naskah.
"Himekawa-san sebagai Cinderella dan naskahnya di tulis oleh Takamori-san! Aku tidak percaya aku bisa melihat keduanya begitu aktif akhir-akhir ini."
"Wow aku senag berada di kelas ini."
"Takamori-san dan Himekawa-san benar-benar terlihat menawan akhir-akhir ini."
Setelah menyaksikan percakapan antara Sara dan Yuna, teman sekelasnya masing-masing berbagi pemikiran mereka.
Mendengar suara-suara itu, Rin dengan tenang mengangkat suaranya.
"...Eh, Sara-chan dan Yuuna-rin, jika ada yang bisa aku bantu, beritahu aku."
"Ya, terima kasih. Tapi Rin adalah anggota panitia, jadi kamu tidak perlu terlalu memikirkan ini."
"Tolong serahkan ini padaku dan Yuna-san!"
Sara menjawabnya sambil membusungkan dadanya, sementara Yuuna menghela nafas.
"Yah, semua orang di kelas juga harus berusaha... Jangan buat ini jadi dunia kita berdua saja, Sara."
"Oh, ...maaf."
Ruang kelas kembali dipenuhi tawa, mungkin karena sikap Sara saat membungkuk kepada semua orang yaang terkesan aneh.
"Baiklah, kalo begitu Sara... dan semuanya. Ayo kita susun plotnya dan buat naskah yang menyenangkan."
───prok, prok, prok.
Secara keseluruhan, tampaknya semua orang di kelas ini sangat bersemangat.
Seluruh kelas sangat antusias dengan pembagian peran ini, dan suasana di kelas menjadi sangat riuh.
"Jangan tinggalkan aku sendiri, jangan pergi..."
Di tengah keramaian itu, Haruya mendengar suara lembut yang tampaknya terlewat.
Ketika ia menoleh, sosok yang lemah itu sudah menghilang. Apa nungkin dia hanya salah dengar.
Setelah Rin menarik napas dalam-dalam dia kemudian berbicara kepada teman-teman sekelas yang sedang bersemangat.
"Jadi, kalo begitu kita akan menentukan siapa yang akan mengurus kostum, promosi, dan pembuatan perlengkapan panggung, serta pemeriksa naskah... Ayo kita tentukan masing-masing tugasnya."
Jawaban "Dimengerti," terdengar dari seluruh kelas, dan semua orang mulai bersatu.
Semua orang mulai memikirkan apa yang ingin mereka lakukan.
Untuk menentukan peran, kelas diberi waktu bebas untuk berdiskusi.
Dalam sekejao kelas segera dipenuhi dengan keributan.
"Akazaki-kun, kita akan melakukan apa?"
"Eh..."
Tiba-tiba ditanya, Haruya terlambat menjawab.
"Karena kamu anggota panitia, jadi kamu tidak perlu terlalu memaksakan diri. Teman-teman juga akan mempertimbangkan hal itu."
"Begitu. Aku sangat ingin melakukan sesuatu yang besar di festival ini, tapi Akazaki-kun, apakah kamu tidak memiliki keinginan khusus?"
"Tidak, sama sekali."
"Ahaha. Kamu benar-benar santai! Aku rasa kamu memang agak misterius."
"Misterius... maksudnya apa?"
"Ah, tidak ada. Ngomong-ngomong, bagaimana dengan peran yang akan kamu ambil?"
"Peran di drama, kan maksudmu?"
"Ya, benar."
"Mungkin aku akan diam saja dan memainkan peran pendukung."
"Eh? Itu sangat lucu!"
Rin melihat ke arah siswa-siswa yang tertawa dan bersenang-senang.
Haruya merasa seperti Rin sedang menatap mereka dengan mata dingin dan jauh, membuat Haruya sedikit merasa ngeri.
Meskipun Rin mengatakan kalo itu itu menyenangkan, dan wajahnya tersenyum, tapi itu mulai terlihat palsu du mata Haruya.
Setelah diskusi selesai, masing-masing penanggung jawab diputuskan.
Dengan banyak nama yang ditulis di papan tulis, Haruya merasa seolah dia bisa mulai mengingat nama-nama siswa di kelas. Bagaimanapun, itu mungkin mustahil. Maaf.
Selanjutnya mulai saat ini, setiap penaggung jawab akan berkumpul untuk melakukan tugas mereka masing-masing.
Sebagai anggota panitia mereka mempunyai kedudukan untuk menjaga dan mengawasi keseluruhan proyek, sehingga mereka tidak memiliki tugas spesifik.
Satu-satunya hal yang akan diputuskan melalui diskusi seluruh kelas adalah latihan drama...yah, di sini juga, akan ada bagian terpisah bagi yang pandai dan yang tidak pandai, jadi satu-satunya hal yang akan diputuskan secara keseluruhan adalah desai kaos kelasnya.
Saat Haruya memikirkan hal ini, Rin mulai membahas topik tersebut.
"Baiklah, semua. Mari kita bicarakan tentang desain kaos kelas."
Kelas tiba-tiba menjadi lebih bersemangat, seolah-olah semua orang ikut serta dengan suara itu.
(Ah, jangan-jangan aku harus menulis banyak kandidat di papan tulis lagi...)
Saat Haruya membuat wajah cemberut, Rin menjulurkan lidah sambil tersenyum padanya.
...Sangat manis.
Meskipun dia tahu kalo senyuman Rin itu mungkin tidak tulus, Rin tetap terlihat menarik.
Saat Haruya menoleh kembali ke teman-teman sekelasnya, Rin memimpin dan membuat suasana kelas semakin meriah.
Ekspresi kesedihan yang tadi terlihat di wajah Rin sudah sepenuhnya menghilang.
Rapat rutin panitia pelaksana festival berjalan lancar.
Yuudai Kogure sebagai ketua dan Rin Kohinata sebagai wakil ketua memimpin rapat.
Panitia pelaksana saling berbagi informasi tentang situasi kelas masing-masing dan saling memberikan pendapat.
Misalnya, kelas yang akan membuka stan makanan seperti crepe dan permen buah harus melaporkan kepada pihak sekolah mengenai masalah kebersihan, jadi mereka berdiskusi tentang bagaimana meyakinkan pihak sekolah. Mereka juga bernegosiasi agar acara masing-masing kelas tidak saling bertabrakan.
Anggota panitia setiap kelas saat ini aktif bertukar pendapat, seolah-olah hanya siswa yang memiliki motivasi dan ketekunan yang tersedia untuk menjadi anggota panitia.
Di tengah keramaian tersebut, siswa yang terlihat seperti gadis gal—Sayuki Kawata—mengangkat suaranya.
"...Maaf, tapi Kohinata-san, kan? Aku juga ingin mendengar pendapat dari wakil ketua juga. Apa menurutmu tentang hal ini?"
Saat itu, mereka sedang mendiskusikan bagaimana menekan anggaran dan masalah kebersihan untuk stan crepe dan permen buah.
Mungkin karena Rin yang haanya diam saja dari tadi, membuat Sayuki mengeluarkan suara tersebut.
(Yah sebenarnya, aku juga merasa seperti robot yang hanya mengangguk sambil berkata 'ya, ya'... karena semua orang penuh motivasidan dan aku juga tidak berminat untuk mulai berbicara.)
Rin dengan takut-takut mulai berbicara, melihat itu Haruya sedikit merasa kasihan pada Rin.
"Eh, erm... Aku setuju dengan ide menggunakan buah kalengan dan mengganti krim kocok dengan whipped cream, tapi aku juga berpikir mungkin menggunakan buah beku bisa jadi solusi yang bagus. Kalo membeli buah beku secara grosir, mungkin biayanya pengeluarannya bisa ditekan, dan dari segi kebersihan itu juga lebih terjamin."
"Begitu. Baiklah, jika kamu sudah memikirkan hal itu, yah jadi tidak masalah."
Sayuki memutar matanya dan menyilangkan kakinya. Melihatnya seperti itu, Rin menghela nafas lega.
Haruya mendapat kesan bahwa Rin cukup pendiam saat menjadi anggota panitia eksekutif.
Ketika Rin bertindaak sebagai moderator di kelas, Haruta dapat merasakan kalo Rin memiliki kendali lebih besar terhadap situasi... tapi pada pertemuan rutin komite eksekutif, Rin tidak menunjukkan hal itu sedikitpun.
Sambil merenungkan perbedaan tersebut, meski dia merasa tidak nyaman Haruya tetap mendengarkan pembicaraan yang sedang berlangsung.
Tiba-tiba, di tengah semua ini, sang ketua panitia, Yudai Kogure, mengucapkan beberapa kata menarik.
"───Apakah ada orang yang ingin menjadi 'petugas Dokumentasi'?”
Petugas Dokumentasi.
Tugas utamanya adalah berpatroli di sekitar area festival, dan mengambil foto pada hari itu...itu sepenuhnya pekerjaan di belakang layar.
Haruya telah berpikir untuk mencalonkan dirinya untuk posisi ini, yang telah dia perhatikan sebelumnya.
Haruya adalah orang pertama yang mengangkat tangan kanannya.
"Akazaki-kun... Terima kasih telah melamar posisi ini."
Haruya berhasil mendapatkan posisi tersebut dengan senyum cerah dari ketua. Tidak ada siswa lain yang mengajukan diri untuk posisi ini.
"Hanya saja, aku akan sangat senang jika kamu bisa menunjukkan semangat yang sama dalam keseharianmu."
Komentar ketua panitia mengenai Haruya yang langsung melamar posisi tersebut membuat anggota panitia lain tersenyum.
Haruya merasa sedikit malu dan tidak bisa menahan untuk membalikkan wajahnya.
Sementara itu, ketua panitia terus tersenyum cerah dan melanjutkan.
"Baiklah, ayo kita lanjutkan dengan menentukan posisi lainnya───"
Begitu penunjukan posisi selesai, selanjutnya adalah menentukan ketua untuk masing-masing posisi.
Sekarang, setiap orang berdiri dari kursi mereka dan berkumpul dengan anggota yang berada dalam posisi yang sama. Haruya tidak tahu siapa lagi yang menjadi petugas perekam selain dirinya.
Sebab, jumlahnya orang lumaya banyak dan Haruya hampir tidak mengenal wajah atau nama anggota panitia.
Haruya hampir sepenuhnya tidak tau siapa yang melakukan apa.
Ternyata, selain Haruya, ada tiga orang lain yang menjadi petugas Dokumentasi. Mereka semua tampak seperti orang-orang yang terpaksa berada di posisi ini karena tidak mendapatkan posisi yang diinginkan.
"Akazaki-kun... Setelah kami berdiskusi dan kami kemudian memutuskan akan lebih baik jika kau yang menjadi ketua petugas Dokumentasi."
"...Hah?"
Haruya mau tidak mau mengeluarkan suara terkejut.
"Lagian, kan kamu orang pertama yang ingin jadi petugas perekam dan kami juag dapat merasakan semangatmu..."
"....."
Dua orang lainnya mengangguk setuju di belakang.
(Tidak, sebenarnya, di situasi seperti ini, aku harus lebih proaktif. Tapi... Aku jadi ketua? Ini benar-benar membuatku bingung.)
Tapi, rasanya tidak mungkin untuk mengajukan protes dalam suasana seperti ini.
Haruya menghela napas dalam hati dan akhirnya mengangguk setuju.
Dengan begitu, Haruya ditunjuk sebagai ketua petugas Dokumentasi.
(...Aku tidak senang sama sekali)
Setelah kelas selesai dan waktunya untuk pulang sekolah dan rapat reguler panitia juga sudah, di luar sudah gelap.
"Haaa, panass, Akasaki-kun. Menurutku kamu sebaiknya memotong poni itu."
Di tengah terik panas, Haruya yang berniat pulang sendirian, tapi tiba-tiba dia mendengar suara dari sampingnya.
Tanpa perlu menoleh, Haruya sudah tahu siapa yang berbicara.
"Kohinata-san, ya?"
"Baru saja aku mendengar reaksi yang terdengat sangat tidak senang dari kamu. Apa itu hanya imajinasiku saja ya?"
"Ya mungkin itu hanya imajinasimu saja?"
Sepertinya jalan pulang mereka hampir sama. Rin mulai berbicara sambil berjalan setengah langkah di belakang Haruya.
"Ahaha. Tidak banyak orang yang menunjukkan reaksi semenyebalkan itu hanya karena aku yang menyapanya."
"Apa kamu sedang mengolok-olokku?"
"Iya. Aku mengolok-olokmu."
"Aku sangat senang bisa berbicara dengan Kohinata-san~"
"Bacaannya sangat kaku! Dan kamu berjalan sangat cepat."
Untuk menghindari agar tidak terbongkar kalo dia adalah 'onii-san darai kedai kopi', Haruya merasa tidak bisa terlalu dekat dengan Rin.
Selain itu, meskipun haru sudah mulai gelap, Haruya merasa pastu akan sangat merepotkan jika ada orang yang melihat mereka berdua berjalan bersama.
...Kalo rumor aneh menyebar lebih lanjut, itu akan sangat merepotkan.
Tanpa mengetahui apa pun tentang perasaan Haruya, Rin dengan polosnya berlari ke arahnya dan melanjutkan.
"Akasaki-kun, bagaimana dengan tugas panitia? Bagaimana, buakankah itu agak sulit?"
Dari nada suaranya yang penuh perhatian, Haruya tau kalo Rin merasa bertanggung jawab.
"Kan kamu menjadi ketua petugas Dikumentasi hari ini dan juga kamu sudah bekerja keras sebagai sekretaris di kelas. Aku pikir pasti tugas panitia sangat sulit buatmu."
Perhatian yang tiba-tiba dan aneh dari Rin itu membuat Haruya terkejut dan akhirnya tertawa kecil.
"Memang benar."
"—Aku minta maaf. Kalo kamu benar-benar merasa terbebani, aku pasti akan membantumu sebisa mungkin."
"Tapi Kohinata-san, kamu lebih banyak bekerja keras daripada aku."
Kata-katanya dan kata-kata Haruya tumpang tindih. Mendengar perkataan Haruya, Rin terlihat bingung dan berkata, "Hah?"
Haruya kemudian menjawab dengan santai,
"Karena kamu menjadi wakil ketua dan seluruh pengaturan kelas juga kamu kamu yang menanganibya."
Rin tertawa kecil dan membalas dengan komentar,
"Itu adalah hal yang ingin aku lakukan. Akasaki-kun, kamu terlalu baik di tempat yang aneh.”
"—Apa itu sesuatu yang benar-benar ingin kamu lakukan?"
Dia tersenyum seperti sikap tersenyum Rin Kohinata yang biasa, tapi Haruya, yang mengenalnya dari komite eksekutif, merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya. Tapi bukan berarti tidak ada yang bisa Haruya lakukan saat ini.
"───Kalo kamu mempunyai kekhawatiran, jangan ragu untuk menghubungiku."
Itu adalah satu-satunya hal yang bisa Haruya lakukan.
"....."
Rin terkejut dan terdiam sejenak. Kemudian, dia menarik nafasnya dalam-dalan dan perlahan membuka mulutnya.
"Eh, apa kenapa tiba-tiba kamu malah merayuku? Akasaki-kun? Hmm, sebenarnya itu agak menyentuh hatiku, tapi... sisi mu yang seperti ini..."
Rin menarik napas dalam-dalam, lalu mengecilkan mulutnya sambil melanjutkan.
"—Aku pikir itu sangat bagus. Hihihi."
'Aku suka' atau 'suka.'Haruya mengira salah satu dari tanggapan itu akan datang, dan membuat hatinya berdegup kencang.
Meskipun Haruya berusaha tidak menunjukkan emosinya, Rin dengan sengaja membuat senyum nakal.
"Kamu pikir aku akan bilang 'suka' kan? Akasaki-kun.”
"....."
Karena Haruya merasa tidak ingin kalah, jadi Haruya memilih untuk diam dan berjalan dengan cepat.
"Ah, jangan lari begitu saja lah..."
Rin menjulurkan lidahnya sedikit, bertanya-tanya apakah dia sudah bertindak terlalu jauh.
Dalam hatinya, dia mengirimkan kata-kata terima kasih ke punggung Haruya.
(────Terima kasih. Tapi aku akan menerima perasaanmu saja.)