Kamu saat ini sedang membaca Kanojo ni uwaki sa rete ita ore ga, shōakumana kōhai ni natsuka rete imasu volume 3, Chapter 5. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
PENYAMBUTAN ANGGOTA BARU
Ayaka terlibat dalam beberapa kelompok, tapi tidak sepenuhnya fokus pada setiap kegiatan.
Dengan kegiatan seperti seminar, pekerjaan paruh waktu, teman-teman jurusan, dan hubungan sosial lainnya, akan sulit untuk mengalokasikan waktu yang cukup untuk semua kelompok.
Oleh karena itu, kelompok yang benar-benar menjadi fokus utama bagi Ayaka adalah satu, yaitu kelompok luar ruangan 'Green', yang mulai ia jalani sebagai wakil ketua sejak tahun ketiga.
Kelompok ini juga yang mengadakan pertemuan minum untuk merayakan selesainya ujian pada semester kedua tahun kedua.
Meskipun ada rumor negatif tentang kelompok ini, seperti seleksi wajah dalam formulir pendaftaran, anggotanya sebagian besar adalah orang-orang yang ramah.
Aku bisa merasakannya sendiri saat menghadiri pertemuan minum setelah ujian tersebut.
Mungkin karena aku dikenal sebagai orang yang ikut serta atas perkenalan Ayaka, semua orang aktif mengajak saya bicara dan itu adalah waktu yang menyenangkan.
"Yuta juga pasti sibuk ya."
Natsuki membentangkan terpal biru di taman sambil tersenyum canggung.
"Sebenarnya, ini biasa saja kok."
"Biasa saja? Membantu acara penyambutan anggota baru dari klub yang bahkan aku tidak ikuti, kalo aku sih pasti tidak akan mau melakukannya."
"Membantu juga tidak buruk kok, aku juga kan bisa berbicara dengan banyak orang."
Setelah mengatakan itu, aku sadar kalo aki tidak pernah benar-benar berpikir tentang hal yang bijaksana seperti itu.
Meskipun tidak se-extreme Ayaka, sepertinya aku juga memiliki mode sosial yang aktif saat berada di luar.
"Yuta yang ingin kau ajak bicara cuma Ayaka, kan?"
"Tidak seperti itu. Natsuki juga ada."
"Ah, iya juga ya. Aku juga ada."
"Apa maksudnya itu?"
Aku tertawa sambil meletakkan tas di atas terpal biru dan menatanya agar tetap di tempat.
Beberapa terpal biru yang cukup besar untuk menampung lebih dari 10 orang ini tersebar di taman ini.
Bukan hanya kelompok 'Green'.
Kelompok-kelompok lain, bahkan kampus lain, juga sedang dalam musim penyambutan anggota baru pada waktu seperti ini.
Karena tempatnya terbatas, kecuali toko, berbagai kelompok dari berbagai tempat pasti akan berkumpul di area seperti ini.
"Kelompok ini tempat yang baik."
Mendengar itu, Natsuki hanya mengangkat bahunya.
"Aku tidak tahu."
"Kenapa?"
"Kalo itu kelompok yang baik, aku rasa Reina pasti tetap bertahan."
Tangan yang sedang bekerja sejenak terhenti.
Aku menatap Natsuki, dan dari balik kacamata hitamnya, mata bulatnya menatap saya.
"Maafkan aku waktu acara pesta Valentine, karena mengundang Reina."
"...Tidak masalah. Dalam pertemanan, pasti ada banyak hal yang rumit."
"Benar. Boleh aku bertanya satu hal? Apa yang kau bicarakan dengan Reina?"
Mata Natsuki sedikit bergetar.
Sepertinya bukan hanya rasa ingin tahu semata.
Natsuki terlahir seperti sedang khawatir tentang sesuatu.
Apa dia khawatir tentangku, atau tentang Reina?
Jawabannya—mungkin sudah jelas.
"Ah, kau Yuta, ya!"
Sebuah suara yang tidak aku kenal memanggilku.
Saat aku menoleh, seorang pria dengan rambut hitam pendek yang dipermak sedang mendekat.
Tingginya sedikit lebih pendek, dengan kepalanya berada pada tingkat daguku.
"Aku sudah mendengarnya dari Aya-chan. Terima kasih sudah datang untuk membantu hari ini!"
"Ah, tidak masalah. Ini sebagai ucapan terima kasih karena sebelumnya diundang ke acara minum."
Saat aku menjawab begitu, Natsuki menyela dari samping.
"Yuta, orang ini adalah ketua dari klub ini. Namanya Itsuki-san, satu tahun lebih tua dariku. Meskipun, agak terlihat lebih tua, ya."
"Kalimat terakhir itu tidak perlu, kan!"
Itsuki menyahut dengan nada menggigit.
Melihat Natsuki yang tersenyum nakal, sepertinya hubungan mereka cukup dekat.
Aku memutuskan untuk sementara melupakan komentar Natsuki sebelumnya tentang klub ini yang sepertinya tidak begitu baik.
Itsuki, yang disebut-sebut, meskipun tidak sempat berbicara saat acara minum setelah ujian, namanya sering terdengar di sekitar.
Aku ingat Ayaka yang memimpin toast, dan itu karena Itsuki, sang ketua, yang menunjuknya.
Tapi, kalo dia satu tahun lebih tua, berarti dia sudah di tahun ke-4 kuliah.
"Apa waktumu untuk mencari pekerjaan baik-baik saja?"
Aku bertanya, dan Itsuki langsung berhenti bergerak, sementara Natsuki tertawa terbahak-bahak.
"Entahlah, Natsuki dan kau, Yuta, sepertinya ingin sekali merendahkan kesan pertama ku... Maaf ya, aku sudah gagal dan harus tinggal satu tahun lagi!"
"Eh?"
Aku tidak sengaja mengeluarkan suara terkejut dan mundur satu langkah.
Karena dia terpaksa tinggal satu tahun lagi di kampus karena gagal, pasti dia tidak bisa mencari pekerjaan dengan normal.
Waktu luangnya digunakan lagi untuk mengurus tugas sebagai ketua klub.
Itsuki sepertinya terlihat sedikit terluka dengan reaksiku.
"Tapi, kan, kalo aku tinggal setahun lagi, aku harus jadi ketua klub lagi supaya bisa mengejar ketertinggalan dengan teman-temanku, ya? Meskipun sebenarnya itu bukan gaya ku, tapi harus dilakukan."
Mendengar kata-kata Itsuki, Natsuki menjawab dengan nada sedikit terkejut.
"Kalo hal seperti itu dibilang saat pertama kali bertemu, Yuta pasti jadi bingung juga."
"Apa kau bisa diam dulu sebentar. Aku sedang berbicara dengan Yuta!"
"Karena orang yang memanggil Yuta sudah datang, aku akan membiarkan kalian berdua bicara saja."
Saat aku menoleh karena kata-kata Natsuki, Ayaka terlihat berdiri sambil tersenyum kecut.
"Maaf, Itsuki-san, seharusnya aku yang memperkenalkan mereka."
"Tenang saja, aku yang seharusnya berterima kasih karena telah dibantu. Sebagai ucapan terima kasih, kenapa tidak ikut bergabung dengan acara sambutan ini? Biaya juga tidak perlu dibayar."
Itsuki berkata begitu sambil menatapku.
Aku hanya membantu menyiapkan alas terpal biru dan berbelanja untuk acara, jadi sebenarnya aku tidak melakukan banyak persiapan.
Tapi, aku tidak merasa keberatan menerima ucapan terima kasih itu, jadi aku mengangkat sudut bibirku dan berkata, "Terima kasih banyak!"
"Ya sudah, tidak masalah. Ini memang langka, Aya-chan membawa seseorang datang."
"Hahaha, aku hanya ingin menambah teman untuk dia."
Ayaka menjawab dengan tertawa mendengar kata-kata Itsuki-san.
...Padahal, seingatku, Ayaka bilang dia hanya butuh lebih banyak orang untuk membantu, tapi karena dia sekarang dalam mode formal, aku memilih untuk diam saja.
Aku memperhatikan Natsuki dan Itsuki-san yang pergi, lalu aku membuka mulut.
"...Teman siapa yang ingin kau tambah?"
"Entahlah."
Ayaka tersenyum malu dan duduk di atas terpal biru.
"Aku cukup suka dengan tempat ini."
"Tempat terpal biru ini?"
"Bukan itu maksudku!"
Setelah mengeluarkan suara keras, Ayaka sadar dan sedikit terkejut, kemudian menoleh ke belakang.
Sekitar kami, orang-orang sedang menyebarkan terpal biru baru, menata barang-barang belanjaan, dan bercakap-cakap.
Sepertinya, mereka tidak memperhatikan percakapan kami.
"Kalo hanya percakapan seperti ini, rasanya tidak masalah didengar."
"Ya, sebenarnya tidak masalah, tapi aku tidak ingin menunjukkan kedekatan kita terlalu jelas. Kalo orang lain mulai berbicara tentang kita, itu akan sedikit tidak nyaman."
"Kalo begitu, tidak ada yang akan berbicara tentangmu."
Situasinya memang berbeda dibandingkan saat kami di tahun kedua SMA.
Sekarang kami sudah menjadi mahasiswa, banyak orang di sekitar kami yang lebih dewasa secara mental.
Terlebih lagi, Ayaka yang sudah 2 tahun bergabung di klub ini, terlihat sangat dipercaya oleh semua orang, dan itu terasa olehku.
Begitu juga saat acara minum setelah ujian, bahkan ketika kami berjalan berdua di kampus, Ayaka sering dipanggil oleh teman-temannya.
"Aku tidak suka kalo orang berbicara tentangmu."
"Aku?"
Aku terkejut mendengarnya, dan Ayaka menghela napas.
"Ya, kau. Kenapa? Ada masalah?"
"Tidak, sih. Cuma, kalo begitu kenapa kau tidak membawa ku ke sini tanpa harus menjadi masalah."
Selama ini, aku hampir tidak pernah mengunjungi klub Ayaka, dan malah cenderung menghindari pergi ke sana saat ada orang lain di sekitarnya.
Aku juga merasa kalo ajakan Ayaka untuk ikut acara kencan kelompok selalu melibatkan orang-orang yang tidak aku kenal, dan aku pikir itu adalah cara Ayaka untuk membedakan tempatnya dengan tempat ku, menciptakan jarak antara keduanya.
Tapi, setidaknya Ayaka sekarang sepertinya berbeda dibandingkan dulu.
"Aku akan senang kalo kau juga mulai menyukai tempat yang aku suka."
"....Sungguh, itu membuat ku malu."
"Tidak ada maksud lain, kok."
Ayaka mengatakan itu dengan santai, lalu berdiri.
"Waktu istirahatnya sudah selesai. Aku akan pergi berbelanja lagi."
"....O-oke, hati-hati."
Aku melihat punggung Ayaka yang semakin menjauh dan berpikir,
—Meskipun tidak ada maksud lain, tapi tetap saja, aku merasa malu.
★★★
Waktu dimulainya acara sambutan untuk anggota baru klub Green tinggal 5 menit lagi.
Terpal biru sudah hampir penuh, dan kemungkinan lebih dari 80 orang sudah ada di sini.
Selain anggota Green dan mahasiswa tahun pertama yang baru bergabung, sepertinya ada juga beberapa orang seperti ku yang diundang oleh seseorang.
Dengan kenyataan kalo lebih dari setengah anggota Green sedang mengadakan acara minum di tempat lain, aku bisa mengerti kenapa klub ini bisa memiliki skala terbesar di kampus ini.
Sebagai wakil ketua klub Green yang besar ini, Ayaka mungkin menghadapi lebih banyak tantangan daripada yang saya kira.
"Segera aku akan memimpin toast, jadi aku pergi dulu ya."
"....Di depan orang sebanyak ini? Serius?"
"Waktu acara minum setelah ujian juga hampir sama. Bedanya, kali ini sudah diputuskan sebelumnya, jadi tidak mendadak seperti yang kemarin."
Setelah mengatakan itu, Ayaka memegang bir di tangannya dan bergerak menuju tempat yang lebih mudah terlihat agar semua orang bisa memperhatikannya.
...Kalau itu aku, pasti aku tidak akan sanggup.
Di klub ku, bahkan untuk menyapa di acara minum pun biasanya dilakukan dengan sangat santai, jadi meskipun terkadang ada yang memimpin toast, itu tidak terlalu formal.
Tapi, ketika berada di acara yang lebih formal, aku pasti akan merasa sangat tegang.
Apalagi kalo harus tampil di depan banyak orang.
"Ah, Natsuki!"
Aku melambai sambil memanggil Natsuki yang sedang mendistribusikan minuman sedikit lebih jauh.
Sepertinya dia sudah hampir selesai membagikan minuman, karena di tangannya hanya tersisa 2 kaleng.
"Oh, jadi kau ingin minum, ya? Apa yang kau mau, bir? Highball?"
"Bir!"
"Baik, satu highball!"
"Eh, bahasa Jepangmu aman, kan?"
Aku tertawa sambil menerima highball.
"Siapa yang memutuskan kalo gelas pertama harus bir? Ini sebagai suap untuk mendapatkan dukungan dari partai. Aku ingin kau setuju juga, Yuta~"
"Kalo begitu, beri aku birnya."
"Tidak bisa! Sebenarnya, bir itu populer, jadi karena kau belum bayar biaya, aku tidak bisa memberikannya padamu~"
"Memang tepat sekali kena ke titik yang sensitif! Nanti aku bayar ke Ayaka!"
Itsuki-san memang sudah mengatakan dia tidak akan memungut biaya, tapi aku memang berniat memberikan sedikit kontribusi.
Setelah itu, hampir tidak ada persiapan sebelumnya, hanya menyebarkan terpal biru dan kemudian ikut bercakap-cakap santai, jadi aku merasa agak malu untuk terlalu bergantung pada kata-kata Itsuki-san.
Bergabung dalam percakapan dengan orang yang tidak dikenal memang menguras tenaga, tapi itu adalah hal yang tidak bisa dihindari.
"Ini hanya bercanda, bercanda. Nikmati saja sebagai tamu undangan."
Natsuki meletakkan kaleng birnya dan melirik saya.
Entah kenapa, itu menjadi sangat lucu, dan aku pun tidak bisa menahan tawa, tubuh ku bergoyang ringan karena tertawa.
Mungkin ada berbagai hal antara Natsuki dan Reina, tapi itu adalah masalah yang berbeda.
Aku ingin berbicara tentang manga setelah sekian lama, jadi aku memberi ruang untuk Natsuki.
"Pada awalnya, mari kita minum bersama seperti dulu."
"Wow, undangan? Baiklah, baiklah, kalo begitu aku akan menerima dengan senang hati."
Saat Natsuki duduk, tercium oroma harum floral yang lembut.
Rambut coklat dengan model bob yang bergelombang tampak memantulkan cahaya dan terlihat merah karena terkena sinar.
"Eh, nanti ada adik tingkat ku yang akan datang. Bolehkah dia bergabung juga?"
"Tentu, pada saat itu aku rasa aku akan sudah cukup mabuk dan menjadi lebih santai, jadi tidak masalah."
"Ah, tidak usah rendah diri, Yuta. Aku rasa kau cukup ramah, jadi semua orang juga pasti akan mudah bergaul denganmu~."
Natsuki tersenyum ceria sambil memegang minuman highball.
Apakah penampilanku yang terlihat ramah ini karena usaha ku atau itu hanya pujian dari Natsuki, aku tidak tahu, tapi di situasi ini, aku menerima kata-kata itu dengan senang hati.
"Hey, semua, perhatian sebentar!"
Suara pria yang lantang terdengar, dan semua orang langsung memperhatikan ke arah sana.
Itsuki-san dan Ayaka berdiri di tengah tempat yang dikelilingi terpal biru, lalu mereka mulai menyuruh anggota lainnya duduk.
"... Berdiri di tempat yang terlihat dari segala arah seperti itu, pasti sulit sekali."
"Aku juga tidak ingin melakukan hal seperti itu, makanya aku tidak mau punya jabatan. Aku sangat berterima kasih pada kedua orang itu."
Aku mengangguk setuju dengan ucapan Natsuki.
Bahkan kalo berada di posisi yang berlawanan, aku juga tahu kalo 9 dari 10 aku akan berpikir hal yang sama.
"Terima kasih sudah datang ke acara penyambutan anggota baru 'Green' hari ini~! Aku adalah Itsuki, ketua kelompok ini! Hari ini, nikmatilah dan bersenang-senang ya~!"
Ucapan Itsuki-san disambut oleh anggota kelompok dengan mengangkat bir kaleng dan minuman lainnya.
Para mahasiswa baru, meskipun tampak sedikit canggung, ikut memegang jus atau teh mereka sambil mencoba bergabung dalam suasana meriah.
Apa yang dikatakannya memang biasa saja, tetapi caranya menciptakan suasana sangatlah hebat.
Mungkin ini adalah salah satu bentuk keakraban yang diciptakan oleh kelompok ini.
"Kalo aku yang ada di sini, sebenarnya aku ini apa?"
"Teman baik wakil ketua yang dicintai semua orang, dong."
"Kalo begitu, aku akan menerima kata-kata bijak dari wakil ketua yang terhormat ini..."
Saat aku menoleh ke arah Ayaka, mata kami saling bertemu.
Sejenak Ayaka terlihat hendak tersenyum, tapi dia menggelengkan kepala dan menghentikannya.
Di sampingnya, Natsuki tertawa kecil, "Pasti dia sangat gugup~."
Sementara itu, Itsuki sepertinya masih berbicara tentang sesuatu, tapi aku sama sekali tidak mendengarkan.
"Terima kasih semua sudah hadir di acara penyambutan anggota baru 'Green' hari ini. Aku Ayaka, wakil ketua."
Begitu Ayaka memperkenalkan diri, terdengar sorakan dari sekitar untuk menyemangati suasana, disertai suara mahasiswa baru yang berbisik, "Gila, cantik sekali!"
"...Dari tadi aku penasaran, kenapa kalo perkenalan diri cuma menyebut nama deoan saja aja?"
"Soalnya kalo pakai nama lengkap, angitanya terlalu banyak dan itu akan susah diingat."
Natsuki menunjuk ke pita perekat di dadanya.
Di pita perekat itu tertulis "Natsu" yang sepertinya adalah nama panggilannya.
Aku pun melihat sekeliling, dan sepertinya para anggota kelompok semuanya memakai pita perekat di dada mereka dengan nama tertulis di atasnya, seolah-olah untuk mempermudah mahasiswa baru mengingat nama mereka.
Para mahasiswa baru juga diminta menyebutkan nama panggilan mereka, kemudian diberikan pita perekat yang bertuliskan nama tersebut.
Hal ini dilakukan agar saat berinteraksi, tidak perlu terus-menerus menanyakan nama mereka.
Mengingat semua orang baru dalam satu acara penyambutan adalah hal yang sangat sulit, banyak kelompok atau organisasi yang menggunakan metode ini.
Cara ini sederhana tapi sangat efisien dan hemat biaya.
"Kelompok ini bernama 'Green', dan sebenarnya ada sedikit latar belakang dari nama tersebut."
Saat Ayaka mengatakan itu, Itsuki yang berada di sebelahnya terlihat terkejut dan berseru, "Eh!?"
"Kenapa kau tidak tahu..."
Ayaka berkomentar dengan nada kesal, yang justru membuat Natsuki dan anggota kelompok lainnya tertawa.
"Taoi, alasan tersebut sebenarnya tidak terlalu istimewa. Karena kelompok kami adalah kelompok yang berfokus pada kegiatan luar ruangan, kami terkadang pergi ke gunung atau ke laut."
Mendengar hal itu, aku bertanya pada Natsuki, "Benarkah begitu?"
"Ya, sekitar 2 kali setahun."
Aku menahan diri untuk tidak mengatakan kalo itu tidak terlalu mencerminkan kelompok luar ruangan.
"Singkatnya, suasana alam identik dengan warna hijau, bukan? Dari situlah nama ini berasal. Maaf kalo alasannya terdengar terlalu sederhana. Sepertinya, menjelaskan hal ini di acara penyambutan pertama adalah tradisi kelompok ini."
Ayaka tersenyum kecil dengan sedikit canggung.
Ekspresi Ayaka itu berbeda dari senyuman kaku yang sering aku lihat, sepertinya jelas kalo Ayaka memperhatikan bagaimana dirinya terlihat di mata orang lain.
Usahanya tidak sia-sia, karena suasana menjadi sangat hidup, terutama di kalangan para mahasiswa pria.
Kalo aku yang menjelaskan asal-usul nama 'Green', kemungkinan besar suasananya akan berubah menjadi kaku dan membosankan.
Itsuki seharusnya berterima kasih atas kemampuan Ayaka dalam mengelola situasi ini.
"Berinteraksi dengan alam adalah sesuatu yang tetap bisa kita lakukan meskipun nanti sudah menjadi seorang profesional. Tapi, pengalaman pergi ke suatu tempat bersama teman-teman yang sebaya, dengan jumlah yang banyak seperti ini, mungkin hanya dapat terjadi selama masa kuliah."
—Pernyataannya memang benar adanya.
Ketika seseorang sudah memasuki dunia kerja, perjalanan dalam kelompok besar biasanya hanya terjadi pada acara seperti liburan perusahaan.
Tapi, itu pun bersama rekan kerja, yang hubungan maupun usianya sering kali beragam.
Kesempatan seperti ini hanya bisa terjadi karena adanya ikatan yang tercipta dalam lingkungan kampus.
"Pergi berlibur dengan orang-orang yang kita sukai tentu menyenangkan. Tapi, keistimewaan dari kelompok ini adalah bisa menikmati perjalanan dalam kelompok besar. Bukan hanya dengan teman dekat yang kita pilih sendiri, tapi juga dengan orang lain di luar lingkaran pertemanan kita."
Mungkin sulit bagiku untuk sepenuhnya memahami apa yang mereka anggap istimewa.
Setiap orang memiliki cara pandang dan perasaan yang berbeda.
Tapi, bagi mahasiswa baru yang sengaja datang ke acara penyambutan kelompok luar ruangan seperti ini, kata-kata itu pasti terasa menggembirakan.
Faktanya, keberadaanku di tengah-tengah mereka adalah hal yang terasa janggal.
Sementara itu, mahasiswa baru yang terlihat dari penampilannya tampak memandang dengan penuh antusiasme.
"Itu pasti akan menjadi pengalaman yang unik dan berharga. Ini akan menjadi aset yang baik, bukan begitu? Benar kan, teman-teman?"
Ketika Ayaka memanggil para anggota kelompok, mereka serempak menjawab, "Ooo!" dengan penuh semangat.
Beberapa mahasiswa baru pun ikut terlibat, bergabung dengan antusiasme tersebut, bahkan ada yang bercanda dan tertawa bersama anggota lainnya.
Bersamaan dengan promosi tentang kelompok ini, suasana acara semakin hidup dan meriah.
"Kalo kalian merasa ingin menghabiskan waktu bersama kami, dan kalo melalui acara ini kalian tertarik untuk bergabung, silakan isi formulir pendaftaran. Aku sangat menantikan itu! Nah, sekarang──"
Dengan senyum penuh keceriaan, Ayaka mengangkat kaleng bir di tangannya.
Semua orang pun serentak mengangkat minuman mereka—bir kaleng, koktail, jus, atau teh—sambil berseru bersama.
Di bawah pepohonan sakura, sekumpulan besar mahasiswa memandang ke arah yang sama, mengangkat sesuatu dengan semangat yang selaras.
Suasana penuh kegembiraan menyebar dari satu orang ke yang lain, sementara semua mata tertuju pada Ayaka, menunggu apa yang akan dilakukannya selanjutnya.
Semua orang menunggu aba-aba dari Ayaka.
"──Kampai!"
"Kampai!"
Hanya 1 kata sederhana itu langsung terdengar bersahutan dari berbagai arah.
Mereka saling menyentuhkan gelas atau kaleng minuman masing-masing sambil tersenyum dan mengucapkan, "Mohon kerja samanya" dengan penuh tawa.
Pemandangan ini benar-benar berbeda dari apa yang biasanya aku temui di lingkunganku sendiri.
Kalo aku melihat adegan seperti ini dari luar, apa yang akan kupikirkan?
Mungkin aku akan bergumam, "Lagi-lagi mahasiswa bersenang-senang."
Atau mungkin, "Mahasiswa minum-minum dengan suasana yang sulit dipahami."
Barangkali itu yang akan aku pikirkan.
Tapi, berada di tengah-tengah suasana ini, setidaknya...
"Natsuki, maaf! Aku harus pergi sebentar, tolong jagakan tempatku!"
"Eh, kau sudah mau pergi? Jangan tinggalkan perempuan sendirian begitu saja!"
Dengan kata-kata itu di belakangku, aku melangkah menuju tengah area yang dilapisi terpal biru.
──Ketemu.
"Hey."
Saat mendengar suaraku, Ayaka menoleh dengan ekspresi terkejut.
Sepertinya dia sedang bersiap untuk berkeliling, bersulang dengan berbagai anggota kelompok dan mahasiswa baru.
"Eh, di mana Natsuki?"
"Aku ingin bersulang denganmu dulu."
Mendengar jawabanku, Ayaka membelalakkan matanya sejenak sebelum tertawa kecil.
"Haha, apaitu? Aneh sekali."
"Diam saja. Ayo, kampai."
Aku mengulurkan kaleng birku. Ayaka tersenyum tipis, kemudian berkata,
"Baiklah... Kampai."
Clink.
Kaleng kami saling bersentuhan dengan lembut.
Hanya sebuah gerakan sederhana.
Bahkan dalam suasana seperti ini, gerakan kecil itu terasa seperti sesuatu yang biasa dan universal.
Sebuah momen yang tidak istimewa, sesuatu yang biasanya berlalu begitu saja sebagai bagian dari keseharian.
Tapi entah kenapa, perasaan bahagia yang tidak bisa dijelaskan muncul begitu saja—
"Dasar bodoh. Cepat kembali ke tempatmu."
—karena di hadapanku, ada seseorang yang menunjukkan ekspresi bahagia yang sama.
★★★
"Benar-benar mengejutkan bagaimana manga itu berubah, ya. Ketika pertama kali diterbitkan mingguan, tidak ada yang menyangka akan jadi seperti sekarang."
Natsuki menghabiskan segelas highball keduanya.
Di waktu yang sama, aku juga menghabiskan bir keduaku.
"Wah, pas bersamaan. Kau sengaja?"
"Aku tidak sengaja membuat efek mirroring."
"Hmm, kurang menarik! Kalo mau menggoda ku, kau harus lebih menghargai perasaan lawan bicara."
"Kan sudah kubilang, itu tidak sengaja!"
Aku meremas kaleng kosongku lalu mengambil kaleng kosong milik Natsuki juga.
"Kau yakin? Kalo begitu, aku akan menerimanya dengan senang hati."
"Aku tidak bilang apa-apa. Ini juga termasuk permintaan maaf soal tadi."
"Permintaan maaf soal apa? Soal kau yang meninggalkanku untuk menemui Ayaka tadi? Murah sekali, aku tidak akan memaafkanmu hanya dengan ini."
"Kau mau minum apa selanjutnya?"
"Highball lagi!"
Sambil mengatakan itu, Natsuki melambaikan tangan untuk melepas kepergianku.
Seperti yang diharapkan dari anggota "siapa bilang minuman pertama harus bir!" kelompok ini.
Sejak tadi, aku hanya minum highball saja.
Sambil memegang kaleng kosong, aku menuju ke kantong sampah yang disediakan oleh kelompok untuk membuangnya.
Dari sana, terdengar tawa dari berbagai arah.
Karena taman yang cukup besar ini tidak berada dekat dengan perumahan, mungkin semua orang berbicara lebih keras dari biasanya.
Meskipun hari belum gelap sepenuhnya, suasana perayaan sudah sangat meriah.
Setelah sampai di area di mana lebih dari seratus kaleng terkumpul, aku mengambil dua kaleng highball lagi.
Saat aku kembali ke tempat Natsuki, aku melihat Ayaka sedang berbincang dengan kelompok mahasiswa baru.
"Ya, aku juga pernah menyadari kesalahan tanda pada saat itu──"
"Eh, Ayaka-san juga? Jadi terasa lebih dekat, ya──"
Sepertinya, kelompok yang dimulai dengan Ayaka sedang asyik membicarakan tentang ujian.
Topik yang paling sering dibicarakan oleh mahasiswa baru pada masa seperti ini dengan mahasiswa yang lebih senior kemungkinan besar adalah tentang ujian masuk kuliah.
Aku sendiri juga sering diminta untuk berbicara tentang ujian saat acara penyambutan, dan sekarang aku menyadari kalo mereka hanya ingin mengurangi rasa cemas dengan membuat mahasiswa baru berbicara.
Tidak semua orang yang ikut dalam acara penyambutan akan bergabung dengan kelompok ini, jadi aku tidak tahu kontak dari Senpai yang ada saat itu, taoi dalam hati, aku merasa berterima kasih.
Saat kembali ke tempat semula, aku melihat Natsuki sedang mengambil foto bunga sakura dengan Hp-nya.
"Maaf sudah membuatmu menunggu, kau sedang melakukan apa?"
"Seperti yang bisa kamu lihat, aku sedang memotret sakura."
Natsuki dengan hati-hati menekan tombol rana untuk mengambil gambar.
Ketika melihat hasilnya, terlihat bulan yang baru mulai terbit di langit, seolah-olah sedang memandang bunga sakura dari atas.
"Eh, bagus juga. Apa kau akan memposting itu?"
Foto dengan suasana yang menarik seperti itu cenderung mudah mendapatkan perhatian di media sosial.
Aku juga terhubung dengan akun SNS Natsuki dan sering melihat unggahan yang cukup menarik di tim line ku.
[TL\n:SNS (Social Networking Service) adalah layanan atau platform online yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi, berbagi konten, dan membangun jaringan sosial dengan orang lain. Contoh SNS yang populer adalah Facebook, Instagram, Twitter, LinkedIn, dan TikTok. Di SNS, pengguna dapat membuat profil pribadi, berbagi status, foto, video, serta mengikuti atau berinteraksi dengan orang lain untuk membangun koneksi sosial.]
Tapi, Natsuki menggelengkan kepalanya.
"Ah, tidak. Yang seperti ini tidak perlu."
"Yang seperti ini maksudnya?"
"Hmm, maksudnya foto-foto pemandangan alam seperti ini."
Mendengar itu, tanpa sengaja aku membuka Hp-ku dan melihat-lihat unggahan Natsuki.
Memang, sebagian besar unggahannya adalah foto-foto kafe atau dekorasi lampu, dan tidak ada satu pun yang menampilkan pemandangan alam sebagai fokus utama.
"Yuta..."
"Hmm?"
"Apa kau ingat nama belakangku?"
Natsuki menggulir layar Hp-nya sambil bertanya.
"Nama belakangmu kan Tsukimisato, kan? Nama yang cukup unik."
Sambil memberikan sebuah kaleng highball kepadanya, aku menjawab.
Meskipun aku bukan orang yang mudah mengingat nama, nama belakang Natsuki sangat berkesan dan langsung teringat olehku.
Natsuki mengangguk dan membuka kaleng ketiganya.
Suara desisan dari kaleng terdengar saat karbonasi keluar.
"Sebenarnya, aku sangat suka nama ini."
Aku juga membuka kaleng dan meneguk hightball, mendengarkan dengan tenang.
"Di 'Tsukimisato' berarti desa yang melihat bulan, kan? Tapi di sana tidak ada gunung. Makanya, Tsukimisato. Dan untuk nama penutupnya, 'Natsuki' yang berarti bulan yang indah. Aku selalu merasa nama ini begitu indah dan bermakna."
Pada saat pertama kali aku bertemu denganya, aku juga merasakan hal yang sama.
Nama yang begitu penuh makna dan puitis seperti ini sangat jarang ditemukan.
"Tapi belakangan ini, aku jadi tidak suka dengan nama itu."
"Eh?"
Natsuki mematikan Hp-nya dan memasukkannya ke dalam saku.
"Bulan itu kan cuma posisi ke-2 setelah matahari."
"Posisi ke-2?"
"Karena tanpa cahaya matahari, bulan tidak akan bisa bersinar."
Bulan bersinar berkat cahaya yang dipantulkan dari matahari.
Itu benar, seperti yang dikatakan oleh Natsuki.
Bahkan anak-anak pun belajar hal ini di pelajaran IPA.
"Tapi, bukankah itu justru yang membuat bulan istimewa?"
Aku berkata begitu, dan Natsuki terlihat sedikit terkejut.
"Bulan pasti punya keistimewaan yang tidak dimiliki oleh yang lain."
Cahaya matahari itu bisa membuat kita silau, sementara cahaya bulan yang bisa kita lihat langsung, menurutku, jauh lebih indah.
"...Kau mengatakan hal-hal yang kejam."
Natsuki berbisik pelan dan meneguk hightball-nya.
Aku tidak tahu apa yang membuatnya merasa itu buruk.
Aku hanya ingin dia mengangguk, tapi itu malah membuatnya merasa tidak nyaman.
"Maaf."
Setelah mendengarnya, Natsuki hanya menggelengkan kepalanya.
"Tidak, aku yang harus minta maaf. Lupakan saja yang tadi itu."
Potongan rambut bob Natsuki yang agak berantakan terlihat menyala merah.
Cahaya merah yang lebih intens daripada sebelumnya sepertinya berasal dari lampu jalan.
"Berapa persen alkohol dalam highball ini?"
Natsuki bertanya dengan ceria mengenai kadar alkoholnya.
Seperti yang dia janjikan, sepertinya dia sudah beralih dari percakapan tadi dan mulai berpikir lebih ringan.
Biasanya, aku mungkin akan merasa sedikit terganggu kalo percakapan berubah begitu saja tanpa arah yang jelas, taoi kali ini aku bisa lebih santai karena sedikit alkohol mulai terasa.
Aku memeriksa kalengnya, dan ternyata kadar alkoholnya tertulis 9%.
"9 %. 3 gelas sudah cukup untuk membuatmu sedikit mabuk, tapi masih terasa pas."
"Ah, iya, benar. Kalo cuma 3%, rasanya tidak cukup, ya."
Toleransi alkohol memang berbeda-beda pada setiap orang, tapi aku merasa aku termasuk yang memiliki toleransi cukup tinggi.
Natsuki sepertinya juga demikian.
Sebenarnya, aku ingin langsung melanjutkan ke gelas keempat, tapi ada sedikit keraguan dalam diriku.
Saat perjalanan ke pemandian air panas bersama Ayaka, aku pernah salah mengira batas toleransiku dan akhirnya tertidur.
Aku berniat untuk mengurangi minum, tapi sekarang sudah berada di acara seperti ini lagi.
Setidaknya, aku harus mengontrol jumlahnya agar aku tidak merasa bodoh seperti saat itu.
"Jadi, bagaimana? Mau lanjut ke gelas keempat?"
"Ah... hmmm, aku masih ada gelas ketiga sih. Sejauh ini aku masih baik-baik saja."
Saat aku menolaknya, Natsuki mengerucutkan bibirnya dan berkata, "Ceh."
Sepertinya, kaleng Natsuki sudah kosong.
"Alkoholisasi berlebihan dilarang. Aturan itu berlaku di sini juga, kan?"
"Ya, tentu saja, Ayaka sudah sangat keras mengatakan kepada semua orang untuk tidak meminum alkohol berlebihan, tapi ini kau, Yuta. Aku tahu kau bisa minum lebih banyak."
"Ya, ya, baiklah, mari kita hentikan ini."
Aku minum sedikit demi sedikit dari highball-ku.
Meskipun rasanya agak kurang, tapi ini tetap enak.
"Senpai, minum yang banyak dong, satu teguk lagi!"
"Kan sudah dibilang alkohol berlebihan—"
Aku hampir melanjutkan kalimatku, tapi tiba-tiba aku tersedak dan menyemburkan minuman yang ada di mulutku.
"Gyahh!?"
Di kampus ini, hanya ada satu orang yang memanggilku dengan sebutan senpai.
Di hadapanku, ada Kouhai yang sedikit nakal dan menggodaku.
★★★
"Kenapa kau ada di sini?"
Saat aku bertanya dengan suara keras, Shinohara terlihat sangat terkejut dan membuka mulutnya.
"A-aku hanya berada di sini, kenapa harus dimarahi seperti ini..."
"Ah, tidak, maaf..."
Aku meminta maaf, tetapi Shinohara masih terlihat kesal dan mulai menggerakkan tangannya dengan frustrasi.
"Akhir-akhir ini, rasanya aku tidak bisa mendekat dengan Senpai sama sekali!"
"Jangan bilang itu sekarang, nanti orang akan salah paham!"
Ketika aku mencoba untuk memberi penjelasan kepada Natsuki dan berbalik, dia malah melihat ke arah Shinohara, bukan ke arahku.
Matanya yang tersembunyi di balik kacamata hitamnya terlihat sedikit menyipit, dan tanpa sadar aku tegak berdiri.
Ketika aku mencoba menjauhkan diri dari keduanya agar Shinohara tidak mengatakan hal lain, Natsuki membuka mulutnya.
"──Mayu, kau terlambat. Aku sudah menunggu lama."
"Ah, maaf telah membuatmu menunggu, Natsuki-san."
"...Eh?"
Tanpa sengaja, aku mengeluarkan suara yang agak konyol.
Tangan Natsuki melewati tubuhku dan menyentuh penjepit rambut Shinohara.
"Selain itu, jepit rambutnya sedikit miring. Sepertinya kau berlari, ya?"
"Sebenarnya aku terburu-buru, tapi tidak sampai berlari. Kalo aku nanti aku akan lelah, kan?"
"Ah, itu mengingatkanku pada saat kau telat datang kerja paruh waktu."
"Eh, waktu itu aku benar-benar berlari dan masih sempat datang tepat waktu! Jangan mengubah ingatan begitu saja!"
"Benarkah begitu?"
Natsuki tersenyum dengan ekspresi menggoda di wajahnya.
Lalu, dia tiba-tiba menoleh dan menatap ke atas.
"Ngomong-ngomong, apa kalian berdua saling kenal?"
Ketika Natsuki bertanya, aku merasa ragu harus menjawab apa, tapu Shinohara lebih dulu memberi jawabannya.
"Akh yang seharusnya bertanya itu. Kalo aku tahu ada senpai di sini, pasti aku sudah berlari dengan cepat."
"Heh, maksudnya apa tuh~?"
Natsuki mengerutkan alis dan mencubit pipi Shinohara.
Meskipun aku tidak tahu pasti kapan mereka berkenalan, sepertinya hubungan mereka lebih dekat daripada yang aku duga.
Tapi, alasan itu segera terungkap.
"Senpai, Natsuki-san itu orang yang pernah aku ceritakan waktu itu. Dia juga orang yang pergi bersama-sama dalam perjalanan ke pemandian air panas bersamaku."
"....Ternyata itu tentang Natsuki!"
Ada seseorang yang telah berhenti dari pekerjaan paruh waktunya.
Karena dua tidak tahu kontak orang itu, dia khawatir kakk dia tidak akan bisa bertemu dengannya lagi.
Sebelum perjalanan ke pemandian air panas dengan Ayaka, Shinohara mengucapkan itu dengan wajah murung.
──Kemudian, selama perjalanan ke pemandian air panas dengan Ayaka, saat bertemu Shinohara sekali lagi.
Dia mengatakan kalo orang tersebut datang ke sini bersama mereka.
Semua itu ternyata berhubungan dengan Natsuki.
...Tentu saja, itu tidak sepenuhnya sesuatu yang baik bagiku.
Ada beberapa alasan, tapi yang paling menonjol adalah keraguan yang sudah aku rasakan sejak pagi tadi.
Tapi, aku tidak ingin terlalu memikirkan keraguan itu.
Untuk saat ini, sepertinya lebih baik aku melewati situasi ini dengan hati-hati.
"Bagaimana dengan hubungan kalian berdua?"
Karena itu, aku ingin menjawab pertanyaan Natsuki dengan hati-hati.
Aku terdiam sejenak, berpikir.
"Kami berdua, tanpa ada yang perlu disembunyikan, adalah orang-orang yang diselingkuhi oleh mantan pacar kami!"
........Selesai sudah.
Karena Natsuki tahu siapa mantan pacarku, dia terlihat kesulitan untuk tersenyum mendengar kata-kata Shinohara, dan dia menutup bibirnya.
Shinohara pasti tidak akan menyangka kalo orang yang ada di depannya, yaitu Natsuki, adalah kenalan dari mantan pacarku.
Bahkan lebih dari itu, kali mengingat pesta Valentine, aku yakin Reina dan Natsuki pasti memiliki hubungan persahabatan yang cukup dekat.
"Jadi, begitu ya. Mayu diselingkuhi, ya? Itu agak mengejutkan."
Mendengar kata-kata Natsuki, Shinohara mengangguk-angguk setuju.
"Ya, memang begitu. Tapi, sebenarnya aku sudah merasa lega, jadi tidak masalah. Sepertinya aku belum pernah menceritakan ini padamu, Natsuki-san?"
"Belum, belum. Kalo sudah diceritakan, pasti aku akan langsung tertarik."
"Tapi, Senpai yang ada di sini malah memilih untuk mengabaikan cerita itu."
Shinohara tersenyum kecil lalu melirik ke arahku.
Dia pasti sedang mengingat kejadian pada malam Natal, saat pertama kali kami makan malam berdua.
Aku masih ingat dengan jelas, set menu Natal seharga delapan 1000 yen per orang.
"Aku bukan mengabaikannya, kok. Hanya saja kita cuma lebih asyik membicarakan topik lain."
"Itu sih, rasanya tidak cukup bisa dibenarkan, kan?"
Shinohara berbicara dengan nada agak heran, dan Natsuki pun mengangguk setuju.
"Ya, tadi itu benar-benar tidak berhasil."
"Natsuki, kau tidak perlu terlalu mengikuti orang ini."
Aku menghela napas, lalu melanjutkan pembicaraan.
"Kan kita sudah sepakat untuk pergi berdua setelah bergabung?"
Shinohara datang ke sini bukan untuk ikut dalam acara penyambutan anggota baru, tapi untuk bertemu dengan Natsuki.
Aku tidak tahu kemana mereka berdua akan pergi setelah ini, tapi sejujurnya aku berharap mereka segera pergi.
Lagipula, wakil ketua dari klub ini adalah—
"Aya-chan, aku sebentar lagi keluar ya!"
Natsuki melambaikan tangannya, dan dari jauh terdengar balasan ceria, "Oke!"
Untungnya, karena keramaian, Kami tidak bisa melihat siapa pun di sana.
Kelompok Ayaka sepertinya sedang duduk dan berbicara, jadi selama kami tidak mendekat, mereka tidak akan terlihat dalam pandangan kami.
"Siapa yang memberi izin padamu?"
Pertanyaan santai dari Shinohara dijawab oleh Natsuki dengan ringan, "Wakil ketua yang seumur!"
Shinohara yang mendengar itu terlihat terkesan dan berkata, "Wah", dengan mata yang terbelalak.
"Dia orang yang cukup bertanggung jawab, ya. Dia bisa mengatur klub sebesar ini."
"Ya, sih, dia sepertinya lebih teratur daripada aku."
"Memang, Natsuki-san dan dia benar-benar berbeda."
"Jangan diakui begitu!"
Natsuki dengan tegas menunjuk dan menegur.
Shinohara kemudian tertawa nakal dan menatapku dengan lebih serius.
"Eh, tapi, kenapa Senpai ada di sini? Ini kan bukan acara penyambutan anggota baru 'start', kan?"
"Ah... aku cuma bantu persiapan untuk acara penyambutan anggota baru."
"Wow, itu hal yang langka, Senpai ikut dalam kegiatan sukarela seperti ini."
"Kau kira aku ini apa..."
Pasti wajar bagi seorang mahasiswa yang tinggal sendiri seperti aku untuk lebih peduli soal uang dibandingkan orang lain.
Tidak semua orang punya kelonggaran finansial seperti Shinohara.
...Meski begitu, aku sadar betul kalo pemikiran yang menghubungkan sukarela dengan uang seperti ini menunjukkan kalo aku tidak cocok dengan hal tersebut.
"Yuta itu benar-benar lemah dengan Aya-chan, ya. Kalo aku, aku pasti akan langsung menolak."
───Bagi Natsuki, mungkin itu hanyalah pernyataan biasa yang tidak terlalu bermakna.
Tapi, senyuman ceria dan ramah dari Shinohara sedikit mengendur, dan aku tidak melewatkan perubahan kecil itu.
"Natsuki-san, itu... 'Aya-chan' yang kau maksudkan—"
"Oh, Shinohara-san."
Aku terkejut.
Sekitar kami semakin gelap, dan tanpa bantuan lampu, sulit untuk melihat jauh ke depan.
Dalam keadaan seperti itu, aku tidak menyadari adanya seseorang yang mendekat.
Mungkin mereka berdua hanya belum bertemu dalam perjalanan sebelumnya, sehingga aku merasa seakan-akan keberuntungan kami sudah habis.
───Itu adalah pertemuan ke-2 antara Shinohara dan Ayaka yang aku ketahui.
★★★
".....Ayaka-senpai."
Shinohara menatap Ayaka dengan ekspresi yang sedikit kesal.
Suasana di antara mereka ber-2 terasa tidak berbeda dengan saat pertama kali mereka bertemu.
Tapi, kali ini situasinya sangat berbeda.
Kami tidak berada di apartemen ku, dan ada banyak orang di sekitar kami.
Mungkin karena mereka berdua menyadari hal itu, mereka saling menatap tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Aya-chan, aku sebentar lagi keluar, ya."
Natsuki berkata dengan suara yang terdengar sedikit menyesal.
Ayaka tersenyum kepada Natsuki dan hanya menjawab, "Oke!"
Lalu, dia melirik ke arahku sejenak, tapi Shinohara langsung menghalangi pandangannya.
"Senpai, ayo ikut!"
"Tidak, aku—"
Saat aku hendak menolak, Ayaka menggelengkan kepalanya dari belakang.
Mungkin itu berarti dia menyuruhku untuk ikut.
"—Pergi ke mana?"
"Hmm... ramen?"
Sepertinya Shinohara belum memikirkan tujuan, dia mencoba mengatakan dengan suara pelan.
"Aku sudah kenyang."
"Kan kemarin kau yang menyarankan ramen saus soyu, ya?"
Shinohara meletakkan tangannya di dadaku, kemudian melemparkan senyum nakal dan sedikit berkedip.
Jarak antara kami sedikit lebih dekat dari biasanya.
Natsuki mengeluarkan suara pelan, "Eh, kalian sedekat itu, ya?"
Itu wajar kalo dia berpikir begitu.
Memang sulit dipercaya bagi orang lain kalo tidak ada yang spesial antara aku dan Shinohara, terutama karena jarak kami yang lebih dekat dari biasanya.
"Jadi, Ayaka-senpai, aku boleh pinjam Senpai sebentar untuk pergi?"
Shinohara bertanya, dan Ayaka pun mengangguk dengan tulus.
"Tentu saja tidak masalah. Lagipula, dia sudah selesai dengan tugasnya."
Ayaka mungkin mengatakan itu dengan maksud kalo aku sudah menyelesaikan tugas sebagai panitia penyambutan, tapi kata-katanya membuat Shinohara terlihat sedikit kesal.
Untuk pertama kalinya, aku melihat kerutan di dahinya.
"...Apa maksudmu dengan cara bicara seperti itu? Minta maaf pada Senpai."
"Tidak apa-apa, Shinohara. Aku—"
Saat aku hendak berbicara, Shinohara menatapku tajam.
"Itu tidak baik. Sekarang aku mengerti apa yang dikatakan Natsuki-san tadi. Senpai ternyata tidak bisa menentang Ayaka-senpai, ya?"
Natsuki memberikan tatapan seolah ingin mengatakan, "Jangan seret aku ke dalam ini." kepada Shinohara.
Tapi, Shinohara sama sekali tidak menyadarinya dan melanjutkan perkataannya.
"Senpai itu terlihat ramah, tapi sebenarnya tidak begitu peduli dengan orang lain. Tapi, begitu dia dekat dengan seseorang, dia akan benar-benar memikirkan orang itu."
"Apa yang kau bicarakan. Sudah, sudah, ayo kita pergi makan ramen."
Aku menggenggam lengan Shinohara dan menariknya.
Meskipun Shinohara terlihat agak terkejut, dia mengikutiku dengan tenang, tapi dia berhenti sejenak, seolah ingin mengatakan sesuatu.
"Ayaka-senpai, jangan-jangan kau memanfaatkan kebaikan senpa..."
"Shinohara-san, sepertinya kau salah paham."
Suara Ayaka terdengar tegas, dan Shinohara langsung terdiam.
Ayaka membungkuk dan mulai mengumpulkan kaleng kosong yang kami tinggalkan.
Dia bahkan tidak melirik ke arah kami.
Natsuki terlihat agak panik dan mengikuti Ayaka, dan dia mulai membuka kantong sampah yang terletak di dekat mereka.
Karena kami harus keluar lebih awal, setidaknya aku harus membantu membersihkan sampah, jadi aku pun menjauh dari Shinohara dan mulai mengambil kaleng-kaleng kosong.
"Salah paham?"
Shinohara bertanya kembali.
Ayaka menerima kaleng kosong dariku dan dengan hati-hati memasukkannya ke dalam kantong sampah yang dibuka oleh Natsuki.
"Aku rasa aku sudah cukup mengenal sifat bodoh ini dengan baik. Bagaimana Shinohara-san menafsirkan sifatnya, itu terserah kau. Tapi, ada satu hal yang ingin aku beri tahu—"
Ayaka mendekat, menarik telingaku, dan menampilkan senyumannya.
"Aku sudah lebih lama mengenal orang ini dibandingkan denganmu Shinohara-san."
Ayaka mengatakan itu dengan santai, lalu melepaskan telingaku begitu saja.
Telingaku terasa berdenyut kesakitan, tapi itu sama sekali membuatku merasa tidak nyaman, karena kami sudah menghabiskan waktu yang cukup lama bersama.
Aku tidak begitu paham kenapa dia merasa perlu menyebutkan lamanya hubungan kami di sini, tapi jelas itu efektif untuk menyampaikan kalo aku tidak merasa terganggu dengan kata-kata 'sudah selesai' yang sempat diucapkan.
Shinohara terdiam sejenak mendengar kata-kata Ayaka, tapi akhirnya dia menjawab singkat, "Begitu ya", dan kemudian menggenggam lenganku.
"Senpai, ramen!"
"Aku bukan ramen. Sudahlah, aku mengerti, ayo kita pergi!"
Aku memberi isyarat meminta maaf kepada Ayaka, lalu mengikuti Shinohara yang menarikku pergi dari taman.
Ekspresi Ayaka yang terakhir kali kulihat saat berbicara dengan Natsuki terlihat sama seperti biasanya.
★★★
"Jadi, apa Aya-cham ingin mengatakan kalo dia lebih memahami Yuta daripada aku?"
Kami berada di restoran ramen favorit kami.
Saat Shinohara pergi ke kamar kecil, Natsuki menatap menu dan bertanya padaku.
"Ya, kalo melihat alur percakapan, sepertinya begitu. ...Aku akan pesan ramen saus soyu. Shinohara juga yang sama."
"Ah, jadi Mayu juga pesan yang sama?"
"Ya, tidak masalah. Tadi kan dia bilang ingin kalo dia ingin mencoba ramen yang aku rekomendasikan."
"Ah, jadi ramen saus soyu di sini memang disarankan?"
Natsuki lalu menghentikan pelayan yang hendak lewat di samping meja, sambil berkata, "Permisi, boleh aku memesan?"
"3 ramen saus soyu, ya."
"Baik, bagaimana dengan kekerasan mie-nya?"
Setelah mendengar pertanyaan pelayan, Natsuki melirik ke arahku.
"Baiklah, 2 yang keras dan—"
"Ah, aku juga mau yang keras. 3 yang keras, ya?"
Pelayan itu segera mencatat pesanan kami dan menyebutkan ke dapur, "3 saus soyu keras."
Mendengar jawaban ceria dari dapur, aku teringat kembali saat pertama kali aku datang ke sini.
Saat itu, di sebelahku──
"...Seperti yang aku katakan tadi pagi, kau benar-benar orang yang terlalu bergantu oada Aya-chan, Yuta."
Setelah Natsuki menyiapkan air untuk dirinya, dia menuangkan air ke dalam gelas kedua.
Dia tidak mengucapkan kata-kata itu dengan nada menyindir──tapu.
Aku terdiam sejenak, berpikir bagaimana harus merespon kata-kata langsungnya, ketika suara yang familiar terdengar dari samping.
"Senpai, aku maupesan ramen saus soyu!"
"Aku sudah memesannya. Yang aku rekomendasikan, kok."
"Yey, terima kasih, hebat sekali!"
Shinohara terlihat tidak ada perubahan dari biasanya.
Melihat sikapnya yang seperti biasa, aku merasa lega.
Seperti sebelumnya, sepertinya Shinohara akan kembali seperti semula setelah orang lain pergi.
Melihat Shinohara tertawa bersama Natsuki, aku berpikir begitu.
"Begitu, sebenarnya kalian berdua sudah berencana pergi makan bersama, kan? Apa aku boleh ikut?"
"Tentu saja, tidak masalah! Toh, kita hanya makan saja kok."
Mendengar pertanyaanku, Natsuki memberikan jawabannya.
Kemudian, Shinohara melirikku sejenak sebelum tersenyum nakal.
"Aku ingin berbicara tentang pengalaman kerja paruh waktu yang menyenangkan, tapi karena kesempatan ini, bagaimana kalo kita bicarakan pengalaman Senpai saja hari ini?"
"Jangan sembarangan menghidupkan percakapan orang lain!"
Rencana makan bersama.
Sepertinya, karena ini adalah janji yang bebas, yang mana tidak ada tempat khusus yang dituju, aku jadi mengerti kenapa Natsuki hampir tidak makan apa-apa di acara sambutan, dia hanya minum alkohol sepanjang waktu.
"Haha, kenapa kau begitu bersemangat membicarakan Yuta?~"
Di saat yang sama saat Natsuki berbicara, 3 mangkuk ramen dengan saus soyu diletakkan di atas meja.
Dengan uap panas yang terangkat, bau yang menggugah selera tercium, dan aku tiba-tiba memikirkan sesuatu.
──Sepertinya Natsuki, mungkin tidak terlalu menyukaiku.
Dalam hubungan antar manusia, perasaan negatif seperti ini sering kali akurat.
Tanpa sadar, rasa mabuk ku sudah hilang.
Rasa ramen yang menjadi penutup acara ini terasa jauh lebih hambar dibandingkan biasanya.