Yah, tadinya niatku aku mau nanya sama Agustina tapi aku gak tau dia kelas berapa...
Ah, andai tadi malam aku minta nomor WA-nya atau gak aku tanya kalo dia itu kelas berapa, kalo aku punya cara buat hubungi dia kan jadi gampang kalo aku nemu info kaya gini...
Saat aku sedang memikirkan hal itu, aku bisa mendengar suara dari kelas yang sedang melakukan pelajaran olahraga.
Aku lalu melihat keluar melalui jendela. Di lapangan aku bisa melihat para siswa yang mengenakan trening sedang berdiri di trek lari.
Di trek itu ada 4 siswi perempuan yang sedang berbaris dengan posisi 'bersiap'. Ketika aku menyipitkan mataku untuk melihat siapa-siapa saja yang ada di trek itu aku bisa langsung mengenali salah satu dari mereka.
Seorang gadis cantik yang memiliki rambut hitam yang lurus yang diikat kebelakang, sorot matanya tajam, kulitnya putih, payudaranya yang agak besar dan dia memiliki tinggi yang kurang lebih 145 cm. Ya, itu Agustina.
Saat guru olahraga langsung memberikan aba-aba 'Ya', mereka langsung lari, tapi Agustina terlambat mengambil langkah awal jadi alhasil dia tertinggal di belakang.
Tapi dia berlari dengan begitu cepat, langkah kakinya terlihat begitu ringan seolah dia melayang, ekspresinya terlihat begitu serius, tangannya mengayun kedepan dan kebelakang dari pinggul ke dada.
Dia kemudian langsung bisa menyusul siswa yang di urutan ke-3.
Dia terus melaju, nafasnya tetap teratur tidak tersengal-sengal seperti siswa yang lainya yang mulai melambat.
Melihat teman-temannya yang lain sudah mulai melambat Agustina kemudian mempercepat langkahnya.
Mataku masih terus mengikuti Agustina yang perlahan tapi pasti mulai mendekati ke-2 siswi yang berlari di depannya, ke-2 siswi itu sempat menoleh kebelakang untuk melihat keadaan.
Mungkin karena melihat Agustina yang semakin mendekati mereka, mereka berusaha mempercepat lari mereka, tapi itu semua sia-sia.
Dengan satu hentakan kaki yang terlihat seperti 'melayang' sebentar di udara, Agustina berhasil menyusul siswa yang berada di posisi ke-2.
Dan dalam 5 langkah berikutnya, ya, hanya 5 langkah, dia sudah sejajar dengan siswa tercepat yang memimpin. Yang lain mungkin masih berpikir ini lomba lari biasa, tapi untuk Agustina? Dia terlihat seperti sedang mengejar sesuatu yang tak terlihat. Ekspresinya terlihat sangat serius.
Satu ayunan tangan, satu tarikan napas, dan dia pun menyalip. Meninggalkan mereka semua di belakang.
"A-Agustina...dia sangat cepat."
Aku hanya bisa terdiam melihat dia yang bisa lari begitu cepat, padahal tadi waktu start dia kehilangan langkah awal...tapi sekarang dia berada posisi pertama.
Pantas saja tadi malam dia bisa bergerak dengan begitu cepat untuk mengagetkanku, ternyata ini alasannya. Dia bisa berlari dengan begitu cepat.
Teman-temannya yang melihat di pinggir trek lari juga hanya bisa terpana melihat kecepatan Agustina.
Saat Agustina sampai di garis finis teman-temannya yang lain langsung bersorak dengan suara keras.
"Hmm... Agustina menang lomba lari ya."
Saat aku masih terpana dengan kecepatan Agustina, Dika yang entah sejak kapan berdiri di samping tempat aku duduk melihat keluar jendela keraha mereka sambil mengatakan itu.
"Apa kau kenal dia?"
Karena penasaran aku kemudian bertanya padanya.
"Yah, gak bisa di sebut kenalan sih...aku cuman tau anamanya dan kelas berapa dia."
"......."
Ini mungkin kesempatan ku buat bisa mengetahui kelas berapa Agustina supaya nanti waktu istirahat aku bisa langsung nyamperin dia ke kelasnya.
"Dik... si Agustina itu dia di kelas berapa?"
"Kenapa emangnya?... Hmm, jangan jangan kau suka sama dia ya...ciee."
Asli saat aku melihat dia tersenyum seperti itu, entah kenapa aku sangat kesal jadi aku secara refleks langsung menginjak kakinya.
"Aduh... Sakit jing."
"Kau diam... Yah bukan karena aku suka ama dia atau apa, aku cuman hanya ada perlu dengan dia."
"Cih membosankan... Kalo tidak salah dia kelas 1C."
Aku mengangguk pelan, lalu aku kembali melihat ke arah lapangan tempat Agustina berada.
Saat aku melihat merahnya aku merasa pandangan mata kami bertemu, yah mungkin itu hanya perasaanku.
Lalu tiba-tiba dia melambaikan tangannya dengan penuh semangat.
"OY, RIAN... APA KAU MELIHATNYA?"
Melihat itu aku terdiam untuk beberapa dekit. Apa dia bisa melihatku dari tempatnya itu? Berarti pandangan kami yang saling bertemu tadi itu bukan perasaanku saja.
Lagian, tu cewek ngapain sih pake teriak segala, tu kan teman-teman sekelasnya yang melihat dia tiba-tiba berteriak dan melambai, seketika langsung melihat ke arah sini dan yang lebih parahnya lagi teman-teman sekelasku yang mendengar teriakannya tersenyum sambil menatapku.
Mana si Dika menatapku sambil tersenyum dengan menyebalkan lagi...
"Cieeee..."
"Diem aying, ini gak seperti yang lu bayangin."
"Hmm...gak usah pura-pura, kalian pasti udah pacaran kan?"
Dia mengatakan itu sambil tersenyum dan sambil meletakkan tanganya di bahuku.
"Gak gitu cok, kami gak pacaran, kami aja baru ketemu tadi malem."
Aku mengatakan itu sambil menginjak kakinya berulang kali dengan keras, jujur saja aku mulai kesal dengan senyumannya itu.
"Aduh...dah ku bilang sakit jing,...iya, iya aku paham...jangan injak kakiku cok."
Aku lalu menghela napas panjang sambil mengalihkan pandanganku dari Dika yang memegangi kakinya.
Agustina yang masih di lapangan terlihat tertawa sambil kembali berbicara dengan teman-temannya, seolah semua tadi gak terjadi. Tapi jelas-jelas dia tadi teriak manggil namaku. Mana dia teriaknya dari lapangan lagi, pasti semua angkatan melihat dan mendengarnya.
Gah, sungguh malu-maluin aying. Mana mukaku rasanya jadi panas bet lagi, pasti mukaku sekarang berwarna merah terang.
"Kenapa sih dia pake teriak sambil manggil namaku."
Dika yang masih tersenyum meski sambil memegangi kakinya karena ku injak tadi dengan keras, berkata.
"Tapi serius, kok bisa-bisanya kalian ketemuan malem-malem, kalian ngapain emangnya?"
Aku lalu menatap dika dengan tajam.
"Kami cuman ngobrol biasa di dalam kelas yang kosong."
"Hah, kelas kosong? Malem-malem? Emang kau ngapain ke sekolah malem-malem?"
Mendengar pertanyaan itu seketika aku terdiam karena aku langsung menyadari kesalahan ku.
Wanjing, aku keceplosan, kenapa aku malah nyebut bagian itu?
Dika kemudian langsung menatapku sambil menyipitkan matanya.
"Eh... Jangan-jangan... Kalian..."
"Gak gitu aying, kami gak ngelakuin hal cabul, sumpah."
Ting tung, tung ting
Lalu seolah waktunya pas, bel pergantian mata pelajaran berbunyi, sebenarnya aku merasa terselamat karena bel itu.
Sejujurnya aku udah gak kuat nahan tatapan teman-teman sekelasku yang seolah mengatakan 'Cieee... Rian di sapa ama cewek cantik ni yeee.'
Sambil tersenyum Dika lalu menuju tempat duduknya, tapi sebelum dia duduk, dia lalu berkata.
"Yah, yang penting...jangan lupa undang aku pas kalian nikah nanti."
Mendengar itu, aku langsung melempar penghapusku tepat ke kepalanya.