Kamu saat ini sedang membaca Inkya no ore ga Sekigae de Skyubishojo ni kakomaretara Himitsu no kankei ga hajimatta volume 1, chapter 6. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
APAKAH FESTIVAL BUDAYA PENUH DENGAN SERANGKAIAN KEJADIAN TAK TERDUGA?
Salah 1 dari 3 acara besar di SMA Pusat Natsuhama adalah festival budaya awal musim panas.
Dan akhirnya, hari itu pun tiba—festival budaya akan diadakan hari ini.
Mungkin untuk anak-anak yokya mereka sedang dalam suasana hati yang meriah dan bersenang-senang di pagi hari, tapi bagi seorang yinkya seperti ku, aku bahkan tidak bisa menelan sarapanku yang ada di tenggorokan ku.
".....Onee-chan ku yang jahat. Bolehkah aku memintamu makan semua sisa sarapanku?"
"Eh, beneran? Asyik!"
Setelah memberikan seluruh sarapanku pada Onee-chan-ku, aku kembali ke kamar untuk berganti pakaian dengan seragam sekolah.
Festival budaya akhirnya hari ini tiba...
Sebagai catatan, aku sudah berlatih selama 2 minggu untuk peranku sebagai Putri Salju, dan aku mulai terbiasa dengan peran ini.
Aku juga sudah menghafal semua dialog dengan baik, jadi seharusnya tidak ada masalah di bagian itu...
"Ta-tapi tetap saja...aku mulai gugup."
Sudah kuduga, bahkan aku tidak bisa menyembunyikan kegugupanku.
Seumur hidup, aku selalu menghindari situasi yang membuat gugup, sebagai seorang yinkya, tampil di depan umum dan berakting adalah tekanan besar bagiku.
Tapi sekarang, aku mulai berpikir—bukankah lebih baik kalo aku menolak peran Putri Salju sejak awal dan dijauhi oleh teman sekelas, daripada harus tampil di depan banyak orang dengan berdandan seperti perempuan?
"Yah, tidak ada gunanya menyesal sekarang kan? Aku hanya perlu menyelesaikan 2 pertunjukan ini dan pulang."
Lagi pula, para penonton pasti lebih tertarik pada orang seperti Umiyama, yang terkenal dengan payudaranya yang besar, atau Kuroki dan Yuria yang tampil dengan pakaian laki-laki.
Aku hanya akan menjadi bahan lelucon di panggung, menanggung rasa malu seumur hidupku, jadi tidak ada alasan untukku merasa gugup.
"Haaah... Baiklah, aku berangkat."
Setelah bersiap-siap, aku mengambil tasku dan keluar rumah.
"Eh, apa?"
Saat aku keluar dari pintu depan rumahku, aku melihat Kuroki dan Yuria berdiri di depan gerbang.
Sepertinya mereka sedang berbincang santai sambil menungguku.
Oh, ayolah. Bahkan sebelum drama sekolah dimulai, sudah ada 2 pangeran yang menjemputku pagi-pagi begini?
"...Uh, selamat pagi kalian ber-2."
"Selamat pagi, Ryota-kun!"
"Pagi, Ryota. Hari ini kau agak telat."
Suasana hati Kuroki sangat baik sejak pagi, sementara Yuria seperti biasa dia tetap bersikap dingin.
"A-Aku butuh waktu lebih lama untuk bersiap..."
"Bersiap? Ini kan festival budaya, kau tidak perlu membawa buku pelajaran."
"Yah, yah, Yuria? Ryota-kun juga laki-laki, pasti ada hal-hal tertentu yang harus dipersiapkannya."
Kuroki tersenyum sambil membelaku.
Tapi cara dia mengatakannya malah terdengar seperti aku melakukan sesuatu yang mencurigakan sejak pagi... Lebih baik aku abaikan saja.
"Hanya kalian ber-2? Bagaimana dengan Umiyama?"
"Airi kesiangan. Sepertinya dia akan datang nanti."
Bahkan di hari festival budaya, dia tetap saja kesiangan... itu seperti Umiyama yang biasanya.
"Hei, Ryota-kun? Ada yang berbeda denganku hari ini, apa kau menebaknya?"
"A-Ada yang berbeda...?"
Aku menatap Kuroki dengan saksama, dia tersenyum menggoda sambil menyelipkan helaian rambut yang tergerai di telinganya.
Wajahnya secantik biasanya, dan rambut hitam lurusnya tidak tampak berubah sama sekali...tapi—
"Lihat, di sini. Lipstik."
"Lipstik?"
Kuroki menunjuk ke bibirnya sambil berbicara.
Ah...sekarang setelah ku perhatikan, bibirnya memang terlihat sedikit lebih merah dari biasanya.
"Karena hari ini ada adegan ciuman dengan Ryota-kun, aku memakai lipstik favoritku."
" "Apa!?" "
Aku dan Yuria terkejut dan berseru bersamaan.
"A-Apa yang kau katakan!?"
"Tu-Tunggu, Rui! Jangan bilang kalo kau benar-benar berniat akan mencium Ryota!?"
"Fufu... Tenang saja, itu hanya bercanda. Seperti saat latihan, kita hanya perlu membuatnya terlihat seperti ciuman, bukan benar-benar melakukannya. Lagipula, aku memakai lipstik ini hanya untuk menyegarkan suasana. Yuria, kau terlalu panik."
"Be-Benar juga..."
Kuroki tersenyum setengah mengejek saat melihat reaksi Yuria.
"Sungguh, Rui sering mengatakan hal-hal yang sulit dibedakan apakah itu serius atau tidak. Aku sampai hampir mempercayainya... Tapi, Ryota, tadi kau terlihat sedikit senang, kan?"
"A-Aku tidak begitu!"
"Fufu... Mungkinkah Ryota-kun ingin aku yang mengambil first kiss-nya?"
"Tentu saja tidak! Daripada membicarakan itu, ayo segera pergi ke sekolah."
"Baiklah~!"
Akhirnya, setelah aku mendorongnya, kami mulai berjalan menuju sekolah.
Tapi tetap saja... first kiss, huh.
Kalau menghitung ciuman tidak langsung, sebenarnya Umiyama adalah orang pertama yang menciumku...
Tentu saja, aku tidak mungkin mengatakannya, jadi aku hanya diam.
"Saya sangat menantikan pertunjukannya. Saat latihan, Putri Salju Ryota sangat imut."
"Ya, benar! Ryota-kun, ayo kita ambil 2 foto setelah kau memakai kostum mu, oke?"
"Sudah pasti aku tidak mau."
Sambil berjalan ke sekolah, waktu menuju pertunjukan semakin mendekat.
★★★
Saat tiba di sekolah, di gerbang berdiri sebuah lengkungan meriah bertuliskan 'Festival Budaya', sementara di dalam gedung sekolah, para siswa sibuk berlalu-lalang di lorong, sibuk mempersiapkan acara.
Akhirnya saat itu tiba...
Pada tahun pertama, kelas kami membuka stan cokelat pisang, tapi tentu saja, sebagai seorang yinkya, aku hampir tidak berpartisipasi.
Bagi orang sepertiku, festival budaya biasanya dihabiskan dengan berpura-pura menonton drama di aula olahraga sambil duduk di kursi lipat dan tertidur, atau pergi ke ruang kosong ber-AC untuk membaca buku.
Kenyataannya, itulah yang kulakukan tahun lalu, oleh karena itu, aku sama sekali tidak pernah membayangkan kalo tahun ini aku akan diberikan peran sebesar ini.
Terlebih lagi... aku harus bekerja sama dengan para gadis cantik yang selama ini kupikir tidak akan pernah berhubungan denganku seumur hidup...
"Semua orang terlihat sibuk. Rasanya benar-benar seperti festival budaya, ya?"
"Iya, benar juga."
"Ryota-kun, saat tahun pertama, apa yang kau lakukan saat festival budaya? Jangan-jangan kau berkeliling bersama Tanaka?"
"Kenapa tiba-tiba kau menyebut Tanaka?"
"Ayolah, beri tahu aku?"
Haa... karena Kuroki terus mendesak, lebih baik aku menjawab dengan jujur saja.
"Tidak ada apa-apa antara aku dengan Tanaka. Ngomong-ngomong, kelas kami dulu menjual pisang cokelat, tapi karena aku yang seorang yinkya, aku bahkan tidak dimasukkan dalam jadwal jaga stan. Jadi, aku hanya membaca light novel di ruang kosong."
"Apa-apaan itu? Itu benar-benar festival budaya seorang yinkya."
Memang, aku ini benar-benar seorang yinkya.
"Fufu. Itu terdengar seperti Ryota-kun sekali, ya?"
"Kuroki, kau sedang mengolok-olokku, kan?"
"Tidak, kok~? Oh, sebagai balasan karena Ryota-kun sudah membagikan kisah kelamnya, aku akan menceritakan sebuah anekdot kecil."
"Anekdot?"
"Sebenarnya, pada festival budaya tahun lalu, Yuria mengenakan kostum pelayan, tapi pahanya terlalu besar sehingga celana dalamnya—"
"Tunggu, Rui! Kau ini—!"
Yuria dengan kecepatan luar biasa langsung menutup mulut Kuroki.
Oh, hei! Ada apa dengan celana dalam Yuria!?
Terlihat atau tidak!?
Cepat beri tahu aku, Kuroki!
★★★
Di festival budaya sekolah ini, setiap kelas secara umum menyajikan 3 jenis pertunjukan utama, drama, pameran, atau stan.
Pameran dan stan biasanya diadakan di dalam kelas masing-masing sesuai dengan aturan yang berlaku, sedangkan pertunjukan drama dipentaskan di aula olahraga.
Tahun ini, termasuk kelas kami, ada 5 kelas yang menampilkan drama dalam festival budaya, kalo ditambah dengan klub teater, maka ada total 6 kelompok yang akan tampil masing-masing 1 kali di pagi dan sore hari.
Waktu yang diberikan untuk setiap pertunjukan adalah maksimal 30 menit. Saat sedang berakting, anehnya waktu terasa lebih lama dari yang biasanya.
"Apa kelas kita sudah mulai mempersiapkan semuanya?"
"Kurasa sudah. Pertunjukan kita adalah yang ke-2 dalam keseluruhan jadwal. Ayo, kita juga harus bergegas!"
Saat kami tiba di kelas dengan tergesa-gesa atas perintah Yuria, persiapan untuk pertunjukan drama sudah berlangsung di kelasku.
Kelompok dari klub budaya yang bertanggung jawab atas kostum sedang melakukan pemeriksaan akhir, sementara itu, anggota klub olahraga yang mengurus properti panggung sedang membawa peralatan ke aula, di sisi lain, Hino selaku panitia pelaksana bersama kelompok penulis naskah dan sutradara dari kalangan penggemar teater sedang mendiskusikan pencahayaan untuk pertunjukan.
Melihat teman-teman sekelas yang biasanya santai kini bekerja sama dengan serius, sebagai pemeran utama, aku merasakan tekanan yang semakin besar.
Ini buruk...tiba-tiba aku jadi semakin gugup...
"Hei, kalian bertiga!"
Umiyama-lah yang tiba-tiba memanggil kami dari belakang.
"Airi, kau lama sekali. Ini hari pertunjukan, tahu?"
"Maaf, maaf."
Umiyama meminta maaf sambil merapikan sedikit rambutnya yang masih acak-acakan karena tidur.
Bahkan di hari festival budaya, dia masih saja kesiangan...Seperti yang diduga darinya.
"Ngomong-ngomong, Ryota! Barusan aku bertemu dengan anak-anak yang bertanggung jawab atas kostum, dan mereka ingin kau sebagai Putri Salju dan Airi sebagai kurcaci berjalan di koridor untuk menarik pengunjung!"
"Me-menarik pengunjung? Kenapa bukan kalian ber-3 saja, Umiyama, Kuroki, dan Ichinose?"
"Hmm, Kudengar kostum pangeran itu disewa dari tempat mahal, jadi mereka tidak mau menggunakannya di luar panggung."
"Apa? Tapi berarti kostum Putri Salju dan kurcaci boleh digunakan, begitu?"
"Iya! Soalnya kostum Airi dan Ryota cuma kostum cosplay murah yang dibeli di Donki!"
Ya, begitulah kenyataan kelas ini.
Karena Kuroki dan Yuria memiliki banyak penggemar berat di kelas, hampir seluruh anggaran festival budaya entah bagaimana dihabiskan untuk kostum mereka berdua.
Sebaliknya, kostum Putri Salju ini hanya dari Donki...
"Ayo, Ryota dan Airi, waktunya ganti kostum!"
Ditarik oleh Umiyama, aku akhirnya tiba di tempat tim kostum yang sudah lebih dulu pindah ke gedung olahraga.
Sesampainya di sana, aku langsung diminta untuk mengganti pakaian di toilet.
Berganti pakaian menjadi wanita di toilet pria gedung olahraga... Hanya dari kalimat itu saja, sudah terdengar mencurigakan. Tapi, sambil merasakan sedikit kegugupan yang nyaris tidak berarti, aku akhirnya selesai berganti pakaian.
Untungnya, bulu di kakiku sudah terlebih dahulu dihilangkan oleh Yuria dengan krim penghilang bulu, jadi setidaknya tidak ada masalah di sana... Tapi tetap saja, haah.
Aku menatap bayanganku di cermin.
Kostum Putri Salju murahan yang dibeli dari Donki.
Gaun ini memiliki potongan A-line, bagian atasnya berwarna biru dengan kerah bulat, sementara roknya berwarna kuning—sebuah tampilan klasik yang langsung mengingatkan pada Putri Salju, selain itu, aku juga diminta mengenakan wig hitam dan bando merah.
Sebagai seorang yinkya yang jarang terkena sinar matahari, kulitku memang selalu terlihat pucat, ditambah tubuhku yang cukup ramping, kalk dilihat sekilas, mungkin aku masih bisa sedikit terlihat seperti seorang perempuan... Tapi tetap saja...
"...Ini jelas tidak masuk akal."
"Hei, Ryota! Airi sudah dapat papan promosi, ayo kita berangkat!"
Suara Umiyama yang memanggil namaku bergema di dalam toilet pria.
Kalo ada seseorang di dalam bilik saat itu, mereka pasti akan terkejut hanya karena suaranya saja.
Begitu aku keluar dari toilet setelah dipanggil, yang pertama kulihat adalah Umiyama yang telah mengenakan kostum kurcaci.
Dia mengenakan tudung merah di kepalanya, lengkap dengan janggut putih berbulu di sekitar mulutnya.
Di kombinasikan dengan karakternya yang memang seperti maskot, penampilannya terlihat cukup menggemaskan...setidaknya, kalo hanya dilihat sekilas.
Tapi, saat pandanganku turun ke bawah, kesan menggemaskan itu langsung lenyap.
Kancing pada bagian tengah jaket merah cerah yang dikenakannya terlihat tidak bisa dikancingkan sepenuhnya karena payudaranya yang terlalu besar membuat kancing paling atas tidak bisa ditutup, ditambah lagi, pahanya yang montok terbungkus ketat dalam celana pendeknya membuat kain itu terlihat seperti akan robek kapan saja.
Payudara besar, paha montok...
I-ini... Sama sekali tidak bisa disebut sebagai kurcaci. Dengan volume seperti itu, rasanya itu hampir terlalu cabul untuk ditampilkan tanpa batasan usia, kalo tidak diberi rating R17, kemungkinan besar akan ada banyak pihak yang protes.
"Aku sudah memilih ukuran terbesar saat membeli kostum ini, tapi tetap saja bagian dadanya terasa sempit... Ini semua karena payudara Airi yang terlalu besar, kan? Sungguh, selalu saja merepotkan."
Umiyama menggerutu sambil menatap payudaranya sendiri dengan ekspresi kesal.
Tidak, tidak ada yang salah dengan payudara besar Umiyama.
Payudara besar Umiyama sudah berada pada level harta nasional yang hidup, justru, keberadaannya membawa semangat (dalam banyak arti) bagi semua orang. Bisa dikatakan, ini sudah masuk dalam kategori aset nasional.
Seluruh rakyat Jepang seharusnya menyanjung dan memuja keberadaan payudara besar yang agung ini.
"Umiyama...tetaplah seperti itu. Tidak, lebih baik lagi kalo semakin besar."
"Hah? Apa maksudmu?"
"Ah, tunggu sebentar, kalian berdua! Aku lupa sesuatu!"
Seorang siswi dari tim properti berlari kecil ke arah kami dan menyerahkan 2 kotak karton seukuran telapak tangan kepada kami.
"Tolong bawa ini saat berjalan keliling sekolah untuk promosi, ya!"
Pada kardus yang diberikan kepada kami, tertulis 『Pementasan Kelas 2-B【Putri Salju: Versi Gender Terbalik】Akan Dimulai Pukul 10 di Gedung Olahraga!』dengan tulisan tangan yang kurang rapi.
"Baiklah! Dengan promosi dari Airi dan yang lainnya, kita pasti bisa menarik banyak penonton!"
"O-oh..."
Yah, kalo orang-orang tahu Kalo ada gadis secantik dan seksi seperti ini yang tampil, pasti akan ada banyak yang datang...terutama para maniak.
★★★
Setelah berkeliling sekolah untuk mempromosikan pertunjukan drama, aku dan Umiyama kembali ke arah gedung olahraga.
Saat kami masuk, para siswa sudah sibuk dengan tugas mereka masing-masing.
"Kita sudah mempromosikannya ke banyak orang, tapi aku ingintau kira-kira mereka akan datang tidak ya?"
Umiyama menghentikan langkahnya di pintu masuk gedung olahraga, lalu menghela napas.
Yah, kupikir para laki-laki pasti akan datang...demi melihat payudara besar Umiyama.
Belum lagi, di sesi pagi ada para penggemar Yuria, dan di sesi siang pasti akan ada fans Kuroki. Tidak diragukan lagi pertunjukan ini akan ramai.
Sementara aku? Aku cuma bahan tertawaan dengan dandanan perempuan yang aneh ini... Sungguh, aku penasaran jadi pemeran utama itu sebenarnya apa?
"Ryota, kau gugup, ya?"
"G-gugup?"
"Iya. Soalnya sebentar lagi, Airi dan yang lainnya akan tampil di panggung, kan?"
"Iya juga, sih... Aku sedikit gugup, tapi toh tidak ada yang benar-benar memperhatikanku... Jadi, aku mungkin tidak terlalu gugup. Hahaha."
Aku berkata sambil menertawakan diri sendiri.
Tapi, alih-alih ikut tertawa, Umiyama justru menatapku dengan ekspresi yang serius.
"Airi sebenarnya...gugup."
"Eh? Umiyama gugup?"
"Lihat sendiri..."
Tiba-tiba, Umiyama meraih tangan kananku dan meletakkannya di payudaranya...!?
Telapak tanganku kini menyentuh area di dekat tulang selangka kirinya, dan ibu jari serta pangkal jari kelingking ku menyentuh payudara besar Umiyama.
Apa-apaan kelembutan ini!?
Kalo aku menggerakkan tanganku sedikit saja ke bawah, aku bisa kehilangan kendali dan meremas payudara besar itu tanpa sadar!
"Jantung Airi...berdegup kencang, kan?"
I-itu memang benar... Tapi justru tubuh bagian bawahku yang kini terasa berdenyut-denyut!
[TL\n: maksudnya komtol. Yah wajar aja, laki mana yg gak bereaksi begitu kalo dia nyentuh TT cewek, kalo ada laki yg gak bereaksi karena itu berarti fix dia gay]
Tidak! Ini bukan saatnya memikirkan hal seperti itu! Kalo aku terus menyentuhnya seperti ini, pasti akan ada yang salah paham!
Menyadari situasi yang berbahaya ini, aku segera menarik tanganku.
"Biasanya, Airi tidak pernah merasa gugup..."
"Be-begitukah?"
"Tapi...entah kenapa, saat memikirkan kalo aku tidak ingin gagal di depan Ryota...aku jadi merasa gugup."
"A-aku?"
Aku terkejut mendengar namaku disebut begitu tiba-tiba.
"Kenapa aku? Aku tidak akan marah atau mengejekmu kalo pun kau membuat kesalahan."
"Iya, aku tahu...tapi tetap saja..."
Umiyama tiba-tiba terdiam seolah-olah ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokannya.
"...Umm, waktu Airi pergi ke rumah Ryota beberapa waktu lalu, aku menyadari sesuatu..."
"Heeey! Kalian ber-2 yang di sana! Sudah hampir waktunya berkumpul!"
Saat kami berbicara di pintu masuk gedung olahraga, Hino, yang sedang mengenakan kostum seorang putri, memanggil kami dari atas panggung.
"A-ah, mengerti! Kami segera ke sana! ...Jadi, ada apa di rumahku?"
"Ugh! Ugh! Tidak! Tidak ada apa-apa!"
"Eh? Tapi—"
"Airi hanya merasa semakin tidak boleh kalah dari Ryota setelah datang ke rumahmu! Itu saja!"
Umiyama mengatakan itu dengan cepat, hampir seperti tergesa-gesa, lalu dia mengayunkan kostum kurcacinya dan bergegas menuju panggung lebih dulu.
Aku tidak begitu mengerti...tapi apa itu berarti dia semakin bertekad untuk bersaing denganku?
"Ryota!"
"Hm?"
Saat aku hendak mengikuti Umiyama, aku mendengar seseorang memanggilku dari belakang, ketika aku menoleh...
"....! Yu-Yuria!"
Di sana berdiri Yuria yang mengenakan kostum pangeran, jaket putih, celana merah, dan sepatu bot hitam.
Dia telah menghapus riasan gyaru-nya yang biasa dan merias wajahnya seperti pria tampan.
Di atas kain putih murni, sulaman emas menghiasi jaket yang memiliki kerah tegak bergaris emas dan merah, serta epaulet emas di bahu dan elempang merah yang disampirkan secara diagonal di bahunya membuatnya terlihat seperti seorang pangeran.
Mungkin untuk terlihat lebih maskulin, Yuria mengikat rambut panjangnya menjadi satu dan menjatuhkannya ke bahu kanan dan dia mengenakan celana skinny merah ketat yang memperlihatkan siluet rampingnya, meskipun pahanya yang besar.
Saat aku mengamatinya dari atas hingga bawah, meskipun pahanya sangat montok, harus ku akui kalo Yuria terlihat ratusan kali lebih tampan daripada diriku yang biasanya...
"Jadi... bagaimana? Apa menurutmu aku terlihat keren?"
"Kau 100 kali lebih keren dari diriku yang biasanya. Entah bagaimana, rasanya kita berada di tingkat yang berbeda sebagai makhluk hidup. Aku merasa kalah telak dalam segala hal."
"Se-serius itu? Benarkah? Syukurlah..."
Yuria tersenyum lebar dengan wajah penuh kegembiraan.
"Tapi, ehm, Ryota... kau juga terlihat, uh... imut, lho? Dengan pita merah itu..."
"Hah?"
Aku tidak butuh pujian berlebihan seperti pasangan baru yang sedang saling memuji satu sama lain...
"Jadi, Putri Salju... bolehkah aku mengajakmu ke atas panggung?"
"A-ah..."
Didorong oleh Yuria, aku akhirnya melangkah bersamanya menuju panggung.
Akhirnya...saatnya pertunjukan dimulai.
Di atas panggung, Hino mendekati kami.
"Izumiya, kau...”
“Apa? Kalo aku terlihat menjijikkan, katakan saja──"
"Bagaimana ya...sejujurnya, kau agak... imut?"
Hino menatap cross-dressingku dari ujung kepala hingga kaki, dan dengan sedikit rasa malu, dia mengutarakan pendapatnya.
Entah kenapa...aku merasa ada bahaya yang mengintai.
★★★
Setelah menyelesaikan pengecekan akhir untuk pertunjukan kami di atas panggung, para siswa kelas 2-B berkumpul dan duduk di kursi lipat yang telah disediakan di sepanjang dinding aula olahraga, menunggu giliran kami sementara kelas sebelumnya masih tampil.
Aku duduk di kursi lipat dengan perasaan canggung, sesekali memperbaiki rok gaun yang tidak biasa kupakai, sambil memperhatikan panggung.
Lampu di gedung olahraga meredup.
Kemudian—sorotan panggung dan lampu dari lantai 2 gedung menyinari para pemeran yang berdiri di atas panggung.
Pertunjukan pertama dimulai—kelas 1-A menampilkan drama Rashomon.
[TL\n: Rashomon adalah sebuah film Jepang tahun 1950 yang disutradarai oleh Akira Kurosawa, berdasarkan cerita pendek "In a Grove" dan "Rashomon" karya Ryūnosuke Akutagawa. Film ini terkenal karena teknik penceritaannya yang inovatif, di mana satu peristiwa—seorang samurai dibunuh di hutan—diceritakan dari berbagai sudut pandang yang berbeda, termasuk dari saksi, tersangka, korban, dan bahkan arwah korban sendiri.]
Akhirnya... dimulai juga.
Menunggu giliran untuk tampil membuatku merasa tidak tenang.
Melihat orang lain berakting di atas panggung justru semakin membuat rasa gugup ku meningkat.
Kupikir aku sudah berhasil menenangkan diri sampai batas tertentu, tapi kenyataannya berbeda.
Ketika menonton pertunjukan orang lain, waktu 30 menit terasa berlalu begitu cepat.
Saat drama mereka memasuki babak akhir, panitia mengarahkan kami untuk menuju ke belakang panggung.
Yuria, yang berperan sebagai pangeran, serta Umiyama, yang memerankan kurcaci, terlihat sangat tenang, sementara itu, aku tidak bisa menyembunyikan kegugupanku dan terus-menerus mengulang hafalan dialogku dalam hati.
"Haa...rasa percaya diriku semakin menghilang."
Mungkin inilah yang dirasakan Shinji sebelum naik ke dalam Eva.
[TL\n: yang di maksud Ryota tu si Shinji Ikari dari anime Neon Genesis Evangelion sebelum dia masuk ke dalam robot raksasa bernama Evangelion Unit-01.]
Sama seperti Shinji yang dipaksa mengenakan plugsuit yang ketat dan masuk ke dalam Eva meskipun dia tidak menginginkannya, aku pun mengalami hal yang serupa, aku dipaksa memainkan peran utama yang tidak kuinginkan, mengenakan kostum yang sama sekali tidak ingin kupakai.
Mungkin, pada dasarnya, aku memang Shinji.
"Fufu... Ryota-kun kau terlihat sangat gugup."
Sebelum aku menyadarinya, Kuroki sudah berdiri di sebelahku, menatap wajahku sambil mengatakan itu dengan nada menggoda.
Kuroki Rui...penyebab dari semua ini.
Penampilannya secantik Ayanami Rei, tapi kepribadiannya benar-benar seperti Gendou.
[TL\n: masih dari anime yang sama ya. Maksud si Ryota si Kuroki dia terlihat cantik dan tenang di luar, tetapi sebenarnya dia sangat dingin, perhitungan, atau bahkan manipulatif dalam bersikap.]
"Ada apa?"
"Ti-tidak ada apa-apa. Tapi... kalo nanti aku gagal di atas panggung, jangan sekali-kali mengejekku."
"Apa aku terlihat seperti tipe orang yang suka mengejek kegagalan orang lain?"
"Soalnya... Kuroki yang sebenarnya itu penuh perhitungan dan punya sifat buruk."
"Mou~ Aku tidak punya sifat buruk! Aku hanya seorang perfeksionis."
Aku tahu kalo orang ini perfeksionis, tapi demi kesempurnaan itu, kadang-kadang sifatnya benar-benar menyebalkan.
"Kalo dipikir-pikir, begitu pertunjukan dimulai, rasanya waktu akan berlalu dengan cepat, tapi apa kau tetap merasa gugup?"
"Tentu saja! Kau pikir aku ini siapa?"
Aku ini hanyalah seorang yinkya, otaku, dan calon perjaka seumur hidup!
"Eeh? Tapi menurutku, Ryota-kun yang aku kenal lebih berani dari itu."
"Apa?! A-aku?"
"Soalnya, kau adalah laki-laki yang bisa berbicara dengan santai denganku, Yuria, dan juga Airi."
Kalau dipikir-pikir...mungkin aku memang punya sedikit keberanian.
Tapi, alasan terbesar kenapa aku bisa berbicara dengan mereka dengan santai adalah karena aku mengetahui rahasia masing-masing dari mereka...tentu saja, tidak mungkin aku mengatakan itu secara langsung.
"Apa kau tidak bisa lebih percaya diri? Kalo begitu, bagaimana kalo...setelah pertunjukan pertama berhasil, di pertunjukan ke-2 sore nanti, aku memberimu ciuman sungguhan?"
"Apa...?"
K-Kuroki...akan memberiku ciuman sungguhan?
"Bo-bodoh! Jangan bicara yang aneh-aneh! Bahkan di saat seperti ini, kau masih saja mengejek ku, seorang otaku-yinkya—"
"Baiklah, kelas 2-B! Silakan bersiap-siap."
Salah satu panitia festival budaya memanggil kami dengan suara pelan.
"Wa-waktu kita sudah tiba... Hey, Kuroki—"
"Fufu, tadi itu hanya bercanda. Aku hanya ingin sedikit mengalihkan perhatianmu."
"Apa...? Apa-apaan itu..."
Pada akhirnya, sampai detik terakhir sebelum pertunjukan dimulai, aku tetap saja menjadi bahan ejekan Kuroki.
Tapi...sedikit saja...benar-benar hanya sedikit, berkat dia, aku merasa lebih tenang.
"...U-um, terima kasih, Kuroki."
"Sama-sama."
Saat aku mengucapkan terima kasih dengan tulus, dia menerimanya tanpa basa-basi.
Sungguh, dia selalu membuat suasana hatiku kacau.
Sementara pertunjukan sebelumnya selesai dan para pemerannya mulai membereskan perlengkapan, aku melangkah naik ke panggung.
Saat aku berdiri di atas panggung, lampu sorot menyala terang dari atas, dan suara narator perempuan menggema di seluruh aula.
『Dahulu kala...di sebuah kerajaan, hiduplah seorang putri cantik berkulit seputih salju, bernama Putri Salju...』
3 lampu sorot dari lantai 2 langsung tertuju padaku—Putri Salju.
Lebih dari sekadar silau, cahaya ini terasa panas.
Para penonton yang duduk di kursi mereka menatap penampilan cross-dressing ku, dengan ekspresi bingung, seolah tidak yakin dengan apa yang mereka lihat.
Tatapan mereka adalah perpaduan antara kebingungan dan harapan.
Baiklah, lihat saja sepuas kalian... Aku sudah siap menerima ini sebagai bagian dari sejarah kelam hidupku.
Aktingku buruk, nada bicaraku datar, dan suaraku pun tidak cukup lantang.
Tapi tetap saja...aku akan menyelesaikan ini sampai akhir.
Aku hanya perlu melewatinya secepat mungkin dan kembali ke kehidupan normalku!
Saat suara gemuruh penonton mulai mereda, aku pun membuka mulut dan mengucapkan dialog pertamaku.
"E-ehem... Hari-hariku di istana terasa begitu monoton... Tapi aku juga ingin bertemu dengan seorang pangeran berkuda putih suatu hari nanti!"
Mengucapkan kalimat seperti ini di depan umum terasa seperti siksaan.
Tapi, begitu pertunjukan drama dimulai, seperti yang dikatakan Kuroki sebelumnya, perasaanku jauh lebih tenang dari yang kuduga.
Kegelisahan dan kepanikan yang menyelimuti diriku sebelum naik ke panggung lenyap seketika, dan entah kenapa, kata-kataku mengalir dengan alami.
Ternyata, setelah dramanya benar-benar dimulai, aku tidak merasa segugup itu...
Setelah menyelesaikan adegan pembuka yang menggambarkan kehidupan damai Putri Salju, aku segera menuju belakang panggung untuk pergantian adegan.
Adegan berikutnya adalah salah satu bagian paling ikonik—ibu tiri Putri Salju, sang Ratu, berdiri di depan cermin dan bertanya, "Siapakah orang yang paling cantik di dunia?"
Peran Ratu dimainkan oleh Hino, dan dalam adegan ini, Putri Salju tidak muncul, sehingga ada sedikit jeda.
Drama Putri Salju yang dibawakan kelasku terdiri dari 6 adegan utama.
Adegan pertama menampilkan Putri Salju yang hidup damai, serta adegan di mana ibu tirinya, sang Ratu, bertanya kepada cermin.
Kemudian, di bagian tengah, ada adegan di mana sang Ratu memerintahkan seorang pemburu untuk membunuh Putri Salju, tapi pemburu itu malah membiarkannya melarikan diri ke dalam hutan.
Selanjutnya, ada adegan di mana Putri Salju memasuki rumah para kurcaci yang ada di dalam hutan dan mulai tinggal bersama mereka.
Bagian klimaks di penghujung cerita menampilkan sang Ratu yang datang ke rumah para kurcaci dan memberikan apel beracun kepada Putri Salju.
Setelah itu, kisah ini ditutup dengan adegan di mana sang pangeran mencium Putri Salju.
Dengan begitu, adegan besar yang tersisa ada 4, melarikan diri ke hutan, bertemu para kurcaci, memakan apel beracun dan mati.
Yang harus ku lakukan tinggal menunggu pangeran datang mencium ku.
Kalo dipikir-pikir, setelah adegan makan apel, Putri Salju hanya perlu tidur sampai akhir—bisa dibilang dia seperti NEET yang hanya menunggu pangeran datang.
Setelah adegan Ratu selesai, cerita berlanjut ke adegan di tengah hutan.
『Pemburu yang diperintahkan oleh sang Ratu untuk membunuh Putri Salju membawa Putri Salju ke dalam hutan.』
Setelah narasi ini, adegan berganti ke momen di mana sang pemburu membiarkan Putri Salju melarikan diri.
Aku, yang memerankan Putri Salju, ditarik ke atas panggung oleh seorang gadis dari klub olahraga yang berperan sebagai pemburu.
"Ah, betapa malangnya Putri Salju... Aku akan mengatakan kepada sang Ratu kalo kau sudah mati, jadi larilah ke dalam hutan."
"Ba—baik..."
Setelah adegan di mana pemburu membiarkanku pergi, berikutnya adalah adegan yang melibatkan 'dia'...
Ya, sejak latihan pertama, ada satu orang yang meskipun sudah berusaha keras dia tetap sama buruknya denganku dalam hal akting.
7 kurcaci (yang semuanya diperankan oleh gadis-gadis) muncul dari balik panggung.
Dan di antara mereka, seorang gadis berambut merah cerah berdiri di tengah dengan penuh percaya diri—Kurcaci Merah, Airi Umiyama.
Kain tudung merah cerah dan janggut putih menghiasi wajah si kurcaci.
Meski ini adalah pertunjukan yang sebenarnya, tapi tetap saja kancing teratas jaket merah menyala itu terbuka, memperlihatkan belahan dada besarnya.
Meskipun peran laki-laki dan perempuan telah dibalik, sejauh ini semuanya masih berjalan dengan wajar...
Tapi, tiba-tiba saja terasa seperti seorang gravure idol yang muncul di acara pendidikan anak-anak—sangat tidak pada tempatnya.
"Oh, ya ampun? Pakaian indah? Dan wajahnya sangat cantik? Ini... bukankah ini Ryo... eh, maksudku, Putri Salju!? Sungguh sebuah keberuntungan? Karena ini kesempatan langka, silakan bersantai di rumah kami, para kurcaci!"
Airi Umiyama, si gadis berpayudara besar, mengingat dialognya, tetapi setiap kali ada kalimat yang sulit, dia memiringkan kepalanya, dan pada akhirnya dia hampir salah menyebut nama.
Bahkan saat pertunjukan berlangsung, semuanya berantakan!
Adegan kemudian beralih ke Putri Salju yang tinggal di rumah para kurcaci, di mana Putri Salju duduk di kursi dan ke-7 kurcaci melayaninya dengan sepenuh hati.
"Putri Salju, makanannya sudah siap. Ayo, buka mulut."
"Putri Salju? Aku akan memijat bahumu, ya?"
"Putri Salju, mari aku bersihkan telingamu juga."
Padahal dalam cerita aslinya, justru Putri Salju yang mengerjakan pekerjaan rumah, tapi entah bagaimana, rumah 7 kurcaci (yang semuanya perempuan) malah berubah menjadi harem untuknya.
Bagian naskah ini memang dari awal terasa agak aneh... Kenapa malah jadi harem?
『Putri Salju menikmati kehidupan santainya di rumah 7 kurcaci. Namun, pada suatu hari...』
Akhirnya sampai juga ke adegan di mana Putri Salju memakan apel, saat itu, di dalam rumah kurcaci, sang Ratu yang diperankan oleh Hino masuk dengan mengenakan tudung hitam dan menyerahkan apel beracun kepada Putri Salju.
Baiklah, cepat makan apel dan segera tidur saja.
Saat itu—tiba-tiba aku melihat sosok Yuria yang sedang menunggu gilirannya di sisi panggung.
Yuria menatap lurus ke arahku dengan tatapan yang sangat tajam yang sedikit berbeda dari tatapan dingin biasanya.
Yuria, yang sebelumnya mengatakan "Aku akan melakukannya dengan serius", dan kini sorot matanya benar-benar mencerminkan tekad itu.
"Ayo, makanlah."
Aku—alias Putri Salju—menerima apel beracun dari sang Ratu yang menyamar sebagai nenek tua berpakaian hitam.
"Ini adalah ucapan terima kasihku karena kau telah menolongku. Ayo, nona manis, silahkan coba makan apel ini."
Ini sudah klimaks cerita.
Setelah makan ini, aku hanya perlu berbaring di tempat tidur dan menunggu.
"....."
Aku berpura-pura menggigit apel yang ada di tanganku, lalu aku segera memegangi leherku, terhuyung-huyung, dan akhirnya terjatuh ke atas tempat tidur.
Tempat tidur ini dibuat dari matras olahraga dan kardus, dan sekarang saat aku berbaring di sini... baunya benar-benar menyengat... Tidak, serius, ini bau keringat yang luar biasa! Hidungku bisa patah karena ini.
"Kuhihi! Dengan ini, Putri Salju sudah mati! Sekarang, akulah yang paling cantik di dunia! Uryaaa!!"
Hino memainkan perannya sebagai Ratu dengan totalitas penuh, lalu dia keluar panggung dengan penuh kemenangan.
Sementara itu, aku tetap berbaring dengan mata terpejam, menunggu ciuman sang pangeran dalam kegelapan.
Yuria tolong cepat datang.
"──Aku datang ke hutan ini karena aku membiarkan kudaku berlari sesuka hatinya dan entah bagaimana aku sampai di hutan ini. Tapi siapa sangka ada sebuah rumah di tempat seperti ini."
Saat aku berharap agar Yuria segera datang, suara langkah sepatu bot terdengar menggema di atas panggung.
Dari arah penonton, terdengar sorakan riuh yang menggema.
Apa Yuria memiliki banyak penggemar wanita...?
Dalam kehidupan sehari-hari, Yuria adalah gadis dengan paha besar dan gaya gyaru, tapi meskipun kepribadiannya cukup tajam, dia juga memiliki sisi keibuan yang perhatian, mungkin itulah yang menarik banyak perempuan kepadanya.
"Rumah ini memiliki banyak sekali perabotan kecil... Oh? Siapa sangka ada seorang wanita cantik di tempat seperti ini..."
Suara dan langkah kaki Yuria semakin dekat, hingga akhirnya dia menatap langsung ke wajahku.
"....Kau tidak bernapas? Aku harus segera melakukan pernapasan buatan!"
Karena penglihatanku masih gelap, aroma parfum Yuria terasa semakin kuat, membuatku yakin kalo dia kini berada tepat di depanku.
Baiklah, aku akan membuka mataku sedikit... Hm?
Wajah Yuria kini tepat di hadapanku.
Mungkin karena panasnya lampu sorot, butiran keringat membasahi dahinya, matanya yang berkaca-kaca terlihat seolah akan menangis saat menatapku.
"Ryota... Maaf, tolong pejamkan matamu."
Saat menyadari mataku sedikit terbuka, jadi Yuria berbisik pelan dan perlahan mendekatkan wajahnya ke wajahku.
Sorak-sorai terdengar dari para penggemarnya di bangku penonton.
Dari sudut pandang mereka, posisinya cukup menutupi sehingga tidak jelas apakah kami benar-benar berciuman atau tidak.
Bagi mereka, ini seperti Ciuman Schrödinger—sebuah momen yang ada di antara kenyataan dan ilusi.
[TL\n: yah ini plesetan dari eksperimen Schrödinger, kucing dalam kotak, dimana si kucing dalam situasi mati dan hidup di saat bersamaan.]
"......"
Hembusan napas Yuria terasa menggelitik ujung hidungku.
Entah kenapa... wajahnya terasa sangat dekat.
Padahal, saat latihan, kami hanya berpura-pura berciuman sebelum langsung melanjutkan ke dialog berikutnya.
"....Aku tadi berpikir,"
"Hm?"
"Aku selalu menganggap diriku cukup berani. Tapi saat melihat wajahmu, Ryota...aku sadar kalo aku tidak bisa melakukan hal curang seperti ini."
C-curang? Apa maksudnya?
Aku tidak bisa berbicara dengan mata tertutup seperti ini, jadi yang bisa kulakukan hanyalah mendengarkan kata-katanya.
Aku tidak sepenuhnya mengerti apa yang dia maksud, tapi apa mungkin yang tadi itu hanya gumaman Yuria untuk dirinya sendiri?
Lalu tiba-tiba... Aku merasakan sesuatu yang lembut menyentuh pipiku.
Hangat, sedikit lembap, dan begitu lembut... Jangan-jangan...!
"......!!"
Karena sangat terkejut aku langsung melompat dari tempat tidur.
Yang barusan...perasaan lembut yang menyentuh pipiku ini...
Tidak salah lagi... Itu tadi, ciuman, kan?
"Apa kau sudah bangun, tuan putri?"
Yuria tersenyum polos, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Yuria baru saja mencium pipiku dan aku masih terguncang oleh kejadian barusan!
Ketika bibirnya menyentuh kulitku, aku bisa merasakan suhu tubuhnya dari jarak nol, napasnya yang menggelitik, serta kelembutan kulitnya.
Meski itu hanya ciuman di pipiku, bagiku itu hampir sama menggairahkannya dengan ciuman di bibirku, dan meski aku sedang berada di tengan pertunjukan, yang terpikir olehku hanyalah bibir Yuria.
Bi-bibirnya...luar biasa lembut!?
Bahkan ciuman di pipi pun terlalu merangsang untuk seorang pria perjaka seperti ku, jadi hanya itu saja sudah menyebabkan seluruh darah dalam tubuhku mengalir ke bagian bawah tubuhku, tapi untungnya aku sedang mengenakan rok panjang dalam peran ini, jadi tidak ada yang menyadari tonjolan itu.
Kalo aku memainkan peran seorang pangeran, bagian yang menonjol itu pasti akan terlihat sangat jelas dengan celana ketat itu dan aku pasti akan mati secara sosial... Berbahaya, berbahaya.
"Bagaimana perasaan mu?"
"Eh? A-ah..."
Sial! Sekarang giliran dialogku!
"O-oh, Pangeran! Terima kasih banyak. Berkat ciumanmu, aku akhirnya bisa terbangun dari tidur panjang ku."
Meski masih terhanyut dalam kejadian sebelumnya, aku terus melanjutkan aktingku.
Bukan karena gugup, tapi karena pikiranku masih terus terpaku pada bibir Yuria.
"A-aku bersyukur atas pertemuan takdir ini...dan aku bersumpah akan mencintaimu seumur hidupku."
Setelah mengucapkan dialog terakhir, tirai pun tertutup menandakan berakhirnya sesi pertunjukan drama pagi.
★★★
Setelah pertunjukan drama di pagi hari berakhir, ada waktu bebas hingga pertunjukan drama di sore hari dimulai.
Para pemeran yang tampil dalam drama kembali mengenakan seragam mereka dan berpencar untuk menikmati festival budaya.
Tentu saja, ku tidak terkecuali, aku berganti pakaian di toilet dan kembali mengenakan seragam sekolah.
Haa... Aku sudah tidak ingin mempermalukan diriku lebih jauh lagi, tapi aku masih harus menahannya sekali lagi.
Begitu aku selesai berganti pakaian dan keluar dari toilet di gedung olahraga, aku melihat Kuroki dan Umiyama sudah menunggu di depan.
"Selamat datang kembali, Ryota-kun. Terima kasih atas kerja kerasmu."
"Ryota, kau luar biasa tadi!"
"A-ah... Terima kasih."
Bagi mereka mungkin ini hanyalah pujian biasa, tapi bagiku, itu hanya sejarah kelam dalam hidupku, jadi aku tidak bisa benar-benar merasa senang dengan pujian mereka...
"Oh iya, Ryota-kun. Tanaka-san bilang kalo dia ingin sekali kau datang ke maid cafe di kelasnya setelah ini."
"Oh...itu bukan masalah, tapi bagaimana dengan Ichinose?"
"Yuria? Dia ada di belakang gedung olahraga, dia sedang berfoto bersama para penggemarnya. Airi juga ingin berfoto dengannya, tapi penggemarnya terlalu banyak~."
"O-oh, begitu..."
Sekarang aku ingat, setelah pertunjukan selesai, dia langsung dikerumuni oleh para gadis dan dibawa entah ke mana.
Jadi sampai sekarang Yuria belum kembali...
"Ryota, Ryota! Sepertinya Yuria akan lama, jadi ayo kita pergi ke maid cafe yang dikelola kelas Kanade-chan dulu~."
"Eh... Aku harus mengembalikan kostum Putri Salju dulu. Bagaimana kalo kalian pergi saja duluan? Aku akan menyusul kalian setelah aku megembalikan ini."
"Baiklah, mengerti! Ayo, Rui-chan!"
"Ya. Kalo begitu, cepat menyusul kami ya, Ryota-kun?"
Kuroki dan Umiyama masuk ke dalam gedung sekolah bersama.
Sementara itu, aku meletakkan kostum di tempat yang telah ditentukan, lalu menunggu Yuria di samping gedung olahraga.
Tak lama kemudian, sekelompok gadis yang sepertinya adalah penggemar Yuria muncul dari belakang gedung olahraga dan berjalan melewatiku.
"Eh, bukankah itu anak laki-laki yang jadi Putri Salju?"
"Benar juga! Hei, bolehkah kami berfoto denganmu?"
Sekelompok gadis itu mulai mendekat sambil menunjuk ke arahku.
Wah...serius? Aku sudah cukup malu karena drama tadi, dan kalo fotoku sampai di unggah di SNS, habislah aku.
"Tunggu sebentar, itu tidak boleh. Ryota tidak suka difoto."
Yuria, yang kini sudah mengenakan seragam sekolahnya, tiba-tiba muncul dan berdiri di antara aku dan para gadis tersebut.
Sepertinya, dia sudah selesai berganti pakaian, dengan kostum pangerannya tergantung di lengannya dan sepatu bot di tangannya.
"Kalo itu fotoku, silakan saja unggah di SNS sesuka kalian, tapi Ryota ini pemalu. Jadi, tolong jangan lakukan itu."
"Ba-baik! Maafkan kami!"
Begitu Yuria menegur mereka, para penggemarnya yang sepertinya cukup pengertian segera pergi meninggalkan tempat itu.
"Sungguh... Ini semua karena kau terlalu menikmati perhatian mereka, Ryota."
"Apa-apaan itu? Dari mana kesimpulan itu muncul?"
"Wajahmu jelas terlihat tidak keberatan dikelilingi para gadis itu."
"Yah...mungkin sedikit, sih..."
"Sedikit, ya? Astaga, Ryota kau ini memang..."
Yuria menghela napas panjang dengan ekspresi kelelahan.
Apa maksudnya itu...?
"Tapi saat bermain drama tadi, Ryota kelihatan bagus, lho. Aktingmu juga semakin natural, jadi aku merasa tenang saat menontonnya. Berkat itu, aku bisa melakukannya dengan serius."
"...Benarkah?"
"Iya! Padahal sebelum naik ke panggung, aku gugup sekali. Setelah itu, semua orang bilang kalo ekspresi mataku sebelum tampil itu benar-benar tajam dan serius."
Memang, ekspresi mata Yuuriya saat berada di belakang panggung terlihat tajam dan tegang.
"Lalu...tentang ciuman yang aku lakukan padamu tadi..."
"....!?"
Tiba-tiba, Yuriya membahas topik yang sulit untuk ditanggapi.
"A-ah, itu maksudnya sebagai hadiah, mungkin? Soalnya, Ryota kau sudah bekerja sangat keras, tapi kau terlihat sedikit gugup, jadi jadi aku pikir akan mungkin harus membuatmu bahagia sedikit?"
"Oh, begitu ya?"
"Iya, iya! Jadi, itu bukan dalam arti yang aneh atau begimana... Tapi, ngomong-ngomong, Ryota sendiri, apa kau tidak senang dicium olehku?"
Yah, meskipun kau menanyakan itu padaku.
Bagi seorang yinkya dan masih perjaka seperti ku, itu bukan soal senang atau tidak, tapi lebih kepada...
"Entahlah...hanya saja, aku belum pernah dicium sebelumnya, jadi jujur saja, aku merasa berdebar...atau lebih tepatnya, sedikit terangsang."
"H-hah!? Te-terangsang!? Apa yang kau bicarakan!?"
"Tidak, aku hanya mengatakan pendapatku dengan jujur..."
"Su-sudahlah, aku tidak akan melakukan itu lagi!"
Aku tidak tahu pasti, tapi sepertinya aku sudah membuat Yuria marah. Padahal penyebabnya adalah ciuman improvisasi darinya sendiri...tapi kenapa dia jadi kesal begini?
"Hei, Yuria, ngomong-ngomong, semua orang pergi ke maid cafe di kelas Tanaka, jadi kenapa kita tidak cepat-cepat pergi juga?"
"Ma-maid cafe? maid cafe... ya..."
"Ada apa? Apa kau tidak menyukainya?"
"Bukan berarti aku tidak menyukainya, tapi...aku ada kenangan buruk dengan seragam maid."
"Kenangan buruk?"
"Ingat waktu kita berangkat ke sekolah pagi itu, Rui hampir mengatakan sesuatu, kan?"
Itu...apa itu insiden cosplay kafe Yuria yang semua orang sebut sebagai peristiwa menyedihkan?!
"Aku ingin tahu lebih banyak tentang itu!!"
"Kenapa reaksimu seperti itu... Sebenarnya, aku tidak ingin membicarakannya, tapi baiklah."
Yuria menghela napas dan mulai bercerita.
"Sebenarnya, tahun lalu di kafe cosplay, aku seharusnya memakai seragam maid, tapi rok dari seragam maid yang aku beli online ternyata cukup pendek... dan dibandingkan dengan itu, pahaku agak besar, kan?"
Jelas sekali kalo kata agak bukanlah kata yang tepat.
Tidak diragukan lagi, paha Yuria adalah yang paling besar dan seksi di sekolah ini.
"Karena aku sudah membelinya dan aku malas mengembalikannya, aku memakai seragam maid itu pada hari festival budaya, tapi pahaku terlalu menonjol. Guru BP bilang itu terlalu merangsang secara seksual, dan akhirnya aku dilarang cosplay. Aku harus melayani pelanggan dengan seragam olahraga yang biasa... Sungguh, itu sangat buruk."
"Aku mengerti."
Sekarang, semua misteri telah terungkap...
Artinya, paha Yuria harus diberi rating R, ya?
"Ngomong-ngomong, tentang seragam maid itu, apak kau akan memakainya lagi lain kali?"
"Apa kau pikir aku akan memakainya?"
"Ah, maaf. Aku minta maaf."
Dengan tatapan yang penuh dengan niat membunuh yang ditujukan padaku, aku segera meminta maaf. Aku benar-benar ketakutan.
"Ya sudahlah... Aku juga mengerti perasaan Ryota... Kalo lain kali kau datang ke rumahku... mungkin aku akan memakainya untukmu."
"Aku akan datang."
"Tidak, jawaban langsung seperti itu agak menjijikkan."
★★★
Kemudian, tibalah pertunjukan siang hari.
Aku sekali lagi menjadi Putri Salju...
Aku melihat diriku berdandan sebagai wanita untuk ke-2 kalinya hari ini di depan cermin toilet, aku mulai merasa semakin terbiasa, dan itu membuatku semakin membenci diriku sendiri.
Yah, setelah satu pertunjukan lagi, aku tidak akan pernah perlu berdandan seperti ini lagi. Bertahanlah, diriku.
Ketika aku keluar dari toilet pria, pada saat yang sama, siluet hitam muncul dari toilet wanita di sebelah...!
"Oh? Bukankah kau Putri Salju?"
Seorang ksatria hitam muncul, mengenakan pakaian istana hitam pekat dan sepatu bot hitam yang mengeluarkan suara.
Dia membawa pedang panjang di pinggangnya, dan mantel hitamnya berbalik ke arahku.
Wajahnya yang kecil dan sempurna terlalu tampan.
Rambut hitam lurusnya dikumpulkan dan dibiarkan terurai di belakang, dengan poni yang disisir ke atas.
Alisnya yang agak tebal dan tatapannya yang seolah bisa menembus segalanya membuat tulang punggungku merinding.
Ini... adalah kostum pangeran Kuroki Rui.
Desainnya seolah menjadi pasangan dari kostum pangeran putih yang dikenakan Yuria sebelumnya.
"Fufu, Ryota-kun, kau terlalu terkejut."
"Tapi... wajah dan penampilanmu terlalu sempurna, jadi wajar saja kalo aku terkejut."
Kuroki, yang memang memiliki pinggang dan paha yang ramping, terlihat sangat menakjubkan saat berdandan sebagai pria tanpa terlihat aneh.
Inilah manusia sempurna — Kuroki Rui.
"Sekarang, Ryota-kun, ayo kita pergi."
"Ah, ya."
Pertunjukan drama di gedung olahraga juga memasuki sesi siang, dan Putri Salju ke-2 akan segera dimulai.
Karena ini sudah ke-2 kalinya, aku tidak merasa terlalu gugup seperti sebelumnya.
"Hei, Ryota."
Ketika aku sedang mengambil napas dalam-dalam di sisi panggung, Yuria memanggilku dari belakang.
"Bagaimana? Apa kau masih gugup?"
"Tidak. Tidak apa-apa. Ini sudah kedua kalinya."
"Benarkah? Kalo begitu, baiklah... Oh, Ryota, lihat ke sana."
"Hmm?"
Mengikuti arah yang ditunjuk Yuria, aku melihat Umiyama di sisi lain panggung melambai-lambaikan tangannya ke arah kami.
"Umiyama benar-benar santai ya..."
"Itu benar, tapi aku yakin Airi sebenarnya juga gugup."
"Benarkah?"
"Ya. Soalnya, Airi selalu panik saat dipanggil di kelas."
Menurutku, itu hanya karena dia tidak tahu jawabannya.
"Airi dan Rui juga berusaha keras, jadi Ryota, ayo lakukan yang terbaik untuk satu pertunjukan terakhir ini."
"...Ah, ya."
Tidak apa-apa. Pertunjukan Putri Salju pertama berjalan sempurna tanpa ada dialog yang terlewat.
Aku hanya perlu melakukan hal yang sama. Tidak ada yang perlu ditakutkan.
『Selanjutnya, Putri Salju dengan peran terbalik dari kelas 2-B.』
Setelah pengumuman dari pembawa acara, aku menatap ke arah panggung.
"Yuria... aku pergi dulu."
"Ya, semangat!"
Aku melangkah ke panggung dan bergerak ke tengah.
Entah itu karena aku lebih percaya diri dari sebelumnya, atau karena sudah terbiasa berdandan sebagai wanita, langkahku terlihat lebih natural.
『Dahulu kala...di sebuah kerajaan, hiduplah seorang putri cantik berkulit seputih salju, bernama Putri Salju...』
Seperti pertunjukan pertama, 3 lampu sorot dari lantai 2 menyinari aku yang berperan sebagai Putri Salju.
Lampu sorot yang awalnya sangat mengganggu, sekarang tidak terlalu terasa untuk kedua kalinya.
Penonton kali ini jauh lebih banyak daripada pertunjukan pertama.
Semua kursi terisi penuh, dan bahkan ada siswa yang berdiri untuk menonton.
Inikah yang disebut efek Kuroki Rui...?
Dengan mempromosikan Yuria sebagai pangeran di pagi hari dan menampilkan Kuroki Rui, yang paling populer di sekolah, di siang hari, mereka berhasil menarik perhatian sebanyak ini.
Aku mulai mengerti kenapa mereka ingin menggunakan sistem double cast.
Tekanannya besar, tapi anehnya aku merasa tenang.
Keberhasilan pertunjukan pertama memberiku kepercayaan diri yang besar.
Baiklah... aku bisa melakukan ini.
"Hari-hariku di istana terasa begitu monoton... Tapi aku juga ingin bertemu dengan seorang pangeran berkuda putih suatu hari nanti!"
Mungkin kali ini aku berbicara dengan nada yang lebih tenang daripada pertunjukan pertama.
Sambil merasakan pertumbuhan dalam diriku, aku menyelesaikan 2 adegan awal dan memasuki adegan hutan di bagian tengah cerita.
『Pemburu yang diperintahkan oleh sang Ratu untuk membunuh Putri Salju membawa Putri Salju ke dalam hutan.』
"Ah, betapa malangnya Putri Salju... Aku akan mengatakan kepada sang Ratu kalo kau sudah mati, jadi larilah ke dalam hutan."
"Terima kasih..."
Putri Salju berjalan memasuki hutan, dan selanjutnya akan bertemu dengan ke-7 kurcaci yang dipimpin oleh Umiyama.
Aku melirik ke arah panggung, dan Umiyama mengangguk.
"Oh, betapa cantiknya kau...!"
Saat ke-7 kurcaci muncul di panggung, terdengar bunyi 'pucit' dan benda plastik berguling-guling di panggung.
Meskipun mungkin tidak terdengar oleh penonton, semua orang yang ada di panggung langsung terbelalak karena terkejut.
"Eh... a-apa ini?"
Ya, kancing baju kurcaci merah yang dipakai Umiyama, tepatnya kancing kedua dari atas, terlepas.
Aku sudah lama khawatir apa pakaiannya itu akan mampu menahan ukurannya payudaranya yang begitu besar, tapi aku tidak pernah berpikir kalo itu akan mencapai batasnya di saat seperti ini...
Padahal kancing atas saja sudah tidak bisa ditutup, sekarang kancing ke-2 juga lepas. Payudaranya yang putih dan montok yang biasanya tersembunyi di balik seragam sekolahnya sekarang terlihat jelas, ditambah lagi, tali bra bermotif bunga yang hanya bisa terlihat kalo jaraknya cukup dekat.
Pembuluh darah di belahan payudaranya terlihat samar-samar, membuatnya terlihat sangat erotis.
Aku senang aku mengenakan rok hari ini. Kalo aku memakai celana, aku pasti akan mati secara sosial.
Wajah Umiyama langsung memerah padam. Warnanya sudah semerah kostumnya....
Biasanya aku akan senang melihat pemandangan pervert ini, tapi...kali ini aku merasa kasihan padanya.
Ini sudah bukan lagi kurcaci berpayudara besar, tapi ini lebih mirip seorang eksibisionis.
[TL\n: Eksibisionis adalah seseorang yang memiliki dorongan atau kecenderungan untuk menunjukkan bagian tubuhnya, terutama alat kelamin, kepada orang lain di tempat umum.]
Aku melirik ke arah penonton dan terlihat jelas mereka sedang berusaha menyembunyikan rasa terkejut mereka.
Aku ingin sekali membantunya, tapi tidak ada cara lain selain melanjutkan pertunjukan.
"Oh, ya ampun? Pakaian indah? Dan wajahnya sangat cantik? Ini bukankah ini Putri Salju!? Sungguh sebuah keberuntungan? Karena ini kesempatan langka, silakan bersantai di rumah kami, para kurcaci!"
Meskipun Umiyama terlihat gugup dan membacakan dialog dengan kaku, dia tetap berusaha melanjutkan perannya, aku kagum dengan profesionalitasnya.
Putri Salju segera masuk ke harem para kurcaci seperti sebelumnya, tapi, karena malu, Umiyama terus menutupi payudaranya dengan tangannya dan memijat bahuku.
"Ryota...jangan terlalu sering melihat payudara Airi.”
Umiyama mengatakan itu dengan pelan dari belakang sambil memijat bahuku.
Mau bagaimana lagi, aku tetap akan melihat.
Berkat kerja keras Umiyama, adegan Harem Putri Salju bisa berjalan lancar.
"Putri Salju, kami akan pergi bekerja. Jadi tolong jagakan rumah."
"Baiklah... hati-hati semua."
Adegan antara aku dan para kurcaci selesai, dan cerita pun menuju klimaks.
"Maaf. Aku sedang terluka. Aku ingin tahu apa kau bisa membantu ku."
Ratu yang diperankan oleh Hino memasuki rumah kurcaci.
Dan seperti biasa, ada sebuah apel beracun yang diberikan kepada Putri Salju oleh sang Ratu yang diperankan oleh Hino.
Setelah aku makan ini...maka yang tersisa hanyalah adegan terakhir.
Kuroki, yang berada di sisi panggung, menatapku dengan senyum tipis di wajahnya.
Aku tidak tahu apa yang diia pikirkan dalam hatinya...tapi meskipun begitu, yang bisa kulakukan hanyalah menutup mataku.
Aku berpura-pura menggigit apel itu sekali lagi, aku berpura-pura terhuyung-huyung dan berbaring di tempat tidur sambil menutup mata.
"Kuhihi! Sekarang Putri Salju sudah matiiiiiiii! Apel beracunku adalah yang terbaik di duniiiaaaaa!!"
Aku ingin tahu apa dialog telah berubah dengan yang pertama kali.
Ketika sang Ratu yang diperankan Hino meninggalkan panggung, suara langkah sepatu bot bergema menggantikannya.
Terdengar suara langkah kaki yang mendekat.
" " " " "Woooooooh!!" " " " "
Sorakan penuh semangat dari penonton sampai ke panggung.
Kehadirannya bisa tetap ku rasakan bahkan dengan mata tertutup.
Akhirnya, Kuroki Rui naik ke panggung.
"Haah... Aku datang ke hutan ini karena aku membiarkan kudaku berlari sesuka hatinya dan entah bagaimana aku sampai di hutan ini. Tapi siapa sangka ada sebuah rumah di tempat seperti ini."
Kemampuan aktingnya yang luar biasa sudah terlihat sejak latihan.
Kuroki benar-benar menyatu dengan karakternya.
Inilah akting Kuroki yang selalu mengejar kesempurnaan...
Aku, meski dengan mata tertutup, aki merasa kewalahan.
Kalo dibandingkan dengan aktingku, perbedaannya seperti langit dan bumi...
Akting selanjutnya... pasti tidak masalah, kan?
Mau tak mau aku jadi sangat khawatir dengan adegan dialog antara Pangeran dan Putri Salju selanjutnya.
Aku tidak yakin kalo aku bisa mengimbangi kemampuan akting Kuroki Rui...
"Oh? Ada wanita cantik di tempat seperti ini?"
Dalam kegelapan, aku bisa merasakan langkah sepatu bot yang semakin mendekatiku.
Da-datang... dia datang.
Detak jantungku semakin cepat.
Ini bukan sekadar rasa gugup, melainkan lebih mirip kecemasan.
Setelah ciuman selesai, giliranku untuk berakting.
"Apa!? Dia tidak bernapas! Ini buruk, aku harus segera melakukan pernapasan buatan!"
Aku bisa mencium aroma Kuroki yang semakin dekat.
Wanginya segar, seperti buah-buahan yang menyegarkan.
Lalu, aku membuka mataku sedikit.
Kuroki... dengan 'sempurna' berpura-pura melakukan ciuman.
Wajahnya mendekat, tapi tentu saja bibirnya tidak menyentuh bibirku.
Dari penonton, terdengar suara riuh rendah, tapi pasti semua orang menyadari kalo ini hanya 'pura-pura'.
Ya, kami hanya berpura-pura melakukan ciuman.
Dia yang selalu mengejar kesempurnaan jadi dia tidak akan merusak akting 'sempurna'-nya di sini.
Kesempurnaan yang dia tuju pasti seperti itu.
Wajah Kuroki perlahan menjauh.
Bersamaan dengan itu, aku bangkit dari tempat tidur.
"...Apa kau sudah bangun Putri?"
Kuroki...memang seorang perfeksionis, dan dia benar-benar masuk ke dalam perannya.
Kalau begitu, aku juga harus merespons kesempurnaannya itu.
"Oh, terima kasih, Pangeran. Berkat ciumanmu, aku bisa terbangun—"
Saat itulah terjadi.
Di tengah-tengah aku mengucapkan dialogku, tiba-tiba lampu panggung padam.
"Eh..."
Karena lampu yang tiba-tiba padam, aku merasa gugup dan berhenti sejenak dari mengucapkan dialogku.
Pastinya ini bukan bagian dari pertunjukan.
Ketika aku melihat ke arah sisi panggung, bahkan dalam kegelapan aku dapat merasakan kalk para siswa yang bertugas di belakang panggung panik dan berlarian.
Mungkin ada sekring listrik yang turun atau mungkin ada kesalahan operasional... Aku tidak tau penyebab pastinya, tapi menurut ku sebaiknya kami menunggu sampai lampu kembali menyala.
"Kuroki, mari kita tunggu sampai lampunya kembali menyala."
Aku membisikkan hal itu kepada Kuroki, yang berdiri di depanku, tapi dia tidak menjawab.
Yah, ini Kuroki, pasti dia sudah memahami situasinya dengan tenang, jadi tidak perlu khawatir.
Setelah menunggu beberapa saat, lampu panggung perlahan menyala kembali dan menerangi panggung sekali lagi.
Penonton yang tadinya terlihat bingung pun langsung tenang begitu panggung kembali terang.
Sepertinya sudah tidak apa-apa sekarang, jadi aku akan memulai dialogku dari awal lagi dan mencoba lagi.
"Oh, terima kasih, Pangeran. Berkat ciumanmu, aku bisa terbangun—"
"......."
Huh? Kuroki...?
Biasanya, Kuroki akan membalas dialogku dengan, "Kau tidak perlu berterima kasih. Aku hanya terpesona oleh kecantikanmu", dan kita akan masuk ke adegan pertunangan terakhir... tapi entah kenapa, Kuroki tetap berdiri diam di depan tempat tidur.
...Jangan-jangan dia lupa dialognya?
Tunggu, tunggu. Ini Kuroki Rui yang kita bicarakan. Dia lupa dialognya? Itu... tidak mungkin, kan?
Kalo diperhatikan lebih dekat, keringat mengalir di dahi Kuroki.
Ekspresinya tetap tegas tanpa menunjukkan kebingungan, tapi entah kenapa...di mataku, dia terlihat seperti sedang dalam kesulitan.
Tapi, karena Kuroki Rui yang selalu terlihat sempurna, aku tidak tau apa dia benar-benar lupa dialog atau ini adalah bagian dari aktingnya.
Tapi...kalo memang Kuroki lupa dialog berikutnya, tidak ada cara lain selain aku yang memberitahukannya saat ini juga.
Masalahnya adalah bagaimana cara menyampaikannya.
Aku bisa mengucapkannya dengan suara yang pelan sehingga Kuroki bisa mendengarnya, tapi jarak antara panggung dan penonton cukup dekat, sehingga meskipun aku mengucapkannya dengan suara yang pelan, itu mungkin akan masih terdengar oleh penonton, dan kalo itu terjadi, fakta kalo 'Kuroki lupa dialog' akan tersebar ke penonton.
Hal itu bisa melukai harga diri Kuroki Rui yang perfeksionis.
Kalo begitu, mungkin aku bisa mencoba mengimprovisasi dialog untuk menyelamatkan situasi...tapi tidak, itu juga bukan ide yang baik.
Kalo Kuroki sedang panik, improvisasi seperti itu hanya akan membuatnya semakin gugup.
Pertama-tama, aku harus menenangkan Kuroki dan memastikan cerita berjalan sesuai skenario.
Dalam situasi seperti ini, hanya ada satu cara untuk menyampaikan dialog tanpa terdengar oleh penonton, dan itu harus dilakukan dari jarak yang sangat dekat.
Dengan tekad bulat, aku perlahan bangkit dari tempat tidur, meraih bahu Kuroki di depanku, dan mendorongnya ke tempat tidur.
Kemudian, sambil mendekatkan wajahku padanya seolah-olah aku akan menciumnya, aku menggunakan rambut panjang wigku seperti tirai untuk menyembunyikan wajah kami dari pandangan sisi panggung.
Tentu saja, baik dari penonton maupun sisi panggung, terdengar suara riuh rendah.
Bagus, dengan ini, fakta kalk Kuroki lupa dialognya tidak akan diketahui oleh penonton maupun teman-teman sekelas.
Mereka hanya akan mengira kalk aku melakukan improvisasi dengan mendorong Kuroki karena situasi yang spontan.
"Ryo...ta-kun?"
Dengan jarak yang begitu dekat hingga wajah kami hampir bersentuhan, aku menatap Kuroki tanpa rasa malu.
"Kuroki, apa kau baik-baik saja? Dialogmu berikutnya adalah, 'Kau tidak perlu berterima kasih. Aku hanya terpesona oleh kecantikanmu', Setelah kita bangun, langsung lanjutkan aktingmu seperti semula. Agar kesempurnaanmu tetap utuh, oke?"
"Milikku...."
Kuroki tersenyum lembut dan mencoba bangun sendiri, jadi aku mundur dan berdiri berhadapan dengannya.
Akhirnya, kami bisa masuk ke adegan pertunangan terakhir.
Pada satu titik aku bertanya-tanya apa yang akan terjadi, tapi entah bagaimana semuanya berjalan lancar.
"Fufu, aku tidak menyangka Putri memberiku ciuman yang begitu penuh gairah... ini adalah kebahagiaan yang tiada tara."
...Hah? Apa-apaan dialog gadis ini! Kami tidak benar-benar berciuman!
Komentar Kuroki tentang ciuman membuat penonton semakin bersemangat.
Hey, hey, hey, bahkan di pertunjukan pagi tadi, Putri tidak sampai mendorong Pangeran, jadi sekarang benar-benar terlihat seperti kami berciuman!
Saat aku melirik ke arah sisi panggung, Yuria dan Umiyama mengerutkan alis mereka dan menatapku dengan tajam.
Ah...ini mungkin akan jadi masalah setelah pertunjukan selesai.
"Kau tidak perlu berterima kasih karena aku telah menolongmu. Aku hanya terpesona oleh kecantikanmu."
Tapi, Kuroki benar-benar sudah kembali ke performa terbaiknya.
Seolah-olah lupa dialog tadi adalah bagian dari aktingnya... yah, dengan begini, tidak ada yang akan menyangka Kuroki lupa dialog, jadi terserahlah.
"Atas pertemuan takdir ini, aku bersumpah untuk mencintaimu seumur hidupku."
Ketika aku mengucapkan adegan pertunangan terakhir, akhirnya pertunjukan drama pun berakhir.
★★★
Setelah pertunjukan drama selesai, tidak perlu dijelaskan secara detail.
Aku dihujani celaan dari teman-teman perempuan kelasku seperti, "Izumiya-kun, kau keterlaluan!" sementara teman-teman laki-laki memaki dengan, "Jangan main-main!" dan "Jangan terbawa suasana!"... sungguh, hari yang melelahkan.
Belum lagi Yuria yang bilang, "Setelah kau ganti baju, nanti kau harus menjelaskan semuanya dengan detail." Ah, menyeramkan.
Tapi, tidak ada yang menyebutkan kalo Kuroki lupa dialognya. Dengan kata lain, kesempurnaan Kuroki tetap terjaga.
Pada akhirnya, kalo hanya aku yang menjadi sasaran kemarahan, maka itu sudah cukup baik.
Setelah mengembalikan kostum Putri Salju ke penanggung jawab kostum kelas, aku menuju ke pintu masuk gedung olahraga tempat Yuria dan yang lainnya menunggu.
"Ah, maaf membuat kalian menunggu...eh?"
Dengan perasaan canggung, aku mendatangi pintu masuk gedung olahraga, tapi yang menunggu di sana hanya Kuroki.
Kuroki, yang sudah berganti seragam, tersenyum kecil dan mendekatiku.
"Aku sudah meminta Yuria dan Airi untuk menunggu di atap. Kita akan membeli berbagai makanan dan merayakannya di atap."
"Ah, begitu...kalo begitu, kita harus cepat-cepat membeli sesuatu."
Saat aku mulai berjalan pergi, Kuroki dengan lembut meraih tanganku dan menghentikanku.
"Ryota-kun, ayo kita mampir sebentar ke kelas, kita perlu bicara."
★★★
Karena Kelas 2 B megadakan pertunjukan drama di gedung olahraga, jadi ruang kelas kami dikunci, tetapi karena Kuroki adalah ketua kelas, dia memiliki kunci ruang kelas.
"Ke-kenapa kita harus berbicara di kelas?"
"......"
"Hey, Kuroki."
Mengabaikanku, Kuroki membuka kunci dan langsung masuk ke dalam.
Aku pun mengikutinya dengan enggan.
Setelah masuk, Kuroki duduk di kursinya, dan aku duduk di kursiku di sebelah kirinya seperti biasa.
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?"
"Kau sudah tahu, kan?"
"Ya, ya, aku bisa menebaknya."
"Fufu. Kalo begitu, pertama-tama...terima kasih sudah membantuku, Ryota-kun."
Kuroki menatapku langsung sambil mengucapkan kata-kata terima kasih.
"Jadi...kau benar-benar lupa dialognya?"
"Entahlah?"
"Entahlah? Hey, apa kau tahu betapa paniknya aku saat itu?"
"Fufu, tapi...sungguh, terima kasih, Ryota-kun."
Dia mengucapkan terima kasih dengan sangat jujur, jadi aku memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh.
Kalo itu semua adalah akting yang disengaja, kurasa dia tidak akan mengucapkan terima kasih sejujur itu.
"Aku selalu diselamatkan olehmu, Ryota-kun."
"Selalu? Maksudmu, saat acara kelulusan SMP kelas 2 dulu?"
"Apa kau tahu? Ah, apa kau mendengar itu dari Tanaka-san, anggota klub siaran?"
"Ya, kurang lebih. Waktu itu, Kuroki, kau lupa membawa naskah pidato perpisahan untuk siswa kelas 3 kan? Tapi saat itu, aku pingsan karena sakit, jadi acaranya dihentikan dan naskahnya bisa di serahkan padamu."
"Iya. Benar sekali."
Aku cukup terkejut karena itu adalah kesalahan yang jarang terjadi pada Kuroki Rui, yang selalu mengejar kesempurnaan dan yang lebih mengejutkan, aku secara tidak sadar telah membantunya untuk menyelesaikan kesalahannya itu.
"Meskipun aku sudah menjadi ketua OSIS, saat itu aku terlalu sibuk dengan kegiatan klub sampai aku tidak sempat melihat isi pidato perpisahan. Jadi, ketika aku menyadari naskahnya tidak ada di saku seragamku, aku merasa putus asa. Aku pikir citra sempurna yang telah kubangun selama ini akan hancur di depan semua orang...itu saat aku paling panik seumur hidupku."
Bahkan Kuroki pun bisa merasa panik, ya.
"Tapi pada akhirnya, berkat Ryota-kun, aku selamat. Jadi, kesempurnaanku sekarang ini adalah berkatmu. Kalo saat itu aku gagal dan kehilangan kepercayaan diri, mungkin aku tidak akan menjadi diriku yang sekarang."
"...Kuroki."
"Jadi, terima kasih sekali lagi, Ryota-kun."
"...Ah, jangan! Aku tidak melakukannya dengan sengaja, kok."
Mau tak mau aku jadi merasa malu dihadapkan dengan ucapan terima kasih dan senyuman tulusnya.
"Muncul lagi, sifat tsundere-nya."
"Aku bukan seorang tsundere!"
Ketika aku membantah, Kuroki tertawa kecil.
Ah, sungguh, bagian mana dari diriku yang tsundere?
"Tapi itu bukan satu-satunya saat Ryota-kun membantuku, lho."
"Hah? Selain itu, aku tidak ingat pernah..."
"Benar, kan? Soalnya yang satu lagi...itu saat kita masih SD."
"SD? Tapi kita beda sekolah, kan?"
"Benar, tapi... coba ingat lagi? Cerita tentang 'kucing' yang pernah kubicarakan."
Cerita tentang kucing... Ah, Kuroki pernah bilang kalo dia pernah memelihara kucing, tapi... eh?
"Maksudmu cerita tentang kucing yang kabur di tempat parkir parkir bertingkat di depan stasiun di kota berikutnya?"
"Iya. Terakhir kali aku menceritakan ini padamu, kau tidak bereaksi jadi aku tidak mengatakan apa-apa, tapi... sebenarnya, anak laki-laki yang menyelamatkan kucingku saat itu adalah kau, Ryota-kun."
"Hah...eh, a-aku!?"
Anak laki-laki yang menyelamatkan kucing Kuroki adalah aku!?
Bukan saja aku tidak bisa memahami ceritanya sama sekali, tapi aku bahkan tidak bisa mengingat kejadian yang dia katakan padaku.
Ya, memang saat SD aku sering pergi ke kota sebelah karena urusan orang tuaku, tapi... apa benar ada kejadian seperti itu?
"Aku benar-benar tidak ingat, tapi kalo dipikir-pikir, sepertinya ada... atau tidak...?"
"Eh, Ryota-kun, waktu SD, kau punya kebiasaan lupa melepas name tag setelah pulang sekolah, kan?"
"Eh...! Kenapa kau tahu itu?"
Seperti yang Kuroki katakan, saat aku masih SD, aku punya kebiasaan lupa untuk melepas name tag yang kupakai di dadaku, dan memang benar aku punya kebiasaan membiarkannya bahkan sepulang sekolah saat aku keluar untuk bermain.
Ketika aku masih di SD, aku selalu dimarahi oleh guru kelasku dan orang tua ku karena hal ini.
Tapi kalo dia tahu itu, berarti...
"Jadi, mungkin di name tag anak laki-laki yang menyelamatkan kucing mu itu...ada namaku?"
"Iya. Namamu tertulis jelas di sana. 'Izumiya Ryota'. Dalam hiragana."
Meski kebenarannya tidak pasti, tapi dari bukti-bukti yang ada, sepertinya memang aku yang benar-benar membantunya.
Untuk bisa langsung melihat name tag di dada orang lain dan menghafal namanya... Ingatan Kuroki sangat luar biasa.
"Waktu itu, aku sangat panik dan hampir menangis karena kucingku kabur akibat kesalahanku. Tapi karena Ryota-kun menangkapnya, aku diselamatkan..."
Kuroki mengingat kenangan itu dengan penuh perasaan sambil menatapku dengan tatapan lembut.
"Tapi siapa sangka, beberapa tahun kemudian di SMP, aku kembali diselamatkan oleh 'Izumiya Ryota'-kun? Aku sama sekali tidak menyangka itu."
Aku tidak pernah menyangka kalo orang seperti ku, yang biasanya tidak menonjol, bisa menyelamatkan Kuroki Rui 2 kali... Meski aku melakukanya tanpa sadar, masa laluku benar-benar luar biasa.
Karena menyelamatkannya saat itu, sekarang kita bisa seperti ini...
"Eh, tunggu, ini agak aneh, kan? Kuroki sudah tahu namaku sejak sebelum masuk SMP, kan? Lalu kenapa baru sekarang, saat kita kelas 2 SMA, kau baru mulai berbicara denganku?"
"I-itu...aku tidak bisa mengesampingkan kemungkinan ada orang lain dengan nama yang sama, dan juga saat itu aku masih terlalu polos, belum sempurna dalam hal itu."
Itu adalah pernyataan paling membingungkan yang pernah Kuroki Rui ucapkan. Hal apa yang dia maksud dengan 'itu'?
Yah, sebenarnya aku tidak terlalu peduli apakah dia berbicara denganku atau tidak, jadi tidak masalah.
"Oke! Cerita masa laluku sudah selesai!"
"Selesai?"
"Tapi sekarang kau sudah mengerti maksud dari kata-kataku sebelumnya, kan? 'Aku membutuhkan Ryota-kun agar tetap sempurna'? Aku merasa, bersama Ryota-kun...aku bisa tetap menjadi diriku yang sempurna selamanya. Selamanya, untuk selamanya, seumur hidupku..."
Seumur hidup...wah, ini sudah keterlaluan.
"Jadi, Ryota-kun...aku ingin kau tetap di sampingku, oke?"
"Eh? Di samping...?"
Apa ini...bisa dibilang pengakuan cinta!?
Apa ini berarti...aku akan pacaran dengan Kuroki!?
Tidak, tidak! Tunggu dulu!
Tentu saja, Aku juga senang bisa berpacaran dengan gadis super cantik seperti Kuroki, tapi mentalku masih belum siap untuk tiba-tiba menjalin hubungan seperti itu dengannya!
"Ryota-kun..."
Kuroki bergumam pelan, lalu perlahan mendekatkan wajahnya ke telingaku.
Jaraknya begitu dekat hingga napas manis Kuroki menyentuh kulitku.
Daun telingaku sangat panas dan aku bisa tau kalo wajahku pasti merah bahkan tanpa melihatnya.
Ini buruk, jarak seperti ini... pasti dia akan menciumku!
Dari pengakuan cinta tadi, 'Aku ingin kau tetap di sampingku', langsung ke ciuman yang berani.
Meski semuanya terjadi terlalu cepat dan pikiranku belum bisa mengimbangi, ini menunjukkan betapa perasaan Kuroki tertuju padaku.
Aku tidak pernah menyangka, Kuroki...begitu peduli padaku.
Kalo Kuroki Rui sudah sampai sejauh ini, bahkan orang seperti aku, seorang yinkya pecinta anime, harus mengambil keputusan.
Aku mengerti, Kuroki... aku akan menerima perasaanmu dengan sepenuh hati!
Dengan canggung, aku mengerucutkan bibirku dan menutup mata, lalu Kuroki semakin mendekat... dan...!
"Pemilihan ketua OSIS tahun ini—kalo aku terpilih sebagai ketua OSIS, aku ingin Ryota-kun menjadi wakil ketua."
"...Hah?"
Alih-alih ciuman yang kuharapkan, yang kuroki bisikan di telingaku adalah permintaan yang seakan memukul kepalaku.
"A-aku...menjadi wakil ketua OSIS!?"
Aku merasa sesuatu yang luar biasa akan segera dimulai.