> CHAPTER 9

CHAPTER 9

 Kamu saat ini sedang membaca  Kanojo ni uwaki sa rete ita ore ga, shōakumana kōhai ni natsuka rete imasu  volume 3,  Chapter 9. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw


 AISAKA REINA


"Aku tidak menyangka Yuta-kun yang akan menghubungi lebih dulu."

Reina berkata begitu sambil membiarkan rambut abu-abu ashnya tertiup angin.

Warna rambutnya sama seperti Toudou dulu, tapi kini sedikit lebih terang.

Melihat warna yang lebih mencolok dibanding saat kami masih bersama, aku secara refleks mengalihkan pandangan sejenak.

"Maaf karena kemarin aku pulang lebih dulu."

Saat aku meminta maaf, Reina terlihat terkejut dan sedikit membuka mulutnya.

"Tidak, sama sekali tidak masalah... Kalo berada di posisimu, wajar saja kalo seseorang akan marah."

Reina mengulas senyum kecil, meski alisnya membentuk ekspresi ragu.

Lalu, dia memandang sekeliling dengan tatapan penuh nostalgia.

Kami bertemu di sebuah taman kecil, tersembunyi di dalam area perumahan. 

Taman ini berada dekat dengan apartemen Reina, dan saat hari mulai gelap, hampir tak ada orang yang datang ke sini.

Bahkan bagi Reina, yang tinggal di sekitar sini, tempat ini baru ditemukan secara kebetulan saat kami berjalan-jalan tanpa tujuan.

Di taman kecil ini, hanya ada satu bangku, tapi saat masih bersama, kami sering beristirahat di sini.

Saat kenangan itu melintas di benakku, Reina kembali berbicara.

"Tempat ini...rasanya sudah lama sekali."

Mungkin sudah sekitar 6 bulan sejak terakhir kali kami ke sini.

Tidak heran kalo itu terasa begitu nostalgia.

"Ya...benar."

Saat aku mengiyakan, Reina pun duduk di bangku itu.

"Aku juga, setelah pulang kemarin, merasa menyesal. Seharusnya aku bisa mengatakannya dengan cara yang lebih baik. Tapi saat berhadapan langsung dengan Yūta-kun, aku merasa gugup, dan akhirnya berbicara tanpa sempat menyusun pikiranku dengan baik."


"Aku mengerti, aku juga sering mengalami hal seperti itu."


Tidak peduli seberapa banyak aku memikirkannya sebelumnya, saat gugup, segalanya bisa menghilang dari kepala. 


Terlebih lagi, ini bukanlah sebuah kuliah atau presentasi, melainkan sesuatu yang bersifat pribadi. 


Ada batasan dalam seberapa jauh seseorang bisa berlatih di dalam pikirannya.


"Kemarin, Natsuki bilang kalo dia merasa bersalah. Dia tidak bermaksud membuatmu merasa tidak nyaman."


"Ah..."


Baik saat di kelas maupun di kedai ramen.


Sikap Natsuki yang sedikit kaku memang membuatku berpikir, tapi sekarang, aku justru merasa berterima kasih.


Sejak masuk kuliah, tidak ada orang seperti Natsuki yang dengan tajam menunjukkan kekuranganku.


Memang, Ayaka sesekali menegurku, tapi dalam kata-katanya selalu tersirat rasa kasih sayang, sehingga aku jarang merasa tertekan.


Sikap dingin seperti yang ditunjukkan Natsuki, kalo dipikirkan dalam jangka panjang, mungkin justru dapat membantuku menjadi pribadi yang lebih baik.


Aku duduk di sebelah Reina dan berkata,


"Aku tidak terlalu memikirkannya. Bilang saja padanya kalo aku akan senang kalo kita bisa berinteraksi seperti biasa lagi."


"Baik, akan kusampaikan."


Mendengar jawabanku, Reina tersenyum tipis.


"Aku dan Natsuki sudah berteman sejak SMP. Saat masih di SMP dan SMA, kami selalu berada di grup yang sama, jadi hubungan kami sangat dekat."


"Ya, aku bisa melihat itu. Aku memang baru mulai sering berbicara dengannya belakangan ini, tapi aku tahu kalo dia selalu ada di pihakmu."


Saat aku mengatakan itu, Reina mengangguk kecil.


"Benar juga. Mungkin posisinya sama seperti Ayaka-san bagi Yūta-kun."


"Kalau begitu...itu masuk akal."


Kalo bukan karena keberadaan Reina, mungkin Natsuki tidak akan repot-repot mengungkapkan pendapatnya tentang cara hidupku.


Wajar kalo seseorang memiliki satu atau 2 hal yang mengganggu dari teman mereka. 


Tapi, Natsuki tampaknya tipe orang yang lebih memilih menyimpan hal itu untuk dirinya sendiri dan tetap menjaga hubungan baik.


Hal itu bisa dilihat dari bagaimana dia tetap mempertahankan jaringan pertemanannya yang luas, meskipun memiliki pandangan tertentu tentang kelompok Green.


Tapi dalam kasusku, dia memilih untuk mengungkapkan pikirannya. 


Itu berarti ada sesuatu yang lebih penting baginya dibanding menjaga posisinya sendiri—dan kemungkinan besar, hal itu adalah Reina.


"Kau punya teman yang baik."


"Ya. Saat kita masih bersama, aku beberapa kali menceritakan tentang Natsuki."


Aku sedikit terkejut, dan Reina segera menambahkan,


"Aku memang tidak pernah menyebut namanya. Aku hanya bilang 'temanku', jadi wajar kalo kau tidak menyadarinya."


"Luar biasa, dia ternyata cukup emosional."


Shinohara juga pernah mengatakan hal yang sama.


Saat pertama kali bertemu dalam pesta pertemuan saat Natal, aku tidak menyadarinya. 


Bahkan setelahnya, aku baru menyadari hal itu ketika hubunganku dengan Reina ikut terlibat.


Mungkin karena saat itu, Natsuki belum benar-benar membuka dirinya padaku.


Saat aku tengah berpikir, Reina kembali berbicara.


Anting di telinganya berkilauan saat tertimpa cahaya.


"Kalo Yuta-kun tidak keberatan...butuh waktu, tapi maukah kau mendengarkannya?"


───Tentu saja.


Itulah alasan aku datang menemui Reina hari ini.


Saat aku mengangguk, Reina tersenyum kecil lalu menatap ke langit. 


Aku pun mengikuti pandangannya, menatap langit malam. 


Saat mencoba mencari bintang yang redup tertelan cahaya kota, Reina tertawa kecil.


"Aku merasa agak gugup."


Setelah mengatakan itu, dia perlahan mulai berbicara.


Dengan suara yang tenang, seakan menimbang setiap kata dengan hati-hati.



◇◆ POV REINA ◇◆


"Aku yang akan membuatmu bahagia."


Aku sendiri terkejut dengan jawaban yang keluar dari mulutku.


Sudah berapa lama sejak terakhir kali aku menerima sebuah pernyataan cinta? 


Setidaknya, jika dihitung sejak aku mulai belajar untuk ujian masuk kampus khusus perempuan, itu berarti sudah lebih dari dua tahun.


Di hadapanku berdiri seorang laki-laki dengan tatapan jujur—Yuta-kun. 


Seseorang yang baru saja menjadi dekat denganku karena keadaan.


Sejujurnya, aku tidak pernah berpikir untuk menjadi kekasihnya. 


Tapi kata-kata yang dia ucapkan saat mengungkapkan perasaannya berhasil membuat hatiku bergetar.


Dia mengatakan kalo dia mengungkapkan perasaannya bukan hanya karena menyukaiku, tapi karena dia ingin bahagia.


Itu adalah hal yang sangat wajar. 


Tapi, jarang sekali ada orang yang benar-benar mengatakannya saat menyatakan cinta.


Dibandingkan kata-kata manis yang terdengar dibuat-buat, kejujurannya justru lebih menggugah hatiku.


Atau mungkin...itu lebih kepada naluri keibuanku yang terusik.


Aku bahkan tidak menyadari kalo aku memiliki naluri keibuan seperti itu.


Meskipun begitu, saat aku mengatakan "Aku yang akan membuatmu bahagia", aku tidak terlalu memikirkannya secara mendalam. 


Itu hanyalah sesuatu yang spontan terucap saat itu.




"Reina-san, apa kau mendengarkan?"


Apa aku sedang merasakan hal yang sama terhadap laki-laki di hadapanku saat ini?


Sehari sebelum peringatan satu tahun hubunganku dengan Yuta-kun, aku bertemu dengan seseorang di jalan saat menuju rumahnya.


Seorang Kouhai—mahasiswa tahun pertama yang lebih muda satu tahun dariku.


Tingginya hampir sama denganku. Namanya adalah Toyoda-kun.


Saat ini, aku merasa sangat kebingungan.


"Wanita itu berambut hitam dan memiliki tubuh yang sangat proporsional, bukan?"

"Iya, benar."

Saat Toyoda-kun mengangguk, aku merasa lega.

"Itu Ayaka-san, teman baiknya sejak SMA. Jadi, tidak ada masalah."

"Temanmu, maksudnya?"

"Bukan. Teman Yuta-kun."

Aku tidak memiliki hubungan langsung dengan Ayaka-san, tapi aku tahu dari Yuta-kun kalo mereka sudah berteman dekat sejak SMA.

Toyoda-kun menghela napas panjang setelah mendengar penjelasanku.

"Kalo begitu, bukankah ucapanmu tadi agak aneh? Teman sejak SMA itu adalah teman pacarmu, bukan temanmu. Bagi Reina-san, dia orang asing."

Aku terdiam.

Toyoda-kun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. 

Dia melanjutkan perkataannya dengan nada yang semakin menekan.

"Tidak merasa terganggu? Pacarmu sedang berkencan dengan orang yang tidak kamu kenal."


"Kencan? Tidak, itu bukan kencan. Kami hanya bermain bersama..."


"Reina-san, itu sudah kebiasaan. Apa yang kamu sebut itu sebenarnya disebut kencan oleh orang lain."


Aku tidak bisa membalas. 


Saat Toyoda-kun mengucapkan itu, aku merasa tidak tahu apakah aku perlu membalasnya atau tidak.


Kata-katanya sangat mirip dengan apa yang dikatakan oleh sahabatku, Natsuki.


Natsuki juga berada dalam kelompok yang sama dengan Ayaka-san, jadi terkadang kami berdiskusi tentang hal ini.


───Apa Yuta-kun sedang berselingkuh atau tidak.


★★★


Aku mengetahui kalo ada seorang gadis yang memiliki kedekatan yang luar biasa dengan dia sekitar satu bulan setelah kami mulai berkencan.


Tentu saja, ini bukan dalam arti fisik. 


Tapi lebih kepada jarak emosional.


Ketika kami sedang menjalin hubungan, pasti ada momen di mana kami berbicara bersama sambil melihat ponsel yang sama.


Lalu, saat kami sedang menikmati situs video di Hp Yuta-kun, aku mulai merasa terganggu dengan pemberitahuan yang muncul di Hp-nya, terkadang dengan nama yang sama. 


Nama itu terdaftar dengan nama depan, yaitu 【Ayaka】, dan sebagai pacar, aku tidak bisa tidak merasa penasaran. 


Aku tidak menduga dia berselingkuh, tapi aku hanya ingin memastikan.


"Kadang-kadang ada pemberitahuan dari Ayaka-san, dia teman Yuta-kun, ya?"


Saat aku bertanya, Yuta-kun menghentikan video dan dengan jujur mengangguk.


Sepertinya dia sudah memprediksi bahwa saya akan bertanya suatu hari nanti.


"Ya, teman."


"Teman sejak kecil?"


"Tidak, sejak SMA."


Kalo dia mengatakan 'sejak SMA', berarti itu adalah teman biasa. 


Tapi dari ekspresi Yuta-kun, aku bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekedar teman biasa di antara mereka.


"Maaf, sepertinya aku tidak boleh terlalu sering mengobrol dengan teman wanita, ya?"


Mendengar kata-kata Yuta-kun, aku secara spontan menggelengkan kepalaku.


"Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya sedikit penasaran saja. Teman-teman dari masa SMA juga harus dijaga hubungan baiknya, kan?"


"Eh, begitu ya?"


Suara Yuta-kun terdengar sedikit lega. 


Aku pun merasa tidak menyesal dengan apa yang aku katakan, dan merasa lega karena tidak memberi jawaban yang kekanak-kanakan.


"Tapi, tetap saja, aku akan berusaha untuk lebih mengurangi hal itu. Kalo ada pemberitahuan saat kita nonton video, jadi susah untuk fokus, kan?"


Aku berpikir kalo ini bisa diselesaikan dengan mematikan pemberitahuan, tapi aku tidak mengatakan apa-apa. 


Aku tahu dia sengaja mengatakan itu untuk membuat saya merasa lebih tenang.


Berkat kami yang saling tenang dalam berbicara, hubungan kami tidak terganggu oleh pesan-pesan dari Ayaka-san.


Kalo Yuta-kun bereaksi cemas atau terburu-buru, mungkin hasilnya tidak akan seperti ini. 


Kepribadian Yuta-kun benar-benar menguntungkan kami dalam hal ini.


Sebagai teman sebaya, aku merasa bahwa dia termasuk orang yang cukup tenang dan terkendali di antara orang-orang seusianya. 


Aku sangat ingat kalo aku langsung merasakannya saat pertama kali bertemu, dan itu memberi kesan yang sangat baik.


Tapi, dia juga sering bercanda ketika berada di depan orang yang bisa menerima dirinya, meskipun dia berperilaku kekanak-kanakan. 


Dari sikap itu, aku bisa merasakan bahwa dia membuka hatinya kepadaku.


Tingkah lakunya yang seperti itu sangat menggemaskan, dan aku merasa sangat menyayangi dia begitu kami mulai saling mengenal. 


Tidak butuh waktu lama untuk ku merasakan perasaan itu.


Mungkin bagi Yuta-kun, Ayaka-san adalah teman yang bisa dia tunjukkan sisi dirinya yang asli, sama seperti ku. 


Aku rasa aku tidak seharusnya mengintervensi hubungan dia dengan orang yang penting baginya.


Aku tidak ingin mengatakan kalo begitu punya pacar, dia harus mengurangi pergaulannya dengan teman-teman lawan jenis.


Banyak juga yang mengatakan bahwa ketika seseorang memiliki pacar, mereka harus mengurangi komunikasi dengan teman-teman wanita. 


Tapi aku percaya kalo setiap pertemanan memiliki ruang nyaman yang hanya bisa ditemukan di dalam pertemanan itu sendiri.


Begitu pula dengan hubungan percintaan, ada ruang nyaman yang hanya dimiliki oleh pasangan.


Karena kedua hal itu berbeda, aku yakin yang terbaik bagi Yuta-kun adalah menikmati keduanya.


Ketika aku menyampaikan pemikiran ini kepada Natsuki, dia mengernyitkan alis.


"Reina, kau seperti itu?"


"Eh?"


Aku terkejut dengan pertanyaan Natsuki.


"Kau begitu memikirkan pacarmu, Reina. Kau benar-benar pacar yang sangat baik. Sepertinya tidak ada pacar seperti kau di dunia ini."


Sambil menyentuh gelang yang saya berikan pada Natsuki saat ulang tahunnya, dia melanjutkan perkataannya.


Tapi, bagaimana pendapatmu, Reina? 


Ketika 2 orang lawan jenis pergi bersama, orang-orang biasanya menyebutnya sebagai kencan. 


Tentu saja, penilaiannya bisa berbeda-beda tergantung orangnya.


Aku terdiam, dan Natsuki pun menepuk punggung ku dengan ringan.


"Yang bisa memutuskan apakah tindakan Yuta itu selingkuh atau tidak, satu-satunya orang yang bisa adalah kau, Reina."


"...Lalu, bagaimana pendapatmu, Natsuki?"


"Itu bukan keputusan ku. Itu masalah kalian berdua."


Pernyataan yang sangat rasional, sampai aku tidak bisa membantahnya.


Sejujurnya, aku berharap mendapatkan sedikit nasihat, tapi aku memutuskan untuk menyelesaikan masalah ini sendiri.


Ayaka-san adalah sosok yang berharga, yang mendukung kekasihku. 


Dia adalah seseorang yang memberikan bantuan dari arah yang tidak bisa aku berikan, melengkapi kekurangan ku.


Aku memutuskan untuk berpikir seperti itu, dan aku merasa bisa menerima pemikiran itu.


"Suatu saat nanti, aku harus mengucapkan terima kasih pada Ayaka-san."


Aku mengatakannya dengan tulus kepada Yuta-kun.


Yuta-kun pun tersenyum dengan senang hati.


"Tentu! Kalo kalian ber-2 bisa jadi teman baik, itu akan jadi hal terbaik buatku."


Kata-kata itu adalah bukti yang lebih kuat dari apapun kalo Yuta-kun tidak berselingkuh.


Melihat ekspresi senang dari Yuta-kun, aku pun merasa bahagia.


Pada saat itu, aku merasa kalo aku adalah pacar yang ideal bagi Yuta-kun.


★★★


Pada bulan November, yang mendekati hari peringatan setahun kami.


Saat itu, energi Yuta-kun sedikit berkurang. 


Melihat ekspresi wajahnya yang tampak tengah memikirkan sesuatu, aku mulai berpikir apakah ada yang bisa aku bantu.


Tapi, masalah setiap orang sangatlah beragam, dan ada kalanya seseorang tidak ingin membicarakan sesuatu.


Yuta-kun bukanlah tipe orang yang, meskipun sedang tidak punya masalah besar, menunjukkan ekspresi sedih hanya untuk mendapatkan perhatian atau agar orang lain mendengarkan keluhannya.


Fakta kalo dia tidak menceritakan masalahnya kepada ku sebagai pacarnya, sepertinya menunjukkan kalo dia tidak ingin berbicara tentangnya kepada siapapun.


Sebagai pacarnya, tentu saja aku merasa sedikit kesepian, tapi aku juga memahami kalo terkadang ada saatnya seseorang ingin merenung seorang diri.


Kalo itu bisa membuat Yuta-kun merasa lebih baik, aku tidak keberatan.


──Aku akan tetap mendukungnya di belakang.


Kalo suatu saat nanti Yuta-kun mengeluarkan keluhan atau keluh kesah, aku pasti akan menjadi orang pertama yang mendengarkannya.


Aku memutuskan untuk berpikir demikian dan dalam beberapa waktu, aku tidak bertanya apapun pada Yuta-kun.


Pada masa itu, aku diundang untuk ikut serta dalam kontes kecantikan yang diadakan di universitas perempuan. 


Karena itu adalah kesempatan yang tepat, aku memutuskan untuk mendaftar.


Awalnya, aku merasa sedikit kebingungan karena tidak ada rencana kencan atau pekerjaan paruh waktu, dan aku memiliki waktu senggang yang cukup banyak, jadi aku ingin mencoba hal baru.


Tapi, hanya beberapa hari setelah nama ku dimasukkan dalam daftar, aku baru menyadari kalo skala kontes kecantikan ini lebih besar dari yang aku bayangkan, dan akhirnya aku memutuskan untuk mundur.


Di SNS, peserta lain sudah mengumpulkan banyak pengikut, dan kalo seseorang memenangkan Grand Prix, mereka akan diberitakan di artikel online.


Aku merasa kalo ini bukanlah sesuatu yang bisa aku ikuti tanpa terlebih dahulu berdiskusi dengan Yuta-kun.


Setelah itu, aku beralih ke sisi penyelenggara kontes kecantikan tersebut, tapi ternyata pekerjaan tersebut memakan waktu lebih banyak dari yang aku duga. 


Akibatnya, aku harus menolak beberapa ajakan kencan dari Yuta-kun.


Beberapa minggu berlalu saat aku sedang sibuk dengan hal-hal lain, dan akhirnya aku pergi berkencan dengan Yuta-kun setelah sekian lama.


Yuta-kun terlihat lebih ceria, dan aku merasa hangat di dalam dada ki.


Tiba-tiba, bunyi notifikasi dari Hp Yuta-kun terdengar.


Saat melihat notifikasi itu, Yuta-kun tersenyum lebar dengan wajah yang terlihat senang.


Biasanya, dia tidak akan melakukan hal seperti itu.


Aku pun secara diam-diam memeriksa layar HP-nya dari belakang.


『Oh, jadi sudah terselesaikan ya. Kalo ada apa-apa lagi, katakan saja padaku.』 


Pesan yang seperti biasa saja itu, biasanya tidak akan aku pedulikan.


Tapi, pada saat itu, mata ku seolah terikat pada notifikasi tersebut dan tidak bisa beralih.


Aku tahu kalo Yuta-kun sedang mengalami suatu masalah.


Dan hari ini, aku juga langsung menyadari kalo dia sudah kembali menjadi Yuta-kun yang biasa.


Sebagai pacarnya, aki merasa sedikit kesepian dan kecewa karena tidak bisa mendengarkan masalahnya atau membantunya.


Tapi, meskipun begitu, kalo itu membuat Yuta-kun merasa lebih baik, aku merasa tidak ada masalah dengan perasaan tersebut.


──Tapi, yang berhasil membuat Yuta-kun kembali ceria adalah Ayaka-san.


Padahal aku pernah mengatakan, "Aku akan membuatmu bahagia."


Tapi, bagi Yuta-kun, keberadaan Ayaka-san begitu berarti.


Aku mulai merasakan perasaan gelap dan cemas berkembang di dalam hati ku.


Biasanya, aku berusaha untuk tidak memikirkannya.


Karena kalo aku menyadari perasaan itu, aku merasa aku tidak akan bisa lagi menjadi pacar yang baik untuk Yuta-kun.


Aku berusaha untuk tidak memikirkannya.


Tapi, aku mulai merasa kalo bagi Yuta-kun, Ayaka-san mungkin memiliki peran yang lebih besar daripada aku.


Mungkin Ayaka-san bisa lebih mengerti Yuta-kun, menjadi satu-satunya orang yang bisa memahami dia dengan baik, lebih dari ku yang hanya sekedar pacarnya.


Hari itu, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Yuta-kun terlihat begitu ceria.


Dia sering bercanda, menikmati kencan kami.


Yuta-kun yang aku suka. 


Seharusnya aku senang, tapi...


Yang berhasil membuat Yuta-kun ceria bukanlah aku, melainkan seorang wanita yang belum aku kenal.


Menyadari kenyataan itu, aku menggumamkan perlahan.


"Memang membosankan."


Saat aku tersadar dan mengangkat wajahku, Yuta-kun memandang ku dengan terkejut.


Aku segera mencoba memperbaiki kata-kata yang keluar begitu saja, tapi sebelum aku sempat berbicara, Yuta-kun membuka mulutnya. 


Dia sepertinya sedikit marah, dan dari sudut pandangnya, itu adalah hal yang wajar.


───Maafkan aku.


Kata-kata itu terasa terhenti di tenggorokan ku, seolah-olah ada perasaan gelap yang menahan mereka.


──Kalo itu bersama Ayaka-san, pasti dia tidak akan terlibat dalam pertengkaran bodoh seperti ini.


Aku hampir mengucapkan kata-kata yang penuh kebencian itu sebagai ganti permintaan maaf, tapi aku berhasil menahannya.


Akhirnya, kami pun memutuskan untuk mengakhiri kencan dan berpisah begitu saja.


Setelah itu, aku secara sengaja mengurangi frekuensi komunikasi dengan Yuta-kun. 


Aku menolak ajakan kencannya.


Aku ingin lebih banyak waktu untuk diri sendiri. 


Aku ingin meluangkan waktu untuk memikirkan hubungan ku dengan Yuta-kun. 


Aku tidak ingin mengakhiri hubungan ini. 


Aku ingin mencari cara untuk merapikan perasaan ku agar bisa melanjutkan hubungan ini dengan Yuta-kun.


Ini seperti periode untuk mengisi ulang energi, agar aku bisa menikmati waktu bersama Yuta-kun di kencan berikutnya.


Selama periode ini, akhirnya aku bisa berpikir dengan tenang tentang keberadaan Ayaka-san.


Aku merasa terintimidasi oleh keberadaan Ayaka-san.


Dari cerita-cerita yang kadang Yuta-kun sampaikan, aku bisa membayangkan kepribadiannya. 


Dia adalah tipe yang sangat berbeda dari ku, dan penampilannya pun sempurna, tanpa cela.


Hal seperti itu, rasanya tidak adil.


Mungkin kalo aku malah berteman dengan Ayaka-san, aku tidak akan merasa seperti ini.


Aku pertama kali merasa menyesal karena tidak tetap bergabung dengan kelompok pemilihan untuk kegiatan luar ruangan itu.


Sebenarnya, aku yang mengundurkan diri karena jengkel dengan para Senpai yang secara diam-diam memilih anggota wanita berdasarkan penampilan. 


Tapi, meskipun begitu, lebih baik cemburu pada teman daripada pada wanita yang tidak saya kenal. 


Mungkin aku bisa saja memberikan peringatan dengan cara yang lebih halus.


Selama periode istirahat yang aku buat untuk diri ku sendiri dengan alasan tersebut, aku bertemu dengan Toyoda-kun.


Dia adalah seseorang yang seperti seorang penasihat untuk penyelenggaraan kontes kecantikan. 


Setelah aku mengundurkan diri dari kontes, aku tetap terlibat dalam penyelenggaraan, jadi kami bertemu beberapa kali.


"Aku, penggemar mu, lho, Reina-san."


Dengan gaya rambut pendek dan kacamata bulat, mengenakan kemeja biru yang segar, dia—yang setahun lebih muda dariku—suatu hari mengatakan itu dengan nada yang cukup tegas.


Walaupun aku hanya terdaftar di kontes kecantikan selama beberapa hari, dia sepertinya sudah menjadi penggemar ku. 


Aku sudah menyadari sejak awal kalo dia menunjukkan ketertarikan yang jelas padaku.


Awalnya, tentu saja, aku berhati-hati. 


Itu adalah hal yang wajar bagi seorang wanita yang sudah memiliki pacar. 


Tapi lama-kelamaan, aku mulai merasa kalo dia bukan orang yang perlu aku khawatirkan secara berlebihan.


Meskipun dia tahu aku sudah punya pacar, dia berkata kalo dia sudah cukup senang bisa berbicara dengan ku. 


Meskipun kata-katanya bisa saja tidak sepenuhnya tulus, aku bisa merasakan kalo dia bukan tipe orang yang akan mencoba mendekati wanita yang sudah memiliki pacar.


Toyoda-kun sendiri juga berkata, "Aku merasa ini seperti debut kuliah ku", dan aku pikir dia memang memiliki sifat yang pendiam dari awal.


Memang, tidak baik untuk menilai seseorang hanya dari penampilannya, tapi aku benar-benar merasa dia bukan tipe orang yang punya keberanian untuk mendekati wanita yang sudah berpacaran.


"Rein-san, kau sudah terpengaruh. Itu yang disebut orang lain sebagai kencan."


Karena itu, ketika dia berkata seperti itu sambil memegang tangan ku, aku benar-benar terkejut.


Aku tidak pernah mengira dia memiliki keberanian untuk menggenggam tangan wanita seperti itu, sama sekali di luar dugaan.


Tapi, setelah aku kembali tenang, aku berkata, "Tolong jangan pegang tanganku." Aku tidak membencinya. 


Malah, belakangan ini aku merasa kami bisa menjadi teman yang baik.


Aku ingin sebaik mungkin menjaga hubungan kami tetap baik, jadi aku menghentikannya dengan suara lembut.


Dia terlihat sangat sedih dan melemahkan genggamannya.


"Aku, tidak seperti pacar mu, tidak akan berselingkuh. Aku tidak akan berjalan dengan wanita lain."


Setiap kali mendengar kata 'berselingkuh', dada ku terasa sakit.


Memang aku merasa cemburu terhadap Ayaka-san, tapi aku cukup menerima hubungan mereka berdua dan mengakuinya.


Tapi dari pandangan orang lain, mungkin aku selalu berada dalam kondisi diselingkuhi. 


Apa selama ini aku merasa terhina?


Kata-kata Toyoda-kun membuat ki merasa seolah-olah tahun terakhir ini dihancurkan dan menimbulkan rasa cemas yang mendalam.


Apa saat bersama Ayaka-san, Yuta-kun pernah merasa bersalah terhadap kj? 


...Mungkin tidak, karena kalo begitu, dia tidak akan tetap bersama ku.


Aku mulai berpikir bagaimana kalo akan merasa kalo Yuta-kun dekat dengan lawan jenis selain aku.


Kalo aku tidak merasa apa-apa, berarti aku tidak memiliki hak untuk protes atau mengatakan apapun kepada Yuta-kun. 


Dengan pikiran itu, aku memutuskan untuk menguji perasaanku dengan Toyoda-kun.


Toyoda-kun kembali menggenggam telapak tangan ku. 


Ini adalah eksperimen sederhana untuk melihat apakah aku akan merasa bersalah kalo aku menerima ini.


Kalo aku bisa sejajar dengan Yuta-kun, aku akan bisa tertawa seperti biasanya lagi.


Untuk pertama kalinya, aku menerima genggaman tangan Toyoda-kun. 


Selama beberapa detik, aku dengan sadar menggenggam tangan pria lain selain Yuta-kun.


──Dan kemudian, aku kembali sadar.


Setelah terbangun dari lamunan panjang, aku mendapati diri aku telah memasuki jalan menuju rumah Yuta-kun.


Aku tidak pernah berpikir akan menggenggam tangan Toyoda-kun, jadi alu terus melangkah ke tujuan tanpa berpikir tentang itu.


Besok adalah hari peringatan satu tahun kami berkencan, dan aku ingin menghilangkan ketegangan dengan Yuta-kun agar bisa menikmati hari spesial itu dengan baik.


Tapi, kalo ada seseorang yang melihat kami di sini, bagaimana?


Tiba-tiba akh berbalik, dan Toyoda-kun bertanya dengan nada bingung, "Kau mau kemana?"


Tangan kami masih saling menggenggam.


"Hey, Toyoda-kun, lepaskan."


"Tidak mau. Aku—"


"Berhenti, tolong!"


Aku menepis tangan Toyoda-kun.


"Misalnya, kalo Yuta-kun sedang berkencan dengan Ayaka-san. Itu bukan alasan untuk ku menggenggam tangan Toyoda-kun."


Mendengar pernyataan ku, Toyoda-kun mengejutkan ku dengan tetap bertahan.


"Ini bukan perselingkuhan. Karena,Reina-san tidak berniat seperti itu."


"Itu... "


"Pacar Reina-san juga sama, kan? Kalo dia tidak berniat begitu, maka itu bukan perselingkuhan."


Walaupun pernyataannya tidak sejelas itu, aku tetap tidak suka kalo orang seperti Toyoda-kun, yang bukan sahabat dekatku seperti Natsuki, mengkritik Yuta-kun secara tidak langsung.


Meskipun dari pandangan orang lain mungkin Yuta-kun yang salah, hanya aku, sebagai pacarnya, yang berhak menyimpulkan hal itu.


[TL\n: asli gua gak mood banget Tl ni chapter, jadi sorry banget kalo hasilnya jelek, gua org yg anti dengan cerita yang ada perselingkuhan dari sang cewek. Gua pernah paksa tl tentang novel kaya gitu dan akhirnya gua nyerah, setelah itu gua ampe drop 1 minggu gak tl novel gegara kena mental.]


"Hei, Toyoda-kun."

"Ya?"

"Aku rasa pendapat Toyoda-kun benar. Sebagai penasihat di acara ini, memang sesuai dengan perannya."

"Benarkah begitu?"

"Tapi,"

Aku melanjutkan kata-kata ki dengan penuh perasaan, seolah menarik simpati Toyoda-kun yang aku rasakan ada.

"Yang lebih penting dalam hubungan adalah perasaan, bukan logika. Begitu aku merasa tidak nyaman dengan Toyoda-kun, itu berarti sudah tidak ada harapan lagi. Jadi, tolong berhenti."

Toyoda-kun terkejut mendengar kata-kata ku, matanya terbuka lebar.

Sepertinya tangannya terasa basah. 

Aku yakin itu bukan karena keringat tangan ku.

Mungkin Toyoda-kun telah mengumpulkan seluruh keberaniannya. 

Aku merasa kasihan karena kata-kata penolakan yang baru aku ucapkan itu adalah penghalang yang sulit baginya.

Tapi, lebih dari rasa bersalah ku padanya, kekhawatiran apakah ada orang yang melihat kami jauh lebih menggangguku.

Aku menahan permintaan maaf yang hampir terucap dan menatap Toyoda-kun dengan serius.

Aku ingin dia memahami kekuatan tekad ku.

Akhirnya, Toyoda-kun tertawa pahit, terlihat terpaksa, dan dia berkata dengan suara yang agak serak.

"...Aku terkejut. Aku tidak menyangka kau akan berkata sesegitu jelasnya."

Toyoda-kun melewati ku dan berlari menuju stasiun.

Melihat punggungnya yang semakin menjauh, aku dihantui rasa benci pada diriku sendiri.

Apa yang aku lakukan di dekat rumah Yuta-kun?

Aku menoleh, tapi tidak ada seorang pun di belakang ku. 

Tapi, jalan lurus sepanjang 100 M masih terlihat jelas, jadi kalo aku kurang beruntung, mungkin ada yang melihat kami.

Aku berusaha untuk tidak terlalu memikirkan kemungkinan terburuk.


★★★


Aku meletakkan kunci cadangan Yuta-kun ke dalam kotak pos.

Setelah mengembalikan kunci cadangan, aku tidak akan punya alasan lagi untuk bertemu Yuta-kun.

Kalo saja aku masih memiliki alasan, mungkin kami bisa berbicara dengan tenang seperti dulu. 

Tapi aku tidak bisa mencapai pemikiran itu.

Apa yang aku lihat tentang Yuta-kun tidak ada salahnya.

Tapi aku seharusnya bisa memberikan penjelasan. 

Tapi, aku tidak bisa mengucapkan kata-kata itu karena aku tidak bisa tetap tenang menghadapi perpisahan kami yang tiba-tiba itu.

Berapa pun banyaknya aku merenung tentang hubungan ku dengan Yuta-kun, satu-satunya pilihan yang tidak pernah terlintas di pikiran ku adalah berpisah. 

Aku hanya ingin mempertahankan hubungan kami seperti semula, dan berharap bisa mengubah beberapa hal di dalamnya.

Tapi Yuta-kun mengakhiri semuanya hanya dengan satu kata.

Tanpa aku sadari, perasaan ku mungkin sudah menjadi sepihak.

──Tidak ada yang lebih menyakitkan dari ini.

Dalam keputusasaan, aku melepaskan kunci cadangan itu.

Suara logam kunci yang jatuh ke dalam kotak pos menjadi tanda berakhirnya hubungan kami.

Setahun, waktu yang lama. 

Lebih dari setengah waktu saya dihabiskan dalam kehidupan kampus ini.

Dan semuanya berakhir.

──Aku kira semuanya sudah berakhir.

Tapi sepertinya, aku salah.

Bagi ku, setahun adalah waktu yang cukup untuk menumbuhkan perasaan, dan meskipun waktu berlalu, aku tidak bisa melupakan dirinya.

Taoi, setelah aku pergi dari sana, aku merasa tidak ada lagi yang bisa aku lakukan.

Untuk menghapus kenangan setahun yang penuh kebahagiaan, aku melakukan segala cara.

Aku menggunakan tabunganku untuk pergi berlibur, dan bahkan mewarnai rambut ku dengan keabu-abuan yang terang.

Aku bekerja keras di pekerjaan paruh waktu ku untuk membeli pakaian mahal, dan mengunggah foto-foto di Instagram setiap hari seolah-olah menikmati hidup. 

Bahkan, aku menulis, "Besok sepertinya akan menjadi hari yang indah♪", padahal sebelumnya aku tidak pernah melakukannya.

Hati ku jujur.

Aku melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan diri ku, menguras energi, dan mencari cara untuk mengisi ruang kosong di hati ku. 

Saat aku tersesat dalam pencarian itu, aku bertemu lagi dengan Yuta-kun.

Aku merasa sangat senang, tapi aku bingung dengan diri ku sendiri. 

Lalu, aku melihat ekspresinya dan menyadari sesuatu.

──Dia sedang berusaha untuk melupakan ku.


Itu wajar. 

Tidak mungkin seseorang yang berpisah dengan cara seperti itu akan terus menyimpan kenangan tentang ku.

Itu adalah kenyataan yang sangat biasa.

Tapi, meskipun begitu.

Yuta-kun yang hidup dalam ingatan ku dan Yuta-kun yang ada di depan ku sekarang, sangatlah berbeda.

Begitu dinginnya ekspresinya.

Begitu dinginnya suaranya.

Dari sikap Yuta-kun, aku bisa melihat kalo hatinya sudah mulai terorganisir, dan jelas kalo keberadaan ku semakin memudar.

Aku panik. 

Begitu aku mulai merasa takut untuk dilupakan oleh mantan pacar ku, aku tahu kalo kesimpulannya sudah ditentukan.

Aku masih memikirkan Yuta-kun.

Setelah menyadarinya, aku tahu aku harus bertindak.

Untuk memastikan dia tidak melupakan kj. 

Dan sekali lagi, untuk bersama.

"Em, apa kita bisa bertemu lagi?"

Kata-kata itu keluar dengan susah payah, dan aku mendengar suara, "Ha?"

Dengan nada suara yang sangat dingin, tulang belakang ku terasa membeku.

"Apa kau sadar apa yang sedang kau lakukan?"

Aku mengalihkan pandanganku dari Yuta-kun.

Aku sangat berharap perasaan buruk ini salah, aku berharap sekuat tenaga.

Tapi, kenyataannya adalah.

Ayaka-san, berdiri di samping Yuta-kun seolah itu hal yang biasa. 

Mungkin dia sudah ada di samping Yuta-kun bahkan ketika aku masih menjalin hubungan dengannya.

Ekspresi Ayaka-san sangat berbeda dari yang pernah ditunjukkan Yuta-kun dalam foto-fotonya.

Tatapan matanya penuh dengan kemarahan dan penghinaan, membuatku merasa kecil dan tidak berdaya.

Di titik itu, aku akhirnya memahami.

Aku adalah orang yang salah.

Bagi mereka, aku hanya menjadi beban. 

Seberapa pun alasan dan perasaanku, itu tidak ada artinya.

Aku sudah menjadi orang yang tidak diinginkan.

Aku merasa tidak bisa menghadapinya dan memutuskan untuk pergi dari sana. 

Aku merasakan tatapan Yuta-kun di punggungku.

Tapi, segera setelah itu, tatapan itu terasa menghilang. 

Aku yakin perasaanku ini benar.

Setelah itu, aku bertemu dengan Natsuki. 

Pada hari aku bertemu Yuta-kun, aku memang berencana makan malam bersama teman-teman SMAku.

Natsuki sepertinya menyadari ada yang tidak beres dengan diriku, karena saat kami selesai makan dan berjalan pulang ber-2, dia bertanya dengan suara lembut.

Malam itu, bulan purnama yang indah menerangi sekitar kami.

"Reina, apa ada yang terjadi?"

"──Natsuki, aku benci bulan."

Aku berkata begitu sambil menatap bulan purnama yang tampak bersinar terang, seolah aku sedang berhadapan dengan hal bodoh.

Aku bisa membayangkan betapa bingungnya Natsuki di bawah cahaya bulan.

"Pernahkah kau memikirkan perasaan bulan yang selalu merasa kalah dari matahari?"

"Apa maksudmu...?"

Tanpa menunggu jawaban Natsuki, aku melanjutkan kata-kataku.

"Bulannya tidak bisa bersinar sendiri. Itu hanya memantulkan cahaya dari matahari."

Aku pikir aku adalah cahaya bagi Yuta-kun, dan itu sebabnya dia mengungkapkan perasaannya padaku. 

Tapu, itu semua hanyalah perasaan ku yang terlalu tinggi.

Mungkin, di dekat Yuta-kun selalu ada matahari, dan aku hanya kebetulan tersesat di bawah sinar bulan yang menyilaukan.

Mungkin aku hanya seperti itu bagi Yuta-kun.

Oleh karena itu, meskipun kami berpisah, pasti mudah bagi Yuta-kun untuk merapikan hatinya.

Sepertinya, Natsuki memahami hal itu hanya dari kata-kata ku, wajahnya pun sedikit berubah.

"Reina──"

Natsuki memeluk ku dengan lembut.

Hebat, hanya dengan kata-kata itu saja sudah cukup untuk menyampaikannya.

──Aku rasa, tidak memperkenalkan Natsuki kepada Yuta-kun adalah keputusan yang tepat.

Beberapa teman ku sudah bertemu dengan Yuta. 

Mereka semua sepakat mengatakan, "Dia menyenangkan dan orang yang baik!"

Yuta-kun lebih ramah daripada yang dia kira. 

Mungkin ada teman-temanku yang tetap berhubungan dengannya.

Kalo mereka tahu situasi ki sekarang, apa mereka akan benar-benar mendukung ku?

Tapi, Natsuki pasti akan mendukungku. 

Karena Natsuki tidak tahu apapun tentang Yuta-kun.

Aku tidak memperkenalkan Natsuki kepada Yuta-kun, karena aku ingin memastikan ada orang yang akan mendukung ku.

Betapa kotor dan egoisnya aku.

Mungkin hubungan Yuta-kun dan Ayaka-san mirip dengan hubungan kami.

Bagi Yuta-kun, mungkin Ayaka-san adalah orang yang selalu menjadi sekutu, seperti halnya Natsuki bagi ku.

Aku hanya merasa sangat kesal.

Karena aku tidak bisa menjadi orang seperti itu bagi Yuta-kun. 

Karena aku tidak bisa menjadi seperti itu, dan akhirnya semuanya berakhir.

──Tiba-tiba, sebuah pemikiran melintas di dalam hati ku.

"Hei, Natsuki. Kau pernah bilang kan, apa itu perselingkuhan atau bukan, yang menentukan itu adalah diri ku sendiri?"

"Ya, benar. Aku memang pernah bilang begitu."

Natsuki mengonfirmasi dengan suara yang tegas, membuat aku semakin mantap dalam keputusan ku.

"Tindakan Yuta-kun bukanlah perselingkuhan. Aku sudah menerima keberadaannya bersama Ayaka-san selama setahun. Tapi, sebagai gantinya──"

Aku menjauh dari Natsuki dan menatap langit malam.

Bintang-bintang yang seakan siap jatuh itu bersinar dengan penuh ejekan.

"Tindakan ku juga bukan perselingkuhan. Setahun Yuta-kun, dan satu hari ku. Aku akan membuat keduanya setara, menyeimbangkannya, dan berpikir seperti itu."

Mungkin kesimpulan aku ini terkesan dipaksakan. 

Setidaknya, aku sadar kalo hal ini bertentangan dengan norma moral.

Tapi kalo aku tidak berpikir seperti itu, aku tidak akan bisa menemui Yuta-kun dengan percaya diri. 

Seperti hari ini, aku akan melarikan diri lagi.

Untuk menghindari itu, aku harus menipu diri ku sendiri.

"Aku tidak berselingkuh."

Mendengar kata-kata ku, Natsuki hanya terdiam dan mengangguk.



Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال