Kamu saat ini sedang membaca Ossananajimi no Imouto no Kateikyoushi wo Hajimetara volume 3 epilog. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
ACARA PENUTUPAN
"Astaga...Aku bertanya-tanya kapan kau akan mengatakannya, tapi aku tidak pernah mengira kau akan mengatakannya di situasi seperti itu..."
Akahito berkata seperti itu sambil meneguk melon soda.
"Haha. Aku juga kaget. Selamat, Kouki-kun!"
"Begitu ya... akhirnya..."
"Selamat, Kouki."
"Mm... selamat."
Akitsu, Hayato, Shin, dan Kano juga ikut memberikan ucapan selamat.
Di tengah keramaian itu, hanya Higashino yang duduk di depan aku, Aisha, dan Yuki dengan wajah kesal sambil menyantap omelet rice.
"Yuki-chan dan Fujino-kun, tolong pikirkan juga perasaanku sedikit! Ah..."
"Maaf..."
"Aku minta maaf..."
"Apa aku juga harus minta maaf...?"
"Omelet rice-nya enak, jadi aku maafkan kali ini... tapi sungguh..."
Kemarahan Higashino sepertinya mereda seiring dengan perutnya yang terisi, jadi untuk sementara, aku akan mencoba menenangkannya dengan membawakan lebih banyak makanan.
Master berbaik hati untuk megizinkan kami menggunakan bahan-bahan apa pun yang ada.
Tapi kami harus memasaknya sendiri.
Pemilik kafe dan Akemi-san sudah masuk ke dalam rumah karena mereka pikir keberadaan mereka mungkin akan membuat kami tidak nyaman.
"Apa kalian mau tambah?"
"Tolong! Dan bawa juga makanan yang bisa dinikmati bersama!"
"Baiklah."
Aku menerima piring kosong dan berjalan ke dapur.
"Aku akan membantu..."
"Yuki."
Melihat Yuki yang langsung datang membantuku, Akitsu menggoda Aisha.
"Ohya? Apa iti tidak apa-apa, Aisha?"
"W-wah, aku juga mau!"
Sebenarnya, tidak perlu bersaing dalam hal seperti ini...
"Fufu... suasananya cukup panas, ya?"
"Ugh... diamlah!"
Manami ikut-ikutan menggoda dan datang ke dapur, lalu mulai membantu mencuci piring dan memasak bersama.
"Yuki..."
Di dapur yang tidak begitu luas, aku merasa sedikit canggung dan tiba-tiba membeku.
"......Hm?"
Tanpa berkata apa pun, Yuki mengangkat kedua tangannya dengan senyum di wajahnya.
Aku merespons dengan high-five, dan entah bagaimana, tubuhku mulai bergerak dengan alami, melanjutkan apa yang harus dilakukan selanjutnya.
"Iyaaa! Begitu, kan?"
Saat tatapan matanya menatapku dari dekat, jantungku berdegup lebih kencang.
Yuki yang dulu mencengkeram bajuku saat aku baru pindah ke sekolah ini, atau Yuki yang dulu kuanggap sebagai pahlawan, kini terasa berbeda.
Seolah-olah aku bertemu dengan sosok Yuki yang baru untuk pertama kalinya.
"Yuki-kun, hari ini kau luar biasa."
"...Terima kasih."
Manami berkata pada Yuki.
"Kalo begitu, sebagai sesama anggota 'Aliansi Patah Hati', kalo Onee-chan menunjukkan celah, kita harus saling berbagi informasi dan segera menyerang, kan?"
"Ya... Aku akan di sekolah, dan Manami-chan akan di rumah..."
"Benar, kan!?"
"Tunggu dulu, kalian ber-2!?"
"Ahaha!"
Melihat percakapan mereka yang entah seberapa seriusnya, aku merasa tidak nyaman.
Jadi, aku memilih untuk fokus pada masakan di depanku...
Tapi, yah, yang terpenting adalah Yuki terlihat baik-baik saja.
"Hei, Koki! Katakan sesuatu!"
Sebagai gantinya, Aisha yang hampir menangis memukul lenganku.
Tapi, untuk hal seperti ini, aku bisa menerimanya dengan lapang dada.
Nanti saja aku akan menenangkannya...
◇
Setelah selesai dengan urusan di dapur, aku membawa parfait yang sudah selesai dibuat ke tempat semua orang berkumpul.
"Wow, kelihatannya enak!"
"Mm... lezat."
Mendengar pujian dari Kano yang langsung mulai makan, aku merasa lega.
Karena jumlah orang yang ada cukup banyak, suasana sedikit kacau, tapi Akitsu berhasil menyatukannya.
"Nah! Yuki mungkin agak kurang beruntung, tapi hari ini kita rayakan pesta kemenangan sekaligus merayakan Aisha dan Kouki-kun!"
Sambil memegang parfait di satu tangan, Akitsu mengangkat topik pembicaraan.
Kano seperti biasa tetap dengan ritme santainya.
Sementara itu, Aisha yang dipaksa duduk di sebelahku terlihat gugup dengan wajah memerah.
"Sejak kapan? Aku sudah menebaknya sejak melihat kalian di bioskop."
"Aku juga sempat melihat kalian berfoto di purikura."
Itu memang di hari yang sama...
"Jadi, saat kembang api kalian sudah..."
"Kalo memang begitu, harusnya kalian bilang saja sejak awal semester 2!"
"Maaf, maaf... Kami mulai pacaran di hari festival kembang api."
Aku mengakuinya dengan jujur.
Kupikir Kano hanya fokus pada parfaitnya, tapi ternyata dia megatakan ini.
"Sejak acara barbeque pun kalian sudah terlihat seperti pasangan."
"Tapi sebenarnya, Aisha dari dulu sudah punya wajah penuh cinta seperti gadis yang sedang jatuh cinta..."
Higashino, yang ikut tertawa bersama Kano, terlihat seperti seorang ibu... bagaimana ya menggambarkannya?
Aisha memang seorang murid teladan tanpa cela, tapi ada kalanya dia menjadi sangat ceroboh.
Mungkin karena mengetahui hal itu dan sering mengurusnya, ekspresi seperti itu muncul dari Higashino.
Saat aku sedang santai memikirkan semua itu, tiba-tiba Akitsu berkata,
"Baiklah, selanjutnya siapa yang bakal jadian, ya?"
Suasana pun langsung berubah seketika.
Semua orang, walau hanya sepersekian detik, melirik ke berbagai arah, tapi setelah itu tidak ada yang benar-benar terjadi di tempat itu.
"Rasanya tidak enak kalau membicarakan sesuatu yang Yuki tidak tahu... Maaf, ya?"
Higashino berusaha bersikap pengertian, tapi Yuki menjawab dengan tegas.
"Tidak...aku ingin tahu lebih banyak."
"Anak ini memang terlalu menggemaskan."
Tanpa sadar, Higashino langsung memeluknya, dan Yuki pun membiarkan dirinya diperlakukan seperti itu.
Mereka terlihat begitu dekat...padahal tadi baru saja marah.
"Yah, bagaimanapun juga, 2 orang ini masih memiliki banyak celah. Mungkin suatu saat nanti akan ada kesempatan."
Akitsu berkata sambil menyeringai, dan Aisha, yang duduk di sebelahku, langsung bereaksi dengan menggenggam lenganku erat-erat.
"Sungguh orang yang beruntung."
Hayato berkata sambil menyikutku, tapi Akitsu kembali menjatuhkan sebuah pernyataan mengejutkan.
"Hayato-kun, bukankah sekarang kau juga sudah bisa melepaskannya?"
"Apa!?"
Hayato langsung panik.
Dari reaksinya saja, sudah bisa ditebak.
Yah, memang wajar. Lagipula, fakta kalo Hayato—yang begitu populer—selama ini tetap sendiri memang agak mencurigakan.
"Bukan begitu, Kouki! Aku sama sekali tidak berpikir untuk merebutnya darimu! Aku hanya...selalu memikirkannya."
"Yah, waktu festival kembang api juga kau terus menyuruh kami segera jadian, kan?"
Shin menimpali.
"Dengan melihat wajah Takanishi saja, siapa pun bisa tahu dengan siapa dia seharusnya bersama."
Hayato, bagaimanapun juga, tetaplah orang yang baik.
Tapu, kata-kata Hayato justru membuat Aisha bereaksi dengan cara yang berbeda.
"Apa aku...benar-benar begitu mudah ditebak?"
"Iya."
Semua orang yang ada di tempat itu langsung mengangguk bersamaan.
"Jadi, hanya aku satu-satunya yang tidak menyadarinya...?"
"Yah, kalo soal perasaan sendiri, kadang memang sulit untuk disadari."
Entah itu kata-kata hiburan atau sekadar komentar, Akahito berkata begitu, dan suasana kafe pun dipenuhi tawa.
Hari itu adalah hari yang membahagiakan.
Aisha menggenggam tanganku dan berbisik pelan, hanya untukku.
"Aku bahagia."
Hanya dengan kata-kata itu, aku merasa begitu dipenuhi kebahagiaan.
Aku benar-benar beruntung memiliki teman-teman yang baik, teman masa kecil yang baik, dan...seorang kekasih yang baik.
"Kita akan pergi ke perjalanan sekolah dengan kelompok ini juga, kan?"
"Jumlahnya cukup banyak, ya."
"Yah, kalaupun harus dibagi jadi 2 kelompok, kita tetap bisa bertemu nanti."
"Aku tidak sabar!"
Sambil mendengarkan percakapan mereka tentang rencana berikutnya, aku menyadari satu hal.
Mungkin karena urusan kami sudah selesai, kini aku bisa melihatnya dengan lebih jelas.
Ya.
Bukan hanya kami yang memiliki perasaan yang masih menggantung.