Kamu saat ini sedang membaca Ossananajimi no Imouto no Kateikyoushi wo Hajimetara volume 2 chapter 11. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
"Sampai jumpa!"
Aku melambai pada Manami yang mengantarkanku sampai ke pintu masuk.
Hari kedua dari camp belajar tiba-tiba berubah menjadi kencan.
Saat aku mencoba untuk bertatap mata dengan Aisha, aku merasakan jarak yang canggung dan sulit untuk menyamakan pandangan saat keluar rumah.
Semua ini mungkin karena Manami...
◆
"Baiklah, kalian berdua, aku rasa kalian sudah mengerti, tapi ini sudah jelas merupakan kencan."
Manami menghentikan kami dengan ekspresi serius saat kami akan pergi.
"Yah, pergi berdua dengan lawan jenis bisa disebut kencan."
Aisha menjawab sambil mengalihkan wajahnya.
Manami mengangguk dengan senyum.
"Jadi, untuk membuat pengalaman berharga ini semakin spesial, aku akan memberikan misi untuk kalian berdua!"
"Misi...?"
"Ya! Rute kencan hari ini boleh mengikuti rute Onee-chan, tapi yang penting adalah isinya!"
"Isinya..."
Aisha yang sekarang terkesan ceroboh sepertinya akan menerima apa pun yang Manami katakan, dan itu sedikit menakutkan.
"Pertama-tama, kalo jarak antara kalian canggung, kalian akan menjadi sasaran pemuda nakal!"
"Pemuda nakal...?"
Mengenai hal ini, aku tidak bisa mengatakan apa-apa karena sudah ada contoh sebelumnya. Aku pun hanya bisa mendengarkan apa yang Manami katakan.
Aku sudah terjebak dalam ritme Manami.
"Walaupun sulit untuk menghindari ketika Onee-chan sendiri di dekati saat sendirian, ada juga tipe lelaki yang dengan paksa mengajak meskipun ada pria di sampingnya!"
"Benarkah...?"
Aku pikir itu berani, tapi itu juga hal yang sangat mengganggu.
"Oh, kalo orang-orang berpikir, 'Oh, mereka bukan pasangan,' maka saat itu juga kalian sudah menjadi target!"
"Memang bisa jadi begitu...?"
"Benarkah...?"
"Jadi, itu sebabnya! Lakukan tindakan yang membuat kalian terlihat seperti pasangan!"
Tindakan yang terlihat seperti pasangan... apa itu?
"Contohnya! Saat kalian berjalan berdua, kalian hatus berpegangan tangan!"
"Pegang tangan...?"
"Menonton film di tempat duduk pasangan!"
"Apa ada tempat duduk untuk pasangan...?"
"Memberi makan satu sama lain dengan gaya 'aahn' saat makan parfait!"
"'Aahn'...?"
"Ah, memang terasa seperti kencan, atau mungkin bisa jadi begitu."
Tapi, semua itu terasa cukup sulit bagi kami yang sebenarnya tidak memiliki hubungan seperti itu.
Mungkin akan ada kesempatan untuk sekadar bergandeng tangan...?
"Jadi, semangat ya!"
Setelah mengucapkan apa yang ingin dia katakan, Manami mengusir kami dengan semangat.
◇
"Mm."
Aisha mengulurkan tangannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Aku mengerti maksudnya. Melihat wajahnya yang memerah dan mengalihkan pandangan, aku tahu dia berusaha keras. Meskipun begitu, karena Manami masih mengawasi kami dari pintu, sepertinya lebih baik kalo kami tetap bergandeng tangan.
"Baik."
"Mm..."
Perhatianku diambil oleh tangan kami yang saling bertautan.
Jari-jarinya yang tipis dan terlihat rapuh itu membuatku merasa canggung.
"Jadi, kita mau ke mana?"
"Untuk saat ini, kita akan ke depan stasiun dulu."
Stasiun lokal kami cukup lengkap.
Ada bioskop, karaoke, pusat permainan... jika sedikit berjalan, ada tempat bowling juga.
Biasanya kami akan pergi dengan sepeda, tapi hari ini sepertinya kami harus menggunakan bus.
"Apa kau ingin menonton film?"
"Film, ya... sekarang ada apa ya?"
"Ayo kita cari tahu bersama-sama di bus."
"Ah..."
Kami melanjutkan percakapan yang canggung sambil berjalan menuju halte bus.
Meski begitu, kami tetap tidak melepaskan tangan kami yang saling menggenggam.
◇
"Menurutku ini dan ini terlihat menarik. Ulasannya juga bagus."
Setelah naik bus, Aisha menunjukkan layar Hp-nya yang menampilkan film terbaru dari sutradara yang sedang populer dan film yang tampaknya penuh kasih dengan anak anjing di ladang bunga.
"Ah, ini mungkin yang aku minati?"
Aku tidak terlalu tahu tentang film yang melibatkan hewan, tapi yang satunya aku tahu.
Sebetulnya, lagu dari film ini juga menjadi terkenal, sehingga kini film ini jadi perbincangan di seluruh kota. Aku sudah berencana untuk memeriksanya.
"Jadi kita pilih yang ini, ya?"
"Apa itu baik-baik saja?"
"Ya. Tapi kalo ada yang lain yang ingin kau lihat, itu juga tidak masalah."
Kami saling melihat layar Hp, memeriksa opsi lainnya. Kalo kami menemukan topik pembicaraan, ketidaknyamanan di antara kami sedikit berkurang. Kami juga melepaskan tangan kami saat naik bus, yang menambah rasa canggung.
"Eh? Ada apa?"
"Ah, tidak..."
Tapi, ada juga dampak dari naik bus. Kursi untuk 2 orang terasa sangat sempit, dan bahu kami terpaksa saling bersentuhan.
Dalam situasi itu, saat kami saling melihat Hp, otomatis jarak kami semakin dekat.
Untungnya, Aisha tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, jadi aku berusaha untuk tetap tenang.
"Uh, ada waktu sampai pemutaran berikutnya."
"Benarkah? Yah, waktu bisa dihabiskan di mana saja, kan?"
"Ya, benar."
Mungkin kami hanya perlu pergi ke arcade atau kafe.
"Kalo begitu, aku akan pesan tiketnya, ya?"
"Ah, iya."
Ternyata, kami bisa memilih kursi langsung dari ponsel.
"Eh..."
Aisha tampak ragu saat sampai di layar pemilihan kursi. Hanya beberapa bagian dari tata letak biasa yang menjadi kursi khusus pasangan. Di sana tertulis jelas 'Kursi Pasangan'.
"Kursi pasangan..."
"Seharusnya mereka menuliskan 'kursi biasa' saja..."
"Eh, sepertinya ini... akan dikenakan biaya pasangan..."
Itu ditulis dengan huruf kecil di bagian bawah.
Saat kami memasuki venue,kami di minta untuk menunjukan kalo kami adalah pasangan dengan bergandeng tangan untuk membuktikan kalo kami adalah pasangan.
"Ah, begitu..."
Kalau dipikir-pikir, aku kurang menyadarinya karena semua perhatianku tertuju pada sutradaranya, tapi sepertinya film ini juga memiliki penggambaran romansa yang kuat.
Sepertinya mereka memang sengaja mencantumkan kursi pasangan sebagai bagian dari kampanye.
Ngomong-ngomong, harganya sedikit lebih murah daripada harga normal untuk dua orang dan itu juga sudah termasuk minuman serta popcorn, jadi itu adalah tawaran yang baik.
Jika pasangan sungguhan, tentu itu adalah layanan yang sangat menyenangkan.
"Kalo hanya bergandeng tangan, tidak masalah, kan?"
"Bukankah itu sudah terlambat?"
"Benar! Ya, benar!"
Saat kami berbicara, sepertinya kami sudah tiba di depan stasiun.
Aisha tampaknya sudah membeli kursi pasangan.
"Aku ingin membagi uangnya dan memberikannya padamu, jadi bagaimana kalo kita ke arcade dulu?"
"Ya."
Aku menggenggam tangan Aisha dimana wajahnya masih merah, dan kami melangkah masuk ke arcade yang berada tepat di depan halte bus.
Tentu saja, karena di depan stasiun ada banyak mata dari siswa lain, kami segera melepaskan tangan kami. Tapi, Aisha masih mencengkeram ujung bajuku, berusaha tetap dekat.
◇
"Ini sudah cukup, kan?"
"Ya... iya..."
Aku memecah uang dan memberikannya pada Aisha untuk tiket film.
Alasan aku sengaja memecah uang adalah karena Aisha hanya mau menerima setengah dari total biaya. Jika biasanya aku berusaha memberikan sedikit lebih banyak, dia akan mengembalikannya.
Tapi, hari ini dia tampak sedikit melamun.
Jika itu masalahnya, aku mungkin bisa memberinya lebih banyak uang tanpa ketahuan.
"Ada apa?"
"Ya... um... setelah ini kita mau ke mana?"
Aisha sesekali melirikku dengan tatapan ragu, tapi dia tetap enggan untuk melakukan kontak mata denganku.
Sepertinya dia khawatir kalo ada orang dari sekolah yang melihat kami di tempat umum.
"Uh, Aisha, kau sering datang ke arcade, kan?"
"Eh? Hmm... kalo dengan Rikako."
"Akitsu, ya. Dia bilang dia mau bermain game ritmis."
"Beberapa waktu lalu dia bermain di mesin yang terlihat seperti mesin cuci aneh, dan sepertinya butuh 6 lengan untuk memainkan notasinya."
6 lengan...
Aku paham maksudnya, dan membayangkan Akitsu yang melakukannya juga cukup menggelikan.
"Ngomong-ngomong, Mie juga bilang dia bermain."
"Kanou... yah, dia berolahraga dan sepertinya memiliki rasa ritme yang baik, seperti dalam figure skating."
Itu mungkin mengejutkan mengingat imejnya yang biasa pendiam dan tidak banyak bicara, tapi memikirkan apa yang dia lakukan, itu tidak terlalu aneh.
"Jadi, Apa kau mau bermain game ritmis?"
"Eh..."
Dia tampak ragu. Ini pasti berkaitan dengan instruksi dari Manami.
Dia juga pernah mengirim berbagai pesan ke Hp-ku...
Pria sejati tidak berjalan di sisi jalan! dan Rekomendasi untuk makan malam malam ini di sini! Pastikan untuk 'aahn' saat makan dessert!
Aku penasaran apa Aisha mendapat instruksi juga...
"Eh, bagaimana kalau kita foto purikura?"
Ah, jadi ini tujuannya.
"Tidak boleh...?"
Karena aku diam, Aisha tampak cemas dan mencengkeram ujung bajuku.
"Tidak, bukannya tidak boleh."
"Baiklah!"
Sepertinya dia merasa lega karena bisa melaksanakan instruksi dari Manami. Aisha melakukan gerakan pukulan kecil penuh semangat.
"Ah, ini... eh, bukan itu... eh..."
"Aku mengerti. Jadi, kita ke arah mana?"
"Ke sini..."
Area purikura merupakan area suci dimana itu adalah zona terlarang bagi pria. Bahkan aku sudah hampir tidak tahu di mana letaknya.
Aisha, tanpa menatapku, menarik ujung bajuku dan mulai mengajakku.
"Ini dia..."
Tempatnya sangat berwarna pink dan memiliki aura yang seolah-olah mengusir keberadaan pria. Hanya berdiri di depannya saja rasanya seperti ditolak.
"Kenapa kau terdiam?"
"Eh... tidak, maksudku?"
Aku mengerti bahwa ini masuk akal.
Di bawah papan besar yang bertuliskan 'Dilarang Masuk bagi Pria', tertulis kalo hanya grup atau pasangan yang terdiri dari wanita yang diperbolehkan.
"Jangan-jangan, kau belum pernah masuk kesini sebelumnya?"
"...Iya, belum."
"Haha... begitu. Hmm... begitu."
Aku berharap dia tidak kembali ke kebiasaannya yang superior.
"Kalo kau teeus berdiri di sini, justru itu malah semakin mencurigakan, kan?"
"Itu benar..."
Dengan Aisha menarik tanganku, aku melangkah maju dengan hati-hati.
"Sepertinya banyak pilihan di sini..."
"Benar. Ayo, cepat!"
Meskipun di depan ada mesin serupa, Aisha terus menarikku lebih jauh ke dalam. Sepertinya ada perbedaan dan keunikan yang tidak aku pahami.
"Uh..."
Aisha akhirnya berhenti dan menatap beberapa pilihan di bawah.
"Di sini."
"Ah, baik."
"Ayo cepat!"
"Ah, iya..."
Tanpa memberiku kesempatan untuk berpikir, Aisha mendorongku masuk ke dalam.
Sebelum aku sempat meraih dompetku, Aisha dengan cepat mengoperasikan layar.
"Mana yang kau suka? Latar belakangnya."
"Eh, kau mau yang mana...?"
"Pokoknya ini dan ini! Ayo! Cepat tekan sebelum waktunya habis!"
"Eh? Ini terlalu cepat, kan!?"
Melihat Aisha yang bersemangat seperti ini, aku kembali menyadari kalo Aisha juga seorang perempuan.
Tidak, dia memang perempuan, tapi aku lebih terbiasa menganggap Aisha sebagai kakak perempuan, atau menganggap Aisha seperti keluarga.
"Sudah! Kalo begitu, ini dia!"
"Ah, baik."
Dari mesin muncul instruksi, 'smile!'
"Eh? Sudah mau memotret!?"
"Ya! Ayo, lihat ke kamera!"
"Di mana kameranya!?"
"Itu dia!"
Di layar muncul gambar di mana Aisha menunjuk kamera sambil melihatku, sementara aku tampak bingung menatap ke bawah.
Ternyata, saat melihat layar, hasilnya seperti ini.
──Selanjutnya, berpose imut!
"Eh, pose apa!?"
"Hehe... kau benar-benar baru pertama kali ya."
"Kan aku bilang! Eh, sudah hitung mundur lagi!?"
Suara 'cekrek' berbunyi, dan layar menampilkan ekspresi konyolku dengan mulut terbuka dan senyuman manis dari Aisha.
"Selanjutnya, kita harus terlihat baik...!"
"Ya, ya."
Aku bertekad untuk lebih baik, tapi instruksi yang tidak terduga muncul.
──Buat wajah konyol!
"Eh, wajah konyol!?"
"Ahaha!"
Sambil bingung, wajah konyol dan pose anehku yang melihat ke samping muncul di layar bersama dengan tawa Aisha.
"Yuk, berikutnya!"
"Selanjutnya pasti lebih baik!"
──Dengan seluruh tubuhmu! Ayo tetap bersatu dan tunjukkan seberapa dekat kalian! Tiga, dua,...
"Peluk!?"
"Sudah... begini saja."
"Eh."
──Satu! Begini!
Di layar terlihat Aisha yang memejamkan mata dan memalingkan wajahnya, tapi dia tetap berpelukan denganku, sedangkan aku terlihat konyol dengan mulut terbuka dan wajah bingung.
◇
"Capek..."
"Hehe. Terima kasih atas kerja kerasmu."
Setelah sesi foto yang menguras tenaga, aku akhirnya berhasil menyelesaikan proses pemotretan sambil terus ditertawakan oleh Aisha yang terlihat santai.
Tidak lama setelah itu, aku dipaksa untuk melakukan aktivitas aneh di sudut menggambar, dan akhirnya selesai dengan mengetikkan alamatku.
"Jadi, tinggal tunggu saja, kan?"
"Betul. Mau ambil satu foto lagi?"
"Eh..."
"Ahaha. Itu hanya bercanda, jangan tampak putus asa seperti itu."
Ucap Aisha tertawa sambil memegangi perutnya, dan rasanya sudah lama aku tidak melihatnya tertawa lepas seperti ini.
"Ah, sudah jadi. Tinggal dipotong dan──"
Benar. Aku terlalu terfokus pada sesi foto dan mungkin terlalu menikmati waktu bersama Aisha, hingga aku sepenuhnya melupakan satu hal.
Kali kami masih berada di stasiun.
"Eh? Aisha?"
Yah, sudah pasti ada...kenalan kami di sini.
Stasiun ini sangat mudah diakses dari seluruh area sekitarnya.
Meskipun jauh dari tempat tinggal kami, tapi banyak siswa yang datang ke sini saat akhir pekan karena kepraktisannya.
"Aiko...?"
Orang yang memanggil adalah ketua kelas, Higashino. Dari ekspresinya, sepertinya dia hanya melihat Aisha dan memanggilnya, tanpa menyangka aku berada di sampingnya.
"Eh, maaf mengganggu?"
"Apa yang mengganggu?"
Higashino tampak meminta maaf dengan tatapan matanya.
Sebenarnya tidak masalah, tapi aneh rasanya melihat orang-orang di sekitarnya, aku pernah melihatnya di suatu tempat...
"Eh, jadi, ini temanmu?"
"Ya. Teman sekelas."
"Selamat siang."
Ah, sekarang aku ingat dari mana aku mengenalnya. Dari pertemuan umum sekolah.
Saat aku berdiri di depannya, rambut bergelombang yang lembut itu bergerak, mengungkapkan wajahnya.