Kamu saat ini sedang membaca Ossananajimi no Imouto no Kateikyoushi wo Hajimetara volume 4 chapter 4. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
Rencana kencan ini dimulai dari ide spontan Manami.
Hari ini, kami berencana untuk pergi keluar sambil bergandengan tangan dan mengambil foto di spot foto khusus pasangan.
"Ada apa sih...?"
Ketika harus melakukan hal-hal seperti ini, wajar saja kalo kami merasa canggung. Aisha sudah memerah sejak sebelum berangkat.
"Yah, tangan..."
"...Nn."
Meskipun sebelumnya kami sudah sering bergandengan tangan, ketika melakukannya dengan penuh kesadaran seperti ini, perasaan jadi aneh.
Ngomong-ngomong, hari ini aku menjemput Aisha di rumah keluarga Takanishi.
Sekarang kami berada di pintu masuk, dengan Manami yang datang untuk mengantar kami dan Yuki yang rencananya akan bermain dengan Manami, mereka berdua menatap kami sambil berkata:
"Kalian seperti pasangan baru, ya~"
"Kalian sudah bermesra aja padahal belum ngapa-ngapain..."
Mendengar itu, wajah Aisha kembali memerah.
Ya sudah...
"Ayo pergi."
"Eh?"
"Wah, Kouki-nii yang mulai duluan, ya~!"
"Kuh..."
Aku menarik tangan Aisha dan pergi meninggalkan pintu masuk seolah-olah sedang melarikan diri.
"Kami pergi."
"Eh? Ah... hati-hati ya."
"Pergi yaa~!"
Manami tertawa sementara Yuki mengucapkannya dengan ekspresi yang terlihat seperti sudah menyerah.
◇
"Hey... Kouki..."
Setelah beberapa lama meninggalkan rumah, Aisha hanya menatapku dengan ekspresi yang penuh perasaan dan baru berbicara setelah kami naik kereta. Atau lebih tepatnya, dia terpaksa berbicara.
Hari ini, rute kencan kami juga sudah ditentukan oleh Manami dan Yuki, dan kami harus naik kereta.
Meskipun kami disarankan untuk tetap berpegangan tangan dan berdekatan di dalam kereta, situasinya justru membuat kami tidak bisa melakukannya.
"Nn... Kouki..."
"Tenang saja, jangan bergerak."
"Tapi..."
Sayangnya, karena keterlambatan kereta, kami terpaksa berdesakan di kereta yang penuh sesak.
Aku mencoba melindungi Aisha dengan menempatkannya di dekat dinding, hampir seperti posisi kabedon, tapi bahkan itu sulit, dan akhirnya kami berhadapan langsung, berdekatan.
Dalam situasi seperti ini, sulit untuk tidak menyadarinya...
"Uh... jangan dipikirkan, ya?"
"Maaf."
Kami berdua jelas menyadari kalo dada kami bersentuhan, dan percakapan itu pun terjadi.
Ketika suasana mulai canggung...
"Ini latihan berpelukan..."
Aisha mengatakan itu sambil mendekatkannya dirinya ke arahku, bahkan wajahnya semakin dekat.
"Sempit, jadi mau bagaimana lagi... kan?"
"Ya... benar."
Aku yang sudah kewalahan hanya bisa menjawab seperti itu.
◇
"Praline Jumbo Deluxe untuk pasangan, silakan dinikmati."
"Wow..."
Setelah beberapa perhentian dengan kereta,
meskipun perjalanannya terasa cukup jauh, kami akhirnya tiba di tujuan kami.
Praline raksasa yang sedang viral di media sosial. Terbagi menjadi 2 lapisan, bagian bawahnya adalah minuman, dan untuk meminumnya, kami harus menggunakan sedotan panjang yang disediakan dan menghisapnya secara bersamaan. Menu khusus pasangan ini benar-benar unik.
"Apa kau tidak apa-apa?"
Dalam berbagai arti.
Tapi, Aisha hanya menatap dengan wajah yang sudah dipenuhi tekad.
"Aku tidak apa-apa. Untuk sekarang, ayo kita makan dulu."
"Ah..."
Menghabiskan porsi sebesar ini sepertinya tidak akan mudah...
Aku mulai menyendok parfait raksasa di hadapanku, yang ukurannya hampir membuatku berpikir ada satu kue utuh di atasnya. Aku merasa beruntung sudah belajar minum kopi dari Master. Jika tidak, aku pasti akan merasa enek hanya dengan kue ini saja.
Tapi, soal rasa...
"Lezat!"
"Benar. Dan ternyata ini tidak seberat yang kukira."
"Iya! Dengan rasa seperti ini, sebanyak ini pun masih bisa dimakan..."
Saat aku mengatakan itu, sekilas aku melihat pandangan Aisha mengarah ke bawah.
Sepertinya dia sedang menatap perutnya, tapi aku rasa itu bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan.
Proporsinya tetap ideal, bahkan sedikit berisi pun masih dalam batas yang sehat.
Meskipun begitu, aku merasa apa pun yang kukatakan soal ini bisa menjadi ranjau berbahaya, jadi aku memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan.
"Kau mau minum apa?"
"Hmm...kita juga harus mulai mengurangi minuman ini, ya."
Di atas meja, parfait raksasa itu berdiri menjulang, dan 2 sedotan yang menjulur darinya membuat kami terdiam sejenak.
"Uh...sepertinya ini hanya bisa diminum kalau kita menyeruputnya bersamaan..."
"Begitu ya. Tidak ada pilihan lain, kita memang butuh minuman."
Untuk saat ini, aku melupakan kopi yang kupesan agar tidak kalah oleh rasa manis, juga air dingin yang sejak tadi dibiarkan hingga esnya mulai mencair.
"Kalo begitu..."
"Satu...dua..."
Kami berdua menempelkan mulut ke sedotan.
Setelah kupikirkan lagi, mungkin ini pertama kalinya wajah kami sedekat ini.
Rasanya...baru.
Sambil meminum minuman, aku tidak sengaja menatap wajah Aisha dengan seksama.
Mata besar, bulu mata panjang, kulit yang mulus.
Setiap bagian dari dirinya benar-benar sempurna... Aku kembali menyadari kalo aku benar-benar berpacaran dengan gadis yang sangat cantik, dan wajahku mulai memerah.
Tapi lebih dari itu...
"Ugh! Jangan terlalu lama menatapku, kouki!"
Tanpa kusadari, Aisha yang wajahnya lebih merah dariku berteriak seperti itu.
"Maaf."
"Ya ampun..."
Dia mengipasi wajahnya dengan tangan, lalu menatapku dengan wajah yang masih merah.
"Apa... ada sesuatu yang aneh di wajahku?"
Dengan ragu, Aisha menutupi wajahnya dengan rambut sambil menatapku dari bawah. Sungguh terlalu menggemaskan.
"Tidak... aku hanya berpikir kau cantik."
"...Hah?!"
Setelah jeda sejenak, wajah Aisha menjadi semakin merah.
Untungnya ada es krim di atas parfait itu.
Butuh waktu cukup lama bagi kami berdua untuk mendinginkan wajah yang memerah setelah itu.