> PERJALANAN PULANG

PERJALANAN PULANG

  Kamu saat ini sedang membaca Ossananajimi no Imouto no Kateikyoushi wo Hajimetara volume 2 chapter 17. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw






"Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih pada Manami... mungkin."


Di perjalanan pulang, Aisha mengatakan hal seperti itu.


Menurutku juga lebih baik menyampaikan ini kepada Manami.


Dan juga orang-orang iti....? 


"Aku rasa, kalo pada akhirnya ketahuan, lebih baik kita sampaikan terlebih dahulu kepada beberapa orang."


"Ah..."


Sejujurnya, aku merasa mustahil bisa menyembunyikan hubungan ini, terutama dengan idol yang melintasi kelas dan angkatan.


Tampaknya hanya masalah waktu sebelum teman-teman dekat kami mengetahuinya.


"Tapi, itu... mungkin akan memalukan, kan?"


Dengan wajah memerah, Aisha berkata begitu, membuatnya terlihat sangat manis.


"Yah, mungkin soal itu bisa kita pikirkan pelan-pelan."


"Iya..."


Masih berpegangan tangan, kami mengambil jalan memutar menuju rumah tanpa alasan khusus.


"Nah, setelah liburan, sepertinya akan jadi pembicaraan di sekolah tentang siapa yang pergi menonton kembang api bersama Aisha, apa saja yang dilakukannya selama musim panas ini, atau bahkan apakah dia akhirnya punya pacar."


"Tidak mungkin, kan?"


Melihat Aisha yang sungguh-sungguh berpikir begitu, mau tak mau aku menatap ke arah nya.


"Eh? Serius?"


"Malah, dengan banyaknya undangan dan pengakuan cinta yang kau terima, apa kau benar-benar tidak berpikir begitu?"


"Soalnya, asalkan aku disukai oleh Kouki, itu sudah cukup bagiku..."


"Haa..."


Dia terlalu mencintai ku.


Tapi kalau begitu, aku harap dia bisa sedikit mengubah ekspresinya... meski sudah terlambat untuk bilang begitu.


Aku akan menganggap bisa bersamanya seperti sekarang adalah yang terbaik.


"Lalu, Kouki sendiri ingin bagaimana?"


"Hm? Maksudmu soal kita yang berpacaran?"


"Hmm..."


Benar juga...


"Mungkin aku tidak ingin terlalu menonjol, sih?"


Sebenarnya, kalo bisa, aku ingin memberitahukan pada dunia betapa imutnya Aisha. 


Tapi, aku juga tidak mau hal itu mengganggu kehidupan sekolahku.


Tapi sepertinya jawabanku tidak sesuai dengan keinginan Aisha.


"Muu..."


"Kenapa lagi, sih..."


"Yah, mungkin aku akan mengatakannya dengan benar saja..."


"Kenapa lagi..."


Aisha, yang entah kenapa jadi sedikit cemberut, mengembungkan pipinya. 


Saat ini, Aisha terlihat lebih kekanak-kanakan dari biasanya. 


Tapi, dia tetap saja terlihat imut dalam segala hal.


"Karena...kalo aku tidak mengatakannya dengan benar, nanti Kouki diambil gadis lain."


Aisha berkata sambil menggenggam lenganku erat-erat, membuatku hampir tidak bisa menahan betapa imutnya dia saat ini. 


"Tidak mungkin, tidak ada yang akan mengambilku, kan!?"


"Tidak juga. Kouki kau itu cukup populer, tahu."


"Ini pertama kalinya aku mendengarnya, lho..."


Lalu kenapa sampai saat ini aku belum mendengar kabar apapun ya...?


"Muu! Kau terlihat senang!"


"Yah, kalo aku memang populer, ya wajar kalo aku sedikit senang..."


"Hanya aku saja, kan!"

 

Meski wajahnya menunjukkan ekspresi ketidakpuasan, Aisha perlahan-lahan menutup jarak kami, membuat jarak fisik di antara kami semakin dekat.


"Tenang saja, tidak akan ada yang mengambilku darimu..."


"Muu...Kouki kau itu milikku..."


Ketika dia seperti ini, Aisha terlihat seperti anak kecil lagi. 


Mungkin aku harus mengusap kepalanya.


"Hwaa... Aku selalu ingin kau melakukan ini padaku..."


"Benarkah?"


"Ya, aku selalu iri pada Manami yang bisa mendapatkan ini!"


"Kalo memang kau ingin, aku bisa melakukannya kapan saja──"


Belum selesai aku bicara, wajah Aisha kembali berubah jadi muram.


"Kenapa lagi?"


"Kau tidak boleh melakukannya kalo hanya diminta..."


"Ya, tapi kan tidak ada yang akan memintanya."


"...Selain aku, kau tidak boleh melakukannya pada orang lain."


"Tentu saja."


"Dan kalo itu Manami...aku bisa menerimanya..."


Nada suaranya terdengar seperti itu adalah keputusan yang berat baginya.


"Tapi sekarang, aku ingin kau hanya mengusap kepalaku. Kalo bukan aku yang paling banyak, aku tidak mau."


"Baiklah, baiklah."


Setiap kali aku mengusap kepalanya, Aisha tampak begitu bahagia dan memejamkan matanya dengan penuh kenikmatan, membuatku tidak ingin berhenti mengusap kepalanya sepanjang waktu.



"Selamat datang kembali! Kalian ber-2!"


"Hah? Manami...?"


Setelah aku mengantar Aisha pulang, entah kenapa, Manami menunggu kami di depan pintu.


"Hehe. Aku juga ingin membuat kenangan di akhir liburan musim panas."


Sambil berkata begitu, Manami mengangkat...


"Satu set kembang senko hanabi?"


[TL\n: Senko hanabi adalah salah satu jenis kembang api tradisional Jepang yang berukuran kecil dan dipegang dengan tangan. Nama "senko hanabi" secara harfiah berarti "kembang api dupa" karena bentuknya yang mirip dengan batang dupa. Kembang api ini memiliki percikan api kecil yang lembut dan berwarna-warni, menciptakan suasana yang tenang dan nostalgik. Senko hanabi biasanya dinyalakan dengan hati-hati dan menghasilkan percikan api yang berlangsung dalam waktu singkat, menciptakan momen yang menenangkan dan penuh keindahan sederhana.]


"Iya! Aku kan tidak bisa pergi ke festival kembang api!"


"Begitu..."


Aku teringat kalo dia ada pertandingan pada hari festival kembang api. 


Dia sudah membantu begitu banyak tim hingga aku hampir tidak ingat klub mana.


"Klub itu menyenangkan, tapi aku juga sangat ingin melakukannya... Apa itu boleh?"


Tidak ada yang bisa menolak wajahnya yang seperti itu.


"Tentu saja boleh. Benar kan, Kouki?"


"Iya."


"Yey!"


Saat Manami bersorak, kami saling tersenyum dan menuju ke arahnya.


"Apa di taman baik-baik saja?"


"Menurutku itu bagus."


"Kalo kita akan pergi kesana, pastikan bawa ember. Apa kita punya api?"


"Tentu saja!"


Manami dengan bangga memperlihatkan satu set kembang api penuh kepada kami.


Tapi...


"Itu tidak boleh."


"Hah? Kenapa tidak?!"


"Skala itu tidak cocok untuk daerah perumahan!"


Sementara senko hanabi yang pertama dia tunjukkan mungkin masih bisa, tapi 'Ledakan Besar! Set Kembang Api Deluxe Super Besar' yang tertulis di kotak itu cukup membuatnya menyerah.


Kami pasti akan dilaporkan ke polisi.


"Kita bisa melakukan itu lain kali."


"Itu terlalu buruk. Nah, kalo begitu bawa aku ke suatu tempat, Kouki-nii!"

 

Seharusnya, aku akan setuju dengan mudah seperti biasanya, tapi sekarang, karena Aisha adalah... pacarku, aku merasa ragu untuk pergi dengan gadis lain meskipun dia adalah adikku. 


Mungkin Aisha merasakan keraguanku, dia tertawa dan dengan lembut, dia berbisik di telingaku agar hanya aku yang mendengarnya.


"Tidak apa-apa. Kouki yang aku cintai adalah Kouki yang juga memikirkan Manami."


Sungguh licik...


"Dan karena ini Manami, dia pasti akan menyuruh kita ber-3 untuk pergi bersama."


"Ya, itu ada benarnya juga."


Aku kembali menjawab kepada Manami.


"Aku akan membawamu ke mana saja, jadi hari ini bersabarlah dengan ini saja."


"Baik! Kalau begitu, ayo pergi bersama, Onee-chan juga harus ikut!"


Sambil berkata begitu, Manami masuk di antara kami dan meraih lengan kami ber-2.


Aisha hanya menggerakkan mulutnya dan dengan bangga menyampaikan, "Apa ku bilang?"


 

"Waah! Cantik!"


"Jangan lari-lari sambil membawa kembang api yang menyala!"


"Hehehe!"


Begitu kami ber-3 kembali ke jalan menuju taman, Manami tidak bisa menahan diri dan mulai berlari sambil menyalakan kembang api.


"Hey, Kouki."


"Hmm?"


Saat Manami terpesona dengan kembang api, Aisha memanggilku.


"Sebenarnya, aku rasa ini waktu yang tepat."


"Waktu yang tepat...? Oh!"


Jadi dia akan memberi tahu Manami... 


Memang sekarang adalah waktu yang sempurna.


"Jadi, yang mana yang akan kita katakan dulu?"


"Ah..."


"Aku ingin Kouki yang mengatakan dulu..."


"Tapi, Aisha lebih aman untuk melakukannya..."


Tepat pada saat itu, Manami berlari kembali.


"Kalian ber-2 cepat! Cepat!"


"Iya, iya."


Kami sementara waktu menunda pembicaraan itu dan melanjutkan untuk menikmati kembang api.


"Koki-nii! Pegang ini!"


"Ya ya... Tunggu, ini apa!?"


"Ada tulisan yang bilang warnanya akan berubah!"


"Tidak, bukan itu. Kenapa kau memberi 5 sekaligus?"


"Aku mau menyalakan api!"


"Dengar!"


Baik buruknya, Manami selalu seperti itu.


Tentu saja. Yang berbeda hanya kami ber-2.


"Aisha! Tolong pegang beberapa!"


Memegang 5 kembang api sekaligus membuatku silau dan penuh asap, ini jadi sangat merepotkan.


Manami menyalakan kembang apiku dan segera berlari dengan kembang api di ke-2 tangannya, jadi dia sudah tidak ada.


"Eh... ini?"


"Salah satu saja."


"Baik... ah..."

  

Tangan kami saling bersentuhan.


Meskipun kami sudah berkali-kali bergandeng tangan dan bahkan saling memeluk sebelumnya, sentuhan sekecil itu membuatku berdebar-debar.


"Ah..."


Sementara kami melakukan itu, semua kembang api sudah padam.


"Yuk, kita coba satu lagi."


"Ah..."


Sekarang kami masing-masing akan membawa 2 batang dan menyalakannya.


"Ah! Beri aku juga apinya!"


"Baik."


Manami yang memperhatikan kami segera berlari mendekat dan bergabung dengan kami. 


"Hehehe. Aku senang bisa bermain kembang api juga."


"Aku juga senang melihat Manami bahagia."


"Benar."


Kami ber-3 menikmati kembang api dalam keheningan.


Tidak ada yang berbicara, terpesona oleh api yang berwarna-warni.


Aku merasa hampir setengah waktu, aku hanya menatap Aisha yang disinari cahaya itu...


"Ah, kembang apinya sudah habis, ya."


Rupanya kami sangat menikmatinya sehingga kami menghabiskannya sebelum kami menyadarinya.


"Ini yang terakhir!"


Setelah mengatakan itu, Manami mengeluarkan kembang senko hanabi.


"Kita nyalakan bersama-sama, ya!"


Sambil berkata begitu, Manami berusaha mengeluarkan kembang api dari kantong.


Ini yang terakhir... berarti…


"Aisha, siapa yang..."


"Eh... uh..."


Aku berbisik kepada Aisha, tapi jelas tapi tidak mungkin itu bisa diputuskan dengan cepat.


"Baiklah! Sudah siap!"


"Terima kasih, Manami."


"Baik! Aku tidak akan kalah!"


Dengan semangat, Manami memberikan kami masing-masing satu batang senko hanabi.


"Kalo begitu, kita mulai!"


"Ya."


"Siap."


"3, 2, 1!"


Sesuai seruan Manami, kami semua mendekatkan nyala api ke senko hanabi.


"Ah, menyala!"


"Ah punyaku yang ini... biasa saja, ya?"


"Ku pikir itu akan menjadi intens setelah beberapa saat!"


Saat Manami mengatakan itu, kembang api miliknya sudah mulai memercik bunga api yang indah.


Dan aku...


"Ini, sepertinya sudah mau jatuh, kan?"


"Ahaha! Itu benar!"


"Hei, bodoh, jangan goyang aku!?"


Entah kenapa, kembang api hias yang aku pegang, alih-alih mengeluarkan percikan, malah hanya semakin membesar nyala apinya, seolah sudah hampir padam.


"Ah, Kouki. Aku punya ide bagus."


"Aku hanya merasakan firasat buruk."


"Kita sepakat bahwa yang pertama jatuh harus berbicara."


"Ini curang!?"


"Kya! Jangan goyang sedikit saja! Nanti jatuh, kan!?"


Karena permainan yang tiba-tiba ini, aku jadi merasa tidak bisa kalah.


Aku kini menatap senko hanabi itu dengan serius.


"Kau benar-benar tangguh..."


"Apa kau sudah sampai batasnya?"


Senko hanabi kami, Aisha dan aku, berada dalam kondisi yang hampir seimbang.


Sementara kembang apiku tidak mengeluarkan percikan, apinya terus menerangi dengan tenang, kembang api Aisha semakin membesar dan tampak siap jatuh kapan saja.


"Kalian ber-2 lemah."


Hanya kembang api Manami yang anehnya terus bersinar indah tanpa tanda-tanda akan jatuh.


"Kenapa bisa ada perbedaan seperti ini..."


"Aku tidak menggoyang kembang apiku, jadi!"


"Apa itu saja cukup...?"


"Fuh fuh fuh. Jika berkaitan dengan keseimbanganku, hal ini seperti sarapan bagiku!"

 

"Apa kau menggunakan keterampilan olahragamu bahkan di tempat seperti ini!?"


Manami memang luar biasa...


Tidak mungkin aku bisa mengalahkannya.


Itu baik-baik saja, tapi masalahnya adalah Aisha.


"Semangat!"


Aku tidak sengaja memberi semangat untuk senko hanabi yang dipegangnya.


"Aku tidak akan kalah...!"


Aisha memegang senko hanabi dengan ekspresi serius di wajahnya.


Kami ber-2 tenggelam dalam kembang api di depan kami.


Jadi, aku tidak menyadari bahwa Manami sudah menghadap ke arah kami dan mulai berbicara.


Ketika aku menyadarinya, suaranya sudah sampai ke telingaku.


"Selamat, kalian berdua."


"Eh?"


Tiba-tiba, kata-kata Manami membuatku dan Aisha secara bersamaan mengangkat kepala.


Tentu saja, situasi kami dengan senka hanabi yang sudah hampir habis menjadi berbahaya...


"Ah..."


"Ahaha! Aku yang menang!"


Sumber cahaya di depan kami, baik dari kembang api Aisha maupun milikku, sudah hilang.


Lilin juga sudah terbakar habis, yang tersisa hanya senko hanabi yang dipegang oleh Manami.


Senko hanabi itu menerangi Manami dengan indah.


Manami yang diterangi itu tersenyum lembut, senyum yang belum pernah kulihat sebelumnya, dan dia berkata lagi.


"Selamat."


"Eh..."


"Hehe. Begitu aku melihat kalian kembali, aku langsung tahu."


"Begitu..."


Aku bertukar pandang dengan Aisha.


"Begini..."


"Ya?"


"Berkat Manami, aku bisa memberi tahu Kouki dengan baik kalo aku mencintainya."


"Hehehe. Bagus! Apa itu dari Onee-chan, yang duluan?"


"Ti... tidak... Awalnya..."


"Aku yang menembaknya duluan. Tapi, sebagian besar situasinya membantuku, dan Manami adalah yang menciptakan banyak situasi seperti itu selama liburan musim panas ini."


Tanpa aku sadari, kembang api yang di pegang Manami juga sudah padam.


Di taman yang gelap, aku dengan tenang menyampaikan rasa terima kasihku kepada Manami.


"Jadi, terima kasih."


"Hehehe."


Seperti biasanya, Manami tersenyum.


Kemudian, dengan gaya yang biasa, dia berkata,


"Aku juga, menyukaimu Kouki-nii."


"Eh...?"


"Tentu saja, bukan sekadar keluarga atau teman, tapi aku ingin jadi pacar dan menikahimu, aku mencintaimu?"


"Ng...!"


Mau tak mau aku melihat ke arah Aisha, tapi dia hanya mendorongku untuk mendengarkan.


"Hehehe. Aku sudah mengatakannya."


Di taman yang gelap, ekspresi Manami tidak dapat kulihat.


"Tapi, aku juga mencintai Onee-chan dengan tingkat yang sama!"


"... Terima kasih."


"Jadi, aku... senang kalo kalian ber-2 bahagia... Hah? Seharusnya... senang..."


Suara Manami berubah menjadi suara tangisan.


"Maaf, ya? Tapi, aku benar-benar senang... Tapi... rasanya sedikit sepi."


Mendengar kata-katanya, aku dan Aisha memeluk Manami secara bersamaan.


"Hehehe... Kouki-nii, jangan... lakukan hal seperti itu, ya?"


Manami yang menangis itu dijawab oleh Aisha.


"Tidak akan kubiarkan kau merasa kesepian. Aku dan Kouki tidak akan membiarkanmu merasa begitu."


"Benarkah? Aku sangat menyukai Kouki-nii, lho?"


"Aku tahu..."


"Kalo kita terus seperti ini, dan Kouki-nii jadi menyukaiku juga...?"


"Ugh... Itu... Aku percaya pada Kouki... Tidak apa-apa. Mungkin... pasti..."

 

"Aku ingin kau mengatakan itu dengan tegas."


Melihat keadaan itu, Manami yang tersenyum bertanya setelah dia berhenti menangis.


"Aku boleh berada di samping kalian, kan?"


"Tentu saja."


"Jelas."


Jawabanya tidak perlu dipikirkan.


Aku tidak bisa membayangkan Aisha tanpa Manami di sisinya.


"Aku akan memintamu melanjutkan sebagai tutor ku juga, ya?"


"Tentu saja."


"Kalau begitu... bolehkah aku meminta Kouki-nii mengelusku sebagai hadiah kan...?"


"Itu juga... boleh..."


Sepertinya Aisha sedang berjuang dengan perasaannya.


"Dan, eh... bisa dipeluk juga...?"


"Yah, Manami juga pasti akan mendekat tanpa diundang..."


"Bagaimana dengan pangkuan?"


"Itu dilarang sampai aku yang melakukannya!"


"Eh? Belum, ya? Kalo begitu, cepat lakukan!"


Sekilas, sepertinya wajah Manami menunjukkan rasa bangga.


"Bolehkah aku meminta Kouki-nii memegang tanganku?"


"Aku tidak tau kemana Manami akan pergi tanpa itu... jadi mau bagaimana lagi."


"Hehehe."


Walaupun wajahnya tidak terlihat jelas, aku merasa bisa melihat ekspresi nakal yang biasa Manami tunjukkan.


Kemudian, Manami berkata kepada Aisha,


"Kalo begitu, bolehkah kita juga berciuman?"


"Boleh..., eh...!? Ciuman!?"


"Aku baru saja bilang begitu!"


"Tidak boleh! Tidak boleh! Aku juga belum melakukannya!"


"Kalo begitu, apa boleh aku melakukannya setelah Onee-chan melakukannya?"


"Itu... ya... ah! Kouki, katakan sesuatu!"


"Apa kau sekarang mengalihkannya padaku!?"


Bahkan dalam situasi yang membuatku tidak nyaman seperti ini.


"Ahaha. Ya! Tidak apa-apa!"


Dengan begitu, Manami tiba-tiba menjauh dari kami.


"Manami...?"


"Aku selalu ingin kalian ber-2 berpacaran."


"... Ya."


"Tapi ketika akhirnya kalian berpacaran, aku juga merasa bingung tentang apa yang harus kulakukan."


Manami berbicara dengan tenang.


"Tapi sekarang aku mengerti. Walaupun kalian berpacaran, aku bisa tetap seperti biasanya."


"Itu sudah pasti."


"Hehehe. Terima kasih. Onee-chan."


Manami benar-benar tersenyum seperti biasanya.


"Tapi Onee-chan, aku akan mengatakannya dengan jelas oke?"


"Apa itu...?"


"Aku bertanya apa Kouki boleh menyukaiku!"


Saat dia mengatakan itu, Manami tiba-tiba melompat ke arahku.


Tidak mungkin untuk menghindar, atau lebih tepatnya, karena dia terlalu cepat, aku tidak bisa menghindar.


"Ah!"


"Hehehe. Kuoki-nii! Peluk aku"


"Sebentar! Lepaskan, Manami!"


"Eh, tadi kau bilang boleh?"


"Itu... eh... Kouki!?"


Aisha sepertinya mengalihkan kemarahannya padaku.


Memang, walaupun tidak bisa dihindari, mungkin aku merasa sedikit bersalah karena tidak bisa menghindar.


"Eh... maaf."


"Kalo kau minta maaf seperti itu, itu seolah-olah aku benar-benar melakukan sesuatu yang buruk!"


"Jadi, apa yang seharusnya kulakukan!?"


"Ahaha!"


Bersama Manami, kami ber-2 terus dibawa kemana-mana.


"Selamat untuk kalian ber-2!"


Sambil berkata begitu, kali ini Manami memeluk kami ber-2 dengan penuh semangat.


"Ah... terima kasih, Manami."


Senyum lembut Aisha benar-benar menunjukkan bahwa dia adalah kakak yang baik.


"Dari aku juga, terima kasih. Manami."


"Ya!"


Aisha dan aku tidak akan bisa menjalin hubungan yang membuat Manami menangis.

 

Itu sebabnya aku sangat senang kalo dia bisa merayakan dengan tersenyum seperti ini.


"Ah, benar!"


Sambil memeluk kami ber-2 Manami berkata. 


"Dari ibu, aku dengar kalo Yuki-kun akan pindah ke sini mulai semester ke-2!"


"Yuki...?"


Aku terkejut mendengar nama yang sudah lama tidak kudengar.


Namanya sempat disebut-sebut saat aku merawatnya, ya, itu benar.


"Sepertinya ini akan menyenangkan! Setelah liburan musim panas!"


Manami pasti sangat senang karena dia dekat dengan Yuki.


Aku sendiri juga menantikannya.


Karena dia adalah satu-satunya teman masa kecilku selain Aisha dan Manami, serta teman pria yang berharga bagiku.


 



Posting Komentar

نموذج الاتصال