PROLOG
Aku harus menjadi yang terbaik.
Baik dalam pelajaran maupun olahraga, tidak peduli dalam bidang apapun, aku harus menjadi istimewa.
Aku tidak punya keinginan pribadi dalam hal ini. Bukan karena aku ingin menjadi yang terbaik, tapi karena aku harus menjadi yang terbaik.
Tidak ada yang dihasilkan dari keinginanku sendiri, semua yang ada dihasilkan dari obsesi yang memaksa.
Ku pikir aku memiliki 'kepribadian' ku sendiri sampai sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Seharusnya aku bisa tetap jujur pada diriku sendiri.
Sekarang, aku mengganti lensa kontak yang sudah begitu akrab di mataku dengan kacamata, dan berdiri di depan cermin.
Yang terpantul di sana adalah diriku yang apa adanya... diriku yang sederhana.
Bukan diriku yang tampak mencolok dalam kehidupan sehari-hari di SMA.
Ini adalah diriku yang sebenarnya, bukan versi sementara.
'Kohinata Rin' yang apa adanya.
Meskipun berusaha tampil menarik, aku tetap tidak bisa menyamai yang asli.
Yang melintas di pikiranku adalah dua teman yang aku dapatkan selama kehidupan SMA.
Mereka adalah dua orang yang menarik perhatian semua orang di kelas.
Dulu, aku selalu mengatakan pada diriku sendiri kalo aku sama seperti mereka, tapi itu hanyalah ilusi.
Entah karena cinta atau alasan lainnya, keduanya semakin bersinar dari hari ke hari.
Salah satunya, Sara-chan, dia semakin sering tersenyum, dan satu lagi, Yuuna-rin, dia semakin serius dalam olahraga.
Aku pikir mereka benar-benar keren.
Dibandingkan dengan mereka, aku merasa tidak memiliki apa-apa.
Sebenarnya, merekalah yang lebih sering menjadi pusat perhatian di kelas.
Aku hanyalah pelengkap, aku hanya berusaha menjaga diri agar tidak tertinggal dari lingkaran pertemanan mereka.
Melihat diriku yang sederhana di depan cermin seperti ini, rasanya aku hampir menyerah.
Aku tahu sejak awal kalo aku tidak akan pernah bisa menyaingi 'cahaya' mereka.
Tapi, aku harus setara dengan kedua orang itu.
Untuk itu, aku harus meraih sesuatu yang terbaik, sesuatu yang istimewa.
Aku tidak boleh tertinggal lebih jauh lagi.
Untuk mencapai itu, aku akan melakukan apa saja.
Karena, sampai sekarang pun aku kadang masih teringat. Kejadian mengerikan yang pernah aku alami dulu.
Beberapa wajah yang buruk dengan senyum yang keji. Dan tubuhku yang gemetar, jariku yang bergetar. Serta hatiku yang menjadi dingin dan mati rasa...
Aku tidak mau mengalami hal seperti itu lagi.
Walau ini hanyalah topeng, aku harus tetap setara dengan kedua orang itu.
Aku harus menemukan sesuatu yang bisa aku untuk kerahkan dengan seluruh tenagaku...