Kamu saat ini sedang membaca Tsukushita garina uchi no yome ni tsuite derete mo ī ka? volume 1, side story. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makinsemagat+buat dana untuk beli raw
MASA PERNIKAHAN
KAMI MEMULAI KEHIDUPAN PENGANTIN BARU YANG BEGITU MANIS
Ini adalah cerita tentang malam ketika aku melihat sesuatu yang sangat mengejutkan di kamar Riko.
"Ah, sialan."
Ketika aku menuju ke meja ku di kamar ku dan mengobrak-abrik tas sekolah ku, aku menyadari bahwa aku telah meninggalkan buku pelajaran bahasa Inggris ku.
Bahasa Inggris adalah jam mata pelajaran pertama besok, dan aku pasti akan dipanggil untuk menjawab, jadi aku tidak bisa tidak mengerjakan tugas.
"Apa Riko sudah keluar dari kamar mandi?"
Aku bergumam pada diriku sendiri dan keluar dari kamarku, lalu aku mengetuk pintu kamar Riko yang berada di seberang.
Sunyi. Sayangnya, tidak ada jawaban.
Aku memeriksa ruang tamu sebentar, dan seperti yang kuduga, Riko tidak ada di sana.
Sepertinya dia masih di kamar mandi.
Riko pasti akan mulai mengerjakan tugas setelah mandi, jadi aku mungkin bisa meminjam buku itu terlebih dahulu.
Saat aku berdiri di depan pintu ruang ganti, aku bisa mendengar nyanyian kecil Riko dari dalam.
Hanya dari itu saja, wajahku langsung memerah dan detak jantungku meningkat.
Aku buru-buru menggoyangkan kepalaku dan menyingkirkan pikiran-pikiran tidak perlu dari kepalaku.
"Riko—! Apa kau bisa mendengarku?"
Saat aku meletakkan tangan di pintu dan memanggil dengan suara agak keras, terdengar suara cipratan air.
"Apa? Kenapa...?"
Balas Riko yang jelas-jelas terkejut.
Sepertinya aku telah mengejutkannya, dan aku merasa harus minta maaf.
"Maaf telah mengganggu saat kau mandi...! Aku meninggalkan buku teks bahasa Inggrisku di kelas, jadi bolehkah aku meminjam bukumu sebentar?"
"Ah, ya! Buku itu ada di meja di kamarku, jadi silakan ambil!"
"Terima kasih...!"
Karena kalo aku berbicara lebih lama dengan Riko mungkin akan membuatku hidung ku mimisan seperti sebelumnya, aku segera mundur dan menuju kamar Riko.
Kalau dipikir-pikir, kamar Riko adalah zona yang cukup berbahaya bagiku.
Dalam kegugupan, aku hampir lupa tentang hal itu, membuka pintu, dan menyalakan lampu.
Saat aku mencari meja di ruangan, aku terbelalak ketika melihat dinding di samping tempat tidur.
"Eh... Apa itu...?"
Aku berdiri kaku di pintu masuk, tidak percaya dengan apa yang kulihat, ketika tiba-tiba suara riuh dari lorong terdengar.
"Minato-kun, jangan buka pintunya!"
Riko berlari menuju kamarnya sambil berteriak.
Rambutnya tentu saja basah, dan piyama yang dia kenakan tampaknya dipakai terburu-buru dengan beberapa kancing yang tidak terpasang dengan benar.
Saat Riko sampai di depan kamarnya, dia menatapku dengan mata panik, membandingkan dinding yang baru saja kulihat dengan diriku, dan matanya mulai berair.
"Apa... Apa kau melihatnya...?"
Aku tidak bisa berbohong bahwa aku tidak melihatnya.
"Maaf, itu...”
"Wow, itu terlalu memalukan."
Setelah mengatakan itu, Riko berjongkok. Jarang sekali dia merasa begitu putus asa.
"...Minato-kun, kau hampir tidak pernah datang ke kamarku, kan?"
"Ya."
Ini adalah kedua kalianya aku ke kamar Riko. Tempat ini sudah menjadi tempat yang sangat sakral bagiku, dan aku tidak bisa sembarangan mendekati tempat ini tanpa alasan.
"Jadi, aku pikir tidak ada orang yang akan melihat, dan aku melakukan hal seperti itu... Aku merasa jijik dengan diriku sendiri, maafkan aku..."
"Tidak, aku sama sekali tidak berpikir seperti itu, tapi aku hanya bertanya-tanya kenapa..."
Aku kembali menatap dinding kamar Riko dengan bingung.
Dinding putih bersih yang dihiasi dengan bingkai foto.
Di dalam bingkai itu, terdapat salinan formulir pendaftaran pernikahan yang kami serahkan ke KUA.
...Riko, kenapa dia memajang sesuatu seperti itu?
Memang, sebelum kami menyerahkan pendaftaran pernikahan kami, dia sempat meminta salinannya sebagai kenang-kenangan, dan kami berhenti di toko konbini.
Ketika aku memandang Riko yang sedang melihat bingkai itu, dia menutup matanya dengan rapat dan mengungkapkan dengan suara pelan.
"A-aku... senang... Kau mau menikah denganku..."
"....!"
Ketika aku ingat kembali, pada hari kami mengisi formulir pendaftaran pernikahan, Riko juga mengatakan "Aku senang."
Selembar kertas dengan nama dua orang diletakkan di atas meja.
Setelah menatapnya, Riko kemudian perlahan mengelus nama belakangku dengan jari rampingnya dan berbisik penuh rasa haru.
"Mulai hari ini, aku juga punya nama belakang yang sama dengan Minato-kun."
"....!?"
─ Shinyama Riko.
Aku ingat betapa deg-degannya aku merasakannya di dalam hati.
Karena pernikahan kami membuat Riko tidak perlu pergi ke luar negeri, dan karena dia sangat mengagumi status sebagai istri, aku mengerti bahwa dia merasa bahagia dalam arti itu.
"Tapi, kenapa kamu memajang formulir pendaftaran pernikahan itu?"
"Formulir pernikahan adalah bukti bahwa kita pasangan suami istri, kan? Jadi, aku ingin meletakkannya di tempat yang bisa ku lihat setiap saat."
Riko, jika kamu mengatakannya seperti itu, aku jadi merasa bingung...
Aku hampir merasa seperti kami benar-benar pasangan suami istri yang saling memahami.
Jika benar-benar seperti itu, aku pasti akan memeluk istriku yang sangat manis ini dengan sepenuh hati.
...Aku tetap ingin menjadi suami istri yang sah dengan Riko.
Dan suatu hari nanti, aku ingin mengungkapkan betapa aku sangat ingin memeluknya pada hari ini.
Dengan harapan untuk masa depan, aku menggenggam erat telapak tangan yang tidak bisa aku raih.
"Eh! Riko, kancing piyamamu salah pasang."
"Eh? Wah!? Benar! Maafkan aku, aku jadi terlihat berantakan..."
Mungkin Riko masih sangat panik.
Yang sulit dipercaya, Riko membalikkan tubuhnya dan mulai membuka kancing piyamanya di tempat.
Aku bisa mendengar suara kancing yang terbuka satu per satu di telingaku.
"...Apa?!!"
Riko, ohhhhhh!
Aroma segar yang tercium darinya setelah dia mandi, rambutnya yang basah, dan piyama yang memicu naluri rasionalku, ditambah lagi dia melakukan hal itu. Ini benar-benar bahaya.
"O, aku akan kembali ke kamarku!!"
Aku berteriak dengan suara tergagap dan langsung berlari ke kamarku.
Begitu pintu ditutup, aku baru sadar.
Aku lupa meminjam buku teks bahasa Inggrisnya...!