Amaetai Osananajimi wa\ Home\trakteer\Facebook
CHAPTER 6
RIONNA IZUMI INGIN PAMER
Dengan kombinasi antara kereta dan berjalan kaki, perjalanan memakan waktu sekitar empat puluh menit. Di dekat perumahan, terdapat bangunan sekolah yang menjulang tinggi. Itu adalah SMA di Prefektur Hidegasaki.
Aku duduk di kelas 3-7, di barusan terakhir di dekat jendela dan sedang fokus belajar bahasa Inggris.
“Ryota, aku butuh tisu.”
“ Ada di tasku, jadi ambil saja.”
Sebuah suara datar dengan sedikit naik turun terdengar dari sebelahku. Saat aku mendongak, yang pertama kali terlihat adalah rambut panjang yang berwarna agak kebiruan yang tergerai yang hampir mencapai pinggangnya.
Dia memiliki penampilan yang cantik, dan matanya terlihat sedikit mengantuk. Poninya cukup panjang untuk menutupi mata kanannya.
Setelah mendapat persetujuanku, dia mulai merogoh-rogoh tas sekolahku yang tergantung di pengait di mejaku.
“Aku menemukannya. Terima kasih.”
Dia mengambil beberapa tisu dan mulai membersihkan hidungnya dengan keras.
“Apakah kamu sedang pilek?”
“Tidak. hidungku hanya berair.”
“Tunjukkan dahimu sebentar.”
“Mm.”
Dia menyisir poninya ke belakang dan menunjukkan dahinya kepadaku.
Aku melepas pensilku di atas meja dan mengulurkan tangan untuk menyentuh dahinya.
Aku memeriksa suhu tubuhnya dengan membandingkan suhu tubuh ku dengan suhu tubuh nya untuk mengetahui apakah dia demam atau tidak.
“Sepertinya kamu tidak demam.”
“Jadi memang bukan pilek.”
“Tapi hidungmu berarkan. Oh, kamu boleh mengambil tisu itu.”
“Oh. Terima kasih.”
Dia menundukkan kepalanya dan kembali ke tempat duduknya. Aku mengambil pensil yang tergeletak di meja dan kembali fokus pada belajar bahasa Inggris lagi. Suara dari Orang-orang di sekitarku
terdengar di sekeliling mereka berkata, ‘Mereka melakukannya lagi'
dan ‘Mereka manis!', sungguh menjengkelkan mereka ini.
Aku dan dia— Izumi Rionna, hanyalah teman biasa, tidak lebih dan tidak kurang. Namun, orang di sekeliling salah paham dan mengira bahwa kami berpacaran. Awalnya aku mencoba untuk menyangkalnya, tapi sekeras apa pun aku berusaha menjernihkan kesalahpahaman itu, aku tidak bisa membuat siapa pun mengerti, jadi aku menyerah dan membiarkannya begitu saja.
Saat aku menghela nafas, aku mendengar langkah kaki mendekat.
“Aku lupa untuk mengatakan sesuatu.”
“Hm?”
Aku melihat ke arahnya, Izumi Rionna yang seharusnya telah kembali ke tempat duduknya.
“Ryota, ada rambutmu berdiri.”
“Oh? Di mana?”
“Di bagian belakang... aku akan membantumu, jadi tetap diam.”
“Maaf, terima kasih.”
“Tidak, kamu tidak perlu khawatir tentang hal itu. . Ini hal yang biasa.”
Aku bertanya-tanya apakah rambutku tertiup angin dalam perjalanan ke sekolah. Izumi Rionna lalu berjalan ke belakangku dan mulai menyisir rambutku dengan sisir tangan. Aku pasrah dan membiarkan dia melakukannya. Tiba-tiba, aku teringat bahwa aku belum memberi tahu Riona, soal aku yang sudah punya pacar.
"Ah, ngomong-ngomong, aku sudah punya pacar."
"Ryota, hari ini bukan April Mop."
"Aku tidak bohong kok. Beneran. Serius."
"Kamu mau ke dokter?"
"Kamu emang nggak percaya ya..."
"Aku percaya kok. Jadi, mau ku antar ke rumah sakit jiwa?"
Dia menatapku penuh kebaikan. Matanya penuh perhatian itu bukan sekadar lelucon. Ya, aku memang tidak sering berinteraksi dengan gadis. Dan yah Sepanjang sekolah, tidak ada gadis lain selain Riona yang membuatku nyaman untuk ku ajak bicara…
"Aku nggak mau ke rumah sakit, mau lihat buktinya?"
"Maaf."
"Kenapa minta maaf?"
"Aku bisa langsung mengetahui jika foto itu editan atau bukan. Aku tidak bisa menerima kebohongan menyedihkanmu, Ryota."
"Aku tidak membuat foto editan! Pertama-tama, aku tidak tahu cara membuatnya, lagipula apa gunanya berbohong dan mencoba pamer jika aku punya pacar?"
"...Benar juga. Ryota, apa yang ingin kamu lakukan dengan pamer padaku?”
Anehnya, Riona terlihat terkejut. Itu sebabnya aku tidak ingin pamer.
Aku menghela nafas frustrasi dan mengeluarkan smartphone ku.
"Nih, ini. Dia adalah pacarku."
Aku menunjuk layar smartphone ku untuk membuktikan kalau aku punya pacar. Apa yang terpantul di layar adalah foto Hibiya yang memelukku. foto ini yang aku ambil beberapa hari yang lalu.
Rionna menghentikan gerakannya tangannya yang merapikan rambutku. Setelah kaku selama sekitar 30 detik, dia menatapku dengan curiga.
"....Berapa yang kamu bayar? Aku nggak akan marah, jadi ceritakan saja."
"Kamu..."
"Yah, Karena gadis ini sangat imut sehingga Ryota tidak pantas mendapatkannya. Itu tidak wajar.”
"Dia memang pacarku. selain itu, kami juga teman masa kecil."
"Teman masa kecil?"
“Ya. Jadi, menurutku ada banyak hal yang terjadi."
"Teman masa kecil... Mengerti. Maaf sudah meragukanmu, Ryota."
Setelah dia mendengar bahwa kami teman sejak kecil, Rionna meminta maaf dengan tulus. Aku tidak bisa membencinya karena dia meminta maaf seperti ini, padahal dia terkadang mengeluarkan kata-kata pedas yang menyakitiku dengan cara yang halus.
"Sudahlah. itu memang kenyataannya, dia terlalu bagus untukku."
Tidak. Itu hanya aku yang jahat. Ryota tidak terlihat seburuk itu.
Aku menyukainya."
"Tidak, itu hanya aku yang mengatakan hal yang jahat. Ryota tidak terlihat seburuk itu kok. malaah aku menyukaimu."
"Apa, apa kamu? Apakah kamu meyukaiku?"
"Aku akan mendapat masalah jika orang-orang menganggap serius pujianku.”
...Oh tidak. Aku merasa ingin mati. Tolong jangan katakan bahwa kamu menyukai seseorang dengan santai. Terutama untuk orang seperti aku yang tidak punya pengalaman dalam percintaan.
"Pokoknya, itu bagus, Ryota. Sejujurnya aku mengira Ryota akan tetap melajang dan mati tanpa ada yang menemanimu."
"Itu terlalu agak menyedihkan bagiku.."
"Melihat situasi Jepang saat ini, itu bukanlah cerita yang mustahil.
Jadi, sebaiknya kamu menghargainya seumur hidup. Jika kamu melepaskannya, menurutku tidak akan ada lagi yang akan menyukaimu”
"Baiklah... aku juga tidak berencana melepasnya..."
Yah aku tidak punya rencana untuk putus dengannya, tetapi aku tidak pernah berpikir bahwa aku cocok untuk hal percintaan.
"Rambutmu sudah rapi, aku akan kembali ke tempat duduk ku. Sampai jumpa."
"Yeah, terima kasih."
Riona sedikit mengangkat sudut mulutnya dan kali ini kembali ke tempat duduknya. Tiba-tiba, Aku menyadari bahwa sekarang, semua mata pria di sekitarku sedang menatap ke arahku, mereka mentapku dengan tatapan membunuh dan itu jujur agak menyakitkan. Ketika Aku menunduk melihat buku pelajaran bahasa Inggris, dan memulai kembali mengerjakan tugas. Aku dan Rionna hanyalah teman biasa.
Tapi sepertinya orang-orang di sekitar salah paham.
Tanpa ada masalah apapun, aku menyelesaikan keseharian kegiatan sekolahku setelah Golden Week dan aku waktunya pulang sekolah setelah pelajaran selesai.
Saat aku berjalan di atas jalan berkerikil dengan sepatu pantofel ku, aku melihat ada keramaian yang tidak biasa di sekitar gerbang utama. Kebanyakan yang berkumpul adalah murid laki-laki. dan mereka melontarkan pertanyaan-pertanyaan seperti ‘Kamu dari sekolah mana?’ atau ‘Apa kamu punya pacar?’ bergema di udara.
sepertinya ada gadis yang sangat cantik. Yah karena jarang melihat
pemandangan seperti ini, aku jadi penasaran seberapa cantik gadis itu. Aku kemudian berjinjit untuk melihat ke tengah kerumunan.
Dan di sana ada—
"Ah, Ryota-kun!"
──Orang yang familiar, atau lebih tepatnya, dia adalah pacarku, Hibiya.
Begitu Hibiya melakukan kontak mata denganku, dia berlari ke arahku, rambut coklat mudanya yang pendek bergoyang. Dia lalu bersembunyi di belakangku dan meraih seragamku menggenggamnya dengan erat.
"Eh, Hibiya?"
"Tolong bantu aku, Ryota-kun. Mereka berusaha dengan keras untuk mendapatkan informasi pribadiku!"
Dia berkata dengan cepat dan panik. Sementara itu, ekspresi para anak laki-laki yang sebelumnya mencoba menggoda Hibiya, berubah murung. Mereka terlihat seperti dunia mereka telah berakhir, berdiri dengan terpuruk dan tak berdaya.
"Tch, ternyata dia sudah punya pacar."
"Ya memang begitu..."
"Tapi bukankah pacarnya terlihat membosankan?”
"Kenapa, memilih cowok kayak gitu?"
"Apa yang terjadi dengan dunia ini?”
[TL\n: yah lu pada kan cuman NPC]
Setelah mengetahui bahwa Hibiya memiliki pacar, anak-anak laki-laki itu mulai berpisah satu per satu. Aku harap mereka berhenti mengatakan hal-hal menyakitkan seperti itu. Aku hampir menangis, loh?
Setelah kemunculanku, keributan di sekitar kami mereda. Hibiya lalu menghela nafas lega dan mengelus dadanya. Aku kemudian menatapnya dengan tatapan heran.
"Kenapa kamu ada di sini? bagaimana dengan sekolahmu?"
"Hari ini, guru sedang rapat, jadi sekolah selesai lebih cepat dari biasanya. Jadi, aku menunggumu di gerbang sekolah karena aku ingin bertemu Ryota-kun secepatnya, tapi mereka terus memanggilku satu demi satu.'’
Hibiya menghela nafas lelah lalu dia melingkarkan lenganya di lenganku, dan aku dapat memcium aroma buah manis dari tubuhnya.
"...Hah. Hei, ada orang yang menonton.”
"... Maafkan aku, aku pusing karena banyak orang..."
"Maaf, aku tidak menyadarinya! Kamu mau duduk?”
"Tidak, jangan khawatir. Ini hanya alasan ku untuk tetap dekat dengan dirimu, Ryota-kun."
Hibiya memiliki senyum lembut di wajahnya. mendengar itu aku hanya bisa mengencangkan bibirku. Hibiya mengibaskan tangannya dan menunjukkan sikap cuek.
"Yah sebenarnya, begini, akan merepotkan jika mereka mengelilingiku lagi, jadi aku hanya mencoba menunjukkan kalau aku adalah pacarnya Ryota-kun."
"Kalau begitu, tidak apa-apa......"
Hibiya tersenyum dan memeluk erat lenganku.
"omong-omong”
"Hmm?"
"Kamu nggak berselingkuh, kan, Ryota-kun?"
"Hah?"
Tatapan Hibiya bergerak secara diagonal ke belakangku..Saat aku berbalik bersamanya, mataku bertemu dengan orang yang berdiri di belakangku, orang itu menatapku dengan ekspresi kecewa sambil menggenggam lengan seragamku.
“Kamu akhirnya menyadarinku. Aku ingin kamu memperhatikanku sejak tadi.”
"Tidak, jika kehadiranmu menghilang sebanyak itu, aku bahkan tidak akan menyadarinya. Sudah berapa lama kamu di sana, Riona?”
Saat aku memperhatikan Riona, yang berdiri secara diagonal di belakang ku, dan dia terlihat bingung. Riona lalu melanjutkan dengan ekspresi acuh tak acuh
"Kamu baru sadar. Aku sudah berdiri di samping mu sejak kamu keluar dari kelas. Aku ingin mengejutkanmu dari belakang, tapi aku kehilangan kesempatan.”
"Itu terlalu jahat."
"Tolong jangan memujiku secara tiba-tiba. Ryota…”
Aku sebenarnya tidak bermaksud memujimu sama sekali loh. lalu tiba-tiba, rasa dingin merambat di tulang punggungku. Saat aku menoleh ke belakang, aku melihat kekasihku yang sedang tersenyum, tapi matanya tidak tersenyum sama sekali.
"Ah, ehm, dia adalah—”
"Namaku Izumi Rionna. Aku hanya teman Ryota."
Riona mulai memperkenalkan dirinya melalui suaraku. Karena pagi tadi aku telah menunjukkan foto, Hibiya pada nya dia mungkin sudah mengerti bahwa Hibiya adalah pacarku. Hibiya menatap Riona seolah sedang menilainya.
"Aku Hibiya Sayu, pacar Ryota-kun. Dan Izumi-san adalah—"
"Panggil saja Rionna. Aku tidak suka dipanggil dengan marga ku."
"Aku mengerti kalo gitu, Rionna-san."
"Ya."
"Apa Riona-san benar-benar hanya seorang teman?”
"......? Tentu saja. Aku tidak mengerti kenapa aku harus tertarik pada Ryota secara romantis."
"I-itu tidak sopan! Ryota-kun keren sekali loh! Bukankah sebaiknya otakmu harus diperiksa?”
"Lebih baik kamu yang memeriksakan otakmu. Benar, Ryota?"
Aku merasa agak aneh ketika dia membicarakanku seperti itu. Aku kemudian menatap tajam Rionna dan memukul kepala gadis itu dengan lembut.
"Cobalah untuk lebih memperhatikan perasaan orang lain."
"Auw. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya..."
"Itu bahkan lebih buruk lagi!"
"Kalau begitu, Ryota kamu harus sedikit memperhatikan penampilannya. Misalnya, rambutmu itu."
"Ugh... itu, ya, jangan terlalu khawatir—hey, apa yang kau lakukan?"
"Balas dendam. Kalau di pukul, berarti harus dibalas. Itu prinsipku."
[TL\n: ni cewek tipe ngeri-ngeri sedap, semisal kalo pasangnnya mukul dia bakaln bales muku, ya bagus sih, tapi gua kepikiran giman kalo dia di perkaos paksa, apa dia bakalan perkaos balik yg coba perkaos paksa dia]
Riona lalu memukul dahiku dengan pukulan karate. Saat aku menatap Riona sambil mengusap dahiku dengan tangan kananku, lenganku tiba-tiba ditarik ke belakang. Pusat gravitasi ku bergeser dan postur tubuh ku terganggu.
"Ryota-kun? Kenapa, kamu menggoda gadis lain tepat di depan pacarmu?"
Garis biru muncul di dahinya Hibiya, dan dia menatapku dengan mata gelap dan kekuatan saat dia mencengkeram lenganku sangat kuat.
"Aku, aku tidak mengidanya atau apapun."
“Tidak peduli bagaimana kamu melihatnya, kalian terlihat sedang menggoda! Kalian terlihat seperti pasangan yang sudah lama berkencan!”
"Heh, apa? Pertama-tama, aku mulai berbicara dengan Riona dengan sekitar sebulan yang lalu.”
"Sebulan yang lalu!? Tapi, jarak kalian itu agak aneh!?"
Hibiya membuka dan menutup mulutnya dengan cepat, dia terlihat bingung, aku dan Rionna juga sama-sama bingung. Sambil mengangkat bahu dengan penuh kebingungan, kami berdua menatap Hibiya dengan tatapan bingung.
"Jangan salah paham. Aku tidak tertarik pada Ryota sebagai lawan jenis."
"Tapi, kamu pernah bersama Ryota-kun di hari libur, kan? Aku tahu itu!?"
Hibiya memandang Rionna dengan mata yang penuh kekhawatiran, sebenarnya Hibiya pernah melihatku bersama seorang gadis, yah lagipula gadis yang dia lihat pasti adalah Rionna.
"......Maksudmu di perpustakaan?"
"Ya, aku melihat kalian di dekat perpustakaan."
"Kalau begitu, aku dan Ryota hanya belajar bersama. Itu bukan kencan sama sekali."
"Oh, kalau begitu, baiklah."
"Ya, aku dan Ryota hanyalah teman. ......Eh, atau lebih seperti sekutu."
"Sekutu, ya?"
"Ya. Kita akan mendaftar ke universitas yang—"
Riona berbicara dengan acuh tak acuh, aku kemudian segera menutup mulutnya dengan cepat.
"Ri, Rionna, ada sampah di sana."
"F, fanyani no..."
[TL\n:yah intinya si riona bicara gak jelas karena mulutnya di tutup ama Ryota]
Riona menatapku dengan pandangan jengkel, Namun, aku tidak akan melepaskan tanganku dari mulut Riona. Sambil tetap menahannya, aku menatap Hibiya.
"Ehm, eh, yang jelas Rionna hanya teman biasa. Jadi, Hibiya tidak perlu khawatir tentang apapun."
"Tidak, sekarang aku lebih khawatir! Apa yang kau lakukan, Ryota?
A-aku belum pernah disentuh seperti itu oleh Ryota sampai sekarang!"
Hibiya memandang Riona dengan tatapan cemburu karena suatu alasan. Dia memperlihatkan kecemburuan yang jelas. Yah menurutku
ini bukan waktu yang tepat untuk merasa cemburu. Namun, aku tidak bisa membiarkan Riona memberikan komentar yang tidak perlu, Aku tersentak, lalu Hibiya melanjutkan.
“Selain itu, tadi Riona akan mengatakan sesuatu tentang universitas, bukan?”
“Ku-kurasa kau salah dengar”
Sambil berkeringat deras, aku memaksakan diri untuk tersenyum.
Melihat keadaanku yang seperti itu, Riona melepaskan dirinya dari genggamanku.
"Aku tidak melihat Ryota sebagai lawan jenis."
"Kalau begitu, tidak apa-apa… tapi tolong kamu harus jaga jarak dengan Ryota-kun”
"Hmm. Dimengerti. Kalau begitu, aku yang menghalangi sebaiknya segera pulang.”
"Eh, tunggu..."
"Yeah?"
"Tadi, apa yang ingin kamu katakan?"
"Aku lupa. Sampai jumpa lagi Sayu."
Riona membuat wajah acuh tak acuh, melambaikan tangannya, dan berjalan lurus melewati gerbang utama. melihat itu Hibiya tampak sedikit terkejut dengan perilaku Riona yang serba cepat.
Aku menghela nafas lega. Riona sepertinya peduli padaku dan aku terselamatkan. aku tidak ingin Hibiya mendengar tentang universitas yang akan ku masuki.
Riona lalu menghilang ke tengah kerumunan. kemudian Hibiya menatapku dengan ekspresi yang tidak jelas, lalu dia menatap mataku.
“Bagaimanapun juga, Ryota-kun harus berhati-hati."
"Tidak, Riona hanya seorang teman."
“Tapi ada juga cinta yang dimulai dari teman, kan?”
“Menurutku Riona tidak tertarik padaku.”
Roima hanya menganggapku sebagai teman, atau mungkin seperti adik. Yah faktanya, dia sendiri sudah pernah mengatakan kalo dia tidak tertarik pada ku secara romantis. Dan aku juga merasakan hal yang sama. aku ni tidak pernah melihat Riona sebagai objek cinta.
“Selain itu, Ryota-kun. Kamu memanggil ku dengan marga ku, tapi......
kamu memanggil Riona-san dengan nama depannya”
"Karena dia yang memintaku untuk memanggilnya begitu."
"Aku juga pernah memintamu untuk memagilku dengan nama depan ku kan?’
"kalau begitu ... Sa-Sayu, ya."
"......"
Hibiya menunduk dan wajahnya memerah dengan cepat hingga ke telinga
"Aku tidak bisa memanggilmu dengan nama depanmu jika kamu seperti itu…” ..."
"Tidak, aku hanya senang. Saat seseorang yang kusuka memanggilku dengan nama depanku. Itu membuatku sangat bahagia.”
Hibiya mengerang
Entah kenapa, bahkan aku merasa malu dan pipiku memerah. Aku tidak bisa menatap mata Hibiya.
Hibiya bergumam dengan malu-malu sambil melihat ke bawah, melihatnya seperti itu entah kenapa membuat ku ikut merasa malu dan pipiku memerah. Aku tidak bisa menatap mata Hibiya.
Tiba-tiba, aku sadar bahwa kami menarik perhatian orang-orang di sekitar.
"Ayo kita pulang sekarang. Kita akan menghalagi jika kita tetap di sini."
"Iya. Ah…. Ryota-kun ada tempat yang ingin ku singgahi sebentar, boleh kan?"
"Tentu saja. kamu awalnya datang ituk it, kan?"
“Hehe, apa kamu mengetahuinya?”
Hibiya tersenyum tipis, lalu mendekatiku. Sambil menahan perasaan malu, kami berjalan pulang dengan langkah gugup.
Aku lalu di bawa oleh Hibiya di sebuah pusat perbelanjaan yang terletak tepat di sebelah stasiun terdekat dari rumah kami.
Meskipun ini hari kerja, pusat perbelanjaan itu ramai dikunjungi orang. Banyak siswa yang pulang sekolah, dan suasana tokonya cukup ramai.
Sebenarnya, aku dibawa ke sini oleh Hibiya, aku dibawa ke toko pakaian anak-anak. Menurutku ini bukan tempat untuk pasangan pelajar mampir setelah pulang sekolah, aku lalu menatap Hibiya dengan heran, Hibiya terlihat asyik memilih pakain anak-anak
"Jadi mengapa aku... dibawa kemari?"
"Jangan bingung, Ryouta-kun. Di dalam perutku sekarang ada kehidupan baru yang akan lahir, jadi apa terlihat aneh kita yang milihan pakaian untuk anak kita?"
"Aku rasa itu sangat aneh."
"Tapi kita berdua sangat membutuhkannya. ... Kamu tidak lupa kan?
kalo kita sudah melakukan itu"
"Aku sangat ingin mengatakannya. bukanya aku lupa, tapi bahkan tidak mengingatnya!"
".....Aku mengerti. kalau gitu aku akan membesarkan anak ini sendiri.
Tidak masalah. Aku tidak akan merepotkanmu, Ryota-kun."
"Aku sudah menjadi pria sampah yang sangat buruk! Apa yang kamu inginkan dariku!?"
Dengan lembut, Hibiya mengusap perutnya yang tidak membengkak sama sekali. Ketika dia melihat ekspresi anehku, dia tampaknya menyadari sudah waktunya untuk berhenti dan menunjukkan ekspresi penyesalan.
"Maaf, aku sedikit terbawa suasana."
"Benar sekali... Jadi, kenapa kita berada di bagian toko pakaian anak-anak?"
“Yah sebenarnya ulan tahun sepupuku sedikit lagi. Jadi, kupikir aku akan memberikannya beberapa pakaian sebagai hadiah.”
"Yah baiklah. Tapi tolong jangan katakan hal-hal aneh seperti tadi."
"Ini tidak aneh. malah aku sangat berharap itu terjadi.”
"......A-aku mengerti.”
"...Ya. Jadi, Ryota-kun jika kamu mau, maukah kamu membantu ku untuk memilihnya? sebenarnya aku tidak terlalu mengerti apa yang bagus untuk anak-anak."
Hibiya sedikit memiringkan kepalanya saat dia mengambil pakaian terdekat, aku juga mengambil beberapa pakaian yang ada di dekatku dan mulai memilihnya.
"Tidak apa-apa sih, tapi aku tidak punya selera yang baik dalam memilih pakaian, ku rasa aku tidak akan banyak membantu."
"Itu tidak benar. Mendapatkan opini obyektif saja akan sangat membantu.”
"Tidak begitu. Bahkan hanya mendapat pendapat mu saja sudah sangat membantu."
Aku tidak begitu peduli dengan pakaian, yah tepatnya aku benar-benar tidak memahami fashion.
Sayang sekali menurutku selera gaya seorang siswa SMP cukup bisa diterima. Oleh karena itu, Hibiya sering mengajakku berkeliling ke toko pakaian. Bahkan sebenarnya hampir semua pakaian yang ada di lemariku di pilih oleh Hibiya.
Meskipun sedikit keluar luar dari topik, tetapi aku akan membantu sebisa ku. Setidaknya aku bisa memberikan beberapa pendapat ku.
[TL\n: kek gua jir, gua yg gak ngarti fashion malah selalu di minta emak dan adek gua buat milihin mereka baju, mana yg paling ngeselin adek gua, dia diem tures jir, kalo di tanya jawabannya cuman ‘iya’ atau ngaguk doang]
“Berapa umur sepupumu?”
“Dia seorang gadis yang akan berusia sembilan tahun’ tahun ini.…Ah, bagaimana dengan ini?”
Hibiya mengambil pakaian itu, termasuk gantungannya, lalu dia menunjukkannya padaku, yang dia tunjukan padaku adalah sebuah gaun kotak-kotak hitam dan merah. Pakaian yang cukup mencolok.
"Apakah anak itu tipe yang menonjol?"
"Tidak, dia orangnya pendiam dan pemalu."
"Kalau begitu, itu tidak akan cocok untuknya."
"Eh,kenapa? Tapi ini sangat imut kan?"
Saat aku dengan cepat menolak pakain yang di tunjukan padaku, Hibiya mulai menggerutu.
“Menurutku itu lucu, itu terlalu mencolok untuk anak yang tenang dan itu pasti akan menjadi rintangan besar bagi anak yang pendiam. aku tahu itu karena aku selalu memakai pakaian yang tidak sesuai dengan kepribadian ku.'’
"Meskipun saya pikir itu lucu, "
Menurutku Hibiya memiliki selera berpakaian yang sangat bagus.
Meskipun aku, yang sama sekali tidak memiliki rasa mode, tidak berhak untuk mengatakan itu. Namun, Hinata cenderung mengabaikan sisi si pemakai pakaian. Ada kalanya dia memilih pakaian yang mencolok yang hanya dapat dikenakan oleh pria super tampan yang bekerja di agensi idola terkenal.
"Begitu. Yah, kalau kamu bertanya padaku, Sebenarnya itu mungkin sedikit mencolok."
"Nah. Kalau dia anak yang pendiam, warna yang sejuk mungkin lebih cocok…”
Sambil memilah-milah pakaian digantungan, aku mencari pakaian yang cocok dengan tipe orang yang pendiam. Namun, menemukan pakaian yang cocok tidaklah mudah.
Aku tidak tahu banyak tentang pakaian anak-anak, dan jika itu untuk seorang gadis, itu bahkan lebih sulit untuk ku memilih, Saat itulah aku dan Hibiya meluangkan waktu kami dan melihat-lihat pakaian yang cocok.
"Ni-ni!”
[TL\n: jir malah ke inget anime yang ada di aplikasi kucing]
Sebuah dorongan ringan menghantamku dari belakang. suara anak kecil, yang sedikit cadel, Ketika aku berbalik, ada seorang gadis kecil berusia sekitar lima tahun dengan rambut hitam kebiruan di sana.
Dia membuka dan menutup matanya dengan cepat. Hibiya menutup mulutnya dengan tangan dengan ekspresi terkejut.
"Hah.. Eh...Ryota-kun, kapan kamu mendapat adik baru? Misaki-chan saja tidak cukup untuk mu…”
Untuk saat ini, aku akan membiarkan Hibiya. Jika aku balas kata-katanya sekarang, semuanya akan menjadi lebih rumit. Aku lalu berlutut di lantai mensejajarkan pandanganku dengan pandangan gadis kecil itu.
"Apakah kamu tersesat?"
"Ni-ni."
"Bukan, aku bukanlah Ni-ni mu. Ehm, siapa yang membawamu ke sini?"
"Nee."
“Apakah kamu tahu di mana Nee mu berada?"
"Ni-ni!"
"Eh? bukan aku..."
Dia menatapku dengan mata polos dan memanggilku ‘Ni-ni’ Berbeda denganku yang tersentak, gadis kecil itu tersenyum lebar.
Aku kemudian melihat sekeliling, tetapi aku tidak dapat menemukan siapa pun yang tampak seperti keluarganya. Hibiya, mungkin merasa ini bukan waktunya untuk berdiam diri, jadi dia juga berlutut dan mensejajarkan pandangannya dengan pandangan gadis itu.
“Bolehkah aku menanyakan namamu?”
"Imm, ibu ku bilang aku tidak boleh berbicara dengan orang asing.”
Hibiya bertanya sambil tersenyum ceria, dia mencoba meredakan ketegangan gadis kecil itu, Tapi gadis kecil itu tidak dia menggelengkan kepalanya dan menyembunyikan dirinya di tubuhku.
"...Aku Hibiya, erm, pacar Ni-ni. Kau tau dia dan aku akan menjadi sebuah keluarga di masa depan, jadi… bicara saja, tidak apa-apa. jadi jangan khawatir."
"Tidak, apa yang kamu bicarakan…”
Aku mengarahkan pandangan binggungku ke Hibiya. sementara gadis kecil itu masih bersembunyi di balik tubuhku, matanya setengah terbuka.
"Bukan nee-ne. nee-ne bahkan lebih manis”
"Uh.. begitu. Maaf kalau aku terbawa suasana.”
Poin nyawa Hibiya berkurang karena pukulan tanpa ampun dari gadis kecil itu. Kepalanya terkulai di tempat. Yah menurutku Hibiya cukup manis...tapi aku penasaran orang seperti apa kakak perempuan gadis ini. Apapun itu, tidak ada keraguan bahwa gadis kecil ini tersesat.
“Um, Bolehkah aku tahu namamu?"
"Rika.”
Setelah aku mengetahui nama gadis kecil itu, Hibiya kemudian menyenggol bahuku. Saat aku berbalik, Hibiya berbisik padaku.
“Apa harus kita akan membawanya ke tempat penguguman kehilangan?”
“Iya, kita tidak bisa membiarkannya begitu saja.”
Ini adalah pusat perbelanjaan yang cukup luas dan ramai pasti akan sangat sulit menemukan kaka Rika-chan sendirian. Solusi terbaik adalah mengugumkan pengumuman di gedung perbelanjaan ini. Aku lalu berdiri dan mengulurkan tanganku ke arah Rika-chan.
"kita akan pinda tempat sedikit, tapi apa kamu baik-baik saja?"
"Iya, tapi Ni-ni jangan selingkuh dari Nee-ne ya."
"Selingkuh? Tidak, sudah kubilang kan aku bukan Niini."
“Ni-ni!”
Sepertinya anak ini mengenalku sebagai kakak laki-lakinya. Aku ingin tahu apakah kakak laki-lakinya mirip denganku. aku mulai sedikit penasaran dengan kakak laki-laki gadis ini.
Rika-chan berdiri di depanku dan mulai menatap Hibiya dengan ekspresi cemberut.
“Hei, jangan berpura-pura!”
"Wow, aku benar-benar benci..."
“Bukannya dia tidak menyukaimu. dia hanya salah paham.”
Hibiya menunduk dan menggambar garis vertikal di dahinya, yah itu wajar karena dia suka anak-anak... Pasti ada sesuatu yang bersifat psikologis yang terjadi jika dia ditolak mentah-mentah seperti ini.
Selagi aku bertanya-tanya ada apa, Hibiya berbisik di telingaku.
“Untuk saat ini, sepertinya akan merepotkan bagiku untuk pergi bersama mu, jadi mari kita berpisah untuk saat ini. Setelah kamu menemukan kaka Rika-chan, kamu harus kembali kepadaku.”
"Ya. Aku akan meneleponmu jika sudah selesai."
Hibiya tersenyum dan segera meninggalkan ku dan Rika-chan. Saat kami sendirian di sini, Rika-chan meraih tanganku dengan tangan kecilnya.
"Ini pertama kalinya aku bergandengan tangan dengan kakak."
Hati ku menegang saat melihat sekilas lingkungan keluarga Rika-chan yang rumit. Mungkin sebaiknya aku jangan terlalu terlibat dalam urusan keluarga orang lain. Aku memutuskan untuk berpura-pura tidak mendengar apa yang baru saja Rika-chan katakan dan menuju ke pusat kehilangan.
Kesimpulannya, Wali Rika-chan telah ditemukan. Kami bertemu dengan nya dalam perjalanan menuju Pusat pengumuman kehilang.
Akan lebih baik jika masalah ini diselesaikan dengan cara ini, tapi kenyataannya tidak sesederhana itu. Karena.
"Ryota, aku ingin kamu menjadi kakak dari anak ini."
Saat ini, aku sedang diminta untuk menjadi kakaknya Rika-chan.
Situasi ini membuat ku merasa pusing hanya dengan memikirkannya.
Orang yang berdiri di depan ku Sekarang adalah, teman ku yang baru saja berpisah denganku di gerbang ── Riona Izumi.
Di food court. Lika-chan sedang menjilati es krimnya dengan antusias.
Aku menerima permintaan Riona yang duduk di meja di depan ku, dan pipiku bergerak naik turun..
"...... Tolong jelaskan sedikit lebih jelas."
"Kamu tidak akan marah kan?"
"Ya. aku tidak akan marah, jadi tolong katakan saja."
"Aku punya dua adik perempuan. Salah satunya adalah dia, dan dan yang lainnya adalah seorang siswi SMP. aku memiliki seorang adik perempuan yang sangat nakal.”
Saat ini, aku tidak benar-benar mengerti apa yang sedang terjadi, Untuk saat ini, mari fokus menjadi pendengar.
"Apakah adik perempuanmu yang di SMP itu terlibat dalam sesuatu?"
"Ya. Dia terus-terusan mengejekku, bertanya apakah aku punya pacar, jadi aku... berbohong."
"Bohong?"
"Aku berbohong kalo aku punya pacar."
"Hei, hei... ngomong-ngomong, pacarmu itu."
"Saat ini, dia di depanku."
Dia menatap lurus ke mata ku. Meskipun aku memalingkan mukaku, Riona tidak mengalihkan pandangannya dari ku.
"Kenapa kamu mengada-ada seperti itu..."
"Untuk menjaga martabat ku sebagai kakak. Itu perlu."
Menurutku itu tidak perlu. ku pikir enunjukan fotoku pada adkinya akan sia-sia.
“Jadi kenapa kamu memilih ku sebagai pacarmu? bukankah kamu bisa mencari foto acak di internet dan dan bersikeras kalo orang yang ada di foto adalah pacarmu.”
"Ah, tentang itu….."
"Kamu tidak menyadarinya?"
Dia bertepuk tangan atas kata kataku, lalu dia mendesah terkesan.
Ya, menggunakan foto yang beredar di internet tidak akan menyelesaikan masalah secara keseluruhan.
"Tapi, menggunakan foto Ryota memiliki banyak keuntungan."
"keuntungan?"
"Ya. Aku pikir Ryota tidak akan punya pacar. Jadi ku pikir kamu cocok jadi pacar palsu ku."
"Kamu masih kejam secara alami, ya? Tapi, aku masih tidak mengerti apa hubungannya dengan Lika-chan yang menganggapku sebagai kakaknya."
saya saya sebagai pacar palsu saya. Dengan sendirinya, aku bisa menerima bahwa berbohong adalah hal yang perlu untuk menjaga martabat adikku. Namun, aku tidak mengerti maksud di balik
Licca-chan memanggilku “Nini.” Jika Anda ingin menelepon saya, sebaiknya ucapkan ``Neene no Kareshi''.
Memperkenalkan ku sebagai pacar palsu kepada saudara perempuannya. aku bisa menerima bahwa kebohongannya adalah hal yang perlu untuk menjaga martabatnya sebagai kakak perempuan.
Tapi, aku tidak mengerti mengapa Rika-chan memanggil ku 'ni-ni'. ku pikir, ‘Neene no Kareshi' [Pacar Neene] lebih cocok jika dia ingin memanggil ku.
"Orang itu memberi saran yang tidak perlu..."
Orang itu mungkin merujuk pada saudara perempuannya yang lain yang tidak ada di sini.
"Saran?"
"Yeah. Jika aku menikah dengan Ryota, secara resmi, Ryota akan menjadi kakak Rika, menurut Kartu keluarga."
"Yah kurasa memang begitu..."
"Itulah kenapa, Rika memanggil Ryota 'ni-ni'."
"Tapi, kita tidak pacaran, kan? Kita bahkan belum menikah juga?"
"Yeah, tapi... menurutnya, kita akan menikah."
Sepertinya adik perempuannya yang duduk di bangku SMP
tampaknya telah melakukan sesuatu yang tidak perlu. Sebenarnya, masalahnya adalah Riona Izumi yang berbohong. Saya mendesah Jujur saja, ini semua salahnya Riona karena dia berbohong tentang dia yang memiliki pacar. Aku menghela nafas sambil mellirik ke arah gadis kecil yang sedang menikmati es krimnya dengan bahagia.
"Yah, apa boleh mengatakan itu di depan Rika-chan?”
"Rika fokus pada makanannya saat makan. Jadi, dia tidak akan mendengar kita."
"Kalau begitu, baiklah."
"Ryota, apakah kamu marah?"
"Tidak, aku lebih ke bingung daripada marah.”
Aku secara acak ditunjuk sebagai pacar palsunya tanpa seizin ku. Ini adalah pengalaman pertama ku seperti ini, jadi sulit untuk segera menerimanya.
"...Maaf."
"Tidak, tapi akan menjadi masalah jika kamu terus melanjutkan kebohongan ini."
"Yah, aku tahu."
Riona menganggukan kepalanya. Rika-chan yang telah menghabiskan eskrimnya meletakkan cangkir es krimnya di atas meja, lalu dia tersenyum cerah.
"Terima kasih untuk makanannya."
Rika-chan menyatukan kedua tangannya dan mengendurkan pipinya.
Setelah menyeka mulutnya dengan punggung tangannya, dia bangkit dari kursinya dan duduk di pangkuanku.
"Rika, jangan mengganggu Ryota."
Riona mengangkat jari telunjuknya sebagai peringatan. Namun, Rika-chan tidak mendengarkan peringatan Riona dan malah tetap duduk di pangkuanku tanpa ragu-ragu.
“Kau tahu, Niini.”
"Tidak, aku bukan ni-ni..."
Saat aku hendak menyangkal, Riona menggelengkan kepalanya sedikit.
Apakah akan merepotkan untuk menjernihkan kesalahpahaman sekarang?
Aku tidak tahu apakah Licca-chan akan langsung menerimanya. Mari kita teruskan kebohongan ini untuk saat ini.
"Kamu tahu, aku sering mendengar banyak cerita tentang ni-ni dari nee-nee."
"Benarkah?"
"Ya. Nee-ne bilang Ni-ni baik dan sangat keren.”
"Eh?"
Ricca-chan berbicara dengan antusias, lalu dia melakukan kontak mata dengan Riona. Wajahnya yang biasanya tidak menunjukkan banyak ekspresi kini wajahnya begitu memerah sehingga membuat ku sedikit khawatir jika dia sakit.
"Ri, Rika. Kamu tidak perlu bicara hal yang tidak perlu."
"Juga, dia bilang rambutmu yang bergelombang, itu sangat imut."
"Tolong, diamlah. diamlah, Rika."
"Meskipun nene suka mengoda Nini, tapi Ni-ni selalu baik dan selalu tersenyum dan ne-ne dia mengatakan bahwa dia selalu bahagia ketika ni-ni begitu baik padanya."
Rika-chan tanpa ampun mengungkap cerita yang pasti dia dengar dari Riona satu demi satu. Telinga dan leher Riona semuanya diwarnai merah, dan wajahnya kini memiliki ekspresi yang belum pernah kulihat sebelumnya. Dia kemudian menarik kursi itu begitu keras hingga menimbulkan bunyi kiiiiii, dan meraih pergelangan tangan Rika-chan dengan kekuatan itu
"Kita, kita pulang. Ryota, aku menyerahkan semuanya kepada kamu yang Rika katakan."
"Ti, tidak benar. Saat nee-nee berbicara tentang ni-ni, dia selalu terlihat sangat bahagia──"
Wajah Riona yang sudah merah menjadi semakin merah dan dia menutup mulut Rika-chan. Riona mendekatkan tubuhnya lebih dekat dan menarik pergelangan tangan Rika-chan.
"Jika kamu terus berbicara, aku akan membuatmu makan paprika."
"Hii..."
"Dan, jangan bergerak sendiri. Aku tidak ingin kamu tersesat lagi."
"Ma, maafkan aku."
Rika-chan gemetar di bawah tekanan matanya Riona, dia terlihat takut. Riona lalu berbalik dan tidak melakukan kontak mata denganku.
“Aku minta maaf karena mengganggumu. Aku akan membereskan semuanya kesalah pahamannya.”
"T, tentu."
"Sampai jumpa."
"Sampai jumpa..."
Sambil menarik tangan Rika-chan, Riona meninggalkan food court.
Saat mereka pergi, Rika-chan beberapa kali menoleh ke arah ku dan melambaikan tangannya ke arahku, aku membalas melambaikan tangan
ku sedikit saat mereka pergi, lalu kembali ke Hibiya setelah aku tidak melihat lagi sosok Riona dan Lika-chan.
Di area penjualan pakaian anak-anak. Setelah selesai membeli pakaian untuk diberikan kepada sepupunya Hibiya. Aku menceritakan tentang bagaimana Rika-chan yang merupakan adik perempuan Riona dan alasan mengapa dia memanggilku 'ni-ni'.
Dengan mata yang penuh dengan kekhawatiran, Hibiya bertanya dengan wajah yang rumit.
"Ryota-kun, kamu tidak akan menjadi kakak ipar Rika-chan, kan?"
"Tidak, aku tidak akan. Tentu saja tidak."
Aku tersenyum sambil terkejut dan menggelengkan kepala sedikit.
"Sudah kuduga, kekhawatiranku memang beralasan. Riona-san memiliki perasaan padamu Ryota-kun…”
"Tidak, itu tidak benar. Hanya saja, dia merasa itu adalah keuntungan menjadikanku sebagai pacar palsunya."
"Kalau begitu, baiklah… tapi, Aku khawatir bahwa Ryota-kun akan diambil orang lain. ...Jadi, bolehkah aku menggunakan ini?"
Dia menatapku dengan mata berkaca-kaca, seolah-olah memandang dari bawah.
Di tangan kirinya, dia memegang 'Tiket Mendengarkan Apa Pun yang Kamu Katakan'.
"Kenapa kamu membawa itu?"
"Aku menyimpan sebagi jimat."
"Tidak ada perlindungan dari itu."
"Tidak apa-apa. Ini semua masalah pikiran."
[TL\n: yup bener yg di katakan si Hibiya, semuanya hanya pikiran yang mengatur, contohnya jika kalian selalu berpikiran negatif tentang diri kalian itu bakalan jadi kenyataan, makanya di anjurin ama pisikolog jangan selalu berpikiran negatif ama diri sendiri]
Saat aku memegang tiket itu di tangan kiriku, Hibiya mendongak dan menatap mataku.
"Aku sungguh-sungguh tidak ingin kamu berselingkuh. Tolong, jangan berselingkuh."
Permintaan ini jauh berbeda dari tuntutan yang tidak lazim seperti pernikahan dan hidup bersama yang pernah dia minta, dan merupakan permintaan yang jauh lebih mendesak. Sepertinya dia lebih khawatir tentang hal itu daripada yang ku pikirkan.
"Aku mengerti. Aku berjanji.
Hibiya terlihat sedikit lega saat dia berkata..
"Ya. Oh ya, aku juga tidak akan pernah berselingkuh. Aku akan selalu setia pada Ryota-kun!"
Hibiya mencondongkan tubuh ke depan dengan mata yang berbinar, itu membuat pipiku sedikit merah, aku lalu menyentuh tangannya.
Satukan kedua tangan kami dan jalin jari-jari kami.
"Aku juga Hibi—aku tidak akan selingkuh darimu Sayu.”."
".... Aku meminta janji itu dari mu."
Seketika itu juga, aku tidak bisa menatapnya, aku kemudian mengalihkan pandanganku ke langit yang berwarna jingga.
Kami berjalan pulang tanpa berkata apa pun satu sama lain untuk sementara waktu, tapi aku tidak membenci keheningan ini. Jika itu adalah orang lain selain Hibiya, aku yakin aku tidak akan tahan dengan keheningan ini. Tapi, karena Hibiya, aku bisa menghargai keheningan ini. Teman seperti dia tidak mudah ditemui. Untuk tidak kehilangannya, aku pastikan aku tidak akan mengkhianatinya.