Kamu saat ini sedang membaca Tsukushita garina uchi no yome ni tsuite derete mo ī ka? volume 1, chapter 2 cerita 1. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
AKU INGIN MENJADI ISTRI YANG LEBIH BAIK LAGI
Meskipun Butuh waktu cukup lama untuk meyakinkan kedua orang tua kami sampai mereka benar-benar setuju, akhirnya aku dan Hanae Riko berhasil mendaftarkan pernikahan kami dan memulai hidup bersama sejak April ini.
Tapi, dalam hal kemandirian dari orang tua kami, tentu saja tidak seperti kehidupan pernikahan orang dewasa pada umumnya.
Pertama, karena Riko pindah langsung ke apartemen yang ditinggalkan oleh orang tuaku, kami tidak perlu membayar sewa apapun. Selain itu, biaya hidup seperti makanan dan listrik juga ditanggung oleh kedua orang tua kami dengan alasan, 'Meski kaliam sudah menikah, kalian masih siswa SMA, jadi bergantunglah pada kami untuk hal-hal tersebut.'
Saat ini, penghasilanku satu-satunya hanya berasal dari pekerjaan paruh waktu di hari kerja dan akhir pekan. Meski merasa tidak nyaman karena orang tuaku masih harus menanggung biaya hidupki setelah aku menikah, tapi aku juga tidak ingin membuat Riko menderita hanya karena gengsi yang tidak penting.
Kami memutuskan untuk mengembalikan biaya hidup yang ditanggung orang tua kami sedikit demi sedikit setelah kami lulus sekolah dan mulai bekerja. Setelah mengambil keputusan itu, aku bersyukur orang tua kami masih peduli pada kami hingga saat ini.
Sejujurnya, pada awalnya aku berpikir kami bisa pura-pura saja kalo kami sudah mendaftarkan pernikahan kami di KUA.
Jika kami benar-benar terdaftar, maka riwayat pernikahanku dengan Hanae Riko akan tercatat di registri keluarga.
Bagi diriku, itu akan menjadi kenangan penting bisa menikah dengan Hanae Riko, tapi bagi Hanae Riko, aku bertanya-tanya apakah itu akan menjadi noda dalam hidupnya. Itulah yang ku khawatirkan.
Namun, Hanae Riko berkata, "Aku senang kamu memikirkan aku, tapi pura-pura menikah... Itu membuatku merasa tertipu... Ugh..." dan kemudian dia lari dari hadapanku.
Selama tiga hari aku dihindari olehnya.
Tak perlu dikatakan lagi betapa paniknya aku saat itu.
Apa yang salah?
Setelah memikirkan dengan keras, akhirnya aku menyadari penyebabnya.
Jika kami berberpura-pura sudah menikah dan hidup bersama tanpa mengajukan pencatatan pernikahan, itu berarti kami akan berbohong kepada orang tua kami. Tentu saja bukan ide yang baik untuk memaksanya melakukan hal seperti itu.
Aku menyesali pemikiranku yang terlalu sederhana itu dan menyampaikan pada Hanae Riko kalo aku akan mengikuti keinginannya.
"Apa kamu tidak ingin menikah denganku, Shiyaama-kun?"
Ketika ditanya pertanyaan itu, aki menjawab, "Tidak, aku tidak keberatan."
Tentu saja, aku tidak bisa mengungkapkan isi hatiku yang sebenarnya yaitu 'Sebaliknya, aku sangat ingin menikah denganmu. Apapun alasannya, aku senang bisa memiliki istri yang imut seperti mu!'
Hane Riko lalu berkata, "Kalau Shiyaama-kun tidak keberatan, aku ingin benar-benar menikah denganmu."
Meskipun aku berkali-kali menanyakan apakah dia benar-benar yakin, pendiriannya tidak berubah.
Sepertinya dia sangat tidak suka berbohong kepada orang tuanya.
Dan akhirnya, sesuai dengan keputusan Hanae Riko, kami mendaftarkan pernikahan kami di KUA pada tanggal 3 April ketika aku berusia 18 tahun, dan kami akhirnya resmi menjadi pasangan suami istri yang sah.
★★★
Bulan pertama kehidupan pernikahan kami dipenuhi dengan serangkaian peristiwa yang sibuk seiring dengan munculnya berbagai permasalahan.
Hanya dalam beberapa hari terakhir ini aku mulai merasa tenang dan bisa memperhatikan hal-hal kecil.
Yang memalukannya, aku baru sadar kalo aku selalu bergantung pada Hanae Riko.
Misalnya, pagi ini──
Ketika aku bangun di pagi hari karena bunyi alarm, bau samar sup miso menggelitik hidung ku. Rasa lezat sup miso buatan Hanae Riko membanjiri pikiranku, dan perutku langsung berbunyi.
"Kesehatan tubuhku benar-benar membaik."
Aku bergumam pada diriku sendiri dan merangkak keluar dari tempat tidur.
Kehidupanku sekarang sangat berbeda dari saat aku masih tinggal sendirian. Dulu, aku sama sekali tidak pernah sarapan.
Hidupku yang berantakan seperti itu berubah total berkat sarapan lezat buatan Hanae Riko.
Sejak kami mulai tinggal bersama, dia selalu bangun lebih awal dariku dan menyiapkan sarapan untukku.
Tentu saja, aku merasa tidak enak dan berkata padanya kalo aku tidak bisa membiarkannya melakukan semua itu sendiri.
Meskipun aku merada sangat senang, tapi perasaanku dalam hal ini tidak terlalu penting.
Karena kami adalah pasangan suami istri kontrak.
Lagi pula, di zaman sekarang, anggapan bahwa seorang istri harus mengurus suaminya sudah tidak berlaku lagi.
Namun, Hanae Riko tersenyum dan berkata,
"Aku senang menjadi istri Minato-kun."
"....!"
"Selain itu, aku ingin suamiku tetap sehat."
"...!!"
Dameg dari kata 'istri' dan 'suami' sangat mengena!
Kami tidur di kamar terpisah, dan tentu saja tidak ada kontak fisik.
Tapi ketika kata 'istri' dan 'suami' terucap dari mulut Hanae Riko, membuatku benar-benar merasa bahwa kami adalah pasangan suami istri, bukan hanya tinggal bersama.
"Shiyaama-kun apa kamu tidak suka kalau aku bertingkah seperti seorang istri? Apa itu mengganggumu?"
"Tidak mungkin!!"
Aku menjawab dengan cepat, dan Hanae Riko berkata, "Syukurlah," sambil menunjukkan senyum lembut.
Berengsek... Dia sangat imut...
Senyumnya benar-benar mematikan. Aku hanya terdiam karena terpesona oleh senyumannya itu.
Jadi, meskipun merasa bersalah, aku terus menikmati makanan buatan Hanae Riko hingga hari ini.
Manusia memang makhluk yang berpikiran sangat lemah...
Setiap hari, aku berpikir kalo aku harus mengatakan 'Hari ini kamu tidak perlu menyiapkan makanan', tapi kegika aku melihat Hanae Riko yang memasak dengan senyum di wajahnya, aku selalu merasa 'Hanya satu hari lagi... Besok aku pasti akan mengatakan itu.'
Lagi pula, Hanae Riko yang sedang memasak, terlalu imut...
Dia sangat cocok mengenakan celemeknya, dan rambutnya yang diikat tinggi dan bergoyang lembut juga sangat menggemaskan.
Tapi aku harus segera berhenti memperlakukan ini dengan sembarangan.
Akhirnya, pagi itu aku memutuskan untuk mengatakannya, setelah bersiap-siap, aku menuju ruang makan dan menyampaikan kalimat yang telah kupersiapkan kepada Hanae Riko.
"Selamat pagi, Hanae-san! Maafkan aku karena membuatmu menyiapkan sarapan setiap pagi! Pasti sangat sulit bagimu untuk bangun pagi-pagi setiap hari, jadi mari kita jadikan ini yang terakhir..."
"Eh?"
"Ah, umm, maaf, aku terlambat mengatakannya. Masakan Hanae-san terlalu enak, jadi aku terus memanjakan diriku sendiri. Aku benar-benar minta maaf."
Saat aku melihat sarapan yang tampak lezat di atas meja, hatiku hampir goyah lagi.
Jadi, aku menunduk dan buru-buru meminta maaf, lalu aku mendengar suara lembut Hanae Riko bertanya,
"Kamu benar-benar berpikir masakanku enak? Apa yang harus aku lakukan? Aku sangat senang."
"Ah, um, ya. Masakanmu sangat enak. Tapi yang ingin aku katakan adalah, aku tidak bisa membiarkanmu terus memaksakan diri seperti ini..."
Karena, bagaimana jika suatu hari nanti Hanae Riko merasa lelah dan ingin meninggalkan rumah ini?
Aku takut hal itu akan terjadi.
Karena ini adalah pernikahan kontrak, aku tahu bahwa pada akhirnya akan ada saatnya kami harus berpisah.
Mungkin sekitar satu tahun lagi. Ketika kami lulus dari SMA, hubungan kami mungkin akan berakhir.
Jika menyangkut hidup sendiri sebagai mahasiswi, orang tua Hanae Riko mungkin tidak akan menentangnya dengan keras, dan saat itu tiba, keberadaanku tidak akan lagi diperlukan oleh Hanae Riko.
Tapi, sampai saat itu tiba, aku tidak ingin kehilangan kehidupan yang terasa seperti mimpi ini bersama Hanae Riko.
"Aku pikir akan lebih baik jika kita menjalani hidup dengan melakukan hal-hal yang kita inginkan dengan alami dan tanpa tekanan."
"Apa aku boleh melakukan apa yang aku inginkan?"
"Tentu saja!"
"Kalau begitu, aku juga ingin membuatkan obento untukmu, bukan hanya sarapan dan makan malam!"
"Eh!? obento!?"
"Ya! Aku sebenarnya merasa itu terlalu berlebihan dan kamu mungkin akan merasa terganggu, jadi aku tidak pernah mengatakannya."
"....!"
Percakapan ini mulai mengarah ke arah yang tidak terduga.
Saat aku terlalu terkejut untuk berkata apa-apa, Hanae Riko tampak cemas.
"...Apa tidak boleh?"
"Bukannya tidak boleh, tapi apa itu tidak merepotkanmu?"
"Tidak, sama sekali tidak! Aku benar-benar ingin mencobanya."
"Membuat bekal makan siang?"
"Atau lebih tepatnya... membuatkan obento yang penuh cinta untuk seseorang yang spesial adalah impianku..."
"Apa?"
Hanae Riko menundukkan kepala dan bermain-main dengan ujung celemeknya, dengan malu-malu. Sebagian besar kata-katanya tidak terdengar jelas.
"Pokoknya! Aku sangat ingin membuatkan bekal untuk Shiyaama-kun, jadi tolong jangan sungkan dan makanlah...! Tidak ada yang membuatku lebih bahagia daripada melihat tubuh suamiku menjadi sehat berkat masakanku... Jadi, tolong terus makan masakanku...!"
"...."
Aku tidak tahu kalo Hanae Riko sangat suka membuat makanan untuk orang lain. Mungkin dia ingin menjadi koki atau ahli gizi di masa depan.
...Kalau begitu, menolaknya bisa jadi hal yang salah. Meski aku merasa terlalu bergantung padanya, tapi aku tidak pernah menyangka kalau aku akan mendapat perhatian lebih dari sebelumnya....
Dengan perasaan campur aduk, aku menundukkan kepala kepada Hanae Riko.
"Kalau begitu... tolong."
"Aku senang...! Aku akan melakukan yang terbaik untuk membuatkanmu bento yang enak!"
Dia berkata dengan mata berbinar dan ekspresi ceria,.
Ah, dia benar-benar terlalu imut.
Dengan perasaan malu, aku menggaruk hidungku dengan jari telunjukku.
Tapi, aku heran kenapa kebahagiaan tiba-tiba melandaku seperti gelombang besar seperti ini?
Sejujurnya, kebahagiaan ini membuatku sedikit takut.
Jika hanya mengagumi Hanae Riko dan berpikir bahwa 'dia menarik dan imut' saja sudah membuatku seperti ini, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika aku benar-benar jatuh cinta padanya.
Aku merasa sedikit takut melihat perasaanku yang berubah.