> CERITA 2

CERITA 2

Kamu saat ini sedang membaca   Tsukushita garina uchi no yome ni tsuite derete mo ī ka?  volume 1,  chapter 2 cerita 2. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw 

ISTRI YANG MENGANGGAP HARI INI SEBAGAI HARI ISTIMEWA HANYA KARENA AKU MEMANGGIL NAMANYA




Kalo ku tau dia akan sebahagia itu, seharusnya aku memberanikan diri untuk mengatakannya lebih awal.


Apa yang sedang aku bicarakan adalah─


"Hanae-san, apa kamu sudah membersihkan wastafel? Ini sangat bersih."


Setelah menyantap sarapan besar dengan menu seperti telur ham, salad makaroni, terong rebus, miso sup dengan banyak isian, dan acar... aku membawa piring kosong ke dapur dan menyadari wastafel itu berkilauan.


Hanae Riko selalu membersihkan wastafel sebelum tidur setiap hari, jadi dapur ini sudah bersih tanpa noda air. Tapi, hari ini, itu terlihat lebih berkilau dari biasanya.


"Seperti rumah baru."


"Hehe! Aku benar-benar semangat membersihkannya. Setelah menyiapkan sarapan, aku punya sedikit waktu."


"Begitu. Terima kasih. Tapi Hanae-san, kamu selalu bangun pagi ya."


Aku, yang selalu lemah di pagi hari, memandang Hanae Riko dengan pandangan penuh hormat.


Tapi, yang muncul kembali adalah ekspresi sedikit tidak puas di wajahnya, dengan pipinya yang cemberut..


"Apa aku masih 'Hanae-san' untukmu Minato-kun?"


"Ah, iya... soal itu... bu-bukannya aku lupa, tapi..."


Tidak seperti aku, Hanae Riko sering melakukan video call dengan orang tuanya yang berada di luar negeri, dan kadang-kadang aku juga muncul untuk meyakinkan orang tuanya.


Pada saat seperti itu, kami memutuskan untuk saling memanggil nama kami agar tidak ada yang curiga dengan hubungan kami.


Tapi, aku beberapa kali terpeleset memanggilnya dengan nama keluarganya, sehingga Hanae Riko menyarankan, 'Mungkin kita harus membiasakan memanggil nama satu sama lain dalam keseharian kita?'


Apa yang dikatakan Hanae Riko memang sangat masuk akal.


Orang tuanya tertawa dan berkata, "Dia belum terbiasa memanggilmu dengan anamamu, ini terlihat manis," tapi ini tidak bisa terus seperti ini.


Di sekolah, aku dan Hanae Riko yidak pernah berhubungan dan kami selalu bertindak terpisah, jadi tidak ada masalah jika kami terbiasa memanggil nama satu sama lain.


Jadi, kami memutuskan untuk saling memanggil nama setiap hari─ tapi sekeras apapun aku memaksa, ini lebih sulit daripada yang aku kira.


Padahal ini hanya memanggil namanya?


Mustahil. Satu-satunya orang yang berpikir seperti itu adalah mereka yang sering berinteraksi dengan perempuan.


Aku belajar dari pengalaman betapa istimewanya nama depan seorang perempuan.

  

Hanya menyebutkan namanya membuatku malu. Meski aku mencoba untuk mengucapkannya, aku tetap tidak bisa.


Aku tahu alasannya. Ini karena kurangnya tekad dari diriku.


Jadi, aku tidak punya pilihan lain selain meminta waktupada Hanae Riko untuk mempersiapkan mentalku, dan mendapat kelonggaran beberapa minggu lalu.


Ngomong-ngomong, sejak hari kami memutuskan untuk saling menanggil nama, Hanae Riko selalu memanggilku 'Minato-kun.'


Dia selalu sedikit malu-malu saat memanggil namaku.


Setiap kali aku melihaynya begitu, hatiku seperti diremas, seolah telah di curi.


Dan semakin sulit bagiku untuk memanggilnya dengan nama depannya.


Tindakan memanggil seseorang dengan namanya lambat laun menjadi sesuatu yang istimewa di otakku.


Tapi, aku tidak bisa menjelaskan ini pada Hanae Riko, jadi dia mungkin melihatku sebagai pria yang selalu menunda-nunda janjinya.


Aku tidak perlu disukai, tapi setidaknya aku tidak ingin dibenci. Jika terus begini, masa depanku akan suram.


...Itu tidak baik jika aku menyerah.


Jika aku tidak ingin dibenci, aku harus sedikit lebih berani dan berusaha.


Baiklah. Ini hanya nama. Aku hanya memanggil namanya saja.


Pertama, aku harus membiasakan memanggil namanya dalam hati.


Kenapa aku terus memanggil istriku dengan nama lengkapnya? Ini seperti menjaga jarak seperti dengan selebriti.


Tidak, itu masuk akal. Bagiku, Hanae Riko adalah bunga tinggi yang jauh lebih dari seorang idola atau aktris.


"Haa... Aku ingin tau bagaimana caranya agar aku bisa berani..."


Aku bergumam dengan serius dan sedikit menghela napas, lalu Hanae Riko menutup mulutnya dengan tangannya dan tersenyum lembut.


"Minato-kun apa kau butuh keberanian untuk memanggil namaku?"


"Ya, begitulah... Aku belum pernah memanggil nama seorang gadis sebelumnya."


"Apa saat kamu kecil tidak pernah memanggil nama seorang gadis? Seperti saat kamu di TK?"


"Hmm, aku hampir tidak ingat masa itu."


"Kudengat ada banyak orang yang tidak ingat masa kecil mereka. Mungkin kamu salah satunya, Minato-kun. ─ Tapi, butuh keberanian, ya. Bagaimana kalau kita coba taktik yang sedikit memaksa?"


"Taktik yang memaksa? Apa maksudmu?"


"Mulai sekarang, aku tidak akan menjawab sampai Minato-kun memanggilku dengan namaku."


"Eh!?"


A-apa!?


"Tunggu. Hanae-san, mulai sekarang?"


Saat aku berkata begitu, Hanae Riko membuang muka.


Wah, dia benar-benar tidak akan menjawab mulai sekarang...


"Tapi, aku belum siap secar mental..."


"......"


Hanae Riko tidak melihat ke arahku. Yang muncul kembali hanyalah keheningan. Ini benar-benar menghancurkan mental.


Saat aku melihat ekspresinya dari belakang, aku melihat bibirnya tertutup rapat, seolah dia sedang menahan sesuatu.


Jika aku tidak memanggil namanya, dia akan terus seperti ini...


Ini sangat menyiksa.


"Tunggu. Baiklah. Aku akan melakukannya. Aku akan mengatakan."


Aku menggenggam tanganku, menutup mata, dan memotivasi diri sendiri.


Aku bisa, aku bisa, aku bisa.


Baiklah. Aku merasa bisa melakukannya.


"Aku bisa, aku bisa, aku bisa... ... ... ri... ... ... ko..."


Suaraku serak dan terhenti di tengah.


Meski hanya dua huruf, tapi aku bahkan tidak bisa mengatakannya dengan benar.


Aku merasa sangat tidak berdaya.


Tapi, tolong maafkan aku. Bagiku, dua huruf itu sangat istimewa.


...Atau lebih tepatnya, aku penasaran apa dia mendengarnya dengan benar.


Saat aku mendongak dengan cemas, dia menatapku dengan mata merah muda.


"Wah, apa yang harus ku lakukan... A-aku malu... Tapi aku senang..."


Dia menutup pipinya dengan kedua tangan dan berkedip-kedip.


Semua gerakannya sangat lucu.


"Rasanya istimewa sekali dipanggil dengan namaku... Terima kasih, Minato-kun."


"T-tidak apa-apa."


"Sebenarnya, aku khawatir jika kamu tidak memanggil namaku sama sekali."


"Kenapa?"


"Karena mengabaikan Minato-kun sangat menyakitkan..."


"Oh, begitu."


Gadis ini sangat baik sehingga dia mungkin tidak ingin mengabaikan siapa pun dengan alasan apa pun.


Tapi dia mengambil peran sulit ini demi aku...


"Terima kasih atas bantuanmu, Hanae-san."


"Muu. Hanae-san?"


"Oh, tidak, Riko."


"Fufu. Minato-kun, aku akan membeli kue pulang nanti!"


"Kue? Kenapa?"


"Karena Minato-kun memanggil namaku. Hari ini menjadi hari yang istimewa bagiku. Ini adalah hari peringatan kamu memanggilku dengan namaku."


Dia tersenyum dan melihat ke wajahku dengan tangan tergenggam di belakang.


Pipinya masih merah. Dia tampak malu tapi dia sangat bahagia.


Oh, ini tidak adil dia terlalu manis. Kenapa dia begitu senang...


Jika aku bukan orang yang sangat tidak percaya diri, mungkin aku akan salah paham dan berpikir dia menyukaiku.


Tapi, aku sangat senang telah berani memanggil namanya.


Entah kenapa, membuatnya bahagia seperti ini membuatku sangat senang.


Bagiku, hari ini adalah hari yang spesial karena aku bisa melihat senyum istimewa Hanae Riko.


Malam itu, dia benar-benar membeli dua kue stroberi kecil, kami mengadakan perayaan kecil bersama.



Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال