Kamu saat ini sedang membaca Tsukushita garina uchi no yome ni tsuite derete mo ī ka? volume 1, chapter 5 cerita 1. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makinsemagat+buat dana untuk beli raw
AYO KITA TIDUR BERSAMA HARI INI
MALAM UNTUK DUA ORANG ①
Riko yang takut guntur dan tidak bisa tidur sendirian.
Setelah beberapa kejadian di mana dia merangkak ke tempat tidurku atau meminta aku untuk tinggal di kamarnya saat hujan petir, kami akhirnya membuat aturan ini setelah berdiskusi.
──Pada malam badai petir, kami berdua tidur bersama di futon di ruang tamu.
Jika itu bisa mengurangi ketakutan Riko, jika itu bisa membuatnya merasa lebih aman.
Dengan mengingat hal itu, aku menyarankan agar kami tidur bersama, dan Riko, mungkin karena dia sangat takut dengan guntur, dengan senang hati menerima ide itu.
Sejak saat itu, langit di Kamakura tetap damai.
Meski hujan turun, suara gemuruh guntur tidak pernah terdengar.
Musim badai musim semi telah berlalu tanpa kami sadari dan musim panas mulai mendekat.
──Karena aku terlalu lengah, pagi itu, begitu aku mendengar ramalan cuaca di TV, aku langsung menyemburkan teh yang sedang kuminim.
"Wow! Ini buruk, Minato-kun...! Biarkan aku membersihkannya, jadi tetap diam saja ya."
Riko berlari mendekat dengan lap bersih dan dengan teliti membersihkan kekacauan yang kulakukan.
"Maaf..."
"Hehe, jangan khawatir.──Syukurlah. Seragammu hampir tidak basah. Itu karena reaksimu yang cepat!"
Aku merasa malu saat dia memuji dengan serius.
"Lebih penting lagi, Riko. Ini buruk. Lihat ramalan cuacanya!"
"Eh?"
Riko berbalik menatap layar TV yang kutunjuk.
Ramalan cuaca untuk malam hari di wilayah timur Kanagawa.
Hujan deras di sertai dengan petir──.
"...! P-petir... Wow... eh, hehe. Apa yang harus kita lakukan?"
"Riko, kenapa kamu terlihat senang?"
"Eh, itu... Tidak, bukan begitu!? Aku tidak senang dengan hal itu!?"
"Kamu takut dengan petir, kan?”
"Aku tidak sengaja melupakan ketakutanku pada petir..."
"...?"
"Ah, um... aku ingin benar-benar meminta apa yang kamu katakan sebelumnya... apa itu benar-benar oke?"
Aku mengerti kalo yang dia maksud itu adalah tidur bersama.
Tapi, baik aku maupun Riko merasa canggung menggunakan kata-kata langsung seperti itu, jadi kami hanya bisa berbicara secara tidak langsung.
"Ya... itu. Aku mengerti. Seperti yang pernah kukatakan sebelumnya, jika Riko setuju, aku tidak masalah sama sekali..."
"Baiklah, terima kasih banyak..."
"Sama-sama...!"
Kami saling membungkuk dengan canggung.
★★★
Tentu saja, pada hari itu, aku sama sekali tidak bisa fokus di pelajaran.
"Nah, Shiyaama, ada apa kamu terlihat jauh lebih linglung dari biasanya hari ini?"
"...Eh? Apa?"
Saat aku terkejut dan membalas, Sawa mengangkat bahunya dengan ekspresi yang seolah berkata "Ah, sudah kubilang."
"Pelajarannya sudah selesai dari tadi, lho."
"Oh, iya."
Sawa menatapku dengan pandangan yang seolah ingin mengejek saat aku merapikan buku pelajaran di meja.
"Belakangan ini, Shiyaama, kamu sering linglung."
"Begitu kah?"
"Apa itu karena pikiranmu penuh dengan pemikiran tentang Hanae-san?"
Aku kaget mendengar nama Riko yang tiba-tiba disebutkan..
"A-apa? Hanae-san... apa yang kamu katakan tiba-tiba?"
"Sikapmu yang terlihat begitu gelisah sudah cukup jelas, lho. Aku sedih karena kamu menyembunyikan sesuatu dariku. Aku kira kita adalah teman dekat."
Menyembunyikan sesuatu. Mendengar kata-kata itu, aku semakin panik.
...Sawa, sampai sejauh mana kamu menyadari hal ini?
"Ya, aku paham kenapa kamu tampak tidak fokus. Tidak ada pria yang bisa tetap tenang jika disukai oleh gadis seimut itu."
...Hah?
"Tunggu, tunggu. Apa maksudmu? Disukai...?"
"Yah, berhentilah berpura-pura tidak tahu."
"Tapi, aku benar-benar tidak paham."
Melihat ekspresi Sawa yang mulai serius, aku merasa bingung.
"Siapa yang disukai oleh siapa…?"
"Riko-hime menyukaimu."
"Haaaa!?"
Jangan membuat keributan di kelas dan jangan menonjol. Meskipun aku pernah hidup seperti itu, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak.
Riko menyukaiku...!?
"Ini tidak mungkin! Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu!?"
"Karena itu terlihat jelas sekali. Tingkah Riko-hime terlihat sangat jelas."
"Aku benar-benar tidak mengerti."
"Serius? Kamu benar-benar tidak mengerti?"
"Ya."
Sawa berkata, "Shiyaama kau terlalu tidak peka", dan dengan sengaja menghela nafas.
"Saat piknik kemarin aku sudah merasa ada yang aneh. Setelah itu, aku mengamati sikap sehari-harimu, dan jelas sekali. Riko-hime sering melihatmu sepanjang hari, dan wajahnya jelas menunjukkan kalau dia sedang jatuh cinta! Aku sangat kecewa ketika aku berpikir dia mungkin tertarik padaku, tapi ternyata dia hanya memperhatikanmu. Realitas memang sangat kejam. Sniff..."
[TL\n: sabar bang, soalnya lu cuman side character]
"Berhentilah berpura-pura menangis."
"Diam. Kamu yang jadi pria populer..."
"Hei, itu jelas kesalahpahamanmu. Dia sebenarnya tidak menyukai──"
Aku hampir mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya.
Tidak ada orang yang harus mengungkapkan kalo Riko punya seseorang yang dia suka.
"Tidak, tidak ada apa-apa."
"Kan kubilang. Kamu tidak bisa membantah intuisi ku, kan? Pastinya orang lain juga akan setuju dengan pendapatku!"
"Tunggu! Sawa, apa kamu sudah memberitahu orang lain?"
"Belum."
"Belum bukan berarti tidak boleh, jadi tolong diam saja."
"Eh? Kenapa? Kamu adalah harapan para pria biasa seperti kami. Bagaimana kalau berita ini menyebar dan membuat semua orang bersemangat?"
Itu ide terburuk yang pernah kudengar.
"Itu akan berdampak buruk bagi Hanae-san jika kamu melakukan itu!"
"Kenapa? Ini bukan tentang menyebarkan berita buruk. Jika gosip ini menyebar, Riko-hime pasti akan merasa senang, kan? Dia juga bisa lebih mudah untuk menyatakan perasaannya."
Tidak mungkin begitu. Itu jelas akan menjadi bumerang dan hanya membuat suasana menjadi canggung.
Walaupun aku bukan yang berhak mengatakan ini, Sawa harus memperbaiki masalah kepekaannya sebelum dia bisa mendekati gadis mana pun meskipun dia sangat menginginkannya.
"Eh, Shiyaama. Jika kamu mulai berpacaran dengan Riko-hime, tolong kenalkan aku dengan teman-teman gadis cantiknya."
Saat aku melihat Sawa yang mengatupkan kedua tangannya dalam posisi memohon, aku mengerutkan kening.
"Jadi tujuanmu sejak awal adalah itu, ya?"
"Hehe, ketahuan, ya?"
"Ngomong-ngomong, kalau Sawa menyebar rumor aneh, tidak mungkin Hanae-san dan aku akan berkencan."
"Kenapa kau bisa yakin seperti itu?"
"Itu karena..."
Karena Riko memiliki orang lain yang dia suka.
Aku tidak bisa mengatakan itu, dan itu membuatku semakin bingung.
Jika aku tidak bisa meyakinkan Sawa, rumor ini benar-benar bisa menyebar.
Kalau itu terjadi, akan sangat merugikan Riko, dan aku harus mencegahnya.
Tapi bagaimana caranya meyakinkan Sawa kalo aku dan Riko tidak mungkin berkencan?
Setelah beberapa detik berpikir, aku mendapatkan ide darurat.
Walaupun aku tau ini tidak mungkin, tapi tidak ada ide lain yang muncul di kepalaku... Semoga saja ini cukup untuk membungkam Sawa...
Baiklah. Aku memutuskan untuk meletakkan tangan kananku di bahu Sawa.
"Sawa, dengarkan baik-baik. Aku dan Hanae-san tidak akan berpacaran. Aku akan mengungkapkan sesuatu untuk pertama kalinya... Aku sebenarnya sudah punya seseorang yang aku suka!"
"Eh, eh, eh, eh, eh!?"
"Seperti yang kau katakan, meskipun Hanae-san mungkin menyukaiku, aku tidak bisa berpacaran dengannya. Jadi, jangan sebar rumor kalo dia mungkin menyukaiku. Karena aku tidak bisa membalas perasaannya, dan jika perasaannya diketahui banyak orang, itu akan sangat menyedihkannya, kan?"
"Hmm. Itu mungkin ada benar juga."
Meskipun Sawa tidak peka dalam hal cinta, dia tampaknya bisa mengerti jika dijelaskan dengan baik.
"Tetapi apa kamu serius? Akan sia-sia kalo kami menolak Riko-hime."
Aku belum pernah ditolak, jadi tidak ada yang perlu ditolak.
"Rasa suka dan kekaguman terhadap gadis cantik itu berbeda. Kamu akan mengerti saat kamu jatuh cinta."
"Begitu?"
"Ya, begitulah. Jadi, tidak ada penyebaran rumor. Paham?"
"Baiklah. Aku juga tidak ingin menyakiti Riko-Hime. Tapi, kalau kamu memiliki seseorang yang kamu suka... dan terlebih lagi, kau sangat serius dalam mencintainya sehingga kau tidak akan goyah meski gadis cantik menyukaimu..."
"Haha..."
Aku senang Sawa adalah orang yang mudah diajak bicara. Setidaknya masalah ini sudah teratasi.
Aku menghela napas lega, tetapi tiba-tiba aku merasa seperti telah melupakan sesuatu yang penting.
Hah...? Bukankah aku mempunyai masalah yang lebih besar...?
Ah, benar!! Malam ini!
Karena Sawa membawa topik yang tidak terduga ini, aku hampir sepenuhnya melupakan persiapan untuk malam ini, padahal aku harus siap menghadapi malam ini.
Saat aku panik melihat ke luar jendela, awan gelap yang menutupi langit terlihat jelas. Angin terasa agak tidak menyenangkan, menggoyangkan pohon-pohon besar di halaman sekolah.
Cuaca sepertinya akan sesuai dengan ramalan.
Sambil menatap awan tebal, aku menyipitkan mataku dengan perasaan campur aduk.
★★★
Meski hatiku belum siap, waktu terus berlalu tanpa ampun──
"Hari ini tidak aku tidak memiliki kerja paruh waktu juga...!"
Sambil bergumam pada diriku sendiri, aku menempelkan dahiku ke dinding lift di apartemen.
Bukannya aku tidak menyukainya. Hanya saja aku merasa seperti sedang diremukkan oleh campuran rasa cemas, gugup, dan ekspektasi sekecil apa pun yang tidak seharusnya aku berikan.
Ah, tidak. Jantungku rasanya mau keluar dari mulut...
...Pokoknya aku harus mengosongkan pikiranku. Kosongkan pikiran!
Sambil mengulangi katahkata itu dengan putus asa, aku membunyikan interkom.
‘H-Halo! Oh, selamat datang!’
Wah.
Suara Riko melalui interkom juga terdengar bergetar, berbeda dari biasanya.
Ini buruk...
Saat kupikir Riko juga menyadarinya, aku menjadi semakin gugup.
Aku apa aku bisa bertahan sampai besok...?
Aku mulai benar-benar khawatir akan mati karena jantungku yang terus-menerus berdebar.
Jantungku terus bergejolak.
Padahal ini baru jam setengah enam.
Malam ini akan terasa sangat panjang──
"Ah, itu, Minato-kun, soal mandi..."
“Benar. Tadi pagi kita lupa main janken(gunting kertas batu) untuk menentukan giliran mandi."
"Oh, iya."
Saat kami mulai tinggal bersama, kami mengalami kesulitan dengan saling memberikan giliran mandi. Jadi akhirnya, kami membuat aturan untuk menentukan giliran mandi setiap pagi dengan bermain janken sebelum sarapan.
Namun, karena kejadian tak terduga hari ini, kami benar-benar lupa tentang proses itu.
"Kalau begitu, aku mulai ya! Janken... pon!"
"──Riko yang menang. Kalo begitu apa kau mau mandi setelah makan?"
"...iya, begitulah."
Riko dengan pipi berwarna merah muda, melirik ke meja di ruang tamu.
Ada apa itu?
Ada kotak yang tidak biasa di atas meja. Ukurannya sedikit lebih besar dari buku catatan, dengan motif bunga yang tampaknya disukai oleh gadis-gadis.
"Riko, kotak itu..."
"Ah... a-a-aku hanya penasaran! Tidak ada arti khusus kok! Aku cuma merasa sangat ingin membelinya hari ini, jadi aku membelinya saja...! Aku tidak berfantasi tentang 'Mungkin...' atau 'Aku ingin memiliki kulit mulus untuk berjaga-jaga...' atau semacamnya...! Itu benar-benar kebetulan!”
"Hmm? Isinya apa?"
"...Body scrub."
Dengan suara hampir tidak terdengar, Riko menunduk dengan wajah merah.
Apa itu body scrub? Apa itu sesuatu yang memalukan?
Karena Riko terlihat sangat malu, sepertinya ini bukan topik yang pantas untuk dibahas oleh pria.
Akhirnya, setelah melihat celah Riko, aku mencari tahu di Hp-ku dan menemukan bahwa body scrub adalah sabun yang mengandung garam untuk menghilangkan sel-sel kulit mati.
Tapi kenapa Riko tampak begitu malu...? Bukankah itu hanyalah sebuah sabun?
Aku semakin bingung dan memiringkan kepala.