> CERITA 11

CERITA 11

 Kamu saat ini sedang membaca   Tsukushita garina uchi no yome ni tsuite derete mo ī ka?  volume 2,  chapter 1 cerita 11. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makinsemagat+buat dana untuk beli raw

CARA YANG TEPAT BAGI PASANGAN SMA UNTUK MENGHABISKAN WAKTU BERSAMA (LIBURAN) ⑤




Setelah pulang ke rumah.


Begitu sampai, kami langsung mengeluarkan kipas sirkulator dari dalam kotaknya, lalu berdiskusi untuk menentukan di mana sebaiknya diletakkan.


"Baiklah. Seharusnya ini bisa menyala tanpa masalah. Aku nyalakan, ya."


"Fufu! Aku jadi bersemangat!"


Begitu tombol daya ditekan, hembusan angin pun keluar.


Meski anginnya cukup kencang, suara mesinnya hampir tidak terdengar.


Saat aku membaca buku petunjuknya, ternyata salah satu fitur dari kipas ini memang adalah 'mode senyap'.


"Waa! Itu menyala!"


Riko bertepuk tangan dengan gembira seperti anak kecil yang sedang girang.


Haa...sungguh...


Tingkat keimutannya sudah kelewat batas...


Melihat bagaimana dia bisa begitu bahagia hanya karena hal-hal sederhana seperti ini...membuatku merasa kagum.


Dan saat aku melihat senyuman polos Riko itu, rasanya hatiku ikut hangat dan bahagia.


"Minato-kun?"


"Ah, maaf! Tidak, tidak ada apa-apa!"


Sepertinya aku tanpa sadar menatap Riko terus-menerus.


Aku buru-buru mengalihkan pandanganku ke arah alat sirkulator.


Angin berhembus menyusuri ruang tamu.


Pakaian yang dijemur dalam ruangan pun bergoyang lembut, menyebarkan aroma lembut dari pelembut pakaian.


Udara di ruangan ini tidak lagi terasa lembab atau pengap seperti biasanya saat musim hujan.


Mungkin karena kipas ini juga memiliki fungsi penyaring udara, jadi hasilnya terasa lebih bersih.


"Riko, terima kasih banyak soal sirkulator ini."


Meski aku sudah beberapa kali mengucapkan terima kasih, rasanya masih belum cukup.


"Aku yang justru harus berterima kasih. Bisa jalan-jalan bersamamu seperti tadi, benar-benar menyenangkan."


Riko tertawa, lalu dia menambahkan dengan sedikit malu-malu.


"Soalnya waktu di distrik perbelanjaan dulu aku tidak bisa bersentuhan dengan Minato-kun, jadi...hari ini rasanya baru pertama kali seperti kencan beneran, ya."


Riko menyipitkan matanya, terlihat sangat bahagia.


"Eh? Kencan...?"


Tunggu dulu...


Jadi yang tadi itu...kencan...?


Kalo begitu...itu berarti kencan pertamaku dengan Riko...!?


Aku menatap Riko dengan setengah panik.


Mungkin karena menyadari tingkahku yang aneh, senyum di wajah Riko perlahan menghilang dengan canggung.


Aku jadi semakin gelisah.


Kalo apa yang terjadi hari ini benar-benar dianggap sebagai kencan pertama, maka tujuan kami, toko elektronik, dan makan siang di restoran burger langganan, jelas-jelas bukan pilihan yang pantas.


Bahkan aku yang tidak punya pengalaman dalam hal percintaan pun tahu itu.


Aku pernah melihat di media sosial, seorang pria dikritik habis-habisan karena mengajak pacarnya makan di restoran gyudon saat kencan. Dan sekarang aku baru sadar...aku telah melakukan hal yang nyaris sama.


Wajahku memucat.


Padahal Riko sudah menganggap kebersamaan kami hari ini sebagai kencan.


Tapi aku justru merusaknya.


A-aku harus segera minta maaf pada Riko...


"Maaf, Riko... Aku...kupikir hari ini hanya sekadar belanja biasa... Tapi kalo...kalo ternyata itu dianggap sebagai...ke-kencan, aku benar-benar minta maaf...!"


Aku meletakkan tangan di lutut dan membungkuk, menundukkan kepala dalam-dalam.


Riko mendengarkan dalam diam. Aku bisa mendengar tarikan napas kecil darinya.


"...Kenapa kau minta maaf...?"


"Karena...seharusnya aku membawamu ke tempat yang lebih pantas untuk makan. Aku benar-benar ceroboh. Mengajaknya ke restoran burger langganan seperti itu di hari penting...jelas itu bukan pilihan yang layak."


"Kenapa harus begitu...? Aku justru sangat senang bisa pergi ke tempat itu bersamamu, tahu?"


"Tapi...kalo seorang gadis diajak ke toko elektronik dan restoran cepat saji saat kencan pertama...bukankah itu akan mengecewakan? Biasanya, kencan tidak dilakukan di tempat-tempat seperti itu, kan?"


"Itu tidak benar. Lagi pula, aku sendiri yang ingin pergi ke toko elektronik."


"Meski begitu..."


Seandainya aku lebih memperhatikan, setelah membeli sirkulator pun sebenarnya aku bisa saja mengajaknya ke tempat lain yang lebih terasa seperti kencan.


"Minato-kun..."


Meskipun Riko memanggilku, aku tidak mampu mengangkat wajahku karena terus-menerus diliputi penyesalan atas apa yang telah kulakukan.


Pada saat itu, Riko dengan lembut menyentuh tanganku yang sedang tergenggam erat.


Terkejut, aku membuka mata yang sedari tadi terpejam rapat.


"Minato-kun, boleh aku bicara?"


"U-uh, ya."


"Kau tahu, aku menjalani hari yang sangat menyenangkan hari ini. Kita jalan-jalan sambil bergandengan tangan, melihat-lihat toko bersama, makan burger sambil bilang 'enak ya'... Semua itu, bagiku terasa sangat istimewa. ...Tapi, kau menganggap hari ini gagal karena kau merasa aku tidak menikmati semuanya, kan?"


"Tidak mungkin!!"


Mendengar pertanyaannya yang terdengar penuh kekhawatiran, aku segera menyela dan membantah keras.


Tidak menikmatinya? Sama sekali tidak.


"Aku juga benar-benar senang hari ini!!"


"Benarkah?"


"Ya!!"


"Fufu, syukurlah. Kalo begitu, aku rasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, kan? Kalo kita berdua sama-sama merasa senang, menurutku itu yang paling penting."


Riko tersenyum sambil tetap menggenggam tanganku.


Tapi, aku menyadari ada sedikit bayangan sendu di matanya.


"...Tapi, Minato-kun sebenarnya tidak menganggap hari ini sebagai kencan, kan? Aku...jadi malu sendiri karena sudah salah paham..."


"U-um...kalo Riko ingin menganggap belanja tadi sebagai kencan, aku juga akan...berusaha menganggapnya begitu..."


"Ayolah Minato-kun. Yang namanya kencan itu justru berarti kalo kau merasa sedang berkencan saat sedang menjalaninya, bukan setelah selesai!"


Riko sedikit mengembungkan pipinya, tampak kesal. Tapi justru karena itu, dia terlihat begitu menggemaskan sampai-sampai aku sempat lupa segalanya dan hanya terpaku memandangi wajahnya.


Tidak boleh. Ini bukan saatnya untuk bengong seperti itu.


...Tunggu dulu.


Kalo seperti yang Riko bilang, artinya kalo kami berdua belum benar-benar menganggap hari ini sebagai kencan sejak awal, maka ini belum bisa disebut sebagai kencan pertama kami, kan?


Bukankah itu berarti...aku masih punya kesempatan untuk menebusnya?


Aku menelan ludah dengan gugup.


Aku ingin kesempatan untuk berkencan pertama yang pantas, kali ini yang benar-benar kencan.


Haruskah aku menyarankan itu?


Tentu saja, aku tidak tahu apakah Riko akan setuju.


Lagipula, karena aku belum pernah sekalipun mengajak seorang gadis berkencan sebelumnya, jadi sekarang keringat dingin mulai membasahi tubuhku.


Tapi kalo aku mundur di sini, aku akan tetap jadi diriku yang biasa, yang tidak pernah berubah. Bukankah aku sudah memutuskan untuk berusaha, supaya Riko bisa menyukaiku?


Kalo begitu, aku harus berani. Baiklah...!



Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال