> Cerita 2

Cerita 2

  Kamu saat ini sedang membaca   Tsukushita garina uchi no yome ni tsuite derete mo ī ka?  volume 1,  chapter 3 cerita 2. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makinsemagat+buat dana untuk beli raw


 TATAPAN DARI LUAR YANG TAMPAK IRI MENUSUK TAJAM



Waktu long homeroom yang digunakan untuk menentukan berbagai hal terkait kelas diadakan pada jam ke-6 pada hari Rabu dan Jumat.


Hari ini, Jumat, kami akan dibagi menjadi beberapa kelompok dan mendiskusikan jalannya perjalanan kami.


Tujuan karyawisata adalah Yokohama.


Para siswa akan dibawa dengan bus charter ke Stasiun Yokohama, dan dari sana mereka diberi kebebasan untuk bergerak selama 6 jam. Dalam waktu itu, kami harus menentukan kegiatan yang akan dilakukan dan menyerahkannya.


── Nah. Sejak kami dipasangkan dalam satu kelompok, ini adalah pertama kalinya kami berempat berkumpul.


Kami memindahkan meja-meja dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kami bisa saling berhadapan, dan tiba-tiba aku merasakan rasa gugup yang luar biasa.


Aku yakin Sawa yang duduk di sebelahku merasakan hal yang sama. Wajahnya pucat, dan matanya tampak mengembara. Tidak ada tanda-tanda si cerewet yang biasanya banyak bicara.


Wajar saja. Bagi kami, para pria biasa yang jarang berinteraksi dengan wanita, dua gadis di depan kami adalah sosok yang tidak pernah kami bayangkan akan ada di sini.


Saat aku melirik ke arah Riko, dia terlihat sedikit malu dan sedang memainkan rambut poninya.


Ya, dia sangat manis.


Di sebelah Riko, Asakura mencondongkan tubuhnya ke meja, menatapku dan Sawa dengan penuh minat.


"Heii, kalian berdua kelihatan gugup, ya? Lucunya~"


Wah, kalimat yang sering diucapkan oleh gadis-gadis populer yang selalu terdengar menyebalkan.


Ketegangan di antara aku dan Sawa semakin meningkat.


Ah ini sangat buruk. Aku merasa takut dengan gadis ini.


Begitu aku memikirkan itu, tiba-tiba tema dari film 'Encounter of the Third Kind' mulai berputar di kepalaku. Eh, bukan, bukan itu. Tokoh utama dalam film itu justru senang bertemu dengan yang tidak dikenal. Kalau dari film Spielberg, tema 'Jaws' jelas lebih tepat menggambarkan perasaanku.


Dan bukan hanya Asakura, sejujurnya, pandangan dari orang-orang di sekitar juga membuatku takut.


Anak-anak laki-laki di sekitar kami sepertinya tidak fokus membicarakan tujuan karyawisata. Mereka justru berbicara dengan suara cukup keras, mengeluhkan aku dan Sawa.


"Kenapa mereka bisa bareng... gak masuk akal."


"Eh, gimana caranya mereka bisa satu kelompok? Ada yang tahu alasannya?"


Rasanya sangat tidak nyaman. Pasti Riko juga mendengar ini...


Saat aku merasa bersalah karena membuat Riko harus berkelompok dengan orang yang dikatai seperti ini, Asakura tiba-tiba berkata dengan nada ceria.


"Ya ampun, kalian berdua bikin mereka iri. Lucunya. Tapi ya, mau gimana lagi, Riko sendiri yang bilang ingin berkelompok dengan teman masa kecilnya~"


Begitu Asakura menyebut kata 'teman masa kecil', suasana sekitar semakin ramai. Semua orang tampak heboh karena mereka baru pertama kali mendengarnya.


Ah, sudah lah.


Sensei kuga sudah keluar dari kelas setelah memberi instruksi untuk berdiskusi, dan tidak ada yang bisa menghentikan kekacauan ini.


Apa ini salahku karena mengharapkan kebahagiaan yang tidak sepadan dengan diriku, karena ingin berkelompok dengan Riko?


"Tapi, untung saja ada teman masa kecil ini. Soalnya, waktu karyawisata di kelas satu dan dua, kelompok ditentukan lewat undian, dan beberapa orang tidak puas dengan hasilnya sampai ada yang berkelahi di belakang gedung olahraga. Betul kan, Riko?"


"Itu berlebihan..."


"Kan ada yang berkelahi sampai diskors, ingat? Itu karena hasil undian yang membuat beberapa orang merasa terancam karena harus berbagi dengan cowok keren dari tim basket. Mungkin mereka merasa takut kehilangan kesempatan, jadi mengambil tindakan drastis. Tapi, dibandingkan dengan teman masa kecil ini..."


Asakura menatapku dan kemudian tersenyum kecil.


"Yah, kau terlihat tidak terlihat buruk. Tapi entah kenapa kamu terlihat biasa saja, nggak menonjol, dan nggak ada kemungkinan sama sekali bisa dekat dengan Riko, jadi kamu aman. Dengan begini, laku-laki lainnya juga nggak perlu khawatir, kan?"


"Rei-chan, Bisakah kamu berhenti mengatakan hal buruk tentang Minato-kun?"


Saat pembicaraan tentang duel muncul, Riko yang terlihat cemas langsung menegur Asakura sambil menyentuh lengannya dengan lembut.


Meskipun suaranya tenang, mungkin Riko sedang marah.


Asakura juga tampaknya menyadari perasaan Riko, dan setelah melebarkan matanya karena terkejut, dia langsung meminta maaf.


"Maafkan aku, Riko. Aku ini orang yang suka bicara tanpa pikir panjang, jadi aku sering mengucapkan hal-hal yang tidak perlu. Maaf juga untuk mu, teman masa kecil."


"Tidak, aku tidak apa-apa..."


"Tapi Riko, ini pertama kalinya kamu marah seperti ini, kan?"


"Ah... umm, aku... ya... Maaf, aku juga minta maaf karena membuat suasana jadi aneh..."


Ini berubah menjadi pertarungan permintaan maaf.


Asakura meminta maaf dengan sungguh-sungguh, bukan dengan enggan karena ditegur oleh Riko. Mungkin dia sebenarnya bukan orang jahat.


Selain itu, karena ucapan Asakura, para siswa laki-laki yang tadinya menatapku dengan penuh kebencian mulai berkata, "Memang dia bukan orang yang perlu dikhawatirkan karena akan mengambil Riko dari kita."


Tampaknya, karena dianggap bukan sebagai saingan cinta, aku berhasil keluar dari situasi sulit ini.


Memang agak menyedihkan. Tapi, akan lebih baik jika aku tidak membuat masalah lagi bagi Riko atau Sawa mungkin ini lebih baik.


Setelah itu, semuanya mulai fokus untuk menentukan rute perjalanan, dan kami bisa berdiskusi dengan lancar.


Lebih tepatnya, Asakura yang mengusulkan ide, Riko yang setuju dengan senyuman, sementara Sawa dan aku hanya mendengarkan dalam diam.


Riko sering kali bertanya pada kami, "Apakah ini sudah oke?" dan setiap kali itu terjadi, Sawa dan aku buru-buru mengangguk.


"──Jadi, rute ini sudah oke ya? Untuk memastikan, tujuan makan siang kita adalah di Taman Yamashita, kan? Pada hari itu, kita harus membawa bekal sendiri."


"Oh, iya. Tempat untuk makan siang memang terbatas, ya."


Riko mengangguk setuju dengan ucapan Asakura.


"Tapi kenapa kita harus membawa bekal sendiri sih? Di rumahku, kedua orang tuaku bekerja, jadi tidak mungkin aku minta mereka membuatkanku bekal makan siang, dan akhirnya aku akan membeli sesuatu dari kombini. Ahhh, sungguh merepotkan."


"Ah, a-aku juga...! Aku juga sama!"


Sawa dengan semangat mencoba mengambil kesempatan untuk berbicara dengan Amakura.


"Benarkan? sungguh merepotkan, kan? Bukankah ini yang terburuk?"


"Ya, ya, yang terburuk, yang terburuk."


Karena gugup berbicara dengan perempuan, Sawa hanya bisa mengulang kata-kata Asakura.


Aku pun merasa canggung, membayangkan kalau mungkin aku juga seperti ini ketika berbicara dengan Riko.


Tapi, benar juga. Pada hari karyawisata, kita harus membawa bento kita sendiri. Aku memikirkan hal ini sambil melihat daftar 'barang yang harus dibawa' yang tercetak di lembaran yang diberikan.


Tidak mungkin aku bisa membawa bento buatan Riko seperti biasanya. Jika seseorang melihat bento kami yang sama, mereka mungkin akan menyadari bahwa hubungan kami bukan hanya sekedar teman masa kecil.


Sampai sekarang, kami tidak pernah makan siang bersama, jadi kupikir itutidak masalah. Tapi kali ini, situasinya berbeda.


Sepertinya aku juga perlu membeli bento dari kombini.


Lidahku yang sudah terbiasa dengan lezatnya masakan Riko pasti akan merasa bento kombini ini terasa hambar.


Tapi, ketika aku sedang memikirkan hal itu, Riko dengan takut-takut mengangkat tangannya.


"Umm, kalo kalian mau, bagaimana kalo aku yang membuatkan bento untuk semuanya?"


"Eh?"


"Serius? Ya ampun! Terima kasih, Riko! Aku mencintaimu!"


"...A-eh!? Aduh!"


Mendengar usulan Riko, aku terkejut, Asakura mengangkat tangan dengan gembira, dan Sawa sampai jatuh dari kursinya.


Riko ingin membuat bento untuk 4 orang... Itu pasti sangat merepotkan...


Ketika aku menatap Riko dengan tatapan yang bertanya apakah dia benar-benar yakin, dia tersenyum tipis, yang hanya bisa kumengerti.


Aku senang bisa menikmati bento buatan Riko di hari karyawisata tapi... 


Memikirkan hal ini, aku kembali menatap Sawa yang sedang duduk di lantai, dan wow, Sawa setengah menangis karena bahagia.


Asakura juga benar-benar senang, dan sebagai orang yang biasa menikmati bento buatan Riko, aku tidak mungkin mengambil kebahagiaan mereka.


Baiklah, di hari karyawisata, aku juga akan bangun lebih awal dan membantu Riko sebisa mungkin.


Meskipun aku benar-benar tidak bisa memasak, tapi saat aku membayangkan diriku berdiri di dapur bersama Riko, pipiku jadi kendur.


Tapi, tidak boleh begitu. Jika aku malah merepotkan Riko, itu akan sia-sia, jadi aku harus menjaga fokusku...!


"Kalo kalian ingin makan sesuatu, beritahu aku, ya."


"Eh, apa ya? Aku bingung! Tunggu, aku akan buat daftar makanan yang ingin kumakan! Pertama, harus ada ayam goreng, lalu wortel glasir..."


"A-aku mau tamagoyaki..."


"Oh, bagus! Aku akan catat itu."


Sawa dan Asakura mulai membuat daftar makanan favorit mereka di balik kertas dengan wajah serius.


Melihat mereka sedang sibuk, Riko mendekatkan tubuhnya padaku dengan pelan.


"Sebenarnya, di hari karyawisata nanti, aku ingin Minato-kun makan bentoku buatanku juga... Ini rahasia, ya."


"..."


Aku merasakan wajahku memerah, dan buru-buru berdeham.


Istriku memang selalu ingin memanjakanku... Sulit untuk tidak merasa senang...



Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال