Kamu saat ini sedang membaca Tsukushita garina uchi no yome ni tsuite derete mo ī ka? volume 2, chapter 1 cerita 2. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makinsemagat+buat dana untuk beli raw
PERNYATAAN PACAR
Kalo rumor ini dibiarkan begitu saja, pasti akan muncul orang-orang yang penasaran dan mencoba menyelidiki lebih jauh, seperti yang dilakukan oleh anggota klub koran sekolah kali ini.
Dan ini bukan sekadar kekhawatiran yang berlebihan—Riko memang sebesar itu daya tariknya di sekolah ini.
Tapi kalo sampai seperti itu, bukan tidak mungkin fakta kalo kami tinggal serumah akan terbongkar.
Dengan mempertimbangkan semua itu, aku dan Riko akhirnya memutuskan untuk langsung membuat pengumuman kalo kami memang berpacaran begitu kembali ke kelas.
Tentu saja, sebelumnya kami sempat berdiskusi sebentar, dan sepakat untuk berbohong sebisa mungkin dengan tetap berpegang pada hal-hal yang mendekati kenyataan, agar tidak mudah ketahuan.
Karena aku ini orangnya tidak pandai bicara dan mudah gugup, kami sepakat Riko yang akan menjelaskan kepada semua orang.
"Riko! apa yang terjadi di koran sekolah ini?! Apa kalian berdua benar-benar berpacaran?! ... Hei, itu dia! Apa-apaan ini?! Serius?!"
Asakura, yang sepertinya datang ke sekolah saat kami masih di atap, berteriak sambil berlari mendekati kami.
Mendengar teriakannya, teman-teman sekelas lain langsung berkumpul, dan dalam sekejap aku dan Riko sudah dikerumuni dari segala arah.
Sawa, yang dari tadi menungguku di pintu masuk kelas, juga ikut bergabung dengan ekspresi penuh tuntutan.
"Eh, serius!? Jadi kalian bukan cuma teman masa kecil!?"
"Ehehe... Sebenarnya, kami memang sedang berpacaran. Ya kan, Minato-kun?"
Riko menoleh ke arahku sambil tersenyum dan memiringkan kepalanya sedikit—dia terlalu imut sampai membuat jantungku nyaris berhenti.
───Ini buruk, ini bukan saatnya untuk terpesona.
Dengan panik, aku mengangguk cepat sebagai jawaban atas ucapan Riko.
Teman-teman sekelas memandangku dan Riko secara bergantian, seolah-olah mereka tidak dapat mempercayai apa yang baru saja mereka dengar.
"Pacaran, katanya..."
"Sulit dipercaya..."
"Hanae-san, apa kau sedang diancam oleh Niiyama...?"
"Tapi, kurasa Niiyama tidak terlihat seperti orang yang mampu melakukan hal seperti itu... Jadi, ini malah semakin membingungkan."
Reaksi yang kudengar dari berbagai arah memang sesuai dengan perkiraanku.
Ya, wajar saja.
Aku sendiri pun sulit mempercayai kalo seseorang sepertiku—yang begitu biasa—bisa menjadi kekasih siswi paling populer di sekolah.
Tapi, Riko terlihat kesal. Dia masih menggenggam tangan kananku, dia menyelipkan tangan kirinya ke lenganku, seolah-olah sedang memeluknya.
Perasaan ku campur aduk, dan jarak ini...benar-benar membuatku gugup.
"Kenapa kalian semua langsung mengira aku sedang diancam?"
"Soalnya, sulit dipercaya kalo kau benar-benar pacaran dengan Niiyama-kun! Selama ini kau menolak semua pengakuan cinta dari siswa-siswa tampan di sekolah. Bagaimana bisa sekarang kau malah bersama dia!? Apa mungkin kau tidak menyukai pria tampan!?"
Meskipun Asakura berbicara dengan penuh semangat, Riko tetap menunjukkan ketenangan khasnya.
Kemudian dia mengatakan sesuatu yang membuat seluruh ruangan mendadak sunyi.
"Eh? Kenapa memangnya? Menurutku, Minato-kun itu sangat tampan."
Saat itu juga, suasana kelas menjadi sangat hening.
Keheningan itu—dengan sendirinya—menyangkal ucapan Riko barusan.
Aku tahu betul kalo aku bukan pria tampan. Tapi ketika semua orang menatapku dengan tatapan penuh iba, rasanya cukup menyakitkan.
Aku tahu Riko hanya ingin membelaku...tapi mungkin akan lebih baik kalo dia tidak mengatakannya secara langsung.
"Y-ya, cinta memang bisa membutakan... Tapi, terlepas dari itu... Riko, benarkah kau dan Niiyama benar-benar berpacaran?"
"Yup."
"Sepertinya tidak bisa dipercaya sama sekali..."
Kata-kata dari Asakura membuat teman-teman sekelas lainnya menganggukkan kepala mereka dengan ragu.
Di antara mereka, Sawada menatap dengan tatapan tajam ke arahku.
Hei, Sawada. Bukankah kau teman baikku? Seharusnya kau ada di pihakku, kan...!
Aku berpikir dalam hati, lalu tiba-tiba teringat.
Ini buruk...
Oh iya, beberapa waktu lalu Sawada pernah bertanya tentang Riko, dan aku dengan panik mengatakan, "Ada orang lain yang aku suka!"
Jadi, Sawa sekarang pasti menganggapku sebagai orang tidak berguna yang berkencan dengan Riko meskipun aku sudah punya orang lain yang aku sukai.
Kalo diperhatikan, hanya tatapan Sawada yang terasa lebih tajam dibandingkan teman-teman lainnya.
Sepertinya aku harus menjelaskan hal ini dengan baik nanti.
"Aku sedih ketika kau bilang kalo kau tidak bisa mempercayainya..."
Di sampingku, Riko berbisik dengan ekspresi sedih.
Begitu mendengar itu, teman-teman sekelas langsung terlihat menyesal dan terlihat lebih kecil.
Ternyata, mereka merasa seperti sedang mengganggu Riko.
"Ma-maaf, Riko. Kami cuma terkejut, bukan karena kami benar-benar meragukanmu."
"Benarkah?"
"Iya, iya. Benar, kan, semuanya!"
Suara Asakura membuat teman-teman sekelas mengangguk cepat.
Kalo alurnya seperti ini, mungkin saja ini bisa diselesaikan dengan baik.
Tapi, tak lama setelah itu...
"Senang sekali. Akhirnya aku bisa berpacaran dengan Minato-kun yang sudah lama aku suka, jadi aku ingin Reko-chan mendukungku,"
"Eh!? Maksudmu kau sudah lama menyukainya Riko!?"
Asakura membuka matanya lebar-lebar.
"Ya. Aku benar-benar mencintai Minato-kun, dan itulah kenapa aku yang duluan menyatakan cintaku padnya. Itulah kenapa aku sangat bahagia saat ini."
Semua orang yang mulutnya terbuka lebar itu, kembali menatapku serentak.
Tapi, aku tidak bisa menyembunyikan wajahku yang semakin memerah.
Karena, meskipun itu hanya kebohongan, aku mendapatkan ucapan "Aku benar-benar mencintai Minato-kun." Dari Riko...
Ah, ini bahaya.
Jantungku mulai berdetak kencang.
"Niiyama, kau... kebaikan apa yang sudah kau lakukan di kehidupanmu yang lalu..."
Sawa berbisik dengan suara yang terdengar terpaksa.
Apa yang dikatakan Sawa benar.
Aku memang menerima kebahagiaan yang tidak sebanding dengan diriku dari Riko.
"Ya. Mungkin di kehidupan sebelumnya aku menjadi korban pengorbanan,"
"Untuk usaha di kehidupan sebelumnya, aku juga sangat percaya diri!"
Riko meletakkan tangan di pinggang dan membusungkan dada dengan bangga.
Segala hal yang dia lakukan terasa sangat imut, tapi apa yang harus kulakukan?
"Soalnya, setiap hari aku selalu berpikir, apa aku pantas mendapat kebahagiaan sebesar ini? Betapa luar biasanya hari-hari seperti ini bisa terus berlanjut. Jadi pasti aku sudah sangat berusaha keras di kehidupan sebelumnya untuk mendapatkan kebahagiaan seperti ini! Ehehe!"
Oh tunggu, Riko!
Tolong sedikit lebih pelankan keimutanmu...!
Aku tahu dia sedang berusaha meyakinkan semua orang, tapi jantungku tidak bisa menahan ini...!
Saat aku mulai merasa seperti itu, akhirnya bel tanda waktu masuk berbunyi.
Aku sejenak bertatap mata dengan Riko, sedikit mengangguk, lalu menuju tempat dudukku.
Entah kenapa, wajah Riko yang sangat bahagia itu, ekspresi imutnya, masih tertinggal di hatiku seperti bayangan.