> Cerita 2

Cerita 2

 Kamu saat ini sedang membaca   Tsukushita garina uchi no yome ni tsuite derete mo ī ka?  volume 1,  chapter 4 cerita 2. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makinsemagat+buat dana untuk beli raw

 ORANG YANG DISUKAI ISTRIKU 



Apa kejadian tadi malam itu hanya sekedar mimpi atau kenyataan?


Saat aku bertanya pada Riko, matanya sempat terlihat gelisah sebelum dia membalas dengan suara yang terdengar seperti dipaksakan keluar.


"Ke-kenapa...?"


"Apa?"


Aku tidak menyangka akan mendapatkan balasan berupa 'kenapa', sehingga aku tertegun.


Pertanyaanku tadi seharusnya hanya membutuhkan jawaban ya atau tidak, kan...?


Tidak mungkin aku bisa mengatakan, 'Aku bermimpi kalo Riko bersandar padaku, tapi apakah itu sebenarnya kenyataan?'


Hanya dengan memimpikan hal itu saja sudah jelas menunjukkan bahwa aku memiliki perasaan pada Riko.


Dari sudut pandang Riko, dia mungkin akan merasa, 'Jangan lakukan hal aneh pada diriku dalam mimpimu!"


Aku benar-benar bodoh. Ini bukanlah pertanyaan yang seharusnya ditanyakan dengan sembarangan.


Aku belum sepenuhnya siap untuk mengungkapkan perasaanku pada Riko, tapi di saat yang sama, aku terlalu berani berharap bahwa Riko juga memiliki perasaan khusus padaku dan mencoba memastikannya.


Sebenarnya, apa aku benar-benar menyukai Riko sejak awal?


Aku bahkan tidak tahu apa perasaanku ini berbeda dari kekaguman Sawa terhadap Riko.


...Yang seharusnya aku lakukan lebih dulu adalah menghadapi perasaanku sendiri, bukan mencoba memahami perasaan Riko...


Aku menghela napas, menyadari betapa tidak berpengalamannya diriku dalam urusan cinta.


"Yah, tidak ada papa. Lupakan saja."


"...Apa aku benar-benar harus melupakannya?"


"Ah, i-iya. Maaf karena aku mengatakan hal yang aneh."


Dengan perasaan yang penuh rasa malu, aku meminta maaf, dan Riko menatapku seolah ingin mengatakan sesuatu sebelum akhirnya berkata, "...Begitu," dan membalikkan badannya.


──Beberapa hari setelah itu, aku mengalami guncangan emosional yang hebat, yang akhirnya membuatku menyadari perasaanku yang sebenarnya.


★★★


 Itu semua dimulai dengan sebuah memo.


Saat istirahat pada hari itu, ketika aku sedang melihat-lihat majalah film seperti biasanya di mejaku, teman sekelasku, Mitsuteru Hirose, tiba-tiba menghampiriku.


"Shiyaama, bisa bicara sebentar?"


Aku mendongak dengan kaget.


Dengan rambut yang diwarnai ash dan dibentuk rapi dengan wax, Hirose adalah seorang pria tampan dari klub musik ringan, tipe siswa yang berada di puncak hierarki sekolah.


[TL\n: Hierarki adalah kasta\tingkatan dapab bersosialisasi]


Aku tidak pernah berbicara dengannya secara pribadi sebelumnya. Jadi apa sebenarnya yang dia inginkan dariku?


"Bisa tolong kamu berikan ini ke Hanae-san?"


Aku menatap kertas yang dia sodorkan padaku dan memiringkan kepalaku.


"...Kenapa harus aku?"


"Soalnya, kan kamu teman masa kecilnya Hanae-san?"


Benar, itu memang pengaturan yang ada. Tapi tetap saja, kenapa dia memintaku?


"Kenapa kau tidak minta tolong pada Asakura atau yang lainnya saja?"


"Yah, soalnya Asakura menolaknya mentah-mentah. Dia bilang, 'Kalau mau mengungkapkan perasaanmu, katakan langsung ke orangnya.'"


[TL\n: jawaban yang pernah gua kasih ke adek keles cewek yang dulu pernah minta no wa gua, dia ngirim temannya buat minta no gua ya gua bilang kalo dia mau minta no gua datang minta langsung jangan suruh org, dan entah kenapa beberapa hari kemudian dia udah chat gua, padahal gua belum no gua ke dia]


Aku mengangguk, mengakui bahwa itu memang reaksi khas Asakura.


Kalau begitu, kertas ini berisi pernyataan seperti itu, ya.


Kalau memang begitu, aku tidak ingin menerimanya...


"Kalau begitu, kenapa kamu tidak mwyerahkannya langsung ke Hanae-san saja?"


"Aku sebenarnya mau begitu. Tapi Hanae-san itu kalau diajak bicara sama cowok, dia jadi sangat waspada. Dia terkenal karena selalu menolak ketika diajak bicara berdua ama cowok."


"Oh..."


Aku juga pernah mendengar cerita itu.


Sejak masuk sekolah, Riko telah menerima begitu banyak panggilan dan pengakuan cinta, jadi wajar saja kalau dia menjadi seperti itu.


"Pokoknya, tolong ya!"


"Eh, tunggu, hey!?"


Dia memaksa kertas itu ke tanganku.


"Hah..."


Sekarang setelah aki menerimanya, aku tidak punya pilihan selain memberikannya ke Riko, tapi aku merasa sangat tertekan.


Selama ini, Riko selalu menolak setiap pengakuan cinta, tidak peduli seberapa tampannya orang itu.


Tapi bukan berarti kali ini akan berakhir sama...


★★★


Biasanya, setelah selesai bekerja, aku akan segera bergegas menuju rumah di mana Riko menungguku. Tapi, hari ini, karena memo yang kuterima, langkah kakiku terasa begitu berat seolah-olah terbuat dari timah.


Bahkan, mungkin karena wajahku tampak sangat muram, Riko yang menyambutku langsung bertanya apa aku baik-baik saja.


"Ada apa, Minato-kun!? Apa terjadi sesuatu...?"


"Tidak, aku baik-baik saja."


Menundanya hanya akan membuat waktu pertarungan melawan rasa sesak di dadaku semakin panjang.


Aku menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkan kertas yang kusimpan di saku dada seragamku.


"Riko, ini."


"......?"


Riko menerimanya dengan ekspresi bingung, kemudian dia langsung membuka kertas itu di tempat. Seketika, wajahnya memerah dan dengan mata yang berkaca-kaca karena cemas, dia memandang ke arahku.


Reaksi apa ini? Jangan-jangan... Riko menyukai Hirose...?


"Ini... Minato-kun... apa ini benar...?"


"...Ya. Aku menerimanya langsung dari orangnya saat jam istirahat."


"Eh. Maksudmu dari siapa?"


"Eh? Hirose, tentu saja..."


Apa mungkin Hirose tidak menulis namanya di memo itu?


Setelah aku menceritakan kembali apa yang terjadi saat jam istirahat, Riko mengeluarkan suara yang nyaris tak terdengar dan langsung berjongkok di tempat.


"Riko, ada apa!?"


"Uuh, itu kejam sekali... Rasanya seperti aku jatuh dari surga lalu langsung di lempar ke neraka..."


"...? Maksudmu apa?"


"Tidak, tidak ada apa-apa...! Minato-kun, aku tidak bisa menerima ini, tolong kembalikan padanya."


Hirose ditolak. Maaf, tapi aku sangat senang sampai-sampai aku hampir melakukan pukulan tinju.


"Baiklah. Besok aku akan mengembalikannya. ──Hei, Riko, kenapa kamu selalu menolak pengakuan cinta semua orang?"


Itu adalah pertanyaan sederhana.


Saat itu, aku sama sekali tidak membayangkan kalau pertanyaan yang kuucapkan tanpa pikir panjang itu justru akan mencekikku ke arah yang tak terduga.


Riko tiba-tiba terlihat agak kesal, memandangku dengan wajah cemberut, kemudian menatapku dengan tatapan tajam dan berkata.


"...Aku... menyukai seseorang..."


"Seseorang yang kamu suka...?"


"Ya... Sejak dulu, hanya ada satu orang di hatiku. Minato-kun, apa kami ingat? Anak laki-laki yang menyelamatkanku saat aku sendirian saat aku masih di TK."


Aku hanya bisa mengangguk tanpa berkata-kata.


Tidak mungkin aku melupakan cerita yang pernah diceritakan Riko padaku.


Anak laki-laki itu adalah pahlawannya yang muncul dalam kenangan masa kecil yang Riko ceritakan padaku sebelum kami mulai hidup bersama.

 

"Jadi, kamu menyukai anak itu? Tapi bukankah itu cerita waktu kau masi di TK? Apa itu teman masa kecil?"


Aku bertanya-tanya apa hubungan seperti di manga atau lghit novel itu benar-benar ada dalam kehidupan nyata, dan Riko hanya tersenyum lalu menggeleng.


"Pada saat aku lulus dari TK itu, aku harus pindah ke luar negeri lagi karena pekerjaan ayahku, jadi aku tidak bertemu lagi dengan anak laki-laki itu. Tapi, setelah kembali ke Jepang saat aku jadi siawa SMP, aku bertemu dengannya lagi. ──Dia sama sekali tidak berubah, masih sangat baik seperti saat kami masih kecil. Ketika aku melihatnya tersenyum dengan sedikit malu-malu, hatiku berdegup kencang... 'Oh, aku sudah menyukai orang ini sejak aku berusia lima tahun,' pikirku. Itulah saat aku menyadari perasaanku."


"...Begitu."


Aku berusaha keras untuk menyembunyikan rasa terkejutku dan hanya bisa memasang senyum kaku.


Dengan pikiran yang bodoh, aku sempat berharap bahwa orang yang disukai Riko adalah diriku. Tapi, harapan itu hancur seketika.


──Orang yang disukai Riko sejak dulu, bukanlah aku──.


Saat menyadari hal itu, rasa sakit yang begitu hebat menyerangku.


"..."


Apa ini...


Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasakan rasa sakit yang begitu mendalam di dadaku.


Darahku seolah mengalir keluar, dan aku kehilangan keseimbangan.


Aku tak pernah membayangkan bahwa hanya dengan mengetahui bahwa gadis yang ada di depanku memiliki seseorang yang dia sukai, aku akan menerima kerusakan sebesar ini...


Akhirnya, aku mengerti.


Perasaan yang selama ini aku tujukan pada Riko, ini jelas merupakan cinta.


Aku menyadarinya setelah merasakan sakitnya cinta yang tak terbalas, itu benar-benar membuatku merasa seperti seorang pemula dalam urusan cinta.


Setelah itu, aku hampir tidak ingat apa yang terjadi.


Yang aku ingat hanyalah aku mengatakan sesuatu yang tidak jelas, meninggalkan Riko yang tampak bingung, dan berlari ke kamarku sendiri.


Pokoknya, saat itu, aku benar-benar terkejut sampai ingatanku kabur.


★★★


Beberapa hari berlalu, dan aku masih belum bisa menatap wajah Riko dengan benar.


Saat dia berbicara padaku, aku tetap menjawab seperti biasa, tapi aku tidak bisa lagi menatapnya seperti dulu. Karena itu, aku sering kali langsung melarikan diri ke kamarku setelah makan.


Dan malam ini, sama seperti sebelumnya, aku menghabiskan waktu di kamarku─


"Aku bosan setengah mati."


Padahal dulu hidup sendirian adalah hal yang biasa bagiku. Tapi karena aku sudah merasakan betapa menyenangkannya menghabiskan waktu bersama Riko, sekarang aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana mengisi waktu luangku.


"Haaah... Mungkin aku akan pergi ke kombini saja."


Aku bergumam pada diriku sendiri dan berdiri.


Saat aku melangkah keluar ke lorong, pintu kamar di seberang tiba-tiba terbuka seakan-akan sudah diperkirakan waktunya.


"Minato-kun."


Tanpa sadar, aku terkejut.


Riko hanya menunjukkan wajahnya melalui celah pintu, dan setelah terdiam sejenak seolah-olah ragu, dia berkata dengan suara gemetar.


"Kamu menghindariku, kan...?"


"Oh! Tidak, itu tidak benar...!?"


"...Bohong."


Riko menatapku dengan mata besarnya yang berkaca-kaca, seolah menuduhku.


Sungguh tidak adil, bahkan saat dia menunjukkan wajah seperti itu, tetap saja dia terlihat imut.


Dan meskipun dia bisa membuatku begitu terpesona, kejamnya dia karena menyukai orang lain.


Ugh. dadaku sakit... Rasanya aku akan berlinang air mata.


"Minato-kun, aku─"


"Aku mau pergi ke kombini sebentar...!"


"Ah..."


Maaf, Riko. Aku masih belum dalam keadaan dimana aku bisa berpura-pura baik-baik saja dan berbicara denganmu. 


Meski aku tahu betapa menyediakannya ini, aku melangkah melewatinya dan melarikan diri.


★★★


Sudah sekitar satu jam berlalu.


Aku tidak bisa langsung pulang, jadi aku menghabiskan waktu dengan membaca majalah di kombini.


Tapi, aku juga tidak bisa terus berada di sini sampai pagi...


Aku menghela napas entah untuk yang keberapa kalinya, lalu meletakkan majalah itu kembali.


Setelah itu, dengan langkah yang sangat lambat, aku mulai berjalan pulang.


Saat berada di dalam lift, aku kembali menghela napas berat.


Aku membuka pintu rumah dengan hati-hati, berusaha agar Riko tidak menyadarinya, lalu mencoba menyelinap ke kamarku.


Dengan sangat hati-hati, aku memasukkan kunci ke dalam lubangnya tanpa suara, dan perlahan-lahan membuka pintu. Namun─


"Riko...!?"


Di depan pintu, aku menemukan Riko duduk sambil memeluk lututnya.


"Selamat datang... Aku sudah menunggu kepulanganmu, Minato-kun."


"Kamu menunggu sepanjang waktu...!?"


Riko mengangguk pelan.


Melihat tindakannya yang seperti anjing setia yang menunggu majikannya pulang selama berjam-jam membuatku benar-benar terkejut.


Apa dia begitu sangat ingin berbicara denganku?


Apa dia begitu tidak suka kalau aku menghindarinya?


...Tapi ya, memang wajar. Kita tinggal di bawah atap yang sama. Kalau seseorang yang tinggal bersamamu tiba-tiba menghindarmu tanpa alasan yang jelas, pasti itu akan terasa tidak nyaman.


Aku tidak menyadari hal itu, dan hanya karena tidak ingin terluka, aku bertindak egois.


Betapa bodohnya aku...


Tidak pedulu entah Riko punya seseorang yang dia suka atau tidak, itu tidak masalah.


Dengan sikap seperti ini, mana mungkin ada yang mau menyukaiku.


"Maaf..."


Setelah aku meminta maaf pada Riko, termasuk betapa menyesalnya aku atas semuanya, Riko perlahan berdiri. Dia mendekat tepat di depanku.


Aku tanpa sadar menelan ludah.


Riko terlihat sedang sedih.


"Minato-kun, maukah kamu mendengarkan apa yang ingin aku katakan...?"


"U-uh, ya."


Sambil menunggu kata-kata Riko, aku mengepalkan kedua tangan erat-erat.


Apa yang akan dia katakan...?


Sejujurnya, aku sangat takut. Mungkin dia akan marah karena sikapku yang buruk.


"Minato-kun, apa kamu masih merasa tidak nyaman dengan perempuan?"


"Apa?"


Bagaimana Riko bisa tahu soal itu? Apa itu terlihat dari sikapku?


Aku hampir tidak pernah berbicara dengan perempuan selain Riko, dan bahkan saat menerima lembar tugas, aku bertingkah aneh.


Fakta bahwa aku bisa berbicara dengan Riko dengan lancar pun baru terjadi belakangan ini. Bahkan sekarang, kalau aku sedikit gugup saja, aku akan segera gagap.


Aku merasa sangat malu dengan kelemahanku, lalu mengangguk kepada Riko.


"Apa kamu juga tidak nyaman dengan diriku?"


Aku lebih terkejut dari sebelumnya, dan mataku membelalak.


Apa aku merasa tidak nyaman dengan Riko...?


...Awalnya, memang begitu. Jujur saja, hanya dengan menghadapi gadis secantik dia sudah memberiku tekanan, dan aku lebih gugup saat berada di dekatnya dibandingkan dengan perempuan lainnya.


Tapi sekarang... Setelah merasakan kebaikan Riko, melihat betapa manisnya dia, aku mulai mengaguminya, dan tanpa kusadari, aku jatuh cinta padanya...


Sekarang, dia adalah seseorang yang bisa membuat hatiku terluka dengan cara yang tidak bisa dilakukan orang lain─


"Bukan begitu..."


Aku mencintainya, dan karena itu aku juga merasa takut. Dengan segala perasaan yang bertentangan ini, dia menjadi gadis yang sangat istimewa bagiku.


Tidak mungkin Riko bisa dimasukkan dalam kategori 'membuat ku tidak nayaman' seperti banyak gadis lainnya.

 

"Riko berbeda dari gadis-gadis lain!"

 

Suara yang sangat kuat yang tidak aku sangka, muncul dari dalam diriku.


Riko, yang sebelumnya hanya menunjukkan wajah sedih, menutup mulutnya dengan punggung tangannya dan merubah ekspresinya menjadi cemberut.


"Kalau begitu, aku... tidak akan menahan perasaanku lagi...!"


"Menahan perasaan? Maksudmu apa?"


Riko menggelengkan kepalanya, lalu perlahan-lahan meraih ujung bajuku dengan kedua tangannya dan memegangnya dengan erat.


"Minato-kun, kalau ada yang kamu tidak suka dengan apa yang aku lakukan, tolong katakan langsung padaku. Kalau begitu, aku tidak akan melakukan hal yang kamu tidak suka."


"Eh?"


"Aku sudah tahu kalau meskipun aku tidak melakukan apa-apa, mungkin ada saat-saat seperti kali ini di mana kita akan menjauh... .. Meskipun aku tidak diizinkan untuk mengungkapkan perasaanku, aku tidak mau untuk menahan diri."


"Tunggu. Riko, aku tidak mengerti apa yang kamu katakan..."


Apa sebenarnya yang Riko bicarakan? Apa yang terjadi kali ini berarti aku menghindari Riko dan membuatnya merasa canggung. Aku mengerti itu.


Tapi, bagian lain dari cerita itu begitu misterius sehingga aku merasa seolah-olah sedang mendengarkan kode misterius.


Melihatku yang bingung, Riko tertawa kecil dan berkata dengan senyum getir.


"Bagian itu memang benar-benar seperti Minato-kun... Itu... ──"


"Eh...?"


"Aku hanya ingin kamu tahu bahwa jika ada sesuatu yang kamu tidak suka dari apa yang aku lakukan, tolong katakan padaku. Apa itu jelas?"


Aku merasa tidak ada yang tidak ku suka tentang apa yang Riko lakukan...


Karena ekspresi seriusnya menunggu jawabanku, aku menjawab "paham," lalu Riko mengatakan "Apa kauengerti?" dan akhirnya menunjukkan senyumnya yang biasa.


...Aku menyadari bahwa senyum ini menghilang karena aku menjauh dari Riko.


Memikirkan hal itu membuatku merasa bodoh dan ingin menghilang. Aku tidak akan melakukan hal seperti itu lagi.


Meskipun ini hanya perasaan sepihakku terhadap Riko dan meskipun aku akan terluka di masa depan,──.


Aku tidak akan pernah membuat Riko menderita.



Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال