> CERITA 4

CERITA 4

 Kamu saat ini sedang membaca   Tsukushita garina uchi no yome ni tsuite derete mo ī ka?  volume 2,  chapter 1 cerita 4. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makinsemagat+buat dana untuk beli raw

CARA YANG TEPAT BAGI PASANGAN SMA UNTUK MENGHABISKAN WAKTU BERSAMA (EDISI HARI BIASA) ②



Sore itu sepulang sekolah.


Di antara para siswa yang berjalan menuju klub masing-masing atau sibuk berdiskusi tentang rencana bermain sepulang sekolah, aku menyelinap menuju bangku Riko.


Riko, yang sedang bersantai dan bersiap untuk pulang, menyadari bayangan yang menutupi dirinya lalu menoleh ke atas.


"Minato-kun, ada apa?"


Riko menyapaku dengan senyuman seolah itu hal yang biasa—dan bagiku, itu begitu berharga.


Seperti biasa, aku terpesona melihat Riko hingga melamun, lalu aku buru-buru menggelengkan kepalakj untuk kembali sadar.


Aku harus cepat menyampaikan maksudku...!


"Um, eto, Riko..."


"Ya?"


"Eto, maksudku...Eto ne..."


Sial. Karena terlalu ragu-ragu, justru semakin sulit untuk mengutarakannya.


"Minato-kun, apa ada sesuatu yang sulit untuk diucapkan?"


"......."


Aku ingin bicara, tapi perasaanku terlalu terburu-buru hingga tidak bisa tersampaikan dengan baik.


Tidak bisa. Aku harus tenang dulu.


Padahal aku hanya ingin mengajaknya pulang bersama... 


Kenapa hal sesederhana ini terasa begitu sulit...?


Saat aku mulai merasa begitu menyedihkan sampai ingin kabur dari tempat ini───


"Tidak apa-apa. Santai saja, aku akan mendengarkan."


Riko menggenggam tanganku perlahan, lalu menenangkan dengan suara lembut.


"Riko..."


Karena perhatian Riko, aku merasa sedikit lebih tenang.


Baiklah, kali ini aku harus berani.


Demi Riko yang telah menungguku, aku harus menyampaikan perasaanku.


"Ri–Riko! Kalo kau tidak keberatan, apa kau mau...pulang bersama!?"


Aku berkata dengan cepat karena gugup, dan sebelum Riko sempat bereaksi, orang-orang di sekitar kami langsung ribut.


Eh!? Apa suaraku tadi terlalu keras!?


Meskipun aku punya sedikit niat untuk menunjukkan kalo kami memang sepasang kekasih, tapi tetap saja menjadi pusat perhatian terasa sangat memalukan.


Saat aku mulai menyesali tindakanku, tiba-tiba ujung seragamku ditarik pelan.


Ketika aku menoleh ke belakang, Riko menatapku dari bawah dengan pandangan malu-malu.


"Minato-kun yang mengajak duluan...ini bukan mimpi, kan...?"


"......!"


Kenapa dia bisa mengatakan sesuatu yang begitu menggemaskan seperti itu.....


Wajahku seketika terasa panas.


Aku buru-buru menutupi mulut, dan dari berbagai penjuru mulai terdengar desahan kagum seperti orang sedang jatuh cinta.


Sambil menoleh ke sekeliling, aku melihat anak-anak lelaki sedang menatap Riko dengan ekspresi terpesona di wajah mereka.


"Riko-Hime terlalu imut..."


"Dia pacar ideal"


"Haaah...dia benar-benar perwujudan dari impian setiap pria..."


Hei, hei, hei! Kenapa kalian bisa jatuh hati pada pacar orang lain (meskipun hanya pura-pura)!?


Aku tidak dapat menahan rasa jengkel, dan aku terkejut pada diriku sendiri karena menyadarinya perasaan itu.


Sepertinya, kalo sudah menyangkut Riko, kepribadianku bisa berubah total.


Padahal selama ini aku sama sekali tidak pernah merasa memiliki sifat posesif.


Tapi tetap saja, situasi ini benar-benar tidak menyenangkan.


Meski hubungan kami hanya pura-pura, Riko tetaplah 'istriku' (meskipun hanya karena kontrak pernikahan).


Dengan pikiran yang sempit seperti itu, aku segera berdiri di depan Riko, menutupi pandangan nakal dari orang-orang di sekeliling.


Tentu saja, suara protes langsung terdengar, tapi aku tidak peduli.


Mungkin kalau aku sedikit lebih tenang, aku tidak akan merasa seperti ini—tapi sekarang, aku benar-benar tidak punya ketenangan itu.


"Riko, ayo pergi!"


Aku sedikit mendorongnya untuk segera beranjak menuju pintu kelas.


"Tunggu...!"


Riko yang menyusul di belakangku tergesa-gesa lalu meraih lenganku, seolah tidak ingin tertinggal.


"Ehehe. Karena kita pulang sebagai sepasang kekasih, ini tidak masalah, kan...?"


Dengan lidah sedikit terjulur seperti anak nakal, Riko berkata begitu.


Aku bisa mendengar suara lirih penuh kegelisahan dari seluruh penjuru kelas, jadi aku menggandeng Riko dan segera pergi dari sana seperti sedang melarikan diri.


★★★


Setelah sempat berpisah sebentar untuk mengganti sepatu di pintu masuk sekolah, Riko segera kembali ke sisiku.


Berbeda dengan suasana di kelas tadi, kali ini tidak ada orang lain di sekitar kami.


Karena itu, sebenarnya tidak ada alasan bagi kami untuk berdiri berdekatan.


"Minato-kun, tadi...kau keren sekali."


Dengan bahu menempel di lenganku, Riko menatapku dari bawah.


Hangatnya sentuhan itu, ditambah dengan ucapan mengejutkannya, langsung membuatku kehilangan ketenangan.


"Ke–keren!? Eh!? Riko, apa maksudmu...!?"


"Saat kau sedikit memaksaku untuk pergi dari kelas tadi...jantungku berdebar. Hehe."


"Berdebar!? Ehhh!?"


Tidak bisa. Ucapan Riko terlalu mengemaskan, aku tidak bisa menahan senyum lebar di wajahku.


"Ta–tapi, tapi itu...maksudku, Riko, terima kasih sudah bekerja sama tadi."


"Eh?"


"Maksudku, kau menggandeng lenganku, kan? Aku pikir kau juga merasa kita perlu menunjukkan kalo kita sepasang kekasih."


"Menunjukkan kalo kita pasangan...?"


Riko memiringkan kepalanya dengan bingung, jadi sementara dia bertanya-tanya apa yang tengah terjadi, aku menjelaskan apa yang telah kubicarakan dengan Sawa.


"Ah...ja–jadi, itu sebabnya kau mengajakku pulang bersama..."


"Eh? Riko?"


Tiba-tiba, ekspresinya terlihat sedikit muram...


"Tidak, tidak apa-apa! Aku sudah mulai terbiasa menghadapi serangan polosnya Minato-kun, kok!...


Serangan polos?


"Daripada merasa sedih, aku akan memanfaatkannya saja! Jadi—ei!"


"Waah!?"


Padahal aku sudah bilang tidak perlu berdempetan lagi...


Entah kenapa, Riko melingkarkan kedua tangannya ke lenganku dan memeluknya dengan manja.



"......!!"


"Minato-kun, hari ini...pulanglah bersamaku seperti sepasang kekasih, ya?"


"Padahal sudah tidak ada orang yang melihat...?"


Aku bertanya, merasa ragu apa itu tidak masalah. Tapi Riko mendekatkan bibirnya ke telingaku dan berbisik pelan.


"Siapa tahu ada kalo ada orang yang mungkin melihat kita, kan...? Jadi, kita harus selalu berpura-pura seperti pasangan sungguhan."


"Ma–maksudmu begitu, ya..."


Pada titik ini, alasan sebenarnya sudah tidak terlalu penting.


Selama aku bisa pulang bersama Riko sambil bergandengan tangan, itu saja sudah cukup bagiku.


Tanpa mengucapkan apa-apa, aku hanya menggenggam tangan Riko yang lebih dulu meraih tanganku, sedikit lebih erat.


Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال