Kamu saat ini sedang membaca Tsukushita garina uchi no yome ni tsuite derete mo ī ka? volume 1, chapter 4 cerita 5. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makinsemagat+buat dana untuk beli raw
PERMINTAAN SEDERHANA ISTRIKU YANG MEMBUATKU SANGAT BAHAGIA
Pada suatu Sabtu sore. Hari ini, untuk memenuhi permintaan Riko, kami berdua pergi ke distrik perbelanjaani Ofuna.
Beberapa hari lalu, setelah aku bertanya, "jika aku mengatakan 'Aku akan melakukan apa saja yang kamu minta,' apa yang Riko inginkan?" Riko dengan malu-malu mengatakan jawabannya, yaitu──.
"Aku ingin kencan di distrik perbelanjaan dengan Minato-kun."
"Eh? distrik perbelanjaan?"
"Ya, aku ingin pergi membeli sayuran dan daging!"
"Ah, ah, aku sih tidak masalah sama sekali."
"Benarkah!? "
Jujur saja, rasanya seperti ditipu.
Riko menggunakan ini sebagai 'kencan', tapi sebenarnya ini hanya membeli kebutuhan sehari-hari, kan? Aku mengatakan 'aku akan melakukan apa saja,' dan ternyata dia memintaku untuk menemaninya belanja. Aku tidak tahu apa dia benar-benar tidak punya permintaan lain. Tapi kenapa dia tampak begitu malu?
Walaupun aku masih bingung tentang sikap Riko, aku tidak keberatan untuk menemani belanja.
Dan begitu saja kami berdua akhirnya, sampai di distrik perbelanjaan Ofuna.
Distrik perbelanjaan Ofuna terletak di satu jalan kecil dari stasiun.
Hari-hari ini sangat ramai, dan seluruh jalan dipenuhi pembeli. Namun, sebagian besar orang yang berjalan di jalan tersebut adalah pria dan wanita lanjut usia. Atau ibu rumah tangga berusia 30-an, dan disini tidak terlihat ada siswa SMA. Di lingkungan ini, meski aku bersama Riko hari ini. kemungkinan teman sekelasku melihat kami hampir nol.
Lagipula, jarang ada anak muda yang mengunjungi pasar tradisional seperti ini. Aku sendiri bahkan tidak pernah datang ke sini sebelumnya.
"Di pasar ini, kita bisa membeli sayuran dan daging segar."
"Eh, begitu ya."
"Selain itu, ada juga ikan-ikan yang langka."
Sambil berbincang seperti itu, kami berdua melihat-lihat barang yang ada. Riko bertanya, "kamu mau ku buatkan apa pot-au-feu atau nikujaga?" dan aku menjawab sesuai keinginanku.
Jika ini adalah memilih pakaian di pusat perbelanjaan, aku pasti akan sangat gugup dan tidak bisa memberikan pendapat yang baik. Tapi, mencari bahan makanan terasa lebih santai.
Suasana pasar yang sederhana juga membuatku merasa nyaman.
Aku sangat terlibat dalam percakapan dengan Riko, bahkan sesekali aku memberikan saran seperti "Bagaimana dengan ikan ini?"
Riko sangat memuji bahan makanan yang aku pilih dengan "Wah, ini bagus!" sehingga membuatku merasa bangga.
Saat kami asyik berkeliling pasar dan waktu terasa cepat berlalu, kami tidak sadar bahwa tas belanja ramah lingkungan Riko sudah penuh.
"Riko, aku yang akan membawanya."
"Hehe. Terima kasih. Minato-kun, kamu sangat baik. Tapi tidak apa-apa, ini tidak berat jadi kamu tidak perlu khawatir."
"Tapi kalo begitu tidak ada gunanya aku mengikutimu..."
"Minato-kun ada di sini saja sudah cukup berarti bagi ku tau. Berkat kamu disisi ku, aku sangat senang."
"...."
Sekali lagi,, dia mengatakan hal-hal imut seperti itu...
Aku menggaruk hidungku untuk menyembunyikan rasa Maluku dan menundukkan kepalaku. Ketika sebuah tas ramah lingkungan berisi sayuran terlihat di pandanganku, aku merasa tidak bisa membiarkan Riko membawanya.
"Sudah kuduga, aku tidak bisa membiarkanmu membawa barang bawaan begini. Riko sudah banyak membantu."
Setelah berkata begitu, aku mengambil tas belanja dari tangan Riko.
Sekilas, jari-jari kami bersentuhan, dan aku merasakan sensasi panas di seluruh tubuhku.
Wah. Aku baru saja menyentuh Riko. Tapi ini tidak sengaja...!
Saat aku mulai melangkah pergi sambil memberikan alasan yang entah ditujukan untuk siapa, Riko tiba-tiba berkata──.
"Minato-kun, tunggu...! Kalau begitu, bagaimana kalau begini?"
"Eh? Wah!?"
Riko meletakkan kedua tangannya di tangan kananku yang sedang memegang tas belanja. Sementara aku terkejut dan membeku, Riko dengan cepat mencuri salah satu pegangan tas dari tanganku.
"Begini, kita pegang bersama."
Riko tersenyum malu dengan pipi sedikit memerah.
Apa situasi ini...!?
Pegangan tas di tangan kananku dipegang olehku, sementara pegangan di tangan kiriku dipegang oleh Riko.
"Ayo, kita pergi."
Aku hanya bisa mengangguk menjawab kata-katanya sambil merasakan wajahku semakin panas.
Tas belanja di antara kami bergetar seolah-olah menjadi jembatan penghubung.
Karena pegangan tas tidak terlalu panjang, jarak antara kami berdua menjadi lebih dekat dari biasanya.
"...Ini mirip dengan iklan deterjen piring, ya?"
Ketika aku mengungkit topik itu karena rasa malu, Riko yang ada di sebelahku tersenyum bahagia dan mengangguk.
"Rasanya seperti iklan pasangan suami-istri yang bahagia dan akur, kan?"
"Eh!? Iya, mungkin."
"Ah! Maksudku, bukan dengan arti yang aneh, tai?"
"Y-ya, aku mengerti."
Kami semakin memerah karena seolah-olah kami digambarkan sebagai 'pasangan suami-istri yang bahagia dan akur.'
Ketika Riko meminta untuk pergi ke distrik perbelanjaan bersamaku, aku merasa aneh kenapa dia meminta itu. Tapi, dengan berbelanja bersamanya, aku bisa merasakan waktu yang sangat bahagia.
Semua ini berkat keinginan Riko untuk pergi berbelanja.