> CHAPTER 1

CHAPTER 1

 Kamu saat ini sedang membaca  Netoge no Yome ga Ninki Idol datta ~Cool-kei no kanojo wa genjitsu demo yome no tsumori de iru~volume 3, chapter 1. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw

KEHIDUPAN (DENGAN) ADIK TIRI PEREMPUAN



"O-oi. Apa kau tidak apa-apa?"


"Uu, ngh...ngh ngh...!"


Hadis misterius itu menggeliat kesakitan.


Dari sudut pandangku, dia terlihat seperti orang mencurigakan, tapai karena cara jatuhnya terlihat mengkhawatirkan, aku pun merasa cemas.


Aku ingin tahu informasi apa pun, jadi aku mencoba mengamati gadis itu, tapi seluruh tubuhnya terbungkus selimut tebal seperti jubah, jadi aku tidak bisa melihat dengan jelas. 


Yang terlihat hanya seperti gumpalan lembut yang bergerak-gerak (padahal ini musim panas, apa dia tidak merasa kepanasan?). 


Dilihat dari postur tubuhnya, sepertinya dia murid kelas 5 SD.


Untuk saat ini, aku akan mencoba membantunya bangun...


Saat aku menurunkan kakiku ke tangga dan terdengar bunyi berderit, gadis itu menyadari kehadiranku dan langsung meloncat.


Kemudian dia berlari ke ruang tamu dengan posisi merangkak, membuat suara gemerisik.


"Dia seperti serangga..."


Aku tidak punya firasat baik, tapi aku tetap menuruni tangga dan menuju ruang tamu.


"........"


Dia mengintip dari balik sofa, hanya menampakkan setengah bagian atas wajahnya sambil mengamati ke arahku.


Ditambah lagi, dia mengenakan tudung ditarik turun begitu rendah, sehingga aku bahkan tidak bisa melihat seperti apa matanya.


"Umm, kau lihat. Apa kepalamu... baik-baik saja?"


"....Sakit..."


"Ya, kurasa begitu. Bagaimana kalo kita ke rumah sakit?"


"......."


Dia tidak mengatakan apa-apa, hanya, menggelengkan kepalanya ke kiri dan kanan tanda penolakan.


Dari yang terlihat, sepertinya dia tidak mengalami cedera serius, tapi karena bagian yang terbentur adalah kepala, aku tetap merasa khawatir.


"Ada satu hal yang paling ingin aku pastikan. Siapa kau?"


"...Penghuni rumah ini."


"Kebetulan sekali. Aku juga."


"....Mencurigakan."


"Kalo dari sudut pandangku, justru kau yang mencurigakan... Siapa namamu?"


"Ri...Risu..."


"Risu? Risu-chan?"


Dilihat dari postur dan suasananya, dia memang sedikit mirip seekor tupai.


[TL\n: Btw Risu tu bahasa jepangnya Tupai.]


"....Aku diperlakukan seperti hewan kecil..."


"Aah, ayo kita bicara baik-baik. Aku akan ke sana sekarang."


".....Tatapan lapar itu mengingatkanku pada predator buas, yang begitu melihat gadis lemah tak berdaya sebagai mangsa kecil, dia meneteskan air liur dan perlahan mendekatinya.”


"Apa!?"


"......Pria itu dengan kasar mendorong gadis yang melawan itu ke bawah, menancapkan cakarnya ke kulit putihnya yang lembut saat dia menikmati teriakan yang bergema di seluruh rumah───"


"Tunggu tunggu! Apa yang sedang kau bicarakan!?"


".....Menakutkan."


.....


Aku merasa tidak akan pernah bisa akur dengan gadis ini. 


Ini adalah pertama kalinya aku berpikir seperti itu terhadap seseorang yang baru kutemui.


Tapi, aku tidak bisa membiarkan situasi di mana ada orang asing di dalam rumahku begitu saja.


"Pertama-tama izinkan aku memastikan situasinya. Ini adalah rumahku."


"....Ini juga rumahku."


"Be-begitu ya... Sejak kapan kau mulai tinggal di rumah ini?"


"....Sejak seminggu yang lalu."


Seminggu yang lalu───ah, tunggu. Alasan ayah menyuruhku pulang ke rumah...apa karena anak ini?


Lagipula, beberapa hari lalu aku pulang ke rumah bersama Sturmangriff.


Saat itu aku bertemu kembali dengan ayah, tapi...eh, apa anak ini sudah ada?


Saat aku berteriak kepada ayah, apa dia berada di lantai dua?


"Bagaimana kau bisa datang ke rumah ini?"


"....Dibawa oleh ayah yang baru."


"Ayah yang baru... Maksudmu, ayahku?"


".....Mungkin, ya. Wajahnya mirip."


"Untuk pertama kalinya aku ingin operasi plastik."


".....Sayang sekali. Padahal wajahmu tampan, sampai-sampai para wanita menangis dan menjerit..."


"Itu tidak membuatku senang sama sekali, lebih tepatnya aku diperlakukan seperti monster."


Di kepalaku, gambaran wanita yang berlari menjauh dariku muncul. 


Sepertinya penilaian kalo aku tampan hanyalah hasil dari filter versi Rinka. 


Bukti terkuatnya adalah gadis di depanku yang terus menghindar dariku dan bersembunyi di balik sofa. 


Aku mulai merasa semakin sedih... 


"....Karena alamat rumah sebelumnya bocor, aku pindah ke rumah ini..."


"Alamat bocor? Cara bicaramu seolah kau seorang selebritas."


Mungkinkah dia seorang idola? Aku berpikir seperti itu sejenak, tapi aku segera menyangkalnya.

 

Aku tidak dapat membayangkan kalo ada idola yang tidak biasa seperti itu. 


Memang ada kasus khusus seperti Rinka dan Nana, tapi karena itu hanya terjadi sesekali, maka disebut khusus, bukan sesuatu yang umum.


Kalo dipikirkan secara realistis, hanya ada satu kemungkinan yang terlintas di benakku.


"Kalo begitu...mungkin kau seorang streamer video? Mereka populer akhir-akhir ini."


"....Kurang lebih seperti itu."


Dia menunduk, seolah berpikir sejenak, tapi kemudian mengiyakan perkataanku.


Dan dalam benakku mulai terbentuk sebuah dugaan. 


Dan kemudian, sebuah dugaan tertentu mulai terbentuk di benakku. Sebuah dugaan yang muncul ketika aku mempertimbangkan situasi saat ini.


"Jangan-jangan...kau adik perempuan-ku?"


"...Bisa jadi aku ini onee-chan-mu."


"Tidak mungkin. Itu sama sekali tidak mungkin."


".....Tsk. Meremehkanku...."


"Kau ternyata cukup kasar juga ya. Aku ingin memastikan satu hal, kau ini anak dari ibu tiriku, kan?"


".....Benar."


".....Serius....."


Aku tidak pernah mendengar hal seperti ini sebelumnya. 


Kepalaku jadi pusing karena kenyataan yang mengejutkan itu.


Ayahku menikah lagi saat aku masih duduk di kelas 2 SMP. Artinya, sejak saat itu aku sebenarnya sudah punya seorang adik.


"Ini konyol...Tidak, ini tidak mungkin benar."


"...Ini nyata. Sedang terjadi."


"Ah, ya...benar juga. Dan satu lagi, kau sudah tahu tentangku tapi kau tetap menganggapku orang mencurigakan, kan?"


".........."


"Begitu ya, jadi kau tipe yang langsung diam kalo kau sedang tidak di posisi yang menguntungkan......!"


Hal yang paling tidak bisa aku terima adalah ayahku yang menyembunyikan semua ini.


Aku tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutku terhadap ketenangan mental yang membuatnya mampu merahasiakan semuanya. .....Untuk sekarang, aku perlu menyusun kembali semuanya.


Ternyata aku memiliki seorang adik perempuan. Adik perempuan itu mulai tinggal di rumah ini sejak satu minggu yang lalu.


Alasannya karena alamat tempat tinggal sebelumnya tersebar. 


Sepertinya adik perempuan-ku adalah seorang streamer.


"Tidak bagus, bahkan jika aku mengatur pikiranku, itu terlalu tiba-tiba dan membuatku panik...!"


"...Apa kau sudah gila...?"


Adik perempuanku, yang mengintip dari balik sofa hanya dengan separuh wajah terlihat, menatapku dengan cemas. 


Bukan hanya aku akan gila, rasanya aku hampir kehilangan akalku. 


Kalo ini sebuah game online, aku mungkin bisa disembuhkan dengan item pemulih, tapi ini adalah kenyataan.


"Yah, yah...baiklah...meski sebenarnya tidak baik juga. Mungkin Ayah memang ingin aku dan kau bertemu. Meskipun tanpa penjelasan apa pun... Lalu, sekarang bagaimana?"


".....Apa maksudmu?"


"Ini pertama kalinya kita bertatap muka, jadi kupikir mungkin ada sesuatu yang bisa dilakukan."


"...Aku takut, jadi aku tidak mau. Aku tidak ingin melakukan apa-apa."


"Aku benar-benar sedang dicurigai..."


"...Wajah dan suaramu terlalu manis hingga bisa memikat perempuan tanpa sadar...tingkat bahaya: SS."


Gadis di depanku mengucapkan hal yang tidak bisa kupahami lalu mencoba menjauh dariku.


Meski begitu, aku ingin setidaknya mengurangi jarak psikologis di antara kami.


"Aku, Kazuto. Bolehkah aku memanggilmu Risu?"


".....Terserah....."


Jadi namanya Risu. Itu tidak biasa.


"Berapa usiamu?"


"...15...kelas 1 SMA"


"Begitu, berarti satu tahun di bawahku───eh, kelas satu SMA!? Bukannya kau masih SD!?"

 

"Aku ini jelas-jelas Onee-san kelas 1 SMA."


"Kau sama sekali tidak terlihat seperti itu, dan juga kau bukan Onee-san..."


Bukan karena ingin menyindir, tapi dia sungguh-sungguh hanya terlihat seperti anak SD.


Melihatku yang terdiam keheranan, Risu tampak cemberut.


"Lain kali, kalo kau memperlakukanku seperti gadis SD...kau tahu apa yang akan terjadi."


"Apa maksudmu sebenarnya?"


"...Sebelum kau menyadarinya, para tetangga akan menjauhimu."


"Itu benar-benar menakutkan...!"


Tanpa menjelaskan secara rinci apa yang akan dia lakukan, dia menakut-nakuti dengan membiarkan imajinasi liar menggambarkan akibatnya.


Dia sudah terbiasa melakukan ancaman.


".....Aku ingin kau berjanji untuk tidak melakukan hal aneh padaku."


"Te-tentu saja."


"....Juga, jangan masuk ke kamarku."


"Mengerti───"


".....Kalo bisa, jangan terlalu terlibat denganku."


".....Mengerti."


Ada jarak yang sangat jelas. 


Penolakan dan kewaspadaan total...bukan kata-kata yang biasanya diucapkan terhadap keluarga.


"Bagaimanapun juga, karena kita keluarga, aku pikir akan baik kalo kita bisa menjalin hubungan yang cukup akrab...."


"....Kita hanyalah orang asing yang diberi label keluarga. Kita hanya menjadi keluarga karena hubungan formal."


"Itu memang begitu, tapi....."


".....Aku tidak suka cara berpikir yang mengatakan 'karena kita keluarga maka kita harus akur'."


Ucapannya yang begitu tegas membuat tenggorokanku tercekat. 


Mungkin dari sudut pandang kebanyakan orang, apa yang kukatakan tadi bukan hal yang aneh. 


Bukan hal yang tidak wajar untuk ingin akur karena kita adalah keluarga. Tapi baginya, hal itu terasa menjijikkan. 


Entah kenapa, dia terasa mirip dengan Rinka.


"....Mulai sekarang, mohon kerja samanya."


"A-ah....iya, mohon kerja samanya juga."


Aku dipenuhi dengan kecemasan karena keluarga baruku tidak berniat untuk akur denganku.. 


Ringkasan hari ini. Ternyata sejak beberapa tahun yang lalu, aku sudah memiliki seorang adik perempuan. Apa-apaan itu. 


★★★


Malam itu.


Aku yang sedang bermain game online (mining) di kamarku sendiri, tidak bisa berkonsentrasi karena teringat pada adik perempuanku, Risu. 


Diperlakukan sedingin itu membuatku merasa cukup kesepian.


Meski begitu, kembali ke rumah Rinka dalam keadaan seperti ini juga terasa tidak tepat.


Meskipun dia yang menjaga jarak dariku, membiarkan Risu begitu saja juga membuatku merasa bersalah.


Aku hanya ingin kami cukup akrab untuk bisa tinggal bersama tanpa merasa tertekan... 


"Apa yang harus kulakukan? Oh, itu Rinka."


Karena ada telepon masuk, aku menghentikan kegiatan mining-ku sejenak dan meraih Hp-ku. Aku mengangkatnya.


"Kazuto, apa kau ada waktu sekarang? Aku ingin berbicara denganmu meski hanya sebentar saja..."


"Tentu."


"...Apa terjadi sesuatu?"


"Eh?"


"Kedengarannya kau agak tertekan."


Luar biasa, memang seperti Rinka. Hanya dengan sedikit percakapan, dia langsung menyadarinya.


"Apa kau sudah memeluk boneka Rinka-mu dengan benar? Aku tahu kamu kesepian tanpaku, tapi aku ingin kamu bersabar sedikit lebih lama. Aku juga...akan bersabar."


Dia sama sekali tidak menyadarinya.


"Bukan itu, Rinka. Sebenarnya───"


"Bukan? Jadi maksudmu kau tidak merasa kesepian tanpaku....? Jangan-jangan, kau selingkuh?"


"Tidak! Aku hanya mencintai Rinka!"


"Aku tahu betul kalo Kazuto tergila-gila padaku. Justru karena itu, aku khawatir saat kita berjauhan, kau tidak bisa menahan rasa sepi dan mengalihkannya dengan wanita lain."


"Tidak, itu tidak mungkin! Aku tidak punya wanita lain!!"


"Itu belum tentu. Kalo Kazuto mau, kau bisa punya selusin selingkuhan kapan saja."


"...Padahal aku hanya setia pada Rinka, bahkan saat merasa kesepian, aku hanya menonton live streaming Rinka."


"Se-begitu besar perasaanmu padaku...! Ta-tapi, aku pernah mendengar cerita seperti itu. Suami yang karena merasa kesepian tanpa istrinya, malah mendekati wanita lain dan membawanya pulang ke rumah...."


"Itu sebabnya aku bilang bukan begitu───kumohon, dengarkan aku dulu!?"


Setelah permohonannya yang putus asa, aku akhirnya menjelaskan secara ringkas tentang keadaan yang terjadi, termasuk kenyataan kalo aku ternyata memiliki seorang adik perempuan.


Rinka terdiam sejenak, lalu perlahan mulai bicara.


"Maafkan aku. Aku benar-benar mempercayai Kazuto. Tapi mungkin karena akhir-akhir ini aku merasa lelah...perasaan cemas itu tiba-tiba muncul dan sulit untuk aku tahan."


"Tidak, tidak apa-apa. Semua orang pasti punya masa-masa seperti itu."


"Kazuto...kau benar-benar baik. Aku juga sangat menyukai sisi lembutmu itu."


Aku dibuat sangat gugup oleh kata 'sangat menyukai'. Meskipun bukan soal lembut, mungkin lebih karena aku sudah terbiasa.


"Meski begitu, gadis itu sangat waspada, ya. Bahkan pada Kazuto pun dia merasa takut."


"Apa maksudmu 'bahkan pada Kazuto'..... Aku sendiri juga tidak tahu harus bagaimana mulai dari sini."


"Apa yang ingin kau lakukan, Kazuto?"


"Aku ingin setidaknya memiliki hubungan yang tidak membuatnya berhati-hati. Bagaimanapun kami akan tinggal di rumah yang sama."


"Oh, kau tidak mengatakan ingin akur sebagai keluarga?"


"Itu kurasa agak sulit...setidaknya untuk sekarang."


'Kita sekarang keluarga, jadi mari kita bersikap seperti keluarga sekarang!' Itu tidak mungkin.


Tapi aku yakin kami bisa saling mendekat. Setidaknya cukup untuk bisa hidup bersama tanpa tekanan.


"Aku rasa kau hanya perlu bersikap biasa saja."


"Biasa, ya."


"Kau tidak memikirkan apa pun saat bermain game online denganku, kan?"


"Benar. Yang kupikirkan hanyalah kalo itu menyenangkan, dan aku ingin Rin juga menikmatinya. Aku ingin berbagi kesenangan itu. Sepertinya hanya itu yang aku pikiran."


"Seperti anak kecil yang polos, ya. Fufu."


Hanya dengan mendengar tawanya yang lembut itu terasa menenangkan.


"Aku juga ingin menyapa Risu-chan. Karena dia adalah adik Kazuto, maka dia juga keluargaku, adikku."


"..........."


Yang berkeluarga itu aku dan Risu. Rinka hanya menyebut dirinya sendiri begitu.


"Ah, maaf. Aku dipanggil."


"Baik. Kalo besok kau ada waktu, ayo kita bicara lewat telepon lagi."


"Ya, terima kasih."


Telepon terputus. Mungkin dia dipanggil oleh seseorang dari dunia idol. Rinka juga pasti lelah... 


"Wah, aku harus menghubungi Kasumi-san."


Begitu aku menelepon, sambungan langsung terhubung. 


Dengan nada santai, dia menanyakan keadaanku, jadi aku menjelaskan semuanya.


"Begitu, begitu. Jadi sebenarnya Kazuto-boy punya adik perempuan... Eh, ini jelas cerita yang luar biasa, ya. Selama ini kau tidak tahu tentang itu, kan?


"Ya."


"Gila sih itu. Kazuto-boy juga pasti sedang repot, ya."


Dengan gaya bicara yang ceria, dia tetap menunjukkan empati. Mungkin itu cara Kasumi-san untuk menyemangatiku.


"Karena itu, aku berpikir untuk kembali ke rumah selama beberapa hari. Aku ingin setidaknya mendapatkan kepercayaan dasar dari Risu."


"Oke, lakukan yang terbaik. Ah, tapi...sepertinya ada sedikit masalah di sini."


"Apa maksudmu?"


"Umm, jadi──────Tunggu sebentar, Nonoa...ya, Kazuto-kun... Maaf, Kazuto-kun. Aku akan menyerahkan telepon ke Nonoa sekarang."


"Kazuto-Onii-chan?"


"Ya, ini aku."


"Sebentar lagi waktu makan, lho? Kau harus cepat pulang, loh?"


Nada tegas pada kata 'cepat pulang' yang diucapkan oleh Nonoa-chan terdengar sangat menggemaskan, mungkin itu bentuk teguran terbaik yang bisa dia berikan.


"Maaf ya, Nonoa-chan. Aku memutuskan untuk kembali ke rumahku mulai hari ini untuk sementara waktu."


"Rumah?"


"Iya, rumahku."


"......."


Keheningan pun mengisi percakapan. 


Waktu berlalu dalam keheningan. Jantungku mulai berdebar-debar. Aku merasa gugup. Sejak dulu, Nonoa-chan selalu tidak suka kalo aku pergi jauh. Ini pasti...


"......Pembohong."


"Apa?"


"Kazuto-Onii-chan pembohong!"


"No-Nonoa-chan───!"


"Kau bilang akan berada di rumah selama liburan musim panas! Kazuto-onii-chan pembohong!"


"Bukan begitu! Ada alasannya――"


"Aku benci Kazuto-oniichan!"


"──────!!"


Guff. Aku memuntahkan darah dari mulutku. 


Memang itu hanya kiasan, tapi rasanya aku seperti terkena luka mental yang dalam.


Perlahan penglihatanku mengabur. Itu adalah air mata. 


Aku diliputi oleh rasa putus asa, seolah-olah lantai yang di bawah kakiku mulai runtuh .


"A-Ah, Kazuto-kun? Kau tidak apa-apa? Soal Nonoa, biar aku saja yang jelaskan padanya... jadi jangan terlalu dipikirkan, ya?"


"Kasumi-san... harga tali kira-kira berapa, ya?"


"Kazuto-kun!? Kau mau apa dengan tali itu!?"


Kalo aku pergi ke surga, mungkin aku akan bertemu dengan seorang tenshi.


★★★


 Sudah dua hari berlalu. Sayangnya, aku sama sekali belum berbicara dengan Risu. 


Dia benar-benar menghindariku secara terang-terangan.


Risu pergi sejak pagi-pagi sekali dan pulang larut malam. Selama berada di rumah, dia terus mengurung diri di dalam kamarnya. 


Sesekali kami berpapasan di lorong depan kamarnya, dan saat itu aku mencoba menyapa lebih dahulu, tapi dia hanya mengangguk sekilas lalu buru-buru pergi. 


Dia sama sekali tidak memberiku celah untuk mendekat.

 

Aku hanya sekali sempat melihat Risu dengan pakaian kasual dari belakang sekali. Itu terjadi pagi ini. 


Aku melihat Risu sedang mengenakan sepatu di depan pintu masuk. 


Dia tidak mengenakan selimut pakaiannya yang biasa, melainkan pakaian musim panas yang tampak sejuk. 


Rambutnya diikat rapi di samping kepala, jadi setidaknya dia masih memperhatikan penampilannya.


Untuk saat ini, hanya itu yang aku ketahui. 


"Haa...ini sulit."


Orang-orang di sekitarku semuanya tipe yang aktif. Aku sangat tidak pandai dalam hal mendekati orang lebih dulu. 


Haruskah aku nekat tersenyum penuh percaya diri sambil berkata, 『Mau bermain game online bersama ku?』(Kilat). 


"Tidak, pasti aku malah dianggap menjijikkan. Dalam skenario terburuk, aku bisa di laparkan ke polisi...!"


Aku mencoba senyum ikemen di depan cermin, tapi hasilnya benar-benar menyeramkan.


Ekspresi wajahku terlihat aneh。Bahkan igu bisa membuat Nonoka-chan menangis. 


"Lebih baik aku menonton Star☆Mains."


Aku memutar video Star☆Minds di komputer dan menatap kosong ke arah 5 gadis imut yang tampil di layar. 


Senyum cerah Nana, dan ekspresi tajam RinKa... Hatiku terasa sedikit lebih ringan. 


"....Hmm?"


Mataku tertuju pada gadis bertubuh paling mungil di antara mereka berlima. Namanya adalah【Komori Risu】

  

Dia memiliki tubuh kecil dengan rambut kuncir samping.


Ekspresinya terlihat sedikit tegang namun penuh kesungguhan. 


Dia menempati posisi karakter imut di Star☆Minds. 


Karakter yang canggung (dulu pernah tersandung di atas panggung, menjatuhkan mikrofon, atau bahkan membenturkan mikrofon ke wajahnya, katanya), meski begitu, dia tetap berusaha keras sebisanya, dan selalu serius dalam segala hal───itulah penilaian umum dari publik. Gadis kelas satu SMA yang agak pendiam dan terlihat lebih muda dari usianya sebenarnya. 


Benar-benar sosok loli canggung yang membuat orang ingin mendukungnya...atau setidaknya begitu kesannya, tapi sebenarnya dia adalah karakter berlidah tajam.


Konon, saat masa-masa sulit ketika belum terkenal, mereka mencoba berbagai pendekatan dan entah bagaimana persona lidahnya yang tajam menjadi populer. 


Aku pernah iseng melihat akun SNS miliknya. Di sana, ada komentar dari penggemar yang dijawabnya dengan『Eh? Kau penggemarku?...Lolicon.』

Selain itu ada juga komentar seperti『Mandi dulu sebelum datang ke live. Kalian bau seperti anjing basah.』『Tidak perlu pura-pura cool. Soalnya bau perjaka tidak bisa disembunyikan』『Ada penggemar yang giginya meleleh. Daripada beli merchandise atau datang ke live, mending ke dokter gigi, kan?』dan sebagainya.


Jelas-jelas itu ditujukan untuk memancing sebagian penggemarnya. 


Pernah juga dia menulis『Aku ingin uang. Semua umat manusia harus mengelus dan memanjakanku tanpa henti.』dia dengan sangat terang-terangan menunjukkan keinginannya. 


Aku sendiri tidak mengerti di mana letak daya tariknya, tapi katanya dia adalah anggota dengan fanbase paling fanatik di antara semua anggota Star☆Minds.


Dan dia adalah anggota yang mendapat kemarahan SNS paling banyak dari mereka semua.


[TL\n: BTW SNS tu adalah singkatan dari Social Networking Service atau Social Networking Site, yang dalam bahasa Indonesia berarti layanan jejaring sosial kek Fb, Ig dll.]


"....Sepertinya aku pernah melihatnya...?"


Aku memiringkan kepalaku sambil menatap Komori Risu di dalam video.


Yah, tentu saja dia terasa familiar. Aku sudah sering menontonnya lewat video. 


Tapi, rasanya aku pernah melihatnya di kesempatan yang lain. Apa ya... 

 

"Tidak, tidak, sekarang yang penting adalah soal Risu."


Kalo aku saja sampai sebegitu memikirkannya, maka Risu───seorang gadis───pasti lebih memikirkannya lagi.


Dia mungkin juga stres.


Terlepas dari apakah kami bisa akrab atau tidak, hal yang paling utama adalah membuatnya menurunkan kewaspadaannya.


Setidaknya aku ingin dia memahami kalo aku bukanlah ancaman. 


"...Memperkenalkan diriku? Selama ini aku baru tahu namanya saja."


Pertama-tama aku harus membuatnya tahu tentang diriku.


Dan aku ingin membuat Risu merasa tenang. 


★★★


Perkenalan diri. Setelah memutuskan hal itu, aku segera bertindak.


Saat malam tiba, aku menunggu di ruang tamu. 


Duduk di kursi, aku menatap tajam ke arah tangga yang menghubungkan ke lantai dua.


Aku berharap dia akan turun ke lantai satu paling tidak sekali. 


Dengan harapan itu, aku melakukan penyergapan.


Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah kaki dari arah tangga. 


Dengan langkah yang terhuyung-huyung, Risu masuk ke ruang tamu dengan seluruh tubuhnya terbungkus kain hangat seperti biasa.


".......!"


Begitu dia menyadari kehadiranku, tubuhnya bergetar kaget. 


Dia segera bersikap waspada dan memasang posisi siaga.


"Boleh kita berbicara sebentar saja?"


"......."


Tanpa sepatah kata pun, Risu berbalik dan berjalan ke arah tangga.


"Tunggu dulu! Aku ingin memperkenalkan diri! Aku rasa kita perlu saling mengenal dengan lebih baik!"


"...Kita adalah keluarga. Meski tanpa kata-kata, hati kita tetap saling terhubung."


"Benarkah? Kalo begitu, coba katakan apa yang sedang kupikirkan sekarang."


"Guhaha, loli itu memang terbaik..."


"Tidak ada satu milimeter pun yang nyambung. Dan ternyata kau sadar kalo kau itu loli."


".....Aku adalah perempuan yang kuat. Karena itu, aku bisa menerima diriku yang sebenarnya."


"Tapi kalo kau dianggap anak SD kau tetap marah, kan?"


"....Fuukkyuu, akan kubunuh kalian...dasar para lolicon...!"


"Anak ini menakutkan...mulutnya benar-benar kasar."


Saat aku gemetar karena ketakutan, Risu kembali hendak berjalan ke arah tangga.


"Tunggu. Sebentar saja...aku ingin bicara denganmu."


"..........."


"Kumohon, aku mohon padamu」


"...Kalo kau sampai berlutut begitu, ya sudah...demi belas kasih, aku akan bicara."

 

Benar-benar dengan enggan, Risu kembali ke ruang tamu dan duduk di kursi yang berhadapan denganku.


Meskipun jarak kami sedekat ini, wajahnya tetap tidak terlihat karena tertutup oleh tudung. 


Sepertinya dia benar-benar tidak berniat memperlihatkan wajahnya. 


Dan tentu saja, aku tidak benar-benar melakukan dogeza. 


[TL\n:Dogeza (土下座) adalah istilah dalam budaya Jepang yang merujuk pada tindakan berlutut dan membungkukkan tubuh hingga kepala menyentuh tanah sebagai bentuk permintaan maaf yang sangat mendalam, atau untuk menunjukkan rasa hormat yang ekstrem.]


Aku hanya menundukkan kepalaku.


"Eh, baiklah, perkenalkan sekali lagi, aku adalah Ayakouji Kazuto. Siswa kelas dua SMA."


"......."


"Hobiku adalah Game online?”."


"Game online?"


"Ya, Game online?. Aku sedang tergila-gila pada game online bernama 『Black Plains』"


".......!"


Risu terlihat bereaksi sejenak. 


Jangan-jangan dia mengenalnya.


Itu adalah game online yang cukup populer, bahkan tayang di iklan TV, jadi tidak aneh kalo dia mengetahuinya... 


"Apa mungkin Risu juga pernah bermain Black Plains?"


".....Sedikit. Sekarang sudah tidak."


Itu saja yang dikatakan Risu. 


Sepertinya dia tidak terlalu berminat membicarakan tentang 【Kuroi Heigen.】


Setelah itu, aku tetap bercerita seadanya tentang diriku. Makanan yang aku sukai dan yang tidak aku sukai, seperti apa teman-temanku... Tentu saja aku tidak menyebut tentang Rinka, dan demi menjaga suasana, aku juga sama sekali tidak menyentuh topik tentang ayahku. 


Risu hanya mendengarkan dengan tenang tanpa menyela.


"Bagaimana? Apa kau sudah paham kalo aku bukan orang berbahaya yang perlu dicurigai?"


".....Justru karena kau terlihat terlalu berusaha, jadi malah menakutkan...."


"......."


Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi (menangis).

 

Seperti yang diduga, sebagai seorang pecandu game online, mungkin kemampuanku untuk menjalin hubungan dengan orang lain memang rendah. 


Memberi perkenalan secara tiba-tiba juga terasa aneh.

 

Aku sendiri pun sadar kalo aku tidak bisa mengembangkan percakapan dengan lancar.


Kalo di dalam game online, aku tidak kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain, tapi...!


Melihatku yang sedang bingung, Risu bertanya tanpa menyembunyikan rasa waspadanya.


".....Kalo kau ingin akrab denganku...apa yang ingin kau lakukan?"


"Aku tidak ingin melakukan apa-apa. Aku hanya ingin Risu merasa tenang."


"....Tenang?"


"Ya. Rumah seharusnya jadi tempat yang membuat nyaman...tempat di mana bisa bersantai tanpa banyak berpikir, kan? 


"....Itu memang benar. Tapi..."


"Tapi?"


".....Bukan apa-apa."


"Begitu... Aku bukan seseorang yang akan menyakiti Risu."


".....Di awal kita bertemu, kau mendorongku dari tangga..."


"Aku bukannya mendorongmu! Aku hanya sedikit berteriak waktu itu..."


"....Kau memperlakukanku seperti anak SD..."


"Maaf soal itu. Aku benar-benar minta maaf."


Dengan semangat seperti akan melakukan dogeza, aku menundukkan kepalaku hingga menyentuh meja. 


Memperlakukan dia seperti anak SD memang tidak sopan.


"....fufu."


"Eh?"


Terdengar tawa kecil, jadi aku mengangkat wajahku. 


Mulut Risu terlihat membentuk senyum ceria.


Saat menyadari kalo aku melihatnya, dia buru-buru mengalihkan pandangannya.


".....Kau bukan orang jahat. Sedikit saja, aku akan percaya padamu."


"Aah."


"....Apa aku juga sebaiknya menceritakan tentang diriku?"


"Itu terserah padamu. Aku tidak berniat memaksakan diri untuk menjadi akrab denganmu."


".....Begitu, ya."


"Kalo kita bisa lebih dekat hanya dengan bersikap alami, itu sudah cukup. Tapi kalo kita tidak bisa menjadi akrab... berarti memang itu jarak yang tepat untuk kita."


Menjadi akrab = hal yang baik, itu memang benar. 


Tapi saat ini, aku akan senang kalo kami bisa menciptakan hubungan yang alami.


"Oh, aku punya satu hobi lagi. Bahkan mungkin seharusnya aku menyebut ini dulu."


"......Apa?"


"Aku penggemar grup idola bernama Star☆Minds."


"──────Eh."


Risu dengan cepat mengangkat wajah. Matanya yang tersembunyi di balik tudung menatap mataku dengan jelas.


"Oh, kau tahu?"


".....Bukan hanya tahu──────sekarang mereka sangat populer."


"Ya, kan?"


"....Siapa yang paling kau suka?"


"Tentu saja..."


"......gokku."


"Mizuki Rinka!"


".....Matilah."


"Kenapa!?"


Saat sedang menikmati percakapan, rasanya seperti tiba-tiba dipukul tanpa alasan.


"....Tapi, selera yang bagus. Aku juga...sangat menyukai Mizuki Rinka dan menghormatinya."


"Iya, kan!? Iya, kan!? Rinka memang luar biasa, kan!?"


" "......" "


"....Kau tahu aku sedang merasa jengkel, kan?"


"Itu kelihatan dari suasananmu...maaf."


 

"....Tidak apa-apa, menjadi bersemangat terhadap sesuatu yang disukai adalah hal yang wajar sebagai manusia."


"Begitu ya, jadi kau bisa memahaminya."


"....Ya. Tapi, cara mu memanggilnya dengan nama depannya seperti seorang pacar... itu membuatku agak jengkel."


"Ugh!"


".....Orang yang jatuh cinta secara serius pada idola itu... berbahaya."


"Ti-tidak, aku tidak seperti itu!"


"....Matamu gelisah...kalo kau sampai melenceng dari batas sebagai penggemar...itu tidak boleh."


"Ba-baiklah...!"


Dari balik tudung yang menutupi wajahnya, aku bisa merasakan tatapan yang seolah sedang menegurku.


Gadis bernama Risu ini sepertinya tipe yang tenang tapi mengatakan segalanya dengan terus terang.


Bagiku, dia mungkin adalah sosok yang segar dan menyenangkan untuk diajak bicara.


".....Tidak ada orang jahat di antara para penggemar Mizuki Rinka. Aku akui, kau adalah orang baik."


"Itu cara unik untuk mengakui. Menurutku itu standar yang cukup berbahaya untuk menghakimi."


"....Jangan sampai kau benar-benar jatuh cinta padanya. Dukung saja dia sebagai penggemar..."


"Ya, aku mengerti, kok~"


Dari ekspresi dan atmosfer Risu, jelas sekali kalo dia masih sangat mencurigai diriku. Tatapannya tajam.


Tapi kenyataannya aku dan Rinka sudah berpacaran, bahkan Rinka sendiri menganggap kami seperti suami istri.


Ini jelas bukan sekadar jatuh cinta sebagai penggemar.


"Oh, benar! Apa kau mau datang ke kamarku? Aku punya poster Rinka di sana!"


".....Memancing loli dengan umpan manis...kau mau melakukan apa?"


"Aku tidak akan melakukan apa-apa! Untuk berjaga-jaga, aku tegaskan, aku tidak punya ketertarikan pada loli!"


"....Kejam....kau menganggapku loli lagi...."


"Maaf───tapi itu kan kau sendiri yang pertama kali bilang kalo dirimu loli!"


".....Cepat tunjukkan posternya."


Gadis ini benar-benar terlalu sesuka hatinya.


★★★


Aku membawa Risu ke kamarku. 


Aku berdiri dengan bangga sambil menyilangkan tanganku di depan poster Rinka tertempel di dinding, memperlihatkannya dengan penuh percaya diri.


"Bagaimana? Ini dia, poster Rinka kebanggaanku....!"


".....Itu, aku juga punya."


"Kau punya juga, ya. Aku jadi sangat malu sekarang. Tadi aku pamer habis-habisan."


"......Aku punya lebih banyak poster. Juga ada kartu pos, photobook. Jangan terlalu senang hanya karena satu poster, dasar bocah nakal...!"


"Hahaha, ayolah. Kalo Risu itu laki-laki, mungkin aku sudah meninjumu sekarang."


"...Kau menyatakan niatmu untuk menggunakan kekerasan dengan senyum yang menyegarkan...!"


"Tapi dengar, poster ini istimewa. Jangan kaget, ya? Ini ada tanda tangannya langsung!"


Setelah aku mencarinya di internet, poster Rinka yang bertanda tangan tidak pernah dijual bebas.


Dengan kata lain, poster Rinka ini benar-benar satu-satunya di dunia!!


".....Itu memang hebat...!"


"Benar, kan? Memang hebat, kan?"


".....Tapi, semua barang Rinka yang aku punya sudah ditandatangani..."


"Eh? Serius?"


".....Fakta. Hmph, Kau jadi bersemangat hanya karena satu tanda tangan..."


"Tidak mungkin...! Tunjukkan buktinya!"


".....Kuh, mau bagaimana lagi."


Dengan senyum puas, Risu kembali ke kamarnya dan datang lagi sambil membawa beberapa photobook.


"....Kuh, rasakan perbedaan kekuatan yang luar biasa ini..."


"Ti-tidak mungkin...Itu semua tanda tangan asli! Itu benar-benar ditandatangani olehnya...!"

 

Aku menelusuri seluruh halaman foto-foto yang diberikan, dan semuanya memang benar terdapat tanda tangan dari Rinka. 


Awalnya aku sempat curiga, jangan-jangan itu hanya tulisan tangan buatan Risu sendiri? 


Tapi sekarang, aku sudah bisa dengan mudah membedakan mana tanda tangan Rinka yang asli dan yang palsu. Semua ini──────asli!


"Risu. Kau hebat, benar-benar hebat."


".....Yah, begitulah...fuhyuhyuhyu..."


"Kau punya cara tertawa yang unik."


".....Mulai hari ini, bolehkah aku menjadi Onee-san-mu?"


"Itu masalah yang sama sekali berbeda. Aku lebih tua darimu."


"...Cih, kau bertingkah sok hebat hanya karena kau lahir setahun lebih awal...!"


"Aku tidak bertingkah sok hebat. Malah Risu yang harus menghormati orang yang lebih tua."


".....Ah, tunggu....ini....eh, ini────


Risu menatap satu titik dengan intens, seluruh tubuhnya gemetar hebat, menunjukkan keterkejutan luar biasa. 


"Ada apa?"


"Itu───boneka Rinka. Whoooooaa....!"


Risu langsung menerkam boneka Rinka-chan yang ada di meja, dia menggenggamnya erat dengan kedua tangannya. 


Dia mulai mengamati dari segala sudut. Bahkan dia mencoba mengintip celana dalamnya.


".....Aku belum pernah melihat merchandise Rinka-san seperti ini sebelumnya... Tidak, ini pasti tidak dijual di pasaran... Mustahil aku melewatkannya... Produk yang tidak dijual...buatan tangan... Tapi untuk buatan tangan, kualitasnya terlalu tinggi... Ini pasti perbuatan seorang profesional. Garis kepala, tangan, kaki, dan bokong, bahkan desain celana dalam yang sangat detail... Dari cara menjahit setiap sudutnya aku bisa merasakan perhatian dan cinta dari pembuatnya kepada pemilik masa depan boneka ini. Whooooh...! Terutama senyum lebar Rinka-san yang mustahil ada di dunia nyata ini benar-benar mengangkat daya tarik kreatifnya───gugh... Ini, aku kalah...Whoooooh...!"


"Um, Risu-san?"


"Aku akui, mulai hari ini...kau adalah Onii-chan."


"Diakui karena hal seperti ini sama sekali tidak membuatku senang...!"


"...Aku hanya memanggilmu sebagai formalitas. Aku tidak benar-benar menganggapmu sebagai saudaraku."


Apa ini yang disebut tsundere, ya, pikirku dalam hati. Tapi yang jelas, itu adalah perasaan yang tulus.


"....Berapa kau mau menjualnya?"


"Itu tidak untuk dijual."


"...Yah mau bagaimana lagi. Ini memang benda yang tidak ternilai...! Tapi, hanya dengan melihat boneka ini saja sudah sepadan untuk pindah ke rumah ini...!"


Anak ini tiba-tiba jadi sangat lancar.


"....Onii, aku ingin mengucapkan terima kasih."


"Terima kasih?"


"....Ya. Setelah diperlihatkan sesuatu yang sehebat ini...aku harus mengucapkan terima kasih agar hatiku tenang."


Dengan tekad yang bulat, Risu menyampaikan niatnya. 


Dari sudut pandangku, aku sebenarnya merasa terharu karena dia memanggilku 'Onii' begitu saja...tapi, soal ucapan terima kasih, ya?


"Kalo begitu, maukah kau menunjukkan koleksi lain dari barang-barang Rinka? Aku hanya punya poster dan boneka itu saja."


"...Itu tidak banyak untuk seorang penggemar...Tidak, oke, aku mengerti. Datanglah ke kamarku."


Risu dengan inisiatif keluar dari kamarku, lalu menunggu di depan pintu kamarnya sendiri di lorong.


Sejujurnya aku jujur cukup terkejut karena aku tidak menyangka akan diundang masuk ke kamar pribadinya. 


Tidak perlu dikatakan lagi, Risu adalah tipe yang sangat waspada. 


Mengizinkan seseorang masuk ke kamar pribadinya berarti dia sudah cukup mempercayai orang itu. 


...Ini semua berkat boneka Rinka. Luar biasa sekali, Rinka.

Rasanya boneka itu tidak hanya memiliki kekuatan magis, tapi lebih seperti sesuatu yang menyimpan kekuatan spiritual atau semacam ilmu sihir.


"....Onii, apa yang sedang kau lakukan...?"


"Ah, ya, aku datang."


Karena dipanggil dengan ekspresi curiga, aku segera menyusulnya.


Kamar Risu───aku bahkan tidak tahu bagaimana harus menggambarkannya.


Karpetnya...entah bagaimana terdapat sebuah lingkaran sihir raksasa yang tergambar di atasnya. 


Di seluruh dinding terdapat poster Rinka maupun poster Star☆Mines, tapi dari langit-langit tergantung beberapa kepala tengkorak... Di rak penyimpanan terdapat bola kristal, benda besar yang mengingatkan pada tangan reptil, dan objek-objek menyeramkan yang sulit dijelaskan berserakan di lantai, sementara di atas meja berdiri beberapa batang lilin.


Secara keseluruhan, ruangan ini memancarkan suasana okultisme.


[TL\n: Okultisme adalah istilah yang merujuk pada berbagai praktik, kepercayaan, dan sistem pengetahuan yang berkaitan dengan hal-hal gaib, rahasia, dan tersembunyi, yang umumnya tidak bisa dijelaskan secara ilmiah atau tidak tergolong dalam ajaran agama formal.]


Mungkin tidak tepat dikatakan begitu, tapi terasa seperti penuh dengan aura chuunibyou.


[TL\n: Chuunibyou (中二病) adalah istilah dalam bahasa Jepang yang secara harfiah berarti "penyakit kelas dua SMP" (chuu = SMP, ni = kelas 2, byou = penyakit). Ini bukan penyakit medis sungguhan, melainkan istilah slang yang menggambarkan remaja (biasanya usia 13–14 tahun)]


Sampai sejauh ini, ruangan itu terlihat seperti milik seorang pemuja aliran sesat yang menyembah Mizuki Rin-ka.


"....Onii? Ada apa?"


"Tidak, bukan apa-apa."


"....Aku bukan chuunibyou."


"Kau bisa membaca pikiranku, ya."


"....Aku sudah lulus dari chuunibyou. Kamar ini...hanya sisa-sisa masa lalu."


"Be–begitu ya."


Risu pindah ke rumah ini satu minggu yang lalu. 


Kalo kamar ini dibuat hanya dalam waktu seminggu...aku mulai ragu apakah dia benar-benar sudah lulus dari chuunibyou. 


Tapi ya, selera kamar memang berbeda-beda tiap orang.


Kurasa ada orang yang menyukai suasana seperti okultisme meskipun mereka bukan chuunibyou.


"Hmm, apa itu?"


Aku menyadari sebuah kandang serangga yang diletakkan di sudut rak. Di dalamnya ada seekor kumbang tanduk.


"Chokichoki No. 3"


"Hah?"


"Nama anak itu, Chokichoki No. 3. Temanku sejak kelas 4 SD."


"Luar biasa, dia sudah hidup sangat lama. Karena disebut nomor 3, berarti dia generasi ke-3?"


"....Bukan. Ini yang pertama. Nomor 3 terdengar lebih bagus secara bunyi..."


"Be–begitu ya. Risu itu agak unik, ya. Dalam arti tertentu, kau mungkin jenius."


".....Aku, jenius? Fuehhehe."


Risu tertawa polos tanpa menangkap nada sarkastis dalam ucapanku.


Dari sikap dan selera penamaannya sejauh ini, memang ada sedikit perbedaan dari kebanyakan orang.


...Ah, Chokichoki No. 3 terbalik.


"Kau menyukai serangga ya."


".....Biasa saja."


"Tapi kau memeliharanya."


"......Karena aku kesepian..."


"Kesepian?"


"Mmm. Aku ingin ada kehidupan yang bergerak di dekatku..."


Suara Risu yang tiba-tiba terdengar begitu tulus membuatku sedikit terdiam. Dia menunduk dan melanjutkan ucapannya.


"......Mama, tidak pernah di rumah. Karena itu, aku ingin merasakan ada kehidupan selain diriku sendiri."


"Risu..."


"....Aku ingin dimanja oleh Mama. Apa pun yang aku lakukan, dia tidak pernah memujiku. Lagipula, dia tidak pernah ada di rumah."


Tidak diragukan lagi, itu adalah suara hatinya yang sebenarnya. 


Tapi aku tidak bisa mengatakan apa pun.


Risu yang biasanya terlihat percaya diri, kini hanya tampak seperti seorang gadis kecil yang kesepian.


Mungkin inilah dirinya yang sesungguhnya───seseorang yang menunduk dengan wajah sedih.


".....Aku hanya ingin dipuji, walau untuk hal kecil sekali pun."


"Risu───"


"......Aku ingin keberadaanku diakui....."


"──────!"


Kata-katanya menusuk ke dalam dadaku juga. 


Aku tidak tahu harus berkata apa pada Risu saat ini.


Aku, aku──────


"Risu."


"....Apa? Kalo itucuma hiburan murahan───"


"Ayo bermain game online bersamaku."


"....Hah?"

 

Risu mendongak seolah mengatakan itu di luar dugaannya.


Aku pun menegur diriku sendiri dalam hati, 'Apa yang sebenarnya baru saja kukatakan'. Entah kenapa aku mengatakan itu begitu saja.


Tapi aku tidak berniat menghentikannya, dan malah terus berbicara.


"Ayo kita bermain Black Plains yang tadi aku sebutkan bersama-sama. Itu menyenangkan."


".....Aku berhenti setelah sekitar satu jam."


"Apa itu tidak menyenangkan?"


"....Ada hal lain yang harus aku lakukan, jadi aku tidak bisa melanjutkan...dan akhirnya aku tinggalkan begitu saja."


"Kalo begitu ayo kita bermain sekarang."


"....Itu terlalu tiba-tiba."


"Itu tidak masalah, kan? Aku melakukan apa yang aku inginkan, kapan pun aku mau, itu saja."


"....Kau lebih memaksa daripada yang aku kira?"


"Beberapa waktu yang lalu, aku ini pria yang sangat, sangat pasif..."


Aku merasa diriku telah berubah. Alasan perubahan itu tentu saja sudah jelas.


".....Baiklah, aku akan bermain."


"Bagus. Ini pasti akan menyenangkan, jadi nantikanlah."


".....Matamu berbinar. Kau terlalu menyukai game online..."


Risu memang menunjukkan ekspresi sedikit terkejut, tapi tidak diragukan lagi, dalam beberapa menit dia akan berubah menjadi gadis penuh semangat. 


Karena bahkan Rinka pun sampai kecanduan.


★★★


  Sepertinya Risu memiliki laptop sendiri, jadi kami memutuskan untuk bermain bersama di kamarku.


Aku duduk di depan komputer, lalu menoleh ke belakang dan hampir menghela napas.


Risu berbaring di tempat tidurku seolah-olah itu adalah hal yang paling alami di dunia, dan menyalakan laptopnya.


Dia bahkan membawa kandang serangga tempat Chokichoki No. 3 berada dan meletakkannya di sampingnya.


"Yah, aku tidak melarangnya sih... tapi kau bisa dengan santai berbaring di ranjang laki-laki, ya."


"....Jika itu tempat tidur orang lain...Aku bisa berbaring dengan nyaman bahkan dengan pakaian kotor."


"Itu buruk sekali."


Dia tidak bermuka tebal, dia hanya bersikap egois.


[TL\n: maksudnya dia punya sifat yang tidak tahu malu atau tidak peduli dengan perasaan orang lain walaupun sudah jelas berbuat salah.]


"....Sepertinya butuh waktu karena ada update game..."


"Yah, kurasa itu tidak bisa dihindari."


"....Cepatlah, dasar laptop rongsokan.....!"


"Jangan marah-marah pada barang... Laptop itu kelihatannya mahal. Keyboardnya menyala dengan lampu warna-warni, desainnya pun cukup menarik."


Dari penampilannya, itu jelas laptop gaming. Kelihatannya itu cukup mahal.


"......Menurutmu berapa harganya?"


"Hmm... sekitar 100 ribu yen?"


"Tebakan yang murah...fufu, 300 ribu."


"Mahal sekali! Bagian mananya yang rongsokan?!"


Itu bukan jenis barang yang biasanya bisa dibeli oleh seorang siswa SMA. 


Mungkin Risu juga tipe yang hanya diberi uang begitu saja, sepertiku.


Meski begitu, itu tetap saja mahal. Dia pasti cukup berada.


"Aku bukan tipe gadis yang hanya menerima. Aku menghasilkan uang sendiri."


"Ah, kau kan streamer, ya? Beri tahu aku nama channel-mu."


"Tidak mau."

 

"Aku ingin menonton video-video Risu sambil menunggu update."


"....Aku benar-benar tidak mau."


Risu menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari layar. 


Sepertinya dia benar-benar tidak ingin memberitahukannya.


Karena suasana mulai terasa canggung, aku memutuskan untuk mengalihkan topik.


"Kalo kau sampai bisa membeli laptop semahal itu, berarti kau memang berniat serius bermain game online, kan?"


"....Dulu aku bermain FPS."


"FPS, ya. Tergantung situasinya, itu bisa membuat mulut jadi kasar."


"...Benar. Aku merasa itu mempengaruhi kepribadianku, jadi aku berhenti."


"Begitu. Meskipun, kelihatannya itu sudah terlambat."


"....Sebenarnya bukan karena berhenti, lebih tepatnya akunku di-BAN."


"Dari awal kepribadianmu memang sudah buruk, ya."


"....Karena aku kesepian....."


"Kenapa kau jadi manja begitu....aku benar-benar terkejut, tahu....."


Niatku hanya mengobrol ringan untuk menghabiskan waktu, tapi malah mengungkap fakta menyeramkan tentang Risu.


Kupikir akan berbahaya kalo aku terus menggali lebih jauh, jadi aku memaksakan diri untuk mengganti topik.


"Kau selalu memakai selimut itu, kan, Riau? Padahal ini musim panas, apa kau tidak panas?"


"....Dingin....aku mudah kedinginan."


"Itu sudah sampai tingkat yang tidak wajar."


"....hatiku terasa dingin karena aku tidak punya keluarga. Jadi setidaknya, aku ingin menghangatkan tubuhku."


Alasannya hampir membuatku menangis. 


Tidak peduli topik apa yang kau angkat, aku pasti akan menginjak ranjau darat.


★★★


Update milik Risu telah selesai, dan kami memutuskan untuk login ke 【Black Plains】 dan bertemu di dalam game. 


Sepertinya Risu berhenti bermain sebelum menyelesaikan tutorial, jadi dia harus mengingat kembali cara mengoperasikan game-nya. 


Aku memutuskan untuk menunggu di desa awal.


"Onii, aku sudah selesai. Aku akan ke sana sekarang."


"Baiklah. Aku ada di alun-alun tengah desa. Namaku Kazu."


".....Karena namamu Kazuto jadi Kazu...itu terlalu sederhana."


"Haha, itu juga yang dikatakan temanku."


Teman itu (Rinka) juga memberi nama dengan cara yang sama sederhananya, sih. 


".....Terlalu sederhana sampai-sampai aku khawatir dengan kemampuan imajinasimu. Bagaimana kau bisa bertahan hidup sampai sekarang. Kau harus membaca lebih banyak buku untuk membangun kosakatamu atau mencoba mempelajari kata-kata yang berbeda secara teratur."


"Kau keterlaluan, hentikanlah. Kalau begitu, nama karakter Risu seperti apa? Sampai kau berani berkata seperti itu?"


"......Kukuku, akan kutunjukkan padamu, betapa luar biasanya seleraku....!"


"Eh, jangan-jangan karakter ini adalah Risu───!"


Di hadapan Kazu, muncul seorang gadis berpakaian serba hitam. 


Dilihat dari tampilannya, profesinya adalah assassin. Dari atas ke bawah dia mengenakan pakaian hitam, wajahnya tersembunyi di balik tudung. 


Dia benar-benar terlihat seperti seorang pembunuh dalam film. 


Nama yang ditampilkan adalah───【Kurotsuki Ruseze】


....Entahlah. Namanya terasa seperti sisa-sisa dari chuunibyou. 


Bukan berarti assassin itu identik dengan chuunibyou, tapi nama avatar ini dan kamar nyata Risu yang seperti itu, membuatku tidak bisa menahan kesan itu. 


"....Itu adalah sisa-sisa dari chuunibyou.... Bukan aku yang membuatnya sekarang."


"Tapi kau cukup percaya diri saat menunjukkannya."


".....Aku lupa."

 

Ingatannya sungguh selektif.


"....Ngomong-ngomong, Kurotsuki Ruseze adalah seorang wanita yang memiliki masa lalu di mana kampung halamannya dihancurkan oleh invasi kekaisaran, lalu bersumpah untuk membalas dendam dan bergabung dengan organisasi pembunuh, tapi dia tetap tidak bisa sepenuhnya menjadi dingin. Karena kelembutan yang kadang dia tunjukkan, dia sering berada dalam bahaya, tapi dia tetap bersinar berkat bakatnya sebagai seorang assassin."


"Wah Hebat, kau membuat latar belakang karakter dengan sangat mendetail."


".....Hebat? Fuehehehe....."


Apa gadis ini akan senang hanya karena dipuji? 


Tapi entah kenapa, dia terlihat seperti gadis yang cukup menggemaskan.


"Risu, apa ada hal yang ingin kau lakukan? Biasanya orang akan menyelesaikan quest sambil meningkatkan level dan mengumpulkan item...."


"....Aku tidak suka hal-hal yang remeh seperti itu."


"O-oh. Tapi biasanya memulai dari quest adalah hal yang wajar dan juga efisien, lho."


".....Aku adalah wanita yang tidak terikat oleh hal-hal yang wajar. Dan biasanya cara-cara efisien yang dipikirkan orang kebanyakan itu memiliki celah.....!"


"Oh, begitu. Jadi apa yang ingin kau lakukan?"


".....Aku ingin naik level secepat mungkin."


"Kalo begitu ya quest. Aku juga akan membantumu, jadi untuk awal kita selesaikan quest dulu saja."

"... Bekerja keraslah, dasar rendahan."


"Siapa yang rendahan?"


Setelah membuat Risu menerima quest, aku menggerakkan Kazu untuk pergi ke luar desa.


Tapi Kurotsuki Ruseze tidak mengikutinya. Merasa aneh, aku menoleh ke belakang.


Entah kenapa si assassin bergaya chuunibyou itu sedang berbicara dengan semua NPC satu per satu..... 


"Apa yang kau lakukan, Risu?"


".....Mungkin dari orang-orang ini, aku bisa mendapatkan petunjuk untuk mengungkap misteri dunia ini. Pengumpulan informasi."


"Aku tidak terlalu mengerti maksudmu, tapi biasanya pemula memang suka berbicara dengan semua NPC."


Aku juga sudah cukup lama bermain, jadi aku mengenal banyak pemain pemula.


Tidak bisa dikatakan semua, tapi ada satu kesamaan di antara mereka───keinginan untuk berbicara dengan NPC sebanyak mungkin.


Aku ingin membiarkannya menikmati sesuka hatinya, tapi kalo begini, waktu akan habis sebelum dia bisa merasakan keseruan dari 【Black Plains】


"Kurotsuki Ruseze itu seorang assassin, kan? Bukankah tidak baik kalo kau terlalu banyak menarik perhatian?"


"───Hah! Ha! Sebagai seseorang yang hidup dalam bayang-bayang, aku seharusnya tidak menjadi pusat perhatian..."


Anak ini sungguh menarik. Dia benar-benar terbawa suasana. Dia terlalu larut dalam game.


"....Pengumpulan informasi kuserahkan padamu, wahai bawahanku."


"Siapa yang bawahan."


Setelah itu, aku menemaninya menjalani quest untuk sementara.


Level Kurotsuki Ruseze meningkat dengan lancar, dan tidak ada masalah dalam pertarungan melawan monster.


Risu sepertinya tipe orang yang cekatan. 


Awalnya dia terlihat kebingungan karena tidak paham cara mengoperasikan, tapi dalam waktu satu jam, dia sudah menguasainya. 


【Black Plains】 memiliki elemen aksi yang kuat, bahkan ada sistem kombo. 


Biasanya itu sulit untuk pemula, tapi Risu bisa melakukannya dengan cukup baik. 


Setidaknya, dia lebih baik dari Nana. 


Bahkan sepertinya dia lebih baik daripada Rinka saat pertama kali bermain.


"Risu, kau memang gadis yang cekatan. Kau sudah bisa menggunakan skill dengan baik, bahkan kau sudah bisa memahami kombon. Kau benar-benar hebat."


"......Apa aku hebat? Fuuhehehehe."


"Tawa macam apa itu...."


Meski cara tertawanya aneh, dia jelas senang saat dipuji.


".....Ada yang aneh."


"Apa yang aneh?"

 

"....Kenapa menyelesaikan quest bisa memberikan pengalaman dan menaikkan level? Sebenarnya, apa itu pengalaman? Apa itu level up? Bukankah dunia ini dikendalikan oleh konsep bernama pengalaman? Inilah misteri besar yang sebenarnya. Dan juga, terlalu banyak novel isekai yang memiliki sistem status seperti dalam game."


"Jangan terlalu mengomentari hal-hal meta seperti itu."


Percakapan aneh semacam itu kadang membuat suasana jadi tidak fokus.... 


".....Kazu───Onii. Hey, Onii. Tolong bantu aku."


"Ada apa dengan sikap angkuh dan sombong itu? Apa terjadi sesuatu?"


".....Tiba-tiba Kurotsuki Ruseze masuk masa pemberontakan....dia sama sekali tidak bergerak."


Saat aku menoleh ke arah Risu, dia sedang menekan keyboard dengan panik, dandan!


"Tenanglah. Aku akan memeriksanya.”."


"....Apa laptopku rusak? Uang 300 ribu yen-ku....hiks."


"Tenang saja, kalau prediksiku benar sepertinya..."


Sepertinya dia benar-benar sedih membayangkan benda seharga 300 ribu yen rusak. Matanya sampai berkaca-kaca.


Aku bangkit dari kursiku dan pergi untuk melihat laptop Risu.


Seperti yang kuduga, kolom chat terbuka dan muncul karakter-karakter acak yang tertulis sembarangan.


"Lihat, kau membuka kolom chat. Semua karakter yang kau ketik masuk ke situ."


".....Ah. Kau benar."


"Ini kesalahan yang kadang terjadi. Mungkin kau tidak sengaja menekan Enter."


".....Syukurlah itu bukan kerusakan. Terima kasih, Onii."


"Tidak masalah, itu hanya hal kecil."


"......Sebagai ucapan terima kasih, aku akan menerima 1000 yen darimu."


"Terima───eh, jadi aku yang memberinya?! Jangan bercanda!"


★★★


 Kami terus menyelesaikan quest berdua tanpa henti. 


Di antara quest-quest tersebut, ada juga quest tentang housing. 


Housing, secara sederhana, adalah sistem untuk membangun rumah.


Di dalam 【Black Plains】, berbagai jenis rumah telah disediakan, dan segala macam furnitur bisa dibeli.


Tidak hanya bisa memiliki rumah pribadi, bahkan juga bisa memiliki rumah mewah untuk digunakan bersama anggota guild.


".....Onii. Aku juga ingin punya rumah."


"Tapi kau belum punya cukup uang, kan? Itu tidak mungkin untuk sekarang."


".....Seorang maniak game online bo───eh, Onii, pasti bisa membeli rumah mewah. Belikan."


"Tadi kau hampir bilang 'bodoh', kan? Hampir bilang, kan?"


".....Kau salah dengar. Lebih penting lagi, bagaimana dengan rumah mewahnya?"


"Hmm, yah, aku bisa membelinya, aku bisa, tapi...."


Bukan tanpa alasan aku bisa mengatakan itu. Aku sudah bermain game ini selama bertahun-tahun, dan juga telah melakukan top-up dalam jumlah yang mungkin dianggap berlebihan oleh orang awam.


Dengan kata lain, sebagai pemain yang sudah sangat berpengalaman, aku bisa membeli rumah mewah tanpa masalah.


".....Onii belum bergabung dengan guild?"


"Belum."


".....Kalo begitu, aku akan membuat guild sendiri. Dan aku ingin rumah mewah sebagai markas operasi ku. Jadi belikan."


"Betapa egoisnya kau. Tapi ya...itu tidak masalah sih."


Membuat guild dan membeli rumah mewah. Tidak ada yang salah dengan itu, tapi...Rinka.


Aku jadi khawatir. Faktanya, Rin dan Kazu sudah punya rumah. Uangnya kami kumpulkan dari patungan setengah-setengah, dan rumah itu dibeli oleh Rin.


Sedangkan untuk guild, kami berdua memang belum bergabung ke mana pun. Tidak ada alasan khusus soal itu.


Itu hanya karena aku dan Rinka tidak pernah membicarakannya. 


Mungkin memang belum ada kebutuhan.


".....Onii, ini permintaan dari adik perempuanmu yang imut."


"Hanya dalam situasi seperti ini kau menekankan kalo kau adikku ya, Risu...Onii-chan merasa sedih."


".....Kalo Onii membelikan rumah mewah, tingkat kesukaan adikmu ini akan meningkat drastis."


"Kau terlalu terang-terangan...! Yah, tapi akan tetap kubelikan sih."


"....Yey."


Mungkin sekarang aku adalah orang paling berpikiran sederhana di dunia.


Kurasa, sudah menjadi kewajiban seorang kakak untuk menuruti kemauan adik perempuannya... Meskipun aku tidak terlalu yakin.


".....Ada pemberitahuan kalo levelku belum cukup untuk membuat guild."


"Ngomong-ngomong, memang ada batasan level, ya. Mau lanjut quest sedikit lagi?"


".....Tidak, aku ingin segera membuat guild. Onii saja yang buat. Posisi Guild Master akan aku serahkan padamu."


"Baiklah."


Aku memang sudah beberapa kali bergabung dengan guild sebelumnya, tapi ini pertama kalinya aku membuatnya sendiri.


"....Boleh aku yang menentukan nama guild-nya?"


".....Boleh."


".....Bagaimana dengan Crow's Perch(Tempat Bertengger Gagak)?" 


"Menurutku itu bagus. Risu kau memang punya selera yang bagus."


"......Aku punya selera yang bagus? Fuohehehehe."


Cara tertawanya... Dan memang, selera penamaan Risu ini masih agak mengandung aura chuunibyou.


Khususnya bagian 'gagak' sangat terasa.


Dengan demikian, kami membuat guild, lalu pindah ke area pemukiman dan membeli rumah mewah.

 

Tampilan luarnya adalah rumah mewah dua lantai berwarna putih bersih yang memberikan kesan khas abad pertengahan. 


Ada air mancur yang memancurkan air berwarna cerah, dan halaman yang memungkinkan untuk bercocok tanam. 


Kurotsuki Ruseze dan Kazu melangkah masuk ke dalam rumah mewah itu, lalu meluangkan waktu untuk melihat-lihat setiap ruangan secara bergiliran.


".....Tidak ada apa-apa. Semua ruangan kosong."


"Kita harus membeli furnitur."


".....Terima kasih."


"Sudah diasumsikan kalo aku yang akan membelinya ya... Yah, tidak apa-apa."


".......Onii, kau pria yang baik. Kau tipe yang menerima siapa pun dan akhirnya jadi orang yang paling menderita."


"Sial, aku tidak bisa membantah itu."


"....Kalo Onii masuk dunia hiburan, pasti kau akan menjadi orang pertama yang dimanfaatkan dan hidupmu akan penuh dengan hutang."


"Kenapa kedengarannya begitu nyata....?"


Dia berbicara seolah-olah dia hidup di industri hiburan dan memiliki sejumlah pengetahuan dan pengalaman.


Aku bertanya-tanya apa streamer lebih mungkin mendengar informasi semacam itu daripada orang biasa.


....Aku tidak tahu jenis streaming apa yang dia lakukan.


"Pikirkan dulu tentang jenis furnitur apa yang ingin kau beli. Aku akan pergi ke toilet sebentar."


".....Aku juga mau ke toilet."


"Kalo begitu, apa kau ingin pergi dulu?"


".....Aku terlalu malas pergi, jadi tolong pergi juga atas namaku."


"Baiklah, serahkan padaku."


Saat Risu sedang melihat daftar furnitur, aku keluar dari kamarku dan berjalan menuju toilet.


Sambil berjalan di koridor, aku merasa ada yang aneh dan menghentikan langkah.


"Obrolan barusan, aneh sekali...!"


Mungkin aku benar-benar tidak berguna karena tidak langsung menyadari kalo ada sesuatu yang salah.


★★★


Setelah selesai dari toilet, aku kembali ke kamarku sambil tersenyum menyeringai.


"Fufu, si Risu itu, semakin tenggelam dalam game."


Aku benar-benar merasa puas dari percakapan kami sejauh ini.


【Black Plains】 memiliki berbagai elemen. Dengan kata lain, game ini bisa dinikmati dengan berbagai cara bermain.


Risu menciptakan karakternya dengan serius dan juga dia mahir dalam pertempuran.


Memang kadang dia terlalu mendalami latar dunia secara berlebihan, tapi itu juga berarti dia benar-benar tenggelam dalam permainan.


"Bagus, ini perkembangan yang luar biasa. Satu lagi rekan di Black Plains telah bertambah...!"


Saking senangnya, aku tidak bisa berhenti tersenyum. 


Tidak boleh, kalo wajah seperti ini sampai terlihat oleh Risu, dia pasti akan merasa jijik dan menjauh lagi.


Aku menggosok wajahku dengan telapak tanganku, lalu membuka pintu dan masuk ke kamarku.


".....Onii. Ada perempuan aneh yang menyusup ke markas kita."


"Perempuan aneh? Ah, pasti ada pemain lain yang datang. Kadang hal seperti itu memang terjadi."


Dalam pengaturan default, siapa pun bisa masuk, jadi tidak aneh kalo ada pemain asing yang datang. 


Nanti aku akan ubah pengaturannya agar hanya anggota guild yang bisa masuk.


Aku duduk di depan komputer dan menatap layar──────Apa!?


Di samping Kazu yang sedang berbaring di atas ranjang....!


"......Perempuan aneh ini... Namanya 'Rin', dia menyeramkan."


Elf pirang dengan busur di punggung──────Rinka ada di sana!


"A-aah... Bagaimana ini, perasaanku jadi tidak enak."


Darahku langsung surut. Dalam situasi seperti ini, Rinka pasti akan salah paham.

 

".....Dari tadi, dia bicara soal selingkuh, soal suami istri...soal membangun rumah untuk membawa perempuan... Ucapannya aneh. Perempuan ini menakutkan. Haruskah aku melaporkannya?"


"Dia adalah pasangan pernikahanku. Tolong jangan laporkan dia."


Dia juga pacarku di dunia nyata, tapi kalo aku mengatakan itu sekarang, situasinya akan semakin rumit, jadi lebih baik aku diam.


Lagipula, identitas aslinya adalah Mizuki Rinka, idol terkenal. 


Aku tidak bisa sembarangan membocorkan itu hanya karena keputusan sepihakku.


Saat aku melihat ke kolom chat, aku melihat pesan pribadi dari Rin──────


『Kazu! Apa maksudnya ini!? Ada perempuan asing di sana!!』 『Siapa itu Kuromizuki Ruseze!?』『Cepat balas! Sekarang juga!』 『Ternyata kau benar-benar selingkuh! Kai sampai-sampai membangun rumah mewah untuknya!』 『Dan kau bahkan membuat guild! Sejak kapan kau punya hubungan dengan Kuromizuki Ruseze!?』 『Memang aku pernah bilang kalo aku akan memaklumi perselingkuhan, tapi kau harus tetap menjelaskannya!!』 『Kazukazukazukazukazukazukazukazukazukazukazukazu』 『Boleh aku menelepon?』 『Sekarang aku akan bersiap-siap pergi ke rumah Kazuto』


....Ini gawat. Chat-nya mengalir deras bagaikan badai.


Sejujurnya, aku ingin langsung logout saat ini juga.


Dengan tangan yang gemetar karena ketakutan, aku menyentuh keyboard dan membalas lewat pesan pribadi.


『Rin. Ini tidak seperti yang kau pikirkan.』


『Ah, akhirnya kau membalas! Apa maksudmu!?』


Di layar, Rin terlihat marah dengan ekspresi menggemaskan. 


Kalo hanya dilihat dari gerak-geriknya, itu memang menggemaskan, tapi tetap saja... 


『Kuromizuki Ruseze itu keluargaku』


『Keluargamu itu aku!』


Itu cuma pengakuan sepihak dari Rinka.


『Bukan seperti itu, Kuromizuki Ruseze adalah adik yang pernah aku ceritakan sebelumnya.』


『Eh, kau selingkuh dengan adikmu sendiri!? Kazu no baka!!』


『Bukan begitu!! Tolong dengarkan penjelasanku!!』


".....Onii, sepertinya kau sedang kesulitan...pupu."


"Apa yang kau tertawakan, Risu? Ini benar-benar situasi genting, tahu."


Aku menatap Risu dengan mata setengah menyipit sambil membalas, sementara dia mengintip layar dari belakangku.


".....Padahal ini cuma game online, tapi dia benar-benar menganggap dirinya istri...orang seperti itu cukup berbahaya."


".....Dia sebenarnya bukan orang berbahaya, hanya saja..."


"....Keluarga itu bukan hubungan yang bisa terbentuk semudah itu hanya lewat game online."


"──────"


Aku hampir membalas secara spontan, tapi akhirnya aku menahan diri dan memilih untuk diam.


Itu adalah cara berpikirnya sendiri, dan dia memiliki cukup pengalaman hingga bisa membentuk pandangan seperti itu.


Kalau saja aku tidak bertemu Rinka (Rin), mungkin aku pun akan──────


".....Jangan bicarakan aku ke orang-orang di internet."


"Ah, maaf."


Nada suaranya dingin, tenang, dan sama sekali tidak menunjukkan emosi.


Suasana hening sejenak, hingga akhirnya Risu yang terus menatap Rin membuka suara.


".....Onii, serahkan urusan ini padaku."


"Apa yang ingin kau lakukan? Aku sangat khawatir."


"......Aku adalah perempuan yang telah selamat dari banyak medan pertempuran lewat kata-kata...membuat Rin atau siapa pun itu tenang hanyalah urusan kecil."


Aku merasa sangat tidak tenang, tapi untuk sementara aku putuskan untuk melihat perkembangannya.


Risu kembali merebahkan dirinya di atas tempat tidurku dan meraih laptopnya, lalu mulai mengetik perlahan dengan telunjuknya. 


Dari Kuromizuki Ruseze, sebuah kalimat dikirim melalui chat umum kepada Rin.


『Perempuan dari masa lalu, enyahlah』


"Eh, uoooi!! Risu-san!?"


".....Cara paling efektif untuk menghancurkan hati seseorang adalah dengan mengatakan kebenaran."


"Siapa yang menyuruhmu menghancurkan hati orang!? Dan itu bukan kebenaran juga!!"


".....Itu sama seperti ketika seorang perempuan mengunggah selfie ke SNS sambil berkata,Sial, aku sangat jelek~’, lalu kau membalas, 'Wah, kau memang benar-benar jelek'... Omong-omong, hasilnya kau akan langsung diblokir."


"Itu benar-benar berbeda, dan apa maksudnya itu? Apa kau pernah mengalaminya sendiri!?"


"......Keinginan untuk mendengar pujian seperti 'Tidak kok kau cantik sekali' itu terlalu kentara, jadi itu bikin kesal."


"Yah, paling tidak sekarang aku tahu kalo kepribadianmu cukup menyimpang... Tapi, Rin jadi diam lho. Padahal barusan dia masih mengirim chat setiap detik, sekarang dia tiba-tiba tidak berbicara sama sekali."


"......Kuku, aku menang lagi. Hanya dengan satu kalimat."


Ini benar-benar keterlaluan... 


『kszueljfanionfsaoifandfa』


Sebuah kalimat tak bermakna muncul dari Rin lewat chat umum.


Jelas dia sedang sangat terpukul. 


Dan seolah belum cukup, Risu menambahkan───


『Perasaan panik mu terlalu kelihatan di pesanmu. Tarik napas dulu, lol』


"Jangan memprovokasinya!"


".....Aku hanya memberi saran...."


"Serius!? Benarkah itu saran!? Lalu apa maksud 'lol' di akhir itu!?」


Sampai di titik ini, rasanya lebih baik berbicara langsung saja. 


Aku mengambil Hp-ku dan keluar dari kamar, lalu segera menelepon Rinka.


Telepon tersambung dalam lima detik. 


Rinka tidak mengatakan sepatah kata pun, hanya diam.


"Rinka? Apa kau tidak apa-apa?"


"Hiks... Kazuto... Jadi aku telah menjadi perempuan dari masa lalu... hiks."


"Bukan, bukan begitu! Itu hanya ucapan sepihak dari Kurotsuki Ruseze!"


"Hanya karena kita berpisah beberapa hari saja, ikatan suami istri kita sudah mengalami keretakan... Tidak, ini bukan sekadar retakan. Ini seperti retakan bumi, seperti bencana alam... hiks."


"Satu-satunya orang yang kucintai adalah... R-Rinka...!"


"... Bisakah kau mengatakannya lagi?"


"A-aku hanya mencintai... Rinka."


Tiba-tiba aku merasa sangat malu, tapi aku memaksakan diri untuk menyelesaikannya.


"Kazuto, katakan sekali lagi."


"Satu-satunya yang kucintai... hanya Rinka."


"Sekali lagi."


"Satu-satunya yang kucintai adalah Rinka... Hanya Rinka yang aku cintai."


"Maaf, bisakah kau mengatakannya lagi? Aku akan merekamnya kali ini."


"Oi."


Kelihatannya dia tidak sekacau yang aku kira...!


Aku ingin mengomentarinya, tapi aku dengan hati-hati menjelaskan apa yang telah terjadi sejauh ini.


"Jadi maksudmu, demi bisa akrab dengan adikmu Risu-chan, kau menuruti keinginannya, membuat guild, dan membangun rumah besar itu."


"Be-Benar! Itu maksudku! Terima kasih karena langsung mengerti."


"Tentu saja, aku ini Mizuki Rinka, idol bertipe cool. Aku adalah perempuan yang mampu berpikir jernih dalam situasi apa pun, dan menarik kesimpulan yang benar dari fakta yang ada."


...Padahal tadi kau sangat panik. Kau tidak memiliki sedikit pun ketenangan.


"Apa sekarang kau sudah bisa menerima penjelasanku?"


"Selain fakta kalo aku dipanggil perempuan dari masa lalu, sih."


"Gadis itu kadang bicara agak kasar... Tapi dia tidak bermaksud jahat, jadi kau tidak perlu khawatir."

 

"Apa ada alasan lain selain niat jahat untuk menyebut seseorang perempuan dari masa lalu...?"


Aku bisa membayangkan Rinka yang sedang memiringkan kepalanya lewat telepon, tapi aku memutuskan untuk melanjutkan pembicaraan dengan tegas.


"Gadis itu mengalami situasi yang mirip denganku, tidak bisa bergantung pada siapa pun, dan selalu menjalani semuanya sendirian. Mungkin karena itu dia jadi bicara kasar."


"Jadi itu alasannya... Jangan khawatir, Kazuto."


"Rinka?"


"Sebagai adik perempuan Kazuto, Risu juga keluargaku. Mulai sekarang, aku akan menjadi kakak yang baik dan memperlakukan Risu dengan penuh kasih sayang."


"Ah, ah iya, terima kasih."


Aku penasaran apa gadis itu akan bisa menerima kata-kata dan tindakan Rinka.


Dari percakapan kami selama ini, aku bisa merasakan kalo Risu memiliki perasaan kuat terhadap keluarganya.


"Ngomong-ngomong, bagaimana kau login ke Black Plains?"


"Laptop. Aku membelinya. Dengan ini, aku bisa bermain game online dengan Kazuto bahkan saat aku tidak di rumah───ah, maaf, aku harus keluar dulu."


"Apa kau punya keperluan mendadak?"


"Ya, semacam itu. Sampai jumpa..."


Panggilan terputus. Dia pasti sangat sibuk.


Saat aku kembali ke kamarku dan memeriksa komputerku, Rin juga sudah log out.


".....Onii, perempuan bernama Rinka itu cukup berbahaya. Tingkat bahayanya SS. Sebaiknya jangan terlalu terlibat."


"Haha..."


Aku hanya bisa tersenyum kecut mendengar peringatan serius Risu.


Rinka itu, pada dasarnya, adalah Mizuki Rinka yang kau kagumi, tahu?


★★★


".....Lihat, Onii. Langit yang terlihat dari sela tirai sudah mulai terang."


".....Wah, benar juga. Kita menyambut pagi tanpa tidur sama sekali."


".....Mataku perih...kepalaku pusing."


Risu yang berbaring di tempat tidurku menggosok matanya dengan tangannya. 


Sudah lama aku tidak main game online sepanjang malam begini.


"Sebaiknya kita berhenti sekarang."


"....Ya.... Aku harus kerja siang ini...."


"Sebaiknya kau tidur sebentar."


"....Aku lapar."


"Ayo turun dan makan sesuatu."


Kami berdiri dengan goyah dan lemah, lalu meninggalkan ruangan. Sulit bagi kami untuk berjalan sendiri, jadi kami saling berpegangan saat menuruni tangga dan mencapai lantai pertama.


".....Onii, kita istirahat sebentar."


"Ya..." 


Aku juga kelelahan setelah begadang semalaman untuk pertama kalinya setelah sekian lama.


Meski aku tahu akan seperti ini, sulit sekali untuk berhenti bermain game online.


Meski tahu akan menyesal, tetap sulit untuk berhenti.


Tapi itulah ciri khas pecandu game online yang tidak mau belajar dari pengalaman.


Aku dan Risu duduk terkulai di sofa. Karena tidak punya kekuatan untuk terus duduk lebih lama lagi, Risu bersandar padaku. Dia menyandarkan kepalanya di bahuku.


"Itu menyenangkan, bukan?"


"...Ya. Tapi kalo aku sendirian, aku pasti berhenti di tengah jalan."


"Begitu ya..."


".....Suu."


"Risu?"


".....Suu...suu..."


Aku tidak bisa melihat wajahnya yang tertutup tudung, tapi aku bisa mendengar nafasnya yang tenang dan nyaman saat tidur.


Aku juga sebaiknya tidur sekarang. 


...Tapi, Risu bilang dia harus kerja mulai siang nanti.


Entah pekerjaan sebagai streamer atau bukan, sebaiknya aku memasang alarm sebelum tidur... 


Aku merasakan berat kepala Risu di pundakku. 


Aku benar-benar bisa merasakan ikatan kami semakin erat melalui game online.


★★★


Keesokan harinya. Risu sepertinya cukup sibuk, sejak dua hari lalu hingga hari ini dia pergi sejak dini hari.


Aku bertanya-tanya apa dia sedang nongkrong dengan teman-temannya atau dia keluar untuk bekerja sebagai streamer...


Ketika aku bertanya, dia hanya menjawab dengan satu kata, "....Rahasia", tanpa memberitahu lebih lanjut.


Mungkin aku belum sepenuhnya dipercaya olehnya.


Tapi, saat malam tiba――――.


"......Onii. Ayo main game online..."


Dia datang ke kamarku sambil membawa laptop dan kandang serangga.


Di masa liburan musim panas yang seharusnya menjadi masa muda terbaik untuk pelajar SMA, menghabiskan waktu dengan game online terus menerus terasa kurang tepat...tapi begitulah hidupku.


".....Onii, apa yang harus kita lakukan?"


"Ayo mulai dengan mining."


"Cih, dasar maniak tambang."


"Apa, katamu?"


"...Tiba-tiba kau jadi protagonis dengan gangguan pendengaran..."


Entah kenapa dia menjauh, tapi aku merasa menjalani hari-hari yang menyenangkan dan bermakna dengan caraku sendiri.


Pasti Risu juga menikmati kehidupan seperti ini.


Aku tidak berniat memaksakan kedekatan kami, tapi lewat game online ini aku bisa merasakan jarak hati kami semakin dekat secara alami. 


Aku yakin kami bisa menjalani hari-hari damai dan menyenangkan seperti ini.


Mungkin saat aku berpikir begitu, itu menjadi pertanda buruk.


──────Tiba-tiba, sebuah kejadian malang terjadi.



Pagi yang menyegarkan menyambutku. Saat aku berganti pakaian santai sambil mengingat kejadian tadi malam (Kurotsuki Ruseze dibunuh oleh bos penjara bawah tanah berulang kali, dan anehnya terlihat megaskan bagaimana Risu marah dan menantangnya berulang kali), ada ketukan keras di pintu kamarku.


"Onii! Onii! Uwaaaaan!!"


Suara menangis yang tidak biasa. 


Suara keras Risu yang belum pernah aku dengar membuatku panik, segera aku bergegas membuka pintu kamar. 


Saat pintu terbuka, yang pertama yang kulihat adalah wajah Risu yang menangis.


Air mata masih mengalir dari kedua matanya yang merah, pipinya yang basah menunjukkan kalo dia telah menangis terus-menerus. 


Kali ini dia tidak memakai hoodie.


Ini adalah wajah aslinya yang baru pertama kali aku lihat, tapi aku sama sekali tidak punya waktu untuk memikirkannya.


"Cho, chokichoki, chokichoki nomor 3, aaaaaah!!"


"Kumbang tanduk itu? Apa yang terjadi!?"


"Di-dia, terbalik dan tidak bergerak...uwaaaan!!"


Risu, yang kehilangan ketenangannya, mencengkeram pakaianku seolah-olah berpegangan padanya, dan menangis dengan keras.


Aku belum pernah melihat gadis yang menangis begitu keras sebelumnya, jadi aku tidak tahu harus berbuat apa.


"O-Onii! Onii! Waaaaan!!"


"Ya-yah, ayo kita periksa dulu!"


Aku membawa Risu yang menggenggam pakaianku dan bergegas menuju kandang serangga untuk mengeceknya.


Memang benar, kumbang tanduk───Chokichoki nomor 3 terbalik dan tidak bergerak.


"Sejak kapan?"


".....gusu...saat aku bangun...dia sudah terbalik seperti itu."


"Pagi, atau mungkin tengah malam...?"


".....Ah, sejak dulu...kadang-kadang dia terbalik dan tidak bisa bangun..."


Aku juga pernah beberapa kali melihatnya terbalik. Mungkin saja dia sudah mendekati ajal dan melemah? 


Aku tidak mengucapkan pikiran itu, hanya menatap Chokichoki nomor 3 dengan serius. 


Mungkin saja dia hanya pura-pura mati. 


Setelah meminta izin pada Risu, aku membuka tutup kandang dan mendekatkan ujung jariku pada Chokichoki nomor 3. 


Aku menyentuhnya dengan lembut, tapi memang tidak ada reaksi.


".....Chokichoki nomor 3...apa kau baik-baik saja?"


Risu yang menangis tersedu-sedu bertanya dengan suara serak.


Bagaimana pun kau melihatnya, dia sudah mati. ...Ya, aku tidak bisa mengatakannya dengan lantang. 


Melihat Risu yang biasanya sinis sampai menangis seperti itu, dan berharap dari mulutku keluar kata 'baik-baik saja', aku tidak tega menghadapkan kenyataan itu.


"....Aku akan mencari tahu lewat internet."


"....Ya...higu."


Mungkin saja ini fenomena yang aku tidak tahu, dan mungkin dia masih hidup.


Sambil berdoa, aku mencari informasi lewat Hp-ku. 


Semoga ada harapan.


Untuk Risu yang selama ini sendirian, Chokichoki nomor 3 pasti sangat berarti. 


Tapi kenyataannya sangat kejam. Setelah kutelusuri, ternyata ada masalah dengan usia hidupnya.


Karena Risu memeliharanya sejak kelas 4 SD, berarti kumbang itu sudah hidup sekitar 6-7 tahun. 


Tergantung jenisnya, umur kumbang tanduk biasanya satu sampai 3 tahun.


Kalau jenis yang bisa hidup lama dirawat dengan baik, bisa sampai lebih dari 5 tahun.


Selain itu, kumbang tanduk katanya bisa hibernasi...tapi sayangnya sekarang sedang musim panas.


Kemungkinan terhenti karena hibernasi sangat kecil.


Ada beberapa cara lain untuk memeriksa apakah kumbang tanduk masih hidup, dan aku mencoba semuanya...tapi itu hanya memperkuat kemungkinan kalo dia sudah mati.


"....Onii...? Apa Chokichoki nomor 3, masih hidup?"


".........."


"U-uuh...uuh...!"


Saat mendengar itu, aku sebenarnya sudah tahu. Meski tahu, aku menolak untuk menerimanya.


Risu menggenggam kandang serangga itu, menatap Chokichoki nomor 3 dengan mata yang basah oleh air mata.


Dia tidak lagi menangis dan berteriak, hanya diam-diam terus meneteskan air mata.


★★★


Di halaman rumah, aku membuat makam untuk Chokichoki nomor 3. 


Tempatnya cukup bagus dengan sinar matahari yang baik.


Risu yang berdiri diam di sampingku menatap makam itu dengan tajam. 


Karena dia mengenakan kembali hoodie, aku tidak tahu ekspresinya seperti apa. 


Tapi aku bisa membayangkan perasaannya.


Choki Choki No. 3 adalah sumber dukungan emosional untuk Risu. 


Seperti aku yang mengisi kekosongan hati dengan bermain game online...atau bahkan lebih, dia adalah bagian dari keluarganya, dengan perasaan yang sangat dalam.


Dia baru saja kehilangan sosok yang selama ini selalu ada di sisinya.


Kami berdua menatap makam itu tanpa berkata apa-apa, menunggu waktu berlalu.


Ketika panas matahari mulai terasa di rambut kami, Risu tiba-tiba berkata,


".....Chokichoki No. 3...sudah mati."


"Risu───"


".....Aku...kembali sendirian..."


Kata-kata yang diucapkan dengan tenang itu menusuk hatiku dengan kuat.


".....Sebenarnya, aku juga tidak terlalu suka serangga. Lagipula, itu cuma serangga...cuma kumbang tanduk...di bumi ini banyak sekali serangga..."


Jelas dia berusaha bersikap kuat . Tangan Risu terkepal erat, dan suaranya gemetar. 


Siapa pun yang melihatnya pasti tahu. Dia berusaha sekuat tenaga menahan tangisnya.


".....Serangga...bisa dibeli lagi...jadi aku...tidak...sedih...sebegini."


.......... 


Mungkin sekarang aku bukanlah diriku sendiri. Setidaknya, bukan aku sebelum bertemu dengan Rin.


"Hei, Risu."


"....Uu...higu...apa?"


"Karena kita keluarga, kau tidak perlu menahan diri. Kalo ingin kau menangis, menangislah sepuasnya."


"....Kata-kata seperti itu dingin. Keluarga hanyalah orang asing yang kebetulan tinggal dalam rumah yang sama. Kita hanya sebatas bentuk...kakak dan adik...!"


Dengan kemarahan yang jelas tersirat dalam kata-katanya, dia terus berbicara tanpa menatapku.


...Apa kau salah paham saat terus aku memanggilmu 'Onii'? Sama sekali tidak. Aku memanggil 'onii' hanya karena aku malas berdebat... Aku tidak benar-benar menganggapmu kakakku."


"........"


".....Kita bukan keluarga sejati."


"Benar, itu memang kenyataannya. Kita tidak terikat darah."


"Ya."


"Lalu kenapa?"


"Eh."


Mungkin karena jawaban yang tidak terduga, Risu terlihat bingung sesaat.


"Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, aku tidak berniat memaksa untuk dekat denganmu. Itu bukan berarti aku menjauh. Aku hanya ingin bersikap natural alami padamu."


".....Alami?"


"Maksudku, yah, aku... ingin mendukungmu dengan perasaanku sendiri, dan aku ingin menikmati kehidupan sehari-hari kita bersama mulai sekarang... seperti kakak dan adik sungguhan, jika memungkinkan."


"......"


"Kita memang memiliki keadaan yang sama, tapi aku ada di pihakmu."


"....Pihakku...."


Kata-kata itu diucapkan dengan perlahan seolah dia mencerna maknanya, aku mengangguk sebagai tanggapan.


"Aku bersikap baik bukan karena kita keluarga. Aku bersikap begitu karena kau, Risu."


"......."


"Dan aku bisa memastikan, aku akan terus berada di pihakmu."


"...Bahkan kalo aku menghinamu?"


"Itu kan salah satu bentuk komunikasi dari Risu. Aku akan menerimanya, termasuk itu."


"....Jadi kau mengatakan kalo kau orang mesum total yang senang dihina..."


"Apa aku pernah bilang begitu? Barusan aku bicara sangat serius, kan?"


".....Itu hanya bercanda."


Fufu, Risu tertawa kecil dengan alami dan lembut. Ternyata hanya bercanda...


Suasana serius yang tadi menyelimuti kami perlahan menghilang entah kemana, berganti menjadi suasana yang lebih santai dan mudah untuk berbicara. 


Karena itu, ada hal yang ingin kukatakan.


"Risu, kau pernah bilang kalo kau ingin ada kehidupan yang bisa bergerak di sekitarmu, kan? Mulai sekarang, aku yang akan ada di sana."


"──────"


"Sudah seharusnya keluarga selalu bersama...dan sekarang di rumah Risu sudah ada aku sebagai keluargamu. Tempat aku berada, akan menjadi tempat Risu pulang."


Aku menyampaikan semuanya sampai akhir. Saat berbicara, aku teringat pada Rinka.


Sekarang aku bisa memahami perasaan Rinka waktu itu. Itu perasaan yang murni.


Kalo kau melihat seseorang menangis karena kesepian, kau ingin melakukan sesuatu untuk membantu mereka.


Itu mungkin naluri manusia. Dan keinginan untuk terhubung dengan orang lain pun begitu... 


Risu mendekat sambil menempelkan lengannya ke lenganku.


".....Padahal kau ini Onii yang tidak berguna dan kecanduan game online."


Dia mengucapkan hal yang tidak bisa aku bantah.


Tapi kalo hanya sekadar berada di sampingnya, itu masih bisa kulakukan.


"........."


Aku merasa sekarang aku tidak perlu mengatakan apa-apa lagi.

 

Waktu hening terus berlanjut di antara kami. 


Dari kejauhan terdengar suara mobil yang melaju dan tawa riang anak-anak yang bercampur menjadi satu. 


Cuaca panas membuat keringat perlahan muncul di sekitar leherku.


Meski begitu, perhatianku tetap tertuju pada gadis di sampingku.


".........."


Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, kami terus menatap makam itu.


★★★


Sehari setelah Chokichoki No. 3 mati. Risu sibuk sejak pagi.


Aku pun memutuskan untuk menjalankan 【Black Plains】 dan menikmatinya. 


Hari itu berlalu seperti biasa tanpa hal istimewa, hingga larut malam. 


Risu pulang sekitar pukul 20.00, tapi dia tidak mengatakan apa pun padaku dan langsung mengurung diri di kamarnya.


Aku pikir hubungan kami mulai mendalam karena kesamaan sebagai penggemar Rinka, bermain game online bersama, dan kejadian Chokichoki No.3, tapi sepertinya tidak begitu.


Sedikit merasa sedih, aku logout dari 【Black Plains】 dan memutuskan untuk tidur, lalu menyelimutkan diriku di tempat tidur. 


Saat aku hendak mematikan lampu kamar, terdengar ketukan di pintu.


Saat aku membuka pintu, tentu saja yang berdiri di sana adalah Risu. 


Seperti biasa, wajahnya tertutup oleh hoodie.


".....Onii...Onii..." 


"Hmm? Ada apa?"


Risu membuka dan menutup mulutnya seperti ikan mas. 


Dia berusaha keras untuk mengatakan sesuatu.


"O-Onii, Onii...Onii-chan...Onii...!"


"Eh, apa? Kenapa?"


"Ka-kau ini...Onii...!"


"Kenapa!? Aku melakukan apa!?"


Saat aku panik, Risu berdeham seperti mencoba mengulang dari awal.


"....Oi, Onii."


"Cara memanggil yang sungguh kurang ajar... Ada apa?"


"Pipis."


Pipis? Oh, maksudnya pipis.


"Pergilah."


"........."


"Jangan kau ingin aku ikut denganmu?”


".....Keluarga."


"Meskipun kita keluarga, kita tidak pergi ke toilet bersama."


".....Keluarga selalu bersama, itu yang kau bilang."


"Memang aku bilang begitu, tapi itu terlalu ekstrem..."

 

".....Bocor...Oke?"


"Tentu saja tidak boleh!"


".....Lima, empat, tiga───"


"Aah, baiklah! Aku ikut! aku akan menemanimu!"


".....Fufu."


Risu tertawa kecil setelah mendengar keluhanku. 


Sepertinya dia merasa senang bisa membuat kakak-nya kesulitan.


Sambil menghela napas, aku mengantar Risu ke toilet. Aku menunggu di luar. 


Aku menghabiskan waktu dengan mengutak-atik Hp-ku ketika Risu keluar dari kamar mandi dan berdiri di sana dengan tatapan kosong di hadapanku.


"Eeto, ada apa?"


".........."


"Risu?"


Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu, dan dia menatapku lekat-lekat dari bawah.


Akhirnya, seolah dia sudah mengambil keputusan, ekspresinya menegang dan dia membuka mulutnya.


"...Aku ingin kau tidur denganku."


"Eh, tidak...itu agak..."


"....Kenapa?"


"Kita ini sama-sama anak SMA, jadi menurutku itu tidak tidak pantas."


".....Onii yang terangsang terhadap adiknya."


"Aku tidak terangsang, oke? Aku hanya merasa secara logika itu tidak pantas."


"...Kita ini keluarga. Itu yang Onii bilang."


"Aku memang bilang itu, tapi...hmm"


Aku menyilangkan tanganku dan berpikir. Sekilas, wajah Rinka terlintas di pikiranku.


"....Ternyata memang Onii seorang mesum yang terangsang pada adiknya sendiri...."


"Bukan! Aku tidak seperti itu, dan aku tidak pernah sekalipun memandang Risu dengan cara seperti itu. Bahkan sekali pun tidak. Lagipula aku───"


"Hmp!"


"Ugh."


Dia menendang tulang keringku tanpa ampun...! 


Kekuatan tendangannya lebih besar dari yang akuduga, aku sampai membungkuk karena kesakitan.


"A-apa yang kau lakukan, Risu!?"


".....Entah kenapa, aku merasa kesal."


"Apa kau sedang tidak stabil secara emosional...!"


Aku menatapnya dengan pandangan mencela, tapi Risu pura-pura tidak tahu dan langsung menaiki tangga dengan cepat. 


Suara pintu dibanting terdengar nyaring.


"Kuh...kenapa sih."


Aku tidak mengerti maksud dari sikap Risu. Jangan-jangan, karena kehilangan Chokichoki No.3, dia tidak bisa menahan keseimbangan emosinya...? 


Kalo begitu, mungkin seharusnya aku lebih bersikap lembut padanya.


Dengan perasaan menyesal, aku menaiki tangga dan berjalan menyusuri lorong.


Begitu tiba di depan kamar Risu, aku mengetuk pintu dan mulai berbicara.


"Itu...maaf, Risu. Aku menolak bukan karena aku membencimu."


".........."


Tidak ada jawaban. Hening, seolah tidak ada siapa pun di dalam kamar itu.


Aku menghela napas, menyadari kalo aku sedang diabaikan sepenuhnya.


Kalo dipikir-pikir, mungkin itu tadi adalah cara Risu untuk mendekat.


Sepertinya dia juga sedang mengumpulkan keberaniannya untuk meminta tidur denganku.


Aku kembali ke kamarku dan masuk ke dalam selimut dengan penuh penyesalan.


"Aku benar-benar sudah keterlaluan...maaf, Risu."


".....Tidak apa-apa."


"──────Hah?"


Aku mendengar jawaban. 


Refleks, aku langsung duduk dan menatap sekeliling kamar, tapi tentu saja hanya ada aku di sini.


"......Gokun."


Dengan perasaan tidak percaya, aku turun dari tempat tidur dan mengintip ke bawah ranjang.


Di sana, sesosok benda hitam pekat sedang menatapku dengan sangat tajam──────!


"Uwaaahhhhhhh!! Kenapa kau ada di sanaaaaaaaa!!"


"......Onii, kau berisik sekali. Kalo malam hari, harus tenang."


"Jangan bicara soal etika umum padahal kau sendiri di situ! Cepat keluar!"


Risu merangkak keluar perlahan dari bawah tempat tidur, lalu dia berdiri di hadapanku dan berkata lirih.


"....Onii. Kau bilang keluarga harus bersama..."


"Lagi-lagi itu! Memang aku yang bilang itu, tapi tetap saja!"


"...Pembohong...hukumannya...mat..."


"Itu terlalu berat!"


"....Aku ingin tidur bersama."


"Tidak bisakah kau tidur sendiri... di kamarmu sendiri?"


".....Dingin. Sendirian itu dingin."


Kata-kata itu terdengar sangat lemah hingga aku tidak sanggup membalas. 


Risu adalah gadis kecil yang sangat kesepian.


Dari sikapnya yang biasanya seenaknya, hal ini memang sulit dibayangkan, tapi dari semua yang telah terjadi sejauh ini, hal itu sudah cukup jelas. 


Bahkan bisa jadi, sikap buruknya selama ini hanyalah pelampiasan dari rasa kesepiannya.


...Kalau dia adikku sendiri, apa itu tidak dianggap selingkuh? Pikiran itu sekilas terlintas di benakku.


Tapi di sisi lain, rasanya Rinka akan mengatakan kalo aku harus menemaninya tidur.


Meskipun mungkin dia akan sedikit cemburu.


"Baiklah. Kita akan tidur bersama."


"....Nnn."


Besok, sebaiknya aku jelaskan ini pada Rinka. 


Dengan pikiran itu, aku masuk ke dalam selimut. Risu juga ikut masuk ke selimut di sampingku. 


Dia mengintip wajahku dari balik selimut.


"Kau memakai selimut itu, apa kau tidak panas? Agak terlalu panas untuk seleraku."


"....Kalo kau mau, aku bisa membelikannya untukmu."


"Kalo sudah musim dingin, boleh」


"....Berarti kau juga ingin yang untuk musim dingin?"


"Tidak, sama sekali tidak. Maksudku, aku tidak membutuhkannya di musim panas."


Jika dia mengenakan sesuatu seperti itu di musim panas, dia akan mudah mengalami dehidrasi dan mati kehausan.


".....Tapi mungkin aku bisa melepaskannya sekarang."


"Hah?"


"....Tidak terlalu dingin. Sekarang hangat."


"Begitu..." 


Mungkin itu bukan ucapan dalam arti fisik, tapi lebih kepada makna secara mental.


Dia memang sering bertingkah aneh, tapi Risu sekarang sudah mempercayaiku.


Kalo tidak, dia tidak akan bilang ingin tidur bersama.


".....Ne, nee, Onii."


"Hmm?"


"....Ada hal penting yang ingin aku bicarakan."


"Hal penting?"


"...Ya. Sesuatu yang selama ini aku sembunyikan."


"Hal yang kau sembunyikan?"


Aku berusaha menanyakannya dengan nada suara yang selembut mungkin.


Tapi Risu tetap terlihat malu dan tidak segera membuka suara.


".....Umm, soalnya...kalo aku mengatakannya, mungkin cara Onii memandangku akan berubah..."


Jangan khawatir, itu tidak akan berubah."


".....Nnn~ aku sangat malu..." 


"......"


Risu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan semakin gelisah. 


Entah kenapa, dia terlihat sangat menggemaskan.


Rasanya seperti perasaan gemas yang muncul saat melihat Nonoa-chan. 


Mungkin ini yang disebut perasaan sayang terhadap adik perempuan...mungkin saja.


".....Onii. Bisakah kita bicarakan itu lagi lain kali saja?"


"Tentu. Tidak apa-apa, kapan pun Risu merasa siap untuk bicara."


Dan dengan itu, percakapan kami pun berakhir. 


Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, rasa kantuk perlahan datang seiring berlalunya waktu. 


Aku dapat mendengar napas seseorang yang manis dan menenangkan yang tidur di sampingku. 


"......"


Risu adalah gadis yang kesepian dan mendambakan kasih sayang. 


Karena nasib kami yang mirip, aku bisa memahami hal itu dari dalam hatiku.


Meskipun bukan perasaan cinta, perasaan ingin membuat Risu bahagia mulai tumbuh dalam diriku.


──────Ah. Kalau aku mengenalkannya pada Rinka, dia pasti akan sangat senang, kan?


Risu adalah penggemar berat Rinka sampai-sampai dia mengoleksi berbagai merchandise-nya. 


Ini hanya firasat, tapi aku merasa Rinka akan sangat menyayangi Risu. 


Dia sendiri pernah bilang kalo dia akan memperlakukan Risu dengan penuh kasih sayang.


Mungkin saja, keduanya akan menjadi sangat akrab sampai-sampai aku dianggap sebagai pengganggu.


....Baiklah, aku akan mempertemukan mereka. 


Lalu kami bertiga bisa bermain net game bersama dengan menyenangkan──────


"Buhaaa!!"


Tanpa alasan yang jelas, sebuah pukulan telak menghantam wajahku!


Terkejut oleh serangan mendadak itu, aku segera memalingkan wajahku sambil mengambil posisi bertahan, tapi kini serangkaian tendangan menghantam bagian samping tubuhku. 


Tidak perlu ditebak, ini pasti ulah Risu.


Tapi setelah kuamati, dia sedang tidur...! Ini hanya posisi tidur! Betapa buruknya posisi tidur anak ini! 


Bahkan saat ini pun tangan dan kakinya terus bergerak, melancarkan kekerasan tanpa niat jahat...!

 

"Tidak bisa! Aku lebih baik tidur di bawah ranjang saja!"


★★★


".....Seperti yang kuduga, Rinka-san adalah idol yang akan menyelamatkan dunia yang penuh kekacauan ini... Hanya dengan melihatnya saja hatiku terasa tenang───ah, hentikan di adegan tadi. Bagian paha yang terlihat sedikit di batas yang nyaris tidak menampakkan celana dalam itu benar-benar luar biasa."


"Kau seorang pria tua di dalam, bukan? Aku tidak akan menghentikannya, titik."


Di ruang keluarga. Kami duduk berdampingan di sofa sambil mengobrol, menonton konser Rinka di TV. Meski lebih tepatnya, hanya Risu yang terlihat terlalu bersemangat... 


"......Rinka-san adalah matahariku, panutanku.. Rinka-san sangat bersinar...benar-benar menyilaukan, terutama bagian pahanya."


"Akhirnya tetap ke paha, ya. Bukankah ada bagian lain yang lebih pantas diperhatikan?"


".....Payudara-nya ukuran normal."


Anak ini benar-benar keterlaluan. 


Lagi pula, ukuran normal juga tidak masalah!


"Kau masih belum melepas selimut itu?"


"...Aku agak malu."


Risu mengatakan itu sambil memalingkan wajahnya dengan ekspresi malu. 


Mungkinkah dia malu memperlihatkan wajahnya...? 


Aku memang melihat wajah Risu yang menangis saat chokichoki No. 3 mati, tapi saat kuingat lagi, dia terlihat cukup manis. Dia setingkat dengan para idol.


Tapi, karena kesan tangisnya yang berlebihan, aku jadi tidak bisa mengingat jelas wajahnya.


"O-Onii. Dari semua anggota Star☆Minds, setelah Rinka-san, siapa yang paling Onii suka?"


"Hmm, mungkin Kurumizaka Nana."


Jujur saja, alasannya karena dia temanku. ...Aku penasaran bagaimana kabar Nana.


".....Bagaimana dengan Komori Ririn?"


"Ah───....."


Aku berpikir sejenak. Lalu sampai pada kesimpulan bahwa rasanya agak sulit untuk menilainya.


"Sebenarnya aku tidak terlalu memikirkan hal itu, tapi kesan yang menempel kuat adalah soal kontroversinya di SNS. Di internet, orang-orang sering bilang kalo dia termasuk dalam kategori 'loli' yang biasanya mudah populer, tapi justru dia yang paling tidak populer di grup... Meskipun katanya dia justru punya jumlah penggemar fanatik terbanyak."


".....Onii, menurutmu bagaimana?"


"Tidak terlalu. Aku hanya setia pada Rinka."


"....Dingin."


"Eh?"


".....Seperti yang kuduga, aku tidak akan melepas selimut ini untuk sementara waktu."


Risu berkata dengan suara pelan, terlihat jelas kalau dia sedang murung. 


Sepertinya aku membuat kesalahan───mungkinkah dia juga penggemar Komori Ririn? 


Aku buru-buru memutar otak untuk mencoba memperbaiki suasana.


Lalu aku tiba-tiba teringat percakapanku semalam───pembicaraan telepon dengan Rinka.


Sebenarnya aku sendiri yang memintanya, meminta Rinka untuk bertemu dengan Risu.


Tentu saja Rinka langsung menyetujui dengan nada riang, 'Tentu saja. Dia kan adikku yang manis'.


Memang dia luar biasa...dalam berbagai arti. 


Sekarang tinggal bagaimana cara memperkenalkannya.


Kalo bisa, aku ingin memperkenalkannya sebagai pacarku. Karena itu memang kenyataannya.


Masalahnya, apakah Risu bisa menerima kenyataan itu.


Biasanya, kalo seorang idol diketahui memiliki kekasih, para penggemarnya akan marah besar.


Sampai pada titik di mana mereka menulis komentar panjang bernada kebencian dan ancaman di internet.


...Apa yang akan dipikirkan Risu, ya? 


Kurasa aku perlu menanyakannya.


"Kalo misalnya Rinka punya pacar, kau akan bagaimana?"


".....Itu tidak mungkin. Karena itu tidak mungkin terjadi, jadi tidak perlu dibayangkan."


"Sa-sampai sebegitunya?"


"....Rinka-san pernah beberapa kali didekati pria-pria aneh, jadi dia sangat membenci laki-laki yang menunjukkan niat tidak murni. Terutama...pria dewasa yang menjijikkan."


Nada bicaranya terdengar seperti seseorang yang benar-benar pernah melihatnya secara langsung, dan juga seperti cara bicara orang yang cukup dekat dengan Rinka.


"Itu dari internet?"


"....U-um, ya, itu dari internet."


"Begitu ya..."


".....Tapi, sejak beberapa waktu lalu...kurasa ada semacam aura ceria seperti orang yang sedang jatuh cinta───tidak, lupakan saja."


Risu menggelengkan kepalanya dengan kuat, seolah ingin mengusir pikirannya sendiri.


"Apa menurut Risu tidak apa-apa kalo Rinka punya pacar?"


"......Kalo itu membuat Rinka-san bahagia...maka tidak apa-apa. Meskipun sebenarnya dia punya pacar itu benar-benar mustahil. 

...Tapi, syaratnya adalah pria itu harus tampan, atletis, kaya, dan baik hati."


"Itu standar yang tinggi sekali... Kalo pacarnya itu orang sepertiku, bagaimana?"


Aku bertanya dengan hati-hati sambil mulai merasa berkeringat di telapak tangan. Tanpa ragu, Risu menjawab.


".....Itu benar-benar tidak mungkin."


"Ugh!"


".....Pria seperti Onii seharusnya menjalani hidupnya untuk merawat perempuan seperti aku sepanjang hidupnya."


"Apa maksudmu, itu semacam perawatan atau apa."

Tapi, sepertinya Risu tidak terlalu masalah kalo Rinka punya pacar. 


Kalo begitu, mungkin aku bisa memperkenalkannya.


Memang dia bilang orang sepertiku tidak cocok, tapi dari nada bicaranya, terdengar seperti bercanda.


"Besok malam, apa kau ada waktu?"


"....Nnn. Aku memang pulang malam."


"Begitu ya. Kalo begitu, aku ingin mengenalkan pacarku. Tidak apa-apa, kan?"


".........?"


Gerakan Risu seketika terhenti, seperti membeku di tempat.


Apa dia tidak mendengarnya? 


Aku memutuskan untuk mengulangnya sekali lagi.


"Aku ingin mengenalkan pacarku. Besok malam."


".....Onii punya...pacar?"


"Ya."


"....Itu bukan hanya sosok khayalanmu saja, kan?"


"Dia benar-benar ada. Bukan khayalan."


"....Pasti ujung-ujungnya dia gadis dari dalam layar yang tidak akan pernah bisa keluar."


"Itulah masalahnya, istriku itu pemalu───eh, bukan begitu! Dia benar-benar nyata! Dan secantik karakter 2D!"


".....Tch."


"Itu suara mendecakkan lidah yang sangat jelas!"


Risu terlihat jelas tidak senang. Dia dengan cepat membalikkan badannya untuk membelakangiku.


"A-ano, Risu-san?"


"........."


"Risu──────?"


".....Tidak dingin, tapi aku merasa kesal."


Setelah mengatakannya, dia langsung terdiam sepenuhnya. 


Aku ingin melihat ekspresinya, tapi karena ia membelakangiku, aku tidak bisa. ...Apa sebenarnya yang terjadi di sini?


Apa dia begitu terkejut mengetahui orang seperti aku punya pacar...?


".....Sebelumnya, kau menginap di rumah pacarmu itu?"


"Ya, begitulah."


".........."


Risu kembali terdiam. Dia terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.


Beberapa saat kemudian, dia berkata, "....Aku mengerti..."


Aku merasa lega dan menarik napas perlahan.


Kalo saja dia bilang tidak setuju, aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskan hal ini pada Rinka.


".....Jangan-jangan pacar Onii itu... Rinka-san?"


"Eh!?"


".....Beberapa waktu lalu, aku sudah merasa begitu."


"I-itu...aku penasaran tentang itu!”


".....Itu tidak mungkin. Kalian berdua tidak punya hubungan apa-apa."


"Oh, Rinka dan aku teman sekelas."


"Gas pol jatuh cinta beneran, bahaya sekali."


Gas pol jatuh cinta? 


Tidak apa-apa, ini bukan cinta sepihak seperti itu.


★★★


 Malam keesokan harinya pun tiba. 


Waktu kedatangan Rinka ke rumahku tinggal sebentar lagi.


Risu yang duduk di sofa terlihat gelisah dan terus-menerus bergerak dengan gugup. 


Sepertinya dia cukup tegang. 


Mungkin dia pemalu saat bertemu orang baru. 


"....Onii, sepertinya aku tidak ingin bertemu dengannya."


"Tidak apa-apa, kau pasti akan senang bertemu dengannya."


".....Entah kenapa, aku tidak yakin akan merasa begitu."


Risu menundukkan kepalanya dengan wajah cemas. 


Sepertinya dia memang benar-benar pemalu. 


Saat pertama kali bertemu denganku pun, dia sangat waspada sampai-sampai bersembunyi di balik sofa. 


Tapi, kalo dia tahu kalo yang akan datang adalah Rin-ka, dia pasti akan senang. 


Saat aku menanti dengan penuh semangat, bel interkom pun berbunyi. 


Pasti itu Rinka. 


Ketika aku hendak berdiri dari sofa, Risu yang duduk di sebelahku menarik bajuku erat-erat. 


"Risu?"


".....Onii, apa nanti kau akan terus menginap di rumah pacarmu itu?"


"Itu──────"


Nada suaranya yang lemah penuh dengan kekhawatiran membuatku sadar apa yang sebenarnya sedang Risu rasakan dariku saat ini. 


Alasan aku tidak bisa langsung menjawab meski sudah mengerti, adalah karena memikirkan tentang Nonoa-chan.


Aku pernah berjanji akan selalu bersamanya selama liburan musim panas...dan aku melanggar janji itu.


Tentu saja aku tidak bisa menganggap remeh hal itu, dan aku merasa bersalah.


Tapi, saat ini aku memutuskan kalo aku harus mengutamakan Risu. 


"Aku akan tetap tinggal di rumah ini."


".....Kalo begitu, tidak apa-apa."


Risu pun segera melepaskan tangannya dari bajuku.


Kenapa aku tidak bisa menyadarinya lebih awal?


Risu yang mudah merasa kesepian ternyata sangat cemas dengan kemungkinan aku akan pergi meninggalkannya. 

 

Pasti karena tahu aku memiliki pacar, Risu salah paham dan mengira aku akan pergi jauh lagi.


"Tidak apa-apa. Kita memang baru saling mengenal sekitar seminggu, tapi kita sudah menjadi keluarga yang sesungguhnya... Selain itu, aku yakin pacarku akan sangat menyayangi Risu, bahkan melebihi apa yang bisa dibayangkan..."


".....Cara bicaramu seperti menyembunyikan sesuatu..."


Rinka sudah menganggap Risu sebagai adiknya, sebagai bagian dari keluarganya. Tidak ada masalah sama sekali.


Sambil meyakinkan diriku sendiri akan hal itu, aku pun melangkah ringan menuju pintu depan dan membukanya.


Dan tentu saja, yang berdiri di sana adalah Rinka.


Begitu dia melihatku, ekspresi tegang di wajahnya langsung mencair menjadi senyum lembut.


"Kazuto...sudah lama ya. Aku sudah menantikan saat ini begitu lama."


Rinka yang terlihat sangat terharu, menatapku dengan pandangan hangat yang penuh kasih.


Dengan sambutan sedalam itu, aku jadi merasa malu sendiri. Meskipun begitu, aku juga sama bahagianya.


"Sudah lama, Rinka. Masuklah."


"Aku sangat menantikannya. Akhirnya aku bisa bertemu dengan adik kecilku yang manis, Risu-chan."


"Ya, aku yakin Risu juga akan senang. Dia penggemar beratmu... Ah, soal aku dan kau sebagai suami istri, bisakah kau tidak menyebutnya dulu? Risu bisa terkejut."


"Yah, mau bagaimana lagi. Kalo begitu, untuk saat ini aku akan menjadi kekasih pura-pura saja."


Itu bukan pura-pura, tapi kenyataan. 


Sambil mengomentari hal itu dalam hati, aku membawa Rinka menuju ruang tamu. ...Fufu, aku bisa membayangkan Risu berteriak 'Fuoohhhhhh!' dengan kegirangan. 


Dan akhirnya, saat itu pun tiba.

 

Kami melangkah ke ruang tamu dan menemukan Risu duduk di sofa. 


Karena posisi sofa yang membelakangi arah kami, Risu belum menyadari keberadaan Rinka. 


Rinka menarik napas ringan, lalu perlahan berjalan mendekat dan berputar ke arah depan Risu...!


"Risu-chan. Selamat malam"


"──────Eh"


Disapa oleh Rinka, Risu mengeluarkan suara kosong seolah belum bisa memahami kenyataan. 


Entah kenapa, aku mulai merasa ini menyenangkan.


Aku ingin memegang papan bertuliskan 'Kejutan Berhasil' dan berkata 'Tette-re'.


Sambil menahan tawa, aku mendekati Risu. 


....Hah? Ini bukan reaksi yang aku bayangkan. 


"Tunggu, aura khas yang mengelilingimu ini...kau, jangan-jangan───"


"...Ri-Rinka-san....? Kenapa kau ada di sini...?"


Rinka sepertinya menangkap sesuatu. Sementara Risu, alih-alih terharu karena sosok yang dia kagumi muncul di hadapannya, malah terlihat bingung dan tidak tahu bagaimana harus bereaksi──────begitulah rasanya. 


Dia benar-benar tidak bisa mencerna situasinya. 


Di tengah atmosfer kebingungan yang mulai mengalir, Risu berdiri───dan melepaskan tudung kepalanya. 


Wajah yang terlihat───jauh lebih cantik dari yang aku bayangkan.


Bahkan bisa dibilang imut. 


Wajahnya terlihat muda, sesuai dengan tubuh mungilnya. 


Tapi kali ini, ekspresi kebingungan jelas tergambar di wajahnya, dengan mata terbelalak menatap Rinka. 


....Tunggu, wajah ini, aku merasa pernah melihat───!


"....Rinka, san?"


"Ririn?"


Mereka saling menatap, mata mereka berkedip beberapa kali。


"Eh, Risu? Jangan-jangan───"


"Komori Rinrin. Anak ini adalah anggota dari Star☆Minds bersamaku."


A-apaaaaaaaaaaaaaaaaa!!





Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال