CHAPTER 1

 Kamu saat ini sedang membaca   Inkya no ore ga Sekigae de Skyubishojo ni kakomaretara Himitsu no kankei ga hajimatta    volume 2,  chapter 1. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw


AFTER PARTY DAN SESI BELAJAR UNTUK BERDUA



"Dalam pemilihan ketua OSIS tahun ini──kalo aku terpilih menjadi ketua, aku ingin Ryota-kun menjadi wakil ketua-ku."

Itu adalah tawaran yang terlalu tiba-tiba.

Setelah festival budaya, aku dan Kuroki sedang berbicara secara terbuka hanya berdua di ruang kelas.

Saat kami sedang membicarakan bagaimana Kuroki menemukanku dan bagaimana aku pernah membantunya di masa lalu, Kuroki tiba-tiba memintaku untuk menjadi wakil ketua OSIS.

"Tu-tunggu dulu! Jadi wakil ketua itu terlalu berat untukku! Maksudku, di OSIS pasti ada orang yang lebih dibutuhkan daripada aku."

"Tidak, bagiku tidak ada yang lebih penting. Ryota-kun-lah yang paling aku butuhkan."

Kuroki berbicara dengan tenang dan mantap.

Sekeras apa pun aku mencoba menolak, dia terlihat tidak goyah dalam tekadnya.

Sepertinya, tidak peduli berapa kali aku menolak, dia tidak akan mengubah pendiriannya.

Tapi...mustahil seorang in-kyā sepertiku menjadi bagian dari OSIS yang mewakili para siswa.

Memang, saat festival budaya kali ini aku tidak menolak ketika didesak untuk memerankan Putri Salju, tapi itu bukan karena aku seorang yes man dari awalnya. 

Aku hanya tidak bisa menolak demi menjaga diriku sendiri.

Tepat setelah aku berpikir untuk tidak menonjol lagi, datanglah tawaran menjadi wakil ketua──itu jelas terlalu berat.

"A-anu, Kuroki. Aku tetap──"

『Piro piro rin.』
 
Saat aku hendak membujuk Kuroki untuk mempertimbangkan kembali, suara nada dering Hp berbunyi pada saat yang paling tidak tepat.

Karena itu bukan nada dering Hp-ku, kemungkinan besar itu adalah panggilan masuk untuk Kuroki.

"Sepertinya itu Airi. Maaf, Ryota-kun."

"O-oh."

Sambil menunggu Kuroki yang sedang berbicara dengan Umiyama lewat telepon, aku memikirkan bagaimana cara mengembalikan pembicaraan setelah telepon selesai.

Lagipula, andai aku benar-benar menjadi wakil ketua, apakah ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk Kuroki?

Meskipun aku telah beberapa kali membantunya, menjadikanku wakil ketua hanya karena itu terasa terlalu dangkal.

Pertama-tama, aku tidak bisa membayangkan aku bisa mendukung Kuroki, yang selalu berusaha mencapai kesempurnaan...

"Maaf, Ryota-kun. Airi terus-terusan menyuruhku cepat ke atap."

"Su-sungguh... itu, aku..."

"Ryota-kun. Pemilihannya masih musim gugur, jadi masih ada waktu. jadi kau bisa memikirkan posisi wakil ketua lagi nanti? Kau bisa memberiku jawaban setelah liburan musim panas atau semacamnya."

"Eh? A-aah..."

Pada akhirnya, aku tidak bisa menolak tawaran itu saat itu juga, dan semuanya hanya ditunda.

Aku tidak bisa menyangkal perasaan kalo Kuroki berhasil menemukan jalan tengah yang menguntungkan baginya.

"Ah, satu lagi... sampai Ryota-kun memberi jawaban soal jadi wakil ketua atau tidak, untuk sementara aku akan berhenti mengirimimu foto selfie ku oke?"

"Be-berhenti!?"
 
"Un. Atau... apa ada masalah?"

Kuroki bertanya sambil tersenyum,, tapi bagiku senyuman itu sama sekali tidak terlihat tulus.

Di mataku, yang terlihat adalah wujud asli Kuroki (alias Kuroki yang sebenarnya) yang berkata,『tidak mungkin aku mengirimkan foto selfieku kepada orang yang berniat menolak tawaranku, kan?』

Ugh...jeda dari foto selfie Kuroki... ya.

Selama aku belum membuat keputusan, aku tidak akan menerima foto selfie baru dari Kuroki. 

I-itu... guhh.

Belakangan ini, memeriksa foto selfie harian dari Kuroki sudah menjadi rutinitasku.

Sekilas pusar Kuroki Rui, rasa superioritas misterius karena menerima foto selfie darinya, semua bentuk suplai itu akan berhenti... ini sungguh terlalu kejam.

Selain itu, kalo sampai musim gugur aku tidak bisa melihat foto selfienya, itu berarti aku juga tidak akan bisa melihat foto selfie Kuroki Rui dengan kulit yang terbakar matahari di musim panas ini... kan?

A-aku ingin melihatnya... Foto selfie Kuroki dengan kulit terbakar dalam seragam klub atletik! 

Tidak bisa melihat foto selfie sekilas pusar atletik yang terbakar matahari... ini adalah masalah hidup dan mati!

"Kalo begitu, Yuria dan Airi sedang menunggu, jadi ayo cepat ke sana──"

"Tunggu, Kuroki. Soal wakil ketua itu... akan aku pertimbangkan secara positif... jadi, bisakah kau jangan berhenti mengirim foto selfie mu?"

Saat aku memohon dengan mengesampingkan rasa maluku, Kuroki menunjukkan senyum dingin.

"Fufu... Ryouta-kun kau ini."

"A-apa."

"Kau melihatku dengan tatapan mesum, padahal kau bahkan tidak menyukaiku, kan?"

"Ueh!? Ti-tidak mungkin!"

Saat aku hendak menyangkal, Kuroki kembali mendekatkan wajahnya ke telingaku.

"Ryota-kun, kau benar-benar yang terburuk."

Itulah yang dia bisikan di telingaku, lalu dia pergi dengan langkah kecil sambil tersenyum menggoda.

Aku baru saja dihina langsung oleh Kuroki di telingaku... hinaan ASMR secara langsung... luar biasa.

"Fufu, tapi sampai kau memutuskan akan menjadi wakil ketua atau tidak, aku tidak akan mengirimkan foto selfieku♡"

"Eh."

Dengan begitu, pasokan foto selfienya pun terhenti sepenuhnya.


★★★

 
Ketika aku dan Kuroki tiba di atap, banyak siswa telah berkumpul di sana dan suasananya ramai.

Banyak siswa mendekat ke pagar kawat di atap dan melihat ke arah lapangan sekolah, sepertinya mereka ingin menyaksikan api unggun yang akan dimulai di lapangan dari atap.

"Oi, Ryota───, Rui-chan—, sini, sini!"

Saat kami menoleh ke sana kemari mencari Umiyama dan yang lainnya, kami dipanggil oleh Umiyama yang ada di ujung atap, dan aku serta Kuroki segera menghampiri mereka berdua.

"Maaf kami terlambat, Airi, Yuria."

"Tidak perlu minta maaf kok, soalnya kalian berdua kan memilih makanan, kan? Airi sudah sangat lapar, tahu~"

"Ah... maaf! Kami bahkan lupa membeli makanannya..."

"Eeh! Moo~! Rui-chan kau ceroboh sekali!"

Ngomong-ngomong, Kuroki bilang kami berdua akan pergi membeli makanan di festival budaya, jadi mereka berdua disuruh duluan ke atap, ya.

Aku benar-benar lupa tujuan awal kami... apa Kuroki juga lupa?

Apa dia begitu gugup karena hanya berdua denganku dan ingin membicarakan semuanya... meski kurasa itu tidak mungkin terjadi pada Kuroki.

"Maaf ya, Airi. Aku akan mentraktirmu apa pun yang kau mau sebagai permintaan maaf, jadi ayo kita beli sekarang, oke?"

Kuroki berkata dengan lembut, seolah sedang menenangkan anak kecil yang sedang merengek, dan Umiyama pun langsung memperbaiki suasana hatinya dengan mudah, "Dit traktir!? Yah, kalo begitu mau bagaimana lagi~"
 
"Kalo begitu, begitu Airi dan aku akan pergi membelinya bersama. Apa kalian berdua punya permintaan khusus?"

"Aku tidak masalah dengan apa pun. Bagaimana denganmu Ryota?”?"

"A-aku juga tidak ada permintaan khusus."

"Begitu. Kalo begitu, aku dan Airi akan memilihkan sesuatu secara acak."

Setelah mengatakan itu, Kuroki dan Umiyama pun meninggalkan atap berdua.

Aku dan Yuria yang ditinggalkan tidak memiliki hal khusus untuk dilakukan, jadi kami duduk sambil memandang ke arah lapangan sekolah.

Ada suasana canggung di antara kami setelah drama, ketika aku menjatuhkan Kuroki ke atas tempat tidur demi menutupi kesalahannya, Yuria sempat mengatakan setelah pertunjukan bahwa 'aku akan menanyakannya nanti'.

Mungkin dia akan menanyakan tentang kejadian di pertunjukan.

"Jadi."

"....."

Yuria membuka suara lebih dulu.

"Apa yang kau lakukan dengan Rui sampai sekarang?"

"Eh? Ke-kenapa tiba-tiba begitu..."

"Tidak perlu disembunyikan. Kalian bilang akan membeli makanan dan menyuruh kami naik duluan ke atap, tapi kalian kembali dengan tangan kosong, bukankah itu aneh?"

Memang...akan lebih aneh kalo dia tidak merasa janggal.

"Apa itu ada hubungannya dengan kejadian saat pertunjukan, ketika kau menjatuhkan Rui?"
  
"So-soal itu...tidak bisa dibilang tidak ada, sih."

Seperti yang kuduga, ujung-ujungnya memang ke situ... 

Bagaimanapun juga, tetap berada dalam suasana aneh dengan Yuria terasa berat, dan aku memang perlu meluruskan kesalahpahaman ini.

"Sebenarnya, kau tahu. Kuroki berterima kasih padaku."

"Terima kasih?"

"Y-ya! Waktu itu, karena ada masalah peralatan di atas panggung, lampu sempat mati total, dan panggung menjadi gelap kan? Setelah itu, lampu tiba-tiba menyala, dan Kuroki, mungkin karena terkejut, jadi agak goyah. Saat itu, aku membuatnya seolah-olah seperti adegan menjatuhkan dan mencium, dengan cara yang cukup meyakinkan, dan itu menolong Kuroki, bisa dibilang begitu!."

Agar tidak sampai terlihat seperti Kuroki yang melakukan kesalahan, aku menjelaskan semuanya sambil membumbui cerita seolah-olah itu kisah kepahlawananku.

"Be-begitu."

"Apa kau khirnya mengerti?"

"Maaf, Ryota. Aku salah paham."

Yuria mengatakan itu dengan wajah menyesal, lalu tersenyum.

Salah paham?

"Karena ini Ryota, aku kira waktu itu kau terbawa nafsu, lalu menjatuhkan Rui dengan alasan sedang berakting."

"Se-segila itu kah prasangkamu padaku!? Menurutmu aku ini apa!? Perwujudan nafsu!?"

"Memang begitu, kan. Kau bahkan menatap pahaku dengan tatapan mesum."

"Itu... yah, tidak bisa benar-benar aku sangkal."

"Tidak, setidaknya kau harus menyangkalnya."
 
Tentu saja, paha tetaplah paha, jadi tentu saja orang-orang akan memandangnya dengan pandangan seksual. Itu hal yang wajar.

Aku mencari alasan untuk diriku sendiri.

"Ya, kalau memang begitu, dalam arti tertentu aku merasa sedikit lega. Soalnya kalian berdua melakukan hal seperti itu di atas panggung, aku kira kalian langsung pergi berduaan setelahnya."

"Tidak mungkin kami melakukan hal seperti itu, lagi pula mana bisa? Itu Kuroki Rui, tahu."

"Yah, itu juga benar. Ryota seharusnya mengincar gadis yang lebih dekat dengannya."

"Gadis yang lebih dekat dengan ku? Maksudmu Tanaka?"

"Ah...soal itu, sebaiknya jangan, deh. Tanaka kelihatannya agak berbahaya."

Dengar itu, Tanaka. Kau sedang dibicarakan.

Setelah itu pun, aku dan Yuuria terus menunggu kedatangan Kuroki dan Umiyama sambil memandangi suasana lapangan tempat persiapan api unggun sedang berlangsung.

"Ngomong-ngomong, bukankah Yuria harus pergi dan membantu mempersiapkan api unggun? Kau anggota komite eksekutif, kan?"

"Sepertinya api unggun aku disiapkan oleh guru laki-laki dan anggota panitia laki-laki, jadi kami para perempuan punya waktu bebas sekarang. Sebagai gantinya, setelah festival budaya, kami yang akan mengurus pengecekan perlengkapan dan laporan keuangan───pekerjaan-pekerjaan yang kurang terlihat, seperti itu."

"Begitu, ya."

Memang, kalau diperhatikan dengan seksama, hanya para laki-laki yang sedang bekerja di lapangan.
 
"Omong-omong, Kenapa kau jadi anggota panitia pelaksana festival budaya, Yuria? Kurasa aku bukan tipe orang yang suka melakukan hal seperti itu."

"Apa maksudmu. Aku ini perempuan yang akan melakukannya jika memang harus dilakukan."

"Eh...itu maksudmu jorok?"

"Bukan! Jangan samakan aku dengan Ryota!"

Yuria menimpali dengan nada agak marah.

Sama sepertiku... Sekali lagi, dia membuatnya terdengar seperti keberadaanku sendiri adalah lelucon jorok.

"Alasan aku menjadi panitia pelaksana adalah... karena Rui hampir saja ditunjuk untuk itu."

"Kuroki?"

"Anak-anak di kelas kita selalu saja menyerahkan semua hal ke Rui, kan? Memang Rui bisa melakukan apa pun dan apa pun yang dia kerjakan pasti sempurna... tapi seberapa hebat pun dia, dia tetap manusia dan dia pasti akan merasa lelah. Aku rasa itu pasti berat. Jadi kupikir, kalo aku yang mengambil alih, beban Rui bisa berkurang."

Demi Kuroki... ya.

Kalo dipikir-pikir, Yuria juga mencalonkan diri sebagai pemeran pangeran karena ingin mengurangi beban Kuroki.

Yah, pada akhirnya peran di drama itu menjadi pemeran ganda sih...

"Heh, Ryota, kenapa senyum-senyum?"

"Yah, maksudku... Yuria kau itu sangat peduli pada teman mu, ya."

"A-apaan sih itu... kamu sedang memuji?"

"Tentu saja. Aku bahkan hampir tidak pernah punya teman yang baik, dan aku sendiri tidak yakin bisa melakukan hal sejauh itu demi temanku..."
 
Kalo aku berada di posisi Yuria, mungkin aku tidak bisa mengorbankan diri sejauh itu.

Justru karena itu, aku benar-benar menghormati Yuria dari lubuk hatiku.

"Kalo begitu, ini cuma misal, tapi kalo Tanaka yang hampir ditunjuk jadi panitia pelaksana?"

"Aku akan meminta Tanaka yang mengerjakannya."

"Kejam sekali."

"Dia memang perlu sedikit meningkatkan kemampuan bersosialisasinya."

"Aku setuju soal itu."

"Heii, kalian berdua───maaf membuat kalian menunggu───"

Saat kami sedang mengolok-olok Tanaka, Kuroki dan Umiyama kembali dari pintu masuk atap... eh.

"Ha-hai, itu banyak sekali."

Kuroki dan Umiyama datang ke atap sambil membawa kantong plastik penuh di kedua tangan mereka, sepertinya mereka membeli banyak sekali barang.

"Aku membeli semua barang yang sisa dan sedang diskon setengah harga! Ini demi SDG... entah apa!"

"SDGs, maksudmu. Tapi tetap saja... jumlahnya ini..."

Memang mungkin ini demi SDGs, tapi kalo Umiyama makan sebanyak ini dan payudaranya semakin besar, pada akhirnya konsumsi tisu juga akan bertambah, jadi dampaknya tetap saja nol, bukan...?

[TL\n: SDGs adalah 17 tujuan global yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk dicapai pada tahun 2030, sebagai lanjutan dari Millennium Development Goals (MDGs). 17 poin nya bisa langsung cek di google atau GPT atau asisten Ai lainya]

"Sambil menunggu api unggun dimulai, ayo kita makan bersama-sama~"

Yah, kalo oppai besar itu semakin besar lagi, ya tidak masalah.

Selama aku bisa melihat payudaranya yang besar terlihat lebih besar, semuanya baik-baik saja, jadi aku memutuskan untuk berhenti berpikir.


★★★


Menjelang sore, orang-orang mulai berkumpul di sekitar api unggun dan menantikan saat api dinyalakan.

Pengumuman penutupan festival budaya pun terdengar, membuatku benar-benar merasa bahwa hari yang sibuk ini akhirnya berakhir.

Sebelum api unggun dimulai, kami sepakat untuk makan makanan yang dibeli oleh Umiyama dan Kuroki, tapi saat aku menggigit sedikit demi sedikit frankfurter di sebelah mereka, Umiyama melahap yakisoba, frankfurter, dan bahkan 3 pak takoyaki yang masing-masing berisi 5 butir, sedangkan Kuroki juga menyantap sekitar 3 pak yakisoba sambil makan takoyaki.

Uwah, bagaimana kondisi perut para gadis ini... Umiyama masih bisa dimaklumi, tapi ternyata Kuroki pemakan yang lumayan banyak.

Sebaliknya, Yuria nyaris tidak menyentuh apa pun setelah makan 2 atau 3 butir takoyaki, seperti sedang puasa ringan.

Ada apa dengannya? Apa dia sedang tidak enak badan?

"Yuri... maksudku, Ichinose, kau tidak makan lebih banyak seperti mereka berdua? Masih ada karaage dan tamasen juga."

"Ara, Ryota-kun. Kau ini seperti paman yang tidak peka. Yuria belakangan ini sedang die..."

"Hei, Rui! Jangan bilang! Justru kau yang tidak punya kepekaan kalau sampai mengatakannya!"

Yuria dengan panik menyumpalkan tamasen ke mulut Kuroki dan memaksanya menutup mulut.

"Nnn, enak, tamasen ini."

"Ah, Rui-chan curang! Airi juga mau makan tamasen. Ryota, ambilin───"
 
Karena bungkus tamasen ada di dalam kantong plastik di depan mataku, aku berniat menyerahkannya kepada Umiyama... namun.

"Ryota, suapi Airi───"

"Ha-haah!?"

Begitu aku mengambil tamasen, Umiyama membuka mulut kecilnya ke arahku.

Dia benar-benar dalam posisi menunggu disuapi... bukan, bukan itu maksudku!

"Aku tidak bisa melakukan hal yang memalukan seperti itu!"

"Itu tidak memalukan, kok? Yuria juga melakukannya ke Rui-chan, kan?"

Kurasa itu hanya untuk membuatnya diam.

"Tunggu, Airi, sungguh jangan lakukan itu. Disuapi oleh Ryou-ta... rasanya agak berbahaya."

"Alasan yang terlalu kosong untuk penolakannya."

"Airi? Tangan Ryota-kun sudah menyentuh berbagai hal dan jadi kotor, jadi ayo kita hentikan, ya~?"

"Jangan ucapkan itu dengan nada menasihati anak kecil, itu menyakitkan secara sederhana!"

Saat tatapan dingin dari dua orang lainnya mengarah kepadaku, aku dihadapkan pada pilihan yang sulit.

"Ryota, cepat, cepat───"

Sial... aku mungkin tidak akan pernah punya kesempatan lagi untuk memasukkan (tamasen) ke mulut Umiyama...

"Ma-mau bagaimana lagi..."

Aku mengambil tamasen yang terbungkus kertas dari dalam kantong plastik.
 
Tamasen yang masih hangat itu terdiri dari ebi-sen yang dilipat dua dengan tamagoyaki di dalamnya, aroma harum dari ebi-sen berbumbu dasar kecap asin dan mirin, serta tamagoyaki di dalamnya benar-benar membangkitkan selera makan.

Aku mendekatkannya ke mulut Umiyama, tapi Umiyama yang seharusnya memejamkan matanya, langsung menggigit tamasen itu dengan penuh semangat, seolah-olah mengenali keberadaannya hanya dari aromanya.

".....Nfuu~! Tamasen-nya enak sekali~!"

Apa-apaan kecepatan reaksinya itu... seperti anjing saja.

"Terima kasih, Ryota. Mungkin rasanya lebih enak karena Ryota yang menyuapiku."

"E-e, begitu ya?"

Saat aku tersipu sambil tersenyum geli, aku merasa seperti terus-menerus dipelototi oleh Kuroki dan Yuria, dan karena itu, sampai api unggun dimulai aku tidak bisa tenang.


★★★


Saat matahari semakin terbenam, akhirnya api unggun yang menjadi penutup festival budaya pun dimulai.

Di sekitar api unggun, beberapa pasangan yang mesra berkumpul dan menikmati waktu dansa rakyat yang hanya boleh diikuti oleh orang-orang populer.

Di sisi lain, di atap tempat orang-orang yang tidak populer dan anti-populer berkumpul, terdengar makian dan umpatan yang diarahkan ke arah api unggun.

Surga dan neraka benar-benar tergambar jelas di situasi ini......

Tapi di antara semua itu, tiga gadis cantik───Kuroki, Yuria, dan Umiyama───tidak seperti yang lain yang diliputi rasa iri, mereka hanya diam menatap nyala api unggun yang berkobar.

"Festival budaya tahun ini pun... sudah berakhir, ya. Festival budaya kita tinggal sekali lagi saja,"
ujar Kuroki dengan nada sepi.

Memang benar seperti yang dikatakan Kuroki, festival budaya kami tinggal satu kali lagi.

Kalo aku yang dulu, mungkin aku akan berharap semuanya cepat berakhir, tapi festival budaya tahun ini cukup menyenangkan, jadi aku merasa agak sedih ketika mendengar tinggal satu festival lagi.

"Airi... menurutku festival budaya tahun ini lebih baik diisi dengan pertunjukan drama daripada kafe! Mempersiapkan drama dan menghafal naskah memang sangat melelahkan, tapi ternyata akting itu cukup menyenangkan, lalu bisa melihat penampilan Yuria dan Rui-chan sebagai pangeran, dan juga penampilan Ryota sebagai gadis yang suuuuper imut, jadi Airi sangat puas, puas!"

Saat Umiyama berbicara, mengingat kembali kejadian-kejadian menjelang festiva budaya, Kuroki dan Yuria pun mengangguk pelan.

Tidak, tunggu. Bagian terakhir tentang aku yang berdandan sebagai perempuan itu jelas aneh.
 
"Benar juga. Aku juga merasakan hal yang sama dengan Airi. Semua ini berkat Rui yang bilang ingin membuatnya jadi pertunjukan drama."

"Aku? Aku juga ada kegiatan klub atletik, jadi tidak bisa banyak ikut serta dalam persiapan atau kehadiran, dan aku juga merepotkan Yuria soal pemeran ganda, jadi aku tidak pantas untuk diberi ucapan terima kasih... tapi, justru karena Yuria dan Airi sudah berusaha keras menggantikan itu semua, aku yang malah merasa berterima kasih, tahu? Juga, kepada Ryota-kun."

"Rui..."

"Rui-chan..."

Ketiganya secara alami saling menggenggam tangan, dan sambil tersenyum malu-malu mereka terus menyampaikan rasa terima kasih mereka satu sama lain.

Melihat persahabatan indah antar sesama gadis yang tidak dipenuhi dengan intrik, membuatku yang orang luar ikut merasa hangat di dalam hati.

Mereka bertiga memang dekat... mereka seperti tiga saudara perempuan.

Tapi, justru karena mereka bertiga sangat dekat... mungkin mereka perlu menjaga rahasia satu sama lain.

Alasan Umiyama bekerja paruh waktu, kenyataan kalo Yuria menyembunyikan sisi otakunya, dan kalo Kuroki memiliki sisi gelap dalam perfeksionismenya... semuanya demi menjaga hubungan ini tetap utuh.

"Tapi ya, tahun ini banyak sekali pasangan di sekitar api unggun, ya?"

"Ah~ Airi juga ingin punya pacar~"

"Airi, kau kan sudah punya?"

"Ah! Eh, maksud Airi pacar yang satu sekolah dengan Airi! Jadi kami bisa mesra-mesraan seperti itu pas festival budaya!"

Umiyama berusaha keras mempertahankan pengaturan kalo dia punya pacar.

Itu adalah pengaturan demi mendapatkan waktu demi pekerjaan paruh waktunya, tapi anehnya tidak ada yang menyadarinya, hebat juga tidak ketahuan... atau jangan-jangan, hanya Kuroki yang tahu...?
 
Saat aku melirik sekilas ke arah Kuroki, entah kenapa Kuroki menatap ke arahku dengan saksama.

Mata kami tiba-tiba bertemu...

"A-ada apa?"

"...Fufu, bukan apa-apa kok."

Setelah mengatakan itu, Kuroki mendekat ke arah pagar kawat, lalu memandang ke arah api unggun.

"Tahun depan... Aku penasaran apakah salah satu dari kita akan ada di sana."
 
"Ah, Rui-chan punya orang yang disukai ya?"

"Fufu, siapa tahu? Ngomong-ngomong, Yuria apa kau punya orang yang kau sukai?"

"Aku... kan sudah bilang dari dulu kalo aku tidak terlalu suka berbicara dengan laki-laki."

"Eh? Tapi kau sering sekali berbicara dengan Ryota~!"

"Ha? Tidak! Ryota itu... karena Airi dan Rui berbicara dengan Ryota, jadi aku hanya ikut berbicara dengannya karena terpaksa!"

Padahal nanti, saat kami berdua saja, dia pasti akan berkata, 'Tadi itu hanya bohong'... Gadis gyaru ini memang terlalu luar biasa. 

[TL\n:Gyaru (ギャル) adalah istilah dalam budaya Jepang yang merujuk pada subkultur fashion dan gaya hidup perempuan muda yang mencolok, modis, dan sering kali menentang norma-norma tradisional kecantikan Jepang.]

Ditambah lagi dengan pahanya.

"Kenapa kau menyeringai begitu, Ryota. Menjijikkan."

"Tidak... aku hanya merasa ini luar biasa saja."

"Apa yang luar biasa!? Serius, berhenti, itu menjijikkan!"

Yuria yang wajahnya memerah, tidak berbicara sepatah kata pun denganku hingga api unggun berakhir.


★★★



Pemadaman api unggun menandai berakhirnya festival budaya tahun kedua SMA.

Mungkin karena api para kaum riajuu juga telah padam, suasana di dalam sekolah pun berubah dari keramaian khas festival menjadi tenang dan lelah.

[TL\n:Riajuu (リア充) adalah istilah slang dalam bahasa Jepang yang berasal dari singkatan "リアルが充実している" (riaru ga jūjitsu shiteiru), yang berarti "kehidupan nyata yang memuaskan" atau "hidup di dunia nyata yang penuh kebahagiaan."]

Setelah kami kembali ke kelas dan menyelesaikan homeroom terakhir, para anggota kelas yang kelelahan pulang begitu saja, sampai-sampai memutuskan untuk menunda membereskan properti panggung drama hingga besok.

Baiklah, aku ada pertemuan panitia pelaksana dulu."

"Aku juga ada rapat klub atletik, jadi aku pergi duluan."

Yuria sebagai panitia pelaksana festival, dan Kuroki yang ada rapat klub atletik, meninggalkan ruang kelas lebih dulu.

Bahkan di hari seperti ini pun klub atletik tetap punya rapat karena mereka akan menghadapi kompetisi... Kurasa klub olahraga memang terlalu menyebalkan. 

Kalo begitu, aku juga pulang...ya?

Saat aku berdiri sambil membawa tasku, Umiyama yang duduk di bangku depan membalikkan badannya dan menghadap ke arahku.

"Ryota, Ryota, kau mau pulang bareng?"

"Eh? A-aku? Ya, tidak masalah sih."

Mungkin karena Kuroki dan Yuria tidak ada, aku menerima ajakan Umiyama dan kami pun pulang berdua, keluar dari gedung sekolah.

Saat itu, bulan sudah menampakkan wajahnya di langit malam.

Sudah lewat jam 7 malam... Sudah lama aku tidak pulang sekolah selarut ini.

"Festival budaya kali ini sangat menyenangkan."

"Kalo untuk, Umiyama, lebih cocok bilang 'lezat' daripada 'menyenangkan'."

"Apa maksudmu itu! Seolah-olah Airi hanya makan terus saja!"

Aku memang berpikir dia hanya makan terus... 

"Tapi, makanan di festival budaya meskipun murah rasanya sangat enak. Andai setiap hari festival budaya."

"Kalo dari sudut pandang yang membuat makanan, itu pasti sangat merepotkan."

"Airi jadi ingin mencoba bagian makanan tahun depan juga!"

Aku rasa itu hanya karena dia ingin makan saja... Tapi dibandingkan drama seperti tahun ini, itu masih lebih baik.

"Ah, tapi Airi tetap ingin tampil di drama lagi!"

"Aku tidak akan pernah tampil di drama lagi."

"Eeh! Ayo, dong! Itu pasti akan menyenangkan!"

"Karena keberhasilan kali ini, pasti nanti akan muncul suasana untuk membuat drama berikutnya juga dengan pertukaran peran laki-laki dan perempuan, kan? Kalo begitu, aku pasti akan dipaksa menjadi putri lagi."

Makhluk yang disebut anak-anak yō-kyā memang cenderung menyukai suasana seperti itu.

Tahun ini aku memerankan peran putri dengan cukup aman, tapi kalo dibiarkan, pasti akan muncul anggapan kalo akan menarik jika aku yang menjadi pemeran utama lagi tahun depan.

Oleh karena itu, aku tidak boleh membiarkannya menjadi drama lagi.

"Padahal... Airi ingin menjadi putri kali ini."

"Begitu, ya? Kalo begitu, kalo Umiyama bersedia mengatakan untuk tidak menggunakan konsep pertukaran peran laki-laki dan perempuan, dan ingin menjadi putri sendiri, maka aku akan menyetujuinya."

"Benarkah!?"

Kalo tidak ada gagasan pertukaran peran yang dicetuskan oleh Kuroki, maka aku tidak akan dipaksa menjadi tokoh utama perempuan, dan Umiyama bisa menjadi putri. 

Itu yang disebut WIN–WIN.

Kalau begitu aku hanya perlu bersantai di belakang panggung saja... Bukankah itu lebih mudah daripada terlibat dalam bagian makanan.

"Kalau begitu, Airi akan jadi putri, dan Ryota jadi pangeran, ya!"

"Ah, serahk───eh, pangeran? Aku!?"

"Ya! Kalo Ryota mau jadi pangeran, Airi akan membujuk semuanya!"

"Tidak, tidak, kenapa jadi begitu!"

"Kalau bukan Ryou-ta yang jadi pemeran utama, Airi tidak mau! Kalo yang main laki-laki lain, Airi tidak mau ikut!"

"A-apa maksudnya itu?"

Aku tidak terlalu mengerti, tapi sepertinya Umiyama benar-benar ingin aku naik ke atas panggung.

Mungkin dia merasa tenang kalo bersama ku yang sudah biasa berbicara dengannya, tapi...pikirkan juga perasaanku, Umiyama.

"Lagipula belum tentu kita sekelas lagi tahun depan...tapi, ya, akan kupertimbangkan."

"Benarkah!? Yey!"

"Makanya aku bilang baru akan aku pertimbangkan saja."

Urusan tentang wakil ketua yang diminta oleh Kuroki saja belum aku selesaikan, dan sekarang ada lagi satu hal yang harus aku tunda...haa.

"Bisa bersama Ryota...ehehe."

Karena gelapnya malam, aku tidak bisa melihat dengan jelas, tapi wajah Umiyama tampak sangat merah.

"Ah, iya, Ryota! Untuk besok sepulang sekolah..."

"Hmm?"

"Bolehkah Airi datang ke rumah Ryota?"

"Eh...rumahku? Kenapa tiba-tiba?"

"Tidak boleh, ya?"

Bukan soal boleh atau tidak... Umiyama ingin datang ke rumahku? 

Dan kali ini...sendirian.

"Ka-kalo rumahku memang tidak masalah untukmu..."

"Yatta───, kalo begitu besok kita pulang bersama, ya?"

Apa yang sedang terjadi ini. 

Umiyama ingin datang ke rumahku... 

Melihat kejadian percobaan menyentuh oppai sebelum drama hari ini, mungkinkah Umiyama...sedang menggodaku...!?

Karena berharap mungkin ada kesempatan, setelah berpisah dengan Umiyama, aku pun membeli dua kotak benda yang diperlukan untuk melakukan 'itu'.

[TL\n: maksudnya kondom.]


★★★


Lalu tibalah keesokan harinya sepulang sekolah.

"Ojjama shimaーsu!"

Begitu memasuki kamarku, Umiyama langsung memindahkan meja bundar kecil yang ada di sudut ruangan ke tengah, dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, lalu duduk di zabuton di lantai.

[TL\n:Zabuton adalah bantal duduk tradisional Jepang yang berbentuk persegi datar, biasanya digunakan saat duduk di lantai, terutama saat makan, minum teh, atau menonton pertunjukan seperti rakugo.] 

"Kalo begitu, ayo kita mulai...sesi belajar!"

"Ah. Aku juga sudah siap...eh, sesi belajar?"

"Ya! Soalnya tinggal 2 minggu lagi sebelum ujian, kan? Kalo Airi sampai dapat nilai merah lagi, Airi aoan dilarang bekerja paruh waktu lagi, makanya Airi buat janji sesi belajar!"

Aku pikir akan terjadi sesuatu, ternyata...hanya sesi belajar.

[TL\n: si Mc kecewa berat dan gua yakin yang baca ini juga kecewa wkwkw.]

Yang aku harapkan adalah praktik pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan, tapi ternyata hanya sesi belajar...begitu.

[TL\n: maksudnya ngentod ya, dia pake bahasa kiasan.]

"AC di kamar Ryota sejuk sekali〜. Di rumah Airi, AC-nya sudah model lama, jadi tagihan listriknya parah, dan kadang suka rusak juga."

Sambil menyandarkan oppai besarnya di atas meja bundar, Umiyama mengipasi dirinya dengan tangannya seolah seperti kipas.

Hanya dengan melihatnya saja, Umiyama sudah terlalu menggoda... Padahal aku berharap bisa menunjukkan pengetahuanku (seksual) yang pernah membuatku dapat peringkat 1 seangkatan bersama Kuroki dalam ujian pelajaran kesehatan, tapi ternyata hanya sesi belajar saja... 
 
Memang benar, tinggal 2 minggu lagi sebelum ujian akhir semester.

Di SMA-ku, yang merupakan sekolah negeri unggulan nomor satu di prefektur, sudah menjadi kebiasaan kalo setelah festival budaya berakhir, suasana akan langsung berubah menjadi suasana belajar.

"Belajar bersama sih tidak masalah, tapi berapa banyak mata pelajaran yang kau gagal terakhir kali, Umiyama?"

"Hampir semuanya!"

"Ah, kalo begitu sudah tamat."

"Mou, jangan menyerah begitu. Airi belum menyerah!"

Umiyama menghembuskan napas kuat-kuat dari hidungnya sambil membuat payudaranya bergoyang (karena aku berharap sesuatu, mataku hanya tertuju pada payudaranya Umiyama lebih dari biasanya).

"Airi pasti bisa menghindari nilai merah! Airi harus bisa menyeimbangkan belajar dan kerja paruh waktu!"

Kalo dia sendiri sudah menyerah, mungkin keadaannya akan jauh lebih menyedihkan... Tapi karena dia masih punya semangat, setidaknya itu bisa menjadi penyelamat.

"Tolong ya, Ryota! Mulai minggu depan Airi harus mulai masuk kerja paruh waktu sedikit demi sedikit! Jadi hari ini Airi ingin menyelesaikan sebanyak mungkin!"

"Iya-iya. Kita memang sudah berjanji, dan tidak mungkin aku tiba-tiba bilang tidak mau membantumu."

"Benarkah!? Terima kasih, Ryota!"

Umiyama tersenyum lebar, memperlihatkan gigi putihnya, dan dengan senang hati mulai belajar.

Kalo semangatnya seperti ini, rasanya aku ingin dia belajar seperti ini juga di hari-hari biasa, tapi Umiyama memang sibuk dengan pekerjaan paruh waktu dan hal lainnya... 

Dia bilang dia tinggal bersama ibunya, jadi aku yakin bukan hanya pekerjaan paruh waktunya, tapi urusan rumah juga menyita waktunya.

Aku merasa kasihan padanya kalo aku terlalu keras padanya, jadi aku harus mengajarinya dengan lembut.

"Ryotaa, aku tidak mengerti bagian ini."

"Hmm? Bagian yang mana?"

"Seluruh halaman ini〜"

"......"

Sepertinya aku harus lebih tegas.


★★★


Matematika, Bahasa Jepang modern, dan Sastra Jepang klasik───sambil meninjau kembali seluruh cakupan ujian, sesekali aku juga menyisipkan soal tes untuk mengajarinya.

".....Baik, ini juga benar. Kau bisa melakukannya kalau kau mau berusaha, Umiyama."

"Hehe~n. Walaupun begini, Airi ini profesional dalam belajar semalaman, jadi daya ingatku bagus."

Profesional belajar semalaman, apa itu sesuatu yang pantas dibanggakan...?

"...Tapi tunggu dulu kalo begitu, ujian masuk SMA juga kau hadapi dengan belajar semalaman?"

"Ya! Airi belajar semalaman selama seminggu dan Airi berhasil lulus!"

Belajar semalaman selama seminggu, apa itu!? Itu sudah bukan belajar semalaman namanya!

".....Tunggu dulu. Jadi maksudmu, Umiyama hanya belajar serius selama seminggu dan berhasil masuk ke SMA kita?"

"Ya! Ternyata cukup bisa juga ya───"

Tidak, tidak, itu seharusnya tidak mungkin bagi orang biasa!

"Sampai sejauh itu, Umiyama benar-benar ingin masuk ke SMA kita ya?"

"Umm. Bukan karena Airi ingin masuk ke SMA ini secara khusus, tapi lebih karena Airi tidak ingin masuk sekolah swasta. Seperti yang pernah Airi bilang sebelumnya, dengan kondisi keuangan keluarga Airi, masuk ke sekolah swasta yang mahal itu agak berat."

Memang benar kalo sekolah swasta membutuhkan biaya besar untuk segala hal, mulai dari bahan ajar hingga biaya fasilitas.

Untuk Umiyama yang tinggal berdua dengan ibunya, keinginannya untuk tidak membebani ibunya tercermin dalam pilihannya untuk melanjutkan pendidikan.

Ditambah lagi, sekarang pun dia tetap berjuang sambil bekerja paruh waktu... Umiyama memang luar biasa.

"Lalu kalau dipikir-pikir soal biaya transportasi juga, Airi rasa lebih baik Airi masuk ke SMA yang cukup dekat dari rumah Airi. Jadi pilihan sekolah Airi hanya ada dua, antara SMA negeri di dekat rumah Airi yang isinya dipenuhi para berandalan, atau SMA kita yang bisa ditempuh dengan jalan kaki."

"Itu benar-benar pilihan yang ekstrem."

"Ahaha, iya kan? Tapi Airi benci sekali sama yang namanya berandalan, dan kalau Airi harus sekolah, Airi ingin menemukan diri Airi yang baru. Jadi Airi memilih SMA kita yang katanya punya tingkat kelulusan tinggi. Kalo dipikir-pikir, ini pilihan yang sangat tepat ya───"

Apa, kau bilang kau yang 'memilih'... Kau yang seharusnya yang dipilih, tapi kau bilang seolah-olah kau yang memilih.

Padahal aku sampai ikut bimbingan belajar setahun penuh dan belajar mati-matian untuk bisa lulus... 

Jangan-jangan Umiyama ini sebenarnya tipe jenius yang akan bersinar kalo dia belajar dengan sungguh-sungguh...?

"Yah, Airi baik-baik saja sampai Airi masuk SMA, tapi setelah masuk, Airi malah kesulitan. Hasil ujian Airi selalu jelek."

"Tapi setelah aku mengajarimu, kau langsung bisa! Umiyama kau memang jenius!"

"Eh? Be-benarkah!?"

"Ya, kau sudah berhasil mengerjakan sebanyak ini hanya dari sesi belajar ini.. Itu luar biasa!"

Karena tadi saat belajar aku bersikap cukup ketat, sekarang sebagai imbangannya aku akan memujinya habis-habisan.

"Hehe───itu yang Ryota pikirkan, kan? Airi jenius, kan?"

Dan seperti biasa, Umiyama langsung menjadi besar kepala.

Gawat. Sepertinya aku memujinya terlalu berlebihan.

"Oh, kalo begitu! Sebagai hadiah karena Airi sudah berusaha, Kenapa Ryouta tidak mengelus kepala ku?"

"Hah? Elusan?"
 
Umiyama meraih tanganku dan meletakkannya di atas kepalanya.

Apa dia ingin aku mengelus kepalanya? 

Ini ada 'situasi mengelus' yang umum di light novel, tapi aku pernah mendengar kalo di dunia nyata, banyak perempuan yang sangat tidak suka kalo kepalanya dielus.

"Cepat elus Airi, dong〜"

"O-oke."

Umiyama memang selalu manja pada orang-orang di sekitarnya, mungkin karena itu dia menyukai hal-hal seperti ini...?

Aku pun mengelus kepala Umiyama begitu saja.

Rambut Umiyama terasa lembut dan halus, semakin aku mengelusnya, semakin tercium aroma manis... Gawat. Hanya dengan aroma ini saja aku bisa makan nasi putih.

"Hmm...kurasa itu semua tergantung siapa yang mengelusmu, ya?"

"Apa maksudmu? Jadi kau tidak puas kalau aku yang melakukannya?"

"Hmm, siapa yang tahu〜"

Umiyama menjawab dengan cara yang agak menghindar, sesuatu yang jarang dilakukannya.

Jadi dia memang tidak puas denganku?

"Ngomong-ngomong, tangan laki-laki itu besar, ya. Airi cuma punya satu teman laki-laki, yaitu Ryota, jadi Airi tidak tahu seberapa besar tangan laki-laki lain, tapi tangan Ryota itu besar dan terasa sangat menenangkan."

Sambil mengatakan itu, Umiyama memejamkan matanya dan dengan tenang menikmati elusan kepalaku.

"Ngomong-ngomong soal laki-laki. apa Ichinose dan Kuroki belum tahu soal 'pacar palsu'?"

"Eh? Kayaknya mereka belum tahu."

"Tapi waktu acara api unggun kau sempat bilang, 'Airi juga ingin punya pacar〜' dan hampir ketahuan, jadi menurutku tinggal menunggu waktu saja. Sebelum kebohongannya terbongkar, bukankah lebih baik kalian pura-pura sudah putus dulu?"
 
"Eh───! Tapi kalo begitu, Airi jadi kehilangan alasan saat sedang sibuk dengan pekerjaan paruh waktu..."

Sepertinya memang keinginan untuk menyembunyikan soal pekerjaan paruh waktunya cukup kuat.

Dengan ikatan antara ketiga orang itu, aku rasa Ichinose dan Kuroki juga pasti akan bisa memahami kalo Umiyama bekerja karena alasan keluarga... 

Tidak, pasti Umiyama juga menyadari hal itu. Justru karena mereka bisa memahami itu, mungkin dia tidak mau membuat mereka khawatir atau merasa perlu bersikap hati-hati secara berlebihan.

Untuk gadis seperti Umiyama yang lurus dan baik hati, ini adalah rahasia yang ingin dia lindungi meskipun dia harus berbohong. 

Maka aku harus melindunginya dengan segala cara.

"....Tapi ya."

"Hmm?"

"Kalo Airi benar-benar punya pacar...itu kan jadi bukan kebohongan lagi, dan Airi tidak akan merasa bersalah..."

"Punya pacar sungguhan?"

"...Tidak, bukan apa-apa! Ayo, kita kembali belajar, Ryota!"

Umiyama kembali belajar dengan semangat hingga membuat pensil mekaniknya hampir terbang.

Yah, tentu saja... Umiyama pasti juga punya laki-laki yang dia suka...haa, aku sangat iri.

"Umiyama, aku mendukungmu. Semoga kau bisa punya pacar."

".....Muu."

"A-apa, kenapa kau menatapku begitu?"

"....Baka."

"Eh?"

"Pokoknya, topik itu sudah selesai! Ini, ini, ini dan ini! Cepat ajari aku, Ryota!"

"Eh..."

Entah kenapa, Umiyama tampak marah.

[TL\n: gua juga pengen temen cewek kaya Airi, dia manja banget jir, ahh gua juga pengen. Teme cewek gua rata-rata tomboy semua jir, mereka bahkan pernah ikut tawuran.]


★★★


Belajar bersama Umiyama akhirnya berlangsung hingga pukul 19.00.

Di luar dugaan, Umiyama belajar dengan sungguh-sungguh hingga akhir tanpa bertingkah main-main.

"Haa...rasanya kepalaku mau meledak〜"

Umiyama yang terlihat kelelahan meluruskan kakinya di bawah meja chabudai, lalu merebahkan tubuhnya ke belakang hingga berbaring di lantai sambil meregangkan tubuhnya.

Dalam posisi berbaring pun, oppai-nya yang besar itu tetap menjulang bak gunung...sungguh luar biasa. 

Aku ingin mengabadikannya dalam sebuah foto.

Sambil sesekali melirik Everest milik Umiyama dengan ekor mataku, aku mulai membereskan perlengkapan belajar kami.

"Ryouta sangat pandai mengajar! Saat ada materi yang sulit, kau memberikan perumpamaan yang mudah dipahami, sehingga Airi yang bodoh sekalipun bisa mengerti!"

"Begitukah?"

"Ya! Sepertinya kau cocok menjadi guru!"

"A-aku menjadi guru?"

Karena ucapannya terlalu tiba-tiba, aku secara refleks mengeluarkan suara heran.

Aku yang seorang yinkya dan tertutup berdiri di atas podium...itu terlalu tidak masuk akal.

Pasti aku akan gugup, dan bahkan setelah dewasa pun, tatapanku yang menyeramkan akan membuat para siswi merasa terganggu───itulah akhir yang paling mungkin terjadi.

"Aku menjadi guru itu...sama sekali tidak mungkin."

"Eh, masa begitu? Padahal menurut Airi itu cocok."

"Tidak mungkin."

"Hmm, kalo begitu! Ryota sendiri, ingin menjadi apa di masa depan?"

Aku belum pernah benar-benar memikirkan masa depan.

Saat SMP, aku menulis 'penjaga rumah' di buku kenangan kelulusanku hanya untuk lelucon, tapi karena aku terlalu menyendiri, jadi tidak ada satupun yang menanggapinya───itu adalah pengalaman yang sangat menyedihkan... 

"Mimpiku untuk masa depan...ya. Untuk sementara, masuk ke universitas yang lumayan, lalu setelah itu bekerja di perusahaan yang lumayan juga..."

"Lalu bekerja?"

".....Yah, setelah itu selesai."

"Eh, selesai begitu saja!? Apa maksudmu?"

"Maksudku, setelah bekerja di perusahaan sampai pensiun, sisanya tinggal menjalani masa tua dengan santai."

Karena aku seorang yinkya, aku juga tidak ingin berpindah pekerjaan dan menghadapi lingkungan baru.

"Eh───! Itu membosankan sekali! Kenapa Ryota tidak mengejar pekerjaan yang lebih menarik!"

"Menarik katamu. Itu terlalu abstrak."

"Lihat, misalnya, Ryota kan suka anime, jadi kau bisa menjadi orang yang membuat anime! Atau, orang yang menggambar gambar-gambar lucu seperti yang di gulungan itu! Banyak sekali pilihannya!"

Kata Umiyama sambil menunjuk tapestry mikrobikini gadis loli berambut putih.

Meskipun dia berkata begitu, aku tidak punya bakat menggambar seperti animator atau ilustrator... 

Memang aku seorang otaku, tapi menjadikan itu sebagai pekerjaan jelas terlalu sulit. 

Karena itu, satu-satunya jalan yang bisa kupikirkan hanyalah bekerja secara normal dan menjalani hidup sebagai budak korporat...tapi Umiyama mengatakan itu dengan sangat mudah.

Yah, bagaimanapun juga, orang sepertiku yang satu-satunya kelebihannya hanya belajar, ya seperti ini.

Masuk perusahaan, menjadi roda penggerak masyarakat, menerima gaji yang lumayan, dan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan dengan rutinitas yang sama setiap hari sampai mati.

Tapi karena itu adalah hal yang wajar di dunia ini, maka sudah pasti aku pun akan menjalani kehidupan seperti itu.

[TL\: bekerja untuk makan dan mati.]

"Ah, benar!"

"Astaga, apa lagi sekarang?"

"Ryota, ingat light novel? Yang pernah kau beli di tempat kerja paruh waktunya Airi? Bagaimana kalo kau jadi penulis dari novel seperti itu!?"

"Se-seorang penulis light novel?"

"Ryota kan selalu membaca itu di kelas, dan kau juga pintar, pasti Ryota bisa jadi penulis!"

"Ti-tidak... aku hanya suka membacanya saja."

"Eehh?"

Menjadi penulis light novel bukanlah sesuatu yang bisa dicapai dengan mudah.

Kalaupun misalnya bisa tercapai setelah bertahun-tahun berusaha, itu pun belum tentu bisa menjadi populer meski sudah berusaha keras.

Meninggalkan hasil di dunia seperti itu bagi orang biasa sepertiku jelas bukan hal yang mudah... 

"Tapi, Airi ingin membaca novel yang ditulis oleh laki-laki baik hati seperti Ryota, meskipun hanya sekali saja."

".....U-Umiyama."

"Ryota, cerita seperti apa yang ingin kau tulis?"

Cerita yang ingin aku tulis...ya.

Mendengar pertanyaan dari Umiyama, aku merasa seakan ada sedikit api yang menyala di dalam hatiku.

"Ja-jangan tertawa dan dengarkan baik-baik ya."

"Tentu saja!"

"Ce-cerita yang ingin aku tulis itu...begini."

"Iya, iya」

"Cerita tentang dunia isekai di mana sang protagonis memiliki kekuatan khusus untuk bebas melakukan apa saja pada oppai badang sesuka hatinya."

"......."

Begitu aku menjawab dengan jujur, suasana di tempat itu langsung membeku total.

"Umiyama? Oi."

"....U-untuk saat ini, aku akan melaporkan ini pada Yuria dulu."

"Oi! Kumohon, jangan laporkan itu pada Ichinose!"

"Kalo begitu, ke Rui-chan saja."

"Itu lebih parah, jadi hentikan!"

Karena Umiyama membuka Hp-nya dan hendak memberi tahu keduanya, aku menghentikannya dengan sekuat tenaga.

"Mou! Ryota no Ecchi!"

"Apa-apaan itu! Katamu akan mendengarkan tanpa tertawa, makanya aku nekat bilang walau qku tau itu akan memalukan! Umiyama kau jahat sekali."

"Ryota no Ecchi!"

"So-soalnya, karya fiksi itu memang banyak berasal dari unsur cabul, jadi itu tidak masalah, kan!?"

"Ryota no Ecchi!"

"Hentikan jadi BOT 'Ryota no Ecchi!'!"

Suasana panas di antara kami mulai memenuhi ruangan.

Padahal AC sedang menyala, tapi aku jadi sangat berkeringat.

"Ryota...jangan-jangan, kau juga melihat oppai Airi...dengan pandangan seperti itu?"

"...Ti-tidak, tidak seperti itu."

Itu adalah kebohongan yang sangat buruk, setara dengan orang yang kalah dalam satu giliran dalam permainan jinrou.

[TL\n: Jinrou (人狼) adalah istilah dalam bahasa Jepang yang secara harfiah berarti "manusia serigala" atau "werewolf".]

"Kalo itu laki-laki lain, Airi pasti akan sangat membenci...ta-tapi kalau itu Ryota..."

"Eh?"

Umiyama menutupi bagian dada seragam musim panasnya yang sedikit basah oleh keringat dengan kedua lengannya, lalu menatapku dari bawah.

"Ryota adalah satu-satunya teman laki-laki Airi, dan Airi ingin bisa lebih dekat lagi dengan Ryota ke depannya...jadi, kalo itu Ryota...Airi tidak keberatan dilihat...karena Ryota itu...spesial."

Dengan wajah merah padam, Umiyama perlahan merangkai kata-katanya.

Eh? Oi oi, jangan-jangan ini artinya aku diizinkan secara resmi untuk menatap oppai yang montok sepuasnya?

Apa mulai sekarang aku diizinkan melihat oppai montoknya Umiyama yang luar biasa itu setiap hari tanpa masalah!?

"Be-beneran, Umyama!?"

"Tapi sebagai gantinya! Ada syaratnya!"

"Sya-syarat!? U-uang kah!?"

"Bukan soal uang! Tapi itu...te-tentang Airi..."

"Tentang Umiyama?"

"Mulai sekarang, jangan panggil Airi dengan Umiyama lagi...tapi panggil Airi, oke?"

Yang diminta sebagai imbalan atas hak untuk menatap oppa montoknya adalah agar aku memanggil Umiyama dengan nama depannya.

Aku diizinkan memanggil Umiyama dengan nama depannya, dan juga aki diperbolehkan melirik oppai montoknya...ini terlalu menguntungkan untukku!

Selain itu, sejak tadi Umiyamaiyama terus menyebutku 'spesial' atau 'satu-satunya teman laki-laki', dengan cara bicara yang penuh makna...jangan-jangan, dua kotak yang aku beli itu memang tidak salah!?

Apa setelah ini, sesuatu yang tidak bisa ditayangkan untuk anak-anak akan terjadi...!?

"Kalo Ryota tidak mau, tidak apa-apa tetap panggil Airi dengan Umiyama saja...tapi Airi merasa, karena kita sudah cukup dekat sampai bisa belajar bersama seperti ini, seharusnya kita saling memanggil dengan nama depan tidak memalukan."

"De...dekat..." 

Ya, Umiyama memang memiliki tubuh yang sangat erotis, tapi hatinya adalah gadis yang sangat polos.

Aku yakin, yang diinginkan Umiyama dariku hanyalah hubungan akrab yang sederhana seperti Yuria atau Kuroki.

Dengan kata lain, itu tidak akan pernah berkembang seperti yang kuharapkan.

Aku menuruti nafsuku dan sampai membeli dua kotak itu...sungguh, aku ini benar-benar keterlaluan.

Berpikir kalo karena hanya kami berdua di kamar akan ada kesempatan...betapa rendahnya pikiran itu.

Umiyama melihatku sebagai teman.

Itulah sebabnya dia mengizinkan oppai montoknya dilirik olehku, dan alasan dia ingin dipanggil dengan nama depannya, pasti karena itu juga.

"A-a...aku mengerti... A-Airi."

"......"

"Apa ini tidak apa-apa? Airi?"

"Y-ya! Kau sempurna, Ryota!"

Entah apa yang dimaksud dengan sempurna...tapi kalo dia sendiri bilang begitu, ya sudah lah.

"Jika kita terus memanggil satu sama lain dengan nama depan seperti ini, Airi merasa bisa semakin dekat dengan Ryota!"

"Be-benarkah begitu?"

Airi terlihat sangat senang sambil tersenyum malu.

"Di depan orang lain juga, tidak apa-apa panggil Airi dengan Airi, ya?"

"Ehh!?"

Bahkan pada Yuria pun aku selalu memastikan untuk memanggil dengan nama keluarga di depan umum... 

Kalau aku tiba-tiba memanggil Umiyama dengan 'Airi' di depan dua orang itu, mereka pasti mencurigai hubungan kami.

Terutama Kuroki...dia pasti mencurigainya.

"Hey, Airi, di depan orang lain itu..."

"Mulai sekarang, termasuk Ryota, semuanya akan memanggil Airi dengan Airi. Airi senang sekali~"

Ugh...kalo dia bilang begitu, jadi semakin susah untuk menolak... 

"Apa semua orang akan terkejut kalo Ryota tiba-tiba memanggil Airi dengan nama depan Airi besok? Hehehe"



Aah...senyuman ini tidak bisa aku kalahkan. Sudahlah, terserah apa yang akan terjadi.

Aku sambil menyadari apa yang akan terjadi besok di sekolah, benar-benar telah menetapkan tekadku.


★★★


Keesokan paginya──Bahkan dengan AC yang menyala, aku tidur di ruangan yang sangat panas sampai-sampai aku sedikit berkeringat, dan panasnya membuatku mengantuk, dan aku bermimpi.

Dalam kesadaran yang samar hingga aku pun menyadari kalo itu adalah mimpi, entah kenapa aku sedang menaiki kereta Shinkansen, dan hanya terus-menerus menatap Gunung Fuji yang terlihat dari jendela kereta...

Tapi, Gunung Fuji itu tiba-tiba mulai berubah menjadi kulit manusia, dan saat aku memandanginya dengan tatapan kosong, entah sejak kapan di sana muncul sosok Ai– eh, sosok Airi yang telah menjadi raksasa.

...Hah? Airi yang menjadi raksasa!?

Aku menatapnya lekat-lekat sambil menempelkan wajah ke jendela.

Entah kenapa Airi yang menjadi raksasa itu dalam keadaan telanjang bulat, tapi berkat tubuhnya yang tertutupi oleh awan, bagian-bagian sensitif tidak terlihat. 

Dia terlihat berbaring dengan lemas di atas hamparan kebun teh luas di Shizuoka.

Kemudian, begitu dia menyadari kalo aku berada di dalam kereta Shinkansen yang sedang melaju, dia langsung berteriak, 'Ryota!' sambil bangkit berdiri dan melesat ke arahku.

Eh, e–eh, ini gawat. Oppai montoknya berguncang hebat, ini berbahaya baik bagi lingkungan maupun bagian bawah tubuhku, uoohhhhh!!

Airi yang telah menjadi raksasa mulai berlari sambil menghancurkan bangunan dan ladang di sekitarnya, dengan oppai montok super itu bergoyang lembut menuju ke arahku──

"Ryota–kun……"

Hmm? A–aneh.

Padahal aku sedang berada dalam mimpi erotis tentang Airi, tapi suara lain yang familiar terdengar.

"Ryota–kun, ini sudah pagi, lho—?"

Su-suara bening dan merdu ini...!?

"!?"

Aku terbangun dari mimpiku dan dengan mata terbelalak aku langsung bangkit duduk, dan di dalam kamarku ada seorang gadis cantik berambut hitam lurus panjang yang mengenakan seragam musim panas...ha?

Rambut hitam berkilau kehijauan ini dan wajah yang terlalu sempurna ini...Kuroki Rui!?

"Ke–kenapa Kuroki ada di kamarku...? Jangan-jangan ini masih bagian dari mimpi...? Mimpi di dalam mimpi? Akagawa Jirou?"

[TL\n: Akagawa Jirou adalah seorang penulis novel misteri dan fiksi populer asal Jepang. Ia dikenal luas karena karya-karyanya yang bergenre misteri ringan (light mystery) dan terkadang dipadukan dengan unsur humor.]

"Maaf mengganggu saat kau sedang panik, tapi ini bukan mimpi."

"Bukan...mimpi?"

"Ya. Hari ini aku datang menjemputmu sedikit lebih awal. Lalu, karena katanya 'di luar panas', Onee-san-mu membiarkanku masuk sampai ke kamar Ryo­ta-kun."

Mendengar penjelasan Kuroki, perlahan-lahan pikiranku mulai jernih, dan aku mulai bisa memahami situasi yang ada.

Dengan kata lain, Kuroki yang membangunkanku...tidak, tetap saja ini aneh!

"Kalo di luar panas, kenapa kau ke kamarku!"

"Itu karena Onee-san-mu."

"Dasar kakak bodoh itu...po–pokoknya, aku mau berganti pakaian, jadi bisakah kau keluar dulu dari kamarku?"

"Tidak apa-apa. Aku akan menghadap ke arah tembok, jadi silakan berganti saja."

"Tentu saja aku akan tetap merasa tidak nyaman!"

Walau aku sudah berulang kali memintanya keluar, Kuroki───yang merupakan gadis yang tidak pernah mengalah pada pendiriannya───sepertinya tidak akan mau mendengarkan... 

"Kalo begitu, asalkan kau menghadap ke tembok, jangan lihat ke arahku, oke? Sebenarnya aku ini tipe laki-laki yang juga mengganti pakaian dalam saat bangun tidur, jadi akan benar-benar telanjang sesaat."

"Mengganti pakaian dalam juga...fufu."

"Oi! Kenapa kau tertawa! Apa kau keberatan, hah!?"

"Tidak kok, bukan apa-apa. Ryo­ta-kun itu kelihatan bersih, ya."

"...Su–sudahlah, cepat menghadap ke tembok sana."

Seperti adegan dari film aksi, aku membalikkan tubuh Kuroki agar menghadap ke arah tembok, lalu mulai berganti pakaian.

"Nee, Ryo­ta-kun."

"Aah, ada apa lagi."

"Kau tadi sempat bilang saat kau dibangunkan olehku kau kira kau masih dalam mimpi...itu artinya, mungkin aku juga muncul dalam mimpimu?"

"I–itu..."

Kalo aku jujur dan bilang, 'Aku bermimpi tentang Airi yang membesar dalam keadaan telanjang sambil menggoyangkan oppai montoknya dan berlari ke arahku', itu akan menjadi akhir dari segalanya dalam banyak arti.

"Fufu... Ryo­ta-kun, bahkan dalam mimpi pun kau masih memikirkanku, ya?"

"........"

Aku akan menggunakan hakku untuk tetap diam di sini.

Tapi kenapa Kuroki terlihat begitu bahagia?

Ngomong-ngomong...bukankah orang yang ditakdirkan untuk Kuroki itu aku?

Selama ini aku pikir dia hanya suka menggodaku, tapi...mungkinkah sebenarnya Kuroki menyukaiku?

".....Tidak, itu tidak mungkin. Kalo dia menyukaiku, pasti dia akan menunjukkan perasaan itu dengan lebih jelas."

"Ryota-kun? Apa aku sudah boleh melihatmu sekarang?”

"Ti–tidak boleh! Sekarang ini...si gatot saat ini sedang berdiri bagai meriam."

"Fuun..."

Sial, apa-apaan suasana ini!


★★★

 
Aku terbangun karena panggilan pagi Kuroki, lalu aku berganti ke seragam dan menyelesaikan persiapan pagiku, kemudian berangkat ke sekolah bersama Kuroki.

Di depan pintu, ibuku berkata, "Dengan ini masa depan Ryouta sudah terjamin", tapi...itu jelas salah paham, kan?

"Fufu, ini pertama kalinya aku bertemu dengan ibunya Ryota-kun, tapi beliau cukup muda, ya?"

"Ya. Orang tuaku itu pasangan teman masa kecil, mereka langsung menikah setelah lulus SMA. Jadi dibanding orang tua teman seangkatan kita, mereka memang kelihatan lebih muda."

"Hee...itu kedengarannya bagus, ya. Aku jadi sedikit mengaguminya."

Setelah berkata begitu, Kuroki terus menatapku tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun.

Kenapa dia menatapku seperti itu...!

Apa benar Kuroki menyukaiku?

Tapi dalam kasus Kuroki, bisa saja semua itu hanya untuk membuatku salah paham... 

Dan apa pendapatku tentang Kuroki Rui...?

Akhir-akhir ini aku merasa dekat dengannya karena aku sering mendapat foto selfienya, tapi seharusnya kenyataannya tidak begitu.

Dia anggun, apa pun yang dia lakukan terlihat elegan, dengan wajah yang sangat rupawan dan senyum yang luar biasa manis.

Ditambah lagi, dia sempurna dalam segala hal───belajar, olahraga, relasi sosial───dan dia selalu meraih prestasi terbaik di antara yang terbaik.

Memang, sejak pergantian tempat duduk hubungan kami sedikit berubah, tapi hal-hal yang berubah dari kesanku terhadapnya hanyalah kalo dia kadang menunjukkan sisi sedikit jahat karena terlalu perfeksionis...dan pusarnya agak erotis.

Bahkan setelah mengetahui rahasia dan sisi lain dirinya, kenyataan kalo Kuroki tetaplah gadis cantik yang sempurna tidaklah berubah.
 
Sebenarnya aku sangat sadar kalo aku tidak sepadan dengannya, dan bahkan bisa berangkat sekolah bersama dengannya seperti ini pun seharusnya tidak mungkin terjadi.

Jadi, kalo dia menyukai laki-laki biasa sepertiku yang tidak punya kelebihan apa pun, walaupun memang ada masa lalu di mana aku dua kali menolongnya...tetap saja itu terasa tidak realistis.

"Ryota-kun? Kenapa kau memasang wajah serius seperti itu?"

"Ah, maaf aku tiba-tiba terdiam. Aku sedang memikirkan Kuroki."

"Eh..."

Yah, meskipun aku terlalu memikirkannya, pada akhirnya Kuroki mungkin hanya mengolok-olokku, jadi tidak perlu terlalu dipikirkan...

Kuroki yang dari tadi berjalan sejajar denganku tiba-tiba menghentikan langkahnya dan berdiri diam di belakangku sambil melamun.

"Ada apa, Kuroki?"

".....Tidak ada apa-apa kok? Tapi hari ini memang panas, ya. Wajahku jadi terasa panas."

Kuroki yang wajahnya memerah, mengeluarkan sapu tangannya dan menyeka keringat yang muncul di dahinya.

"Oi, apa kau tidak apa-apa? Wajahmu memerah seperti itu, apa kau lemah terhadap panas?"

"Aku tidak apa-apa! Aku tidak apa-apa. .jadi, sekarang...bisakah kau berjalan di depan?"

"Eh? O-oh."

Aku menuruti perintahnya dan mulai berjalan di depan, dengan Kuroki berjalan sedikit di belakangku.

Percakapan pun terhenti tiba-tiba, dan kami melanjutkan perjalanan ke sekolah dalam diam.

Aku penasaran apa yang sedang terjadi, dan dia tiba-tiba menyuruhku berjalan di depan? 

A-apa yang terjadi?
 
Mungkinkah... badanku bau?

Katanya bau badan itu sulit disadari sendiri, jadi apa Kuroki secara halus mencoba menyampaikan hal itu dengan menjaga jarak?

Memang ini musim panas, jadi aku harus lebih memperhatikan bau badanku...tapi ini terlalu mendadak.  

Dia baik-baik saja beberapa saat yang lalu.

Tidak ada pilihan lain. Lain kali aku akan meminta Yuria untuk memilihkan parfum untukku.

"Oh! Ryo­ta, selamat pagi───!"

Dalam perjalanan menuju sekolah, aku kebetulan berpapasan dengan Airi dan Yuria yang juga sedang berangkat.

"Se-selamat pagi, kalian berdua."

"Selamat pagi, Ryo­ta. Hari ini kau bersama dengan Rui, ya?"

Yuria menatap ke arah Kuroki yang berada di belakangku dan berkata seperti itu.

"Ya, tadi aku kebetulan bertemu dengan Ryota-kun, jadi kami berangkat bersama."

Dia benar-benar berbohong dengan sangat lancarnya...siapa coba yang sampai datang ke kamarku tadi?

"Begitu ya? Ngomong-ngomong, wajah Rui terlihat agak merah hari ini, ya?"

"Eh?"

"Benar! Rui-chan, apa kau tidak apa-apa?"

"Ti-tidak apa-apa! Aku sungguh-sungguh baik-baik saja!"

Kuroki terlihat gugup ketika melihat mereka berdua mengkhawatirkannya.

Ini kejadian yang langka.

"Da-daripada itu, Airi dan Yuria? Ujian akhir semester akan dimulai 2 minggu lagi, apa kalian sudah mempersiapkan diri? Apa kalian belajar kemarin?"

"Ugh. Jangan berbicara seperti seorang ibu, Rui. Mana mungkin aku belajar."

"Fufuun. Airi belajar, loh~. Benar kan, Ryota?"

"Hah? Ryota? Kenapa Ryota?"

"E-eto..."
 
Aku dibuat bingung bagaimana harus merespons ketika tiba-tiba diajak bicara oleh Airi dan ditanya alasannya oleh Yuuria.

Eh, bukankah sesi belajar kemarin itu seharusnya sesi belajar rahasia?

Kemarin, Kuroki dan Yuria sepertinya ada urusan sepulang sekolah, jadi Airi tidak memberitahu mereka tentang sesi belajar itu. 

Karena itu aku pikir kami akan tetap merahasiakannya...tapi kenapa malah diberitahu, Airi!

Tidak ada pilihan lain, sebaiknya aku beri penjelasan singkat saja.

"Sebenarnya kemarin, aku dan Umiyama kami berdua──"

"Ryota, panggilannya, panggilannya."

Sial, benar juga... 

Tapi memanggilnya dengan namanya di depan Yuria dan Kuroki...tetap saja rasanya terlalu aneh...haa.

Aku teringat saat sesi belajar kemarin, Airi terlihat sangat senang saat aku memanggilnya dengan nama depannya.

Yah, karena itu adalah syarat sebagai gantinya melihat oppai montoknya, aku tidak punya pilihan selain memanggilnya begitu.

Sambil memasang ekspresi pahit, aku melanjutkan bicara.

"Se-sebenarnya kemarin...aku dan Airi melakukan sesi belajar berdua, semacam itu."

"Ehehe~ begitu, bagus sekali."

" "Ha?" "
 
Kuroki dan Yuria bersuara bersamaan dengan ekspresi tercengang.

Terutama Kuroki, wajahnya yang tadi memerah seketika kembali ke warna biasanya.

"Eh? Nee, Ryota-kun, kenapa kau memanggil Airi dengan nama depannya?"

Ya, seperti yang kuduga, akhirnya jadi seperti ini.

Meskipun wajahnya tersenyum manis, aku merasakan tekanan yang begitu kuat dari Kuroki sampai rasanya aku akan hancur.

"Nee, maksudnya apa ini? Jangan-jangan kalian berdua punya hubungan yang aneh?"

"Ti-tidak! Bukan seperti itu!"

Aku kembali disudutkan oleh Kuroki karena cara panggilanku terhadap Airi.

Karena sudah begini, tidak ada pilihan lain. Aku harus menceritakan semuanya.

"U-Umiyama benar-benar ingin dipanggil dengan Airi, jadi... aku akhirnya memanggilnya begitu sebagai bagian dari semacam kesepakatan kecil."

Kalo aku sampai menyebut isi dari 'kesepakatan kecil' itu, bisa-bisa aku dipukul, jadi mulutku takkan mungkin mengatakannya.

Alasan itu memang cukup dipaksakan, tapi itu tidak sepenuhnya salah.

"Fuun. Apa yang dikatakan Ryota-kun itu benar, Airi?"

"Un! Seperti yang dikatakan Ryota!"

Kenapa dia repot-repot bertanya langsung padanya?

Kurasa dia tidak terlalu percaya padaku.

"Yah, tentu saja. Airi itu kan punya pacar, jadi aku tidak menyangka dia akan menjalin hubungan mencurigakan dengan Ryota-kun."

"Aku juga awalnya mengira kalian berdua punya hubungan aneh... tapi Airi memang punya pacar. Jadi, Ryota, panggil kami juga dengan nama depan, kami."

"Eh!?"

"Aku juga setuju. Yuria, itu ide yang bagus."

"Kan, benar kan?"

Dasar Yuria, dia memanfaatkan situasi ini dengan sangat lancar, ya...?

Dari sudut pandangku, aku sering hampir salah memanggil Yuria, jadi sepertinya cara ini lebih baik.

"Ryota, kau mengerti kan? Aku itu Yuria, dan sebut juga Rui sebagai Rui."

"Eh, Eto...mengerti, Yuria dan... Rui."

Karena aku sudah terbiasa memanggil Yuria, aku tidak merasa canggung, tapi saat aku memanggil Kuroki Rui sebagai Rui...itu entah kenapa agak canggung..

Saat aku masih malu, Airi menarik-narik lengan seragam musim panasku.

"Ryota."

"A-ada apa, Airi."

"Muu...tetap saja, tidak jadi bilang?"

Entah kenapa, Airi memasang wajah cemberut sampai kami tiba di sekolah.

Padahal aku sudah memanggilnya dengan nama depannya, kenapa dia jadi kesal? 

Ya, memang sulit memahami para gadis.

Untuk sementara, aku berjalan ke sekolah bersama mereka bertiga sambil memandangi oppai Airi yang juga muncul dalam mimpiku.


★★★


 Ujian tinggal 2 minggu lagi, jadi entah sejak kapan suasana kelas berubah menjadi sangat serius.

Meskipun aku datang ke sekolah bersama 3 gadis cantik, tidak ada satu pun yang menoleh padaku, semua fokus menatap kartu kosakata atau lembar latihan yang dibagikan di antara teman-teman.

Padahal belum lama ini masih suasana festival budaya, tapi kemampuan mereka untuk langsung beralih seperti ini memang luar biasa.

Aku pun ikut terbawa suasana, aku lalu duduk di kursi dan membuka buku pelajaran alih-alih light novel.

"Hei, Ryota, Ryota."

"Hmm? Ada apa, Yuria?"

"....Ada yang ingin kubicarakan denganmu, aku akan menunggumu di atap, jadi nanti susul aku ya."

Yuria berkata pelan seperti itu, lalu keluar dari kelas.

Ha-hanya kami berdua...? 

Tentunya ini bukan waktunya untuk menasehatiku tentang panggilan nama seperti yang Kuroki lakukan, kan?

Pagi ini aku sudah kelelahan karena dipusingkan oleh para gadis cantik, tapi karena dipanggil oleh Yuuria, tapi aku tidak punya pilihan selain pergi ke atap.


Atap sekolah di pagi hari musim panas diterpa cahaya matahari yang menyengat, dan Tanaka yang biasanya berada sendirian di bangunan menara atap sebelum jam pelajaran di mulai, hari ini tidak terlihat.

"Ah~ panasnya.. Oh, Ryota, akhirnya kau datang juga."

"Ma-maaf membuatmu menunggu, Yuria."

Begitu aku tiba di atap, Yuria berdiri di sana, menyandarkan punggungnya ke kawat kasa dengan tangannya di pinggulnya.

Rambut panjangnya yang disinari cahaya matahari terlihat lebih cerah dari biasanya.

Berduaan di atap bersama seorang gyaru seharusnya jadi momen memenangkan dan mesum, tapi kali ini situasinya berbeda.

"Jadi, ada apa yang ingin kau bicarakan? Mungkin soal tadi pagi?"
 
Begitu, soal aku memanggil Airi dengan sebutan Airi, Kuroki memang langsung menanyai hal itu saat itu juga, tapi dari Yuria tidak terlalu mempermasalahkannya.

"Yah, memang begitu sih...tapi, intinya, Airi dan Ryota benar-benar tidak punya hubungan yang aneh, kan?"

"Te-tentu saja tidak! Otaku penyendiri sepertiku pacaran dengan gadis cantik ber-oppai montok seperti itu jelas terlalu fantasi!."

"Itu juga artinya rasa percaya dirimu terlalu rendah."

Yuria mencoba membela ku, tapi itu mungkin karena kami sesama otaku.

"Bukan cuma karena aku otaku, tapi Airi juga punya pacar, kan? Jadi tidak mungkin kami punya hubungan seperti itu."

"........"

"Yu-Yuria?"

Yuria mengerutkan alisnya dengan ekspresi yang terlihat sangat sulit dijelaskan.

"Soalnya, dari dulu aku merasa ada yang janggal... Airi itu sangat polos dan alami, jadi aku ragu apakah dia benar-benar punya pacar."

".....!"

Oi oi, Airi...jangan-jangan kau memang sudah hampir ketahuan, ya.

Kalo kau sudah setahun bersama dan semakin mengenal Umiyama Airi, wajar kalo dia tidak terlihat seperti tipe gadis yang suka bermain dan punya pacar di sekolah lain.

"Selama ini aku tidak mau bertanya karena aku tidak ingin merusak hubungan kami bertiga, tapi akhir-akhir ini Airi terlihat semakin dekat dengan Ryota...jadi aku semakin penasaran, apa dia benar-benar punya pacar."
 
Dengan kata lain, selama ini Yuria hanya sedikit penasaran soal pacarnya Airi dan tidak terlalu mendalaminya, tapi karena akhir-akhir ini aku semakin dekat dengannya, rasa janggal itu jadi semakin kuat.

Kenyataannya, Airi memang tidak punya pacar, dan dia pandai bersikap manja atau bisa dibilang menyebarkan pesonanya ke siapa saja. 

Kalau begitu, wajar saja kalau terlihat seperti itu.

"Bagaimana menurutmu, Ryota? Atau mungkin, Ryota kau───"

Aku menelan ludah.

"Jangan-jangan, kau tahu sesuatu?"

Yuria menyipitkan matanya dan bertanya padaku.

Keringat yang entah karena gugup atau karena panas mengalir di pipiku dan jatuh ke atas beton yang tersengat matahari.

Ga-ga-gawat.

Selama sebulan ini, aku cukup berhasil menjaga rahasia itu, jadi aku lengah...tidak kusangka aku sendiri yang akan dicurigai.

Karena tidak pernah membayangkan situasi seperti ini, aku mati-matian mencari jawaban.

"Ma-mana mungkin aku tahu? Memang Airi mungkin terlihat polos dan alami di depan kita, tapi siapa tahu dia bersikap berbeda di depan pacarnya."

"Bersikap berbeda di depan pacarnya?"

"Ya. Jadi menurutku, menyimpulkan kalo dia tidak mungkin punya pacar hanya karena sikap Airi yang kita lihat sehari-hari, itu terlalu gegabah."

Aku berusaha menunjukkan kalo aku tidak tahu kehidupan pribadi Airi, sambil tetap memberi kesan kalo Airi memang punya pacar.

Menurutku itu manuver yang cukup cerdas.

Kalo saja Yuria bisa sedikit mengubah pikirannya dengan ini... 

"....Begitu ya. Yah, memang sih aku belum pernah punya pacar, jadi aku juga kurang paham soal berubahnya kepribadian di depan pacar...tapi, ya. Seperti yang dikatakan Ryota, mungkin Airi memang sedang berusaha demi pacarnya."

"Yuria..."

"Kalo dipikir-pikir, aku rasa Airi itu bukan tipe yang pandai berbohong, jadi mungkin aku memang terlalu banyak berpikir."

Sepertinya, semuanya berjalan dengan baik.

Yah, soal kecurigaan apakah Airi benar-benar punya pacar, sepertinya nanti aku harus bicara langsung dengan orangnya.

"Tapi, kalo begitu, aku juga..."

"Hmm?"

"Kalo aku juga punya pacar, menurutmu apa aku bisa menjadi diriku yang berbeda?"

"....Yuria ingin menjadi orang yang berbeda?"

"Entahlah, tapi sekarang ini aku merasa..."

Yuria menatapku dalam-dalam, lalu dengan telunjuk yang dipoles dengan cat kuku berwarna biru muda, dia menyentuh ujung hidungku dengan lembut.

"Karena ada pria otaku bernama Ryota yang menerimaku baik sebagai gyaru maupun sebagai otaku, aku rasa aku tidak perlu pacar."

Yuria berkata begitu sambil tersenyum memperlihatkan gigi putihnya.

A-aku yang membuat dia merasa tidak perlu punya pacar...?

Justru sebaliknya, kalau teman prianya hanya otaku sepertiku, bukankah itu membosankan? 

Biasanya kan para gadis ingin berteman dengan pria tampan juga?

"Lagipula, kalo aku punya pacar, Ryota pasti akan merasa sungkan saat melihat pahaku, kan? Itu terlalu menyedihkan. Jadi sampai Ryota bosan melihat pahaku, aku juga tidak akan mencari pacar."

"O-oi, kalo begitu aku rasa aku tidak akan pernah bosan seumur hidupku, apa itu tidak apa-apa?"

"Se-seumur hidup, katanya...astaga. Ryota, kau benar-benar mesum tingkat tinggi, ya."

"Jangan katakan itu sambil tersenyum. Setidaknya katakan dengan ekspresi jijik."
 
Dan sambil kau melakukannya, hina aku lagi.

"Yah, bagian seperti itu dari dirimu benar-benar..."

"Hmm?"

"....Bukan apa-apa. Bagaimana kalo kita kembali ke kelas sekarang?"

"Ya, kau benar."

Karena waktu HR pagi sudah semakin dekat, aku dan Yuria pun berlari kecil kembali ke kelas.

Senyum Yuria saat aku memanggilku 'mesum tingkat tinggi' terlihat sangat manis.

Aku merasakan emosi yang berbeda dari kegembiraan yang kurasakan hanya karena dihina.

"....Yuria, mulai sekarang, bisakah kau terus menghinaku dengan senyuman?"

"Hah? Menjijikkan. Aku benar-benar jijik."

Kali ini, aku benar-benar membuatnya jijik secara langsung.

Inilah yang kuinginkan, pikirku sambil mengangguk.


★★★


Kecurigaan kalo aku berpacaran dengan Airi pun sepenuhnya lenyap, dan kehidupan sekolah yang dipenuhi ketegangan menjelang ujian pun dimulai.

Pelajaran benar-benar berfokus pada materi ujian, dan obrolan para siswa pun mulai berubah sepenuhnya menjadi topik belajar.

...Kecuali dua orang pembuat masalah.

"Nee nee, saat liburan musim panas nanti kita harus pergi menangkap serangga, ke festival, lalu ke kolam renang juga ya───!"

"Itu ide bagus, Airi. Kebetulan tahun ini aku juga ingin membeli baju renang baru."

Setiap jam istirahat, Airi dan Yuria selalu berkumpul di mejaku dan membicarakan soal liburan musim panas.

Biasanya, Kuroki Rui yang merupakan penengah dari trio gadis cantik ini akan menegur mereka untuk belajar, tapi saat ini Rui sedang dikepung oleh para siswa lain yang bertanya soal pelajaran, sehingga dia tidak bisa ikut dalam percakapan mereka.

Memanfaatkan hal itu, Airi dan Yuria terus saja membicarakan tentang liburan musim panas setelah ujian berakhir.

Padahal Airi akan dilarang bekerja paruh waktu kalo dia mendapat nilai merah, dan dari cara Yuria saat pelajaran berlangsung, sepertinya nilainya juga tidak begitu bagus... Haruskah aku menggantikan Rui untuk menegur mereka?

"Kalian berdua, aku sudah mengerti soal rencana liburan musim panas kalian. Tapi bagaimana dengan belajarnya sendiri?"

" "........." "

Saat aku bertanya secara halus, keduanya langsung menunjukkan ekspresi seakan dunia akan berakhir.

"O-oi, kenapa wajah kalian mendadak kosong begitu."

"Ryota itu, karena kau termasuk kelompok harigami-gumin, jadi kau bisa bersikap santai seperti itu, kan?"
 
Kelompok harigami-gumi adalah sebutan untuk 50 besar siswa dengan nilai terbaik yang ditempel di papan pengumuman.

"Kau tidak mengerti perasaan Airi dan murid-murid lain di 'gyaku-harigami-gumi'."

Gyaku-harigami-gumi adalah sebutan untuk siswa yang mendapat nilai merah dan namanya ditempel untuk kemudian dipanggil. 

Kedua orang yang termasuk dalam kelompok itu, yang sebelumnya tersenyum cerah, kini menatapku dengan pandangan kosong seolah merendahkanku.

"Ti-tidak, aku tidak bermaksud menyalahkan kalian atau semacamnya..."

"Tapi enak ya jadi Ryota yang pintar? Kalo kau merasa kasihan pada kami, berikan sel otakmu pada kami."

"Untuk Yuria, kalau aku memberikannya kau tetap tidak akan belajar, kan?"

"Dengar itu, Airi? Kita itu dianggap bodoh karena tidak belajar."

"Kejam sekali, Ryota!"

"Kau terlalu berlebihan menafsirkannya!"

Padahal mereka berdua sangat tidak suka belajar, bagaimana bisa mereka lulus ujian masuk sekolah ini... 

Kalo Airi, aku dengar dia melakukannya demi keluarganya, tapi untuk Yuria, kira-kira latar belakang seperti apa yang dia miliki.

"Ah! Benar juga! Kalo begitu, bagaimana kalo Airi dan aku berhasil menghindari semua nilai merah di ujian akhir semester, maka Ryota harus menemani semua rencana liburan musim panas kami tahun ini?"

"Ha? Haa!?"

"Itu benar-benar ide bagus! Kalo begitu, aku akan menyuruhmu membeli es krim kapan pun aku mau."

"Apa yang kau katakan Yuria ? Itu Itu sudah bukan rencana lagi."

"Kalo begitu───, mungkin aku harus memintanya membawakan tas belanjaku~"
 
Saat kami sedang berbicara, tanpa aku sadari Kuroki Rui sudah berada di mejaku.

Kenapa dia selalu muncul tepat saat topiknya seperti ini... dasar orang ini...!

"Kalau begitu, kami juga harus mulai belajar. Airi, ayo mulai."

"Siap〜"
 
Apa pun alasannya, keduanya akhirnya bersemangat dan kembali ke meja mereka untuk membuka buku pelajaran mereka.
 
"Bagus sekali, Ryota-kun."

"....Te-tentu saja, diajak melakukan berbagai hal saat liburan musim panas oleh gadis-gadis cantik seperti kalian adalah hal yang menyenangkan, tapi... belajar demi alasan seperti itu juga tidak ada artinya, kan?"

"Fufu...seperti biasa, kau memang kaku ya."

Rui tersenyum dengan ekspresi licik.

"Saat liburan musim panas, ayo kita banyak bermain bersama, oke?"

Bermain bersama tiga gadis cantik...sungguh, apa yang akan terjadi dengan liburanku ini.

Liburan musim panas penuh gejolak akan segera tiba.




Sebelumnya   Daftar isi      




Komentar