Kamu saat ini sedang membaca I Was Assigned to Be a Manager of a Female Dormitory, but the Level of the Girls Living There Was Just Too High. There’s No Way I Can Fit In Like This volume 1, chapter 1 Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
PENGHUNI JK YANG PENUH SEMANGAT
[TL\n: JK sering digunakan sebagai singkatan dari Joshi Kousei (女子高生), yang berarti siswi SMA.]
"──Hei, Souta, kau dengar? Kau tadi benar-benar melamun, ya?"
"Ah! A-aku minta maaf..."
Aku, Hirose Souta, yang sedang melamun mengingat masa lalu, ditegur oleh ibuku dan segera tersadar.
"Haa. Kau harus punya rasa tanggung jawab, ya. Mulai hari ini kamu adalah pengurus asrama, loh? Itu juga asrama milik nenekmu, jadi tolong lakukan bagianmu."
"Ya, ya. Aku mengerti."
"Oke, kembali ke penjelasan. Tentang tugas-tugas pengurus asrama, sudah cukup paham?"
"Berkat ibu yang sudah merangkumnya dalam cetakan, aku bisa memahaminya. Laminasinya juga membantu. Terima kasih."
Tempat di mana aku mendengarkan penjelasan dari ibuku adalah di ruang pengurus yang terletak di sebelah kanan lorong lantai satu.
Ruangan ini juga menjadi tempat yang paling cepat untuk merespons kalo terjadi masalah di ruang tamu bersama di antara para penghuni.
"Itu wajar karena karena nenek tiba-tiba dirawat di rumah sakit, jadi terpaksa kami meminta bantuanmu, Souta. Tapi, karena kau sudah menerima tugas ini, jangan jadikan itu sebagai alasan. Kalo kau melakukan kesalahan terhadap penghuni..."
"Ibu tidak perlu khawatir. Aku benar-benar mengerti."
Seperti yang dikatakan, asrama ini sebenarnya dikelola oleh nenekku, tapi karena kondisi kesehatannya memburuk, dia harus dirawat di rumah sakit.
Kali ini, aku dipanggil untuk mengisi kekosongan selama nenek dirawat.
"Tapi, pekerjaan pengurus asrama ternyata lebih banyak dari yang kuduga... Jujur, aku pikir tugasnya akan lebih sedikit."
Aku kembali melihat kertas yang telah dilaminasi.
Tugas-tugas yang tercantum di sana terlihat sangat banyak sekilas.
Dalam hal tugas besar, yang utama adalah menyambut penghuni.
Menyediakan makanan pagi dan sore. Membersihkan setelah makan. Belanja bahan makanan. Memastikan penghuni bangun. Manajemen kebersihan. Belanja barang habis pakai. Menerima surat dan paket. Membersihkan area bersama. Dan seterusnya...
"Yang pasti, pagi harus bangun lebih awal. Kalau memikirkan sarapan, mungkin harus bangun jam 5:20 pagi."
Waktu penyediaan sarapan di asrama ini adalah pukul 6:30 pagi. Artinya, makanan harus sudah siap sebelum waktu itu.
"Hah? Itu terlalu pagi. Sekalipun aku bangun jam 5:50 aku masih punya waktu. Aku akan memanggang roti di pemanggang roti, dan selagi aku melakukannya, aku akan memanggang ham dan mengoreng telur. Yang perlu aku lakukan hanyalah merebus air dan menggunakan sup jagung instan agar terlihat enak. Aku juga akan menambahkan beberapa potongan sayuran ke dalamnya."
"Memang benar aku bisa membuat menu itu dalam waktu singkat, tapi...aku lemah di pagi hari, jadi lebih baik berhati-hati. Kalau salah bumbu, bisa bahaya."
Tugas sebagai pengurus ini adalah permintaan dari keluarga. Rasa tanggung jawab dan misinya sangat besar.
Dengan kata lain, pekerjaan harus sebanding dengan yang dilakukan nenek. Kalo tidak, penghuni akan kecewa. Kesalahan yang bisa dihindari harus dihindari.
"Tolong jangan sampai melakukan kesalahan konyol, ya? Penghuni di sini baik-baik, mereka mungkin akan memakannya, tapi..."
"Se-serius itu?! Kalo begitu, aku akan bangun lebih pagi."
"Bagus. Tapi, kau sudah bertahan di perusahaan hitam selama 3 tahun, jadi pekerjaan ini seharusnya mudah, kan? Santai saja di bagian yang tidak masalah."
Kata-kata penghiburan itu menyentuh, tapi kenyataan keras tetap tidak berubah.
"Berapa bulan lagi sampai aku bisa santai?"
"Itu tugasmu untuk mengaturnya. Kalo kau tidak berusaha, tidak akan ada kelonggaran, dan tidak bisa bekerja efisien."
"Be-benar juga."
Itu adalah kebenaran yang sulit dibantah.
"Yah, kalo ada yang tidak kau mengerti, kau bisa tanyakan pada Hiyori-chan yang akan pulang lebih awal."
"Kau tahu? Kepribadian seperti apa gadis itu, Hiyori-chan? Lagi pula, akan lebih mudah untuk mengenalnya kalo kau mengenalnya terlebih dahulu."
"Ah, benar juga, aku belum menjelaskannya. Singkatnya, dia ceria, energik, rajin, punya rasa tanggung jawab yang kuat, dan mungkin yang paling santai di asrama ini."
"Oh, kedengarannya dia anak yang baik."
"Ya, dia memang anak yang baik. Aku sudah mengiriminya email yang memintanya untuk menjaga Souta mulai hari ini dan seterusnya, dan dia menjawab dan dia membalas, 'Mengerti!' Jadi, dia pasti akan membantumu. ...Tapi asal kau tidak berpikir macam-macam hanya karena dia imut."
"Ah, tentu saja aku tidak akan berpikir seperti itu."
Ibuku menatapku dengan tatapan yang agak mencurigai.
Apa dia seimut itu ya? Aku jadi penasaran, tapi aku tidak punya waktu untuk memikirkan hal-hal aneh.
"Bu, bolehkah aku meminta ibu menceritakan tentang penghuni lainnya?"
"Tidak mau. Ada daftar nama, jadi setidaknya hafalkan nama-nama mereka."
"Eh..."
"Ibu tidak bermaksud jahat. Kau bisa tanyakan langsung pada Hiyori-chan yang pertama kali pulang. Kalau ibu ceritakan semuanya, nanti kau tidak ada bahan obrolan untuk mendekatkan diri."
"Oh, begitu ya..."
"Hanya ada satu hal yang bisa kukatakan, kalo Souta bisa menjadikan Hiyori-chan sebagai sekutu, dia akan membantumu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman. Jadi, jangan sampai melakukan hal yang membuatmu dibenci."
Jarang sekali ibuku mengatakan hal seperti ini.
Pasti Hiyori-chan adalah kunci untuk bisa beradaptasi di asrama ini...
"Oke, penjelasan tentang asrama sudah selesai. Ibu harus pulang sekarang. Sudah hampir jam 3 sore."
"Eh, kau sudah mau pulang? Bukankah ini masih terlalu cepat?"
"Aku juga sibuk, lho. Aku sudah mengisi ulang barang-barang habis pakai dan bahan makanan kemarin, jadi sekarang tugasmu adalah membersihkan dan menyiapkan makan malam. Pastikan untuk melakukan yang terbaik."
"...Ya. Terima kasih. Untuk makan malam, aku perlu menyiapkan untuk 5 orang, termasuk aku, kan?"
"Tidak, hari ini cukup untuk 4 orang. Ada seorang penghuni bernama Mirei-chan yang bersekolah di SMA yang sama dengan Hiyori-chan. Dia sudah ada rencana dan akan makan di luar."
"Di hari pertamaku bekerja, dia punya rencana, ya..."
Mendengar hal ini, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak membayangkan hal-hal aneh.
Apa dia menghindariku? Atau semacamnya...
"Sayang sekali, karena kau kehilangan kesempatan untuk berbicara dengannya, terutama saat makan malam."
"Tapi, aku akan menerimanya. Mau bagaimana lagi, kalo dia sudah punya jadwa lain."
"Itu yang terbaik. Nah, seperti yang sudah kukatakan, aku akan pulang sekarang."
"Baik. Aku akan mengantarmu."
"Hmm? Tidak perlu, tidak perlu. Daripada mengantarku, lebih baik gunakan waktumu untuk bekerja."
"Memang begitu, tapi mengantarkan ibu sebentar saja..."
"Kau tidak bisa mendengarkan instruksiku? Ini hari pertamamu, jadi prioritaskan pekerjaanmu. Mengerti?"
"...Ya."
Dari caranya, sepertinya dia tidak ingin diantar. Dia memberikan instruksi ini agar aku terbiasa dengan pekerjaan. Dalam situasi seperti ini, aku hanya bisa mengangguk.
"Jawaban seperti itu tidak membuatku tenang. Keras kan lagi suaramu!"
"Ya, ya! Aku akan berusaha!"
"Bagus, lulus!!"
Saat itu, ibuku mengangkat tangannya tinggi-tinggi—
"Semangat!"
"Ugh, sakit!!"
"Suaranya bagus, ya."
Dengan suara tepukan yang jelas, 'bam!', ibuku membuka pintu ruang pengurus dan berjalan dengan percaya diri menuju pintu masuk, seolah tidak terjadi apa-apa.
"Sudahlah..."
Fakta kalo dia tidak menoleh ke belakang mungkin merupakan ekspresi perasaannya, 'Aku serahkan sisanya padamu.' Setelah puluhan tahun bersama, aku bisa memahami maksudnya dengan mudah.
Aku memahami perasaannya, aku tidak mencoba menahannya.
Sambil mengusap pantatku untuk meredakan rasa sakit, aku menatap kertas laminasi yang berisi daftar tugas.
Suara langkah kaki menuju pintu masuk, diikuti suara pintu asrama yang membuka dan menutup, membuat ruangan menjadi sunyi.
Di tengah kesunyian itu, setelah menyusun rencana kerja dan pembagian waktu dengan baik, aku tidak sengaja mengeluarkan komentar seperti ini:
"...Ini benar-benar membangkitkan kenangan."
Aku kembali merasakan interior dan suasana yang tidak berubah sejak dulu.
"Aku tidak percaya aku akan kembali ke sini untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade. Semoga dia baik-baik saja."
Meskipun waktu telah berlalu, kembali ke tempat ini membuatku teringat dengan jelas.
Gadis yang pernah melamarku.
Gadis yang ketika marah, pipinya mengembang, sehingga aku memanggilnya 'Muu-chan'.
"──Ah, tidak ada waktu untuk melamun. Aku harus segera bekerja..."
Meskipun merasa sedikit tidak bersemangat, aku menguatkan diri dan mengambil alat-alat kebersihan sesuai petunjuk ibuku.
Area yang harus dibersihkan adalah seluruh asrama, kecuali kamar pribadi. Di dalam, ada pintu masuk, lorong, ruang tamu, dan toilet. Di luar, ada area depan pintu masuk dan dek kayu.
Di kertas laminasi tertulis saran untuk memulai membersihkan dari area yang lebih luas.
Sekarang pukul 15:00.
Kalo mempertimbangkan waktu mulai memasak makan malam, aku hanya punya sekitar 90 menit untuk membersihkan. Aku segera menuju ruang tamu, yang bisa dibilang area terluas.
Sebagai catatan, kalo kinerjaku tidak memuaskan, penghuni akan melaporkannya kepada ibuku. Tentu saja, aku tidak ingin laporan yang buruk sampai ke ibuku.
Dalam situasi seperti ini, yang ada hanyalah perasaan krisis, dan aku menunjukkan konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya.
Berkat itu, aku begitu serius membersihkan noda di lantai hingga tidak menyadari kedatangan seorang penghuni.
Dengan langkah pelan dan hati-hati, seseorang mendekatiku dari belakang dan memperhatikan pemandangan kerjaku.
"......"
Saat aku berhasil membersihkan satu noda lagi, aku mendengar suara ini.
"Wah... Noda itu hilang begitu saja, ya?"
"Ya, luar biasa, kan? Air panas dan deterjen sangat efektif."
"Kalo begitu, noda di sini mungkin juga bisa hilang...?"
"Sepertinya bisa. Lihat ya."
"Ya!"
Jari telunjuk yang ramping menunjuk ke arah noda dalam pandanganku.
"...Eh?"
Tepat setelah menyemprotkan deterjen pada noda itu, aku merasakan keanehan yang pasti.
Apa tadi ada yang berbicara padaku? ...Tidak, pasti tadi ada percakapan, bukan?
Dan aku bertanya-tanya jari apa itu? Aku menghentikan tanganku yang sedang bergerak dan perlahan memutar kepalaku—pemandangan yang terlihat adalah ke-2 kaki yang terbungkus kaus kaki putih setinggi lutut.
"Hmm...?"
Ketika aku mendongak dengan ekspresi bingung di kepalaku, aku melihat rok kotak-kotak dan blazer biru tua, lalu rambut pendek cokelat bergelombang masuk ke dalam pandanganku.
Pada akhirnya, itu adalah momen ketika tatapan kami bertautan dengan mata berwarna madu yang menatapku.
"Halo! Senang bertemu denganmu!!"
"Waah!?"
Sapaan yang cerah dan nyaring serta penghormatan yang tajam. Aku melangkah mundur, suaraku bergetar meskipun usiaku sudah tua.
Tiba-tiba, seorang gadis berseragam sekolah muncul di hadapanku. Itu pun seorang gadis yang tidak kukenal, melakukan hal yang mengejutkan.
"Ah, apa kau baik-baik saja!? Maaf aku tidak bermaksud mengejutkanmu! Aku hanya tidak ingin mengganggumu karena kau sedang fokus bekerja...!"
Gadis itu menggerakkan kedua tangannya dengan panik, mencoba menjelaskan. Sepertinya dia tidak bermaksud buruk. Perlahan-lahan, aku mulai tenang dari kepanikan dan akhirnya bisa berpikir jernih.
"Eh... Maaf kalo aku salah, tapi apa kau Hiyori, salah satu penghuni asrama?"
"Ya! Benar! Aku Hiyori Shinohara! Kau pasti Sodai-san, pengurus baru yang dikirim oleh ibumu, kan? Aku sudah mendengar situasinya dari ibumu! Senang bertemu denganmu, dan tolong bantu aku mulai hari ini!"
Dia menyapaku dengan senyuman lebar. Aku juga ingin membalas sapaan yang ceria itu, tapi ada masalah yang muncul. Sejak awal, namaku disebut dengan salah, 'Sodai'.
Mungkin dia melewatkan tanda koma di nama 'Souta' saat berkomunikasi melalui pesan dengan ibuku.
Sebentar, aku berpikir untuk mengabaikannya, tapi kalo dibiarkan, kesalahpahaman ini bisa menyebar ke penghuni lain. Aku memutuskan untuk memberitahunya segera.
"...Senang bertemu denganmu juga. Aku Hirose Souta."
"Ah!?"
Dengan malu-malu aku mengoreksi namanya, tapi sepertinya dia menyadarinya saat aku memperkenalkan diri. Dia menarik napas dalam-dalam, matanya yang berwarna madu melebar, dan mulutnya membentuk bentuk yang sama.
Setelah reaksi itu, dia langsung berkata,
"Ja-jadi, namamu Souta-san, ya? Ah, aku benar-benar minta maaf karena bersikap kasar...!!"
"Tidak, tidak, jangan khawatir, tidak apa-apa."
Dia terus menundukkan kepalanya untuk meminta maaf, dan aku mengibaskan tangan untuk menenangkannya.
Dari sini, aku sudah bisa melihat. Seperti yang dikatakan ibuku, dia memang ceria, energik, dan memiliki rasa tanggung jawab.
Dan, meskipun ini adalah pertemuan pertama, caranya mencoba memimpin percakapan membuatku merasa dia bisa diandalkan. Padahal, dia lebih muda dariku.
"Aku yang harus minta maaf. Aku terlalu fokus membersihkan sampai tidak menyambutmu... Padahal itu salah satu tugas pengurus."
"Ah, itu tidak apa-apa... Sebenarnya, Hiyori membuka pintu depan pelan-pelan agar tidak bersuara..."
"Eh? Kenapa?"
"Eh... Aku ingin melihat seperti apa Souta-san sebelum berbicara, hehe."
Dia menggaruk pipinya yang lembut dengan jari telunjuk, mengirimkan pandangan yang agak gelisah.
Sepertinya dia merasa tidak nyaman atau berharap aku mengerti maksudnya.
"Hmm? Ah... begitu ya."
Aku mencoba memahami dari sudut pandang Hiyori.
Meskipun dia tahu latar belakangku, baginya, ini adalah pertemuan pertama dengan seorang pria asing di ruang yang hanya berisi kami berdua. Kalo ada situasi di mana dia tidak bisa melawan kalo terjadi sesuatu, wajar kalo dia waspada. Itu juga mungkin sulit diungkapkan.
"Kalo begitu, bagaimana menurutmu? Apa kesanmu tentangku Hiyori-san?"
"Umm, kau terlihat sangat ramah dan aku merasa lega! Sebenarnya, aku melihat ada motor besar di luar, jadi aku sempat berpikir jangan-jangan kau orang yang menakutkan...!"
"Ah, haha. Memang wajar kalo ada yang salah paham seperti itu. Tapi, orang yang mengendarainya adalah orang seperti ini."
Motor yang aku kendarai adalah motor besar. Bahkan, sudah dimodifikasi. Saat berkendara, penampilannya cukup menarik perhatian hingga sering dipuji oleh pengendara lain.
Kalo motor adalah faktor pertama yang membentuk kesan tentangku, wajar kalo dia merasa waspada.
"Jadi, Hiyori-san. Mari kita bekerja sama mulai sekarang."
Setelah semuanya jelas, aku mengucapkan salam lagi. Karena kepribadian Hiyori yang ceria, apa yang dikatakan ibuku tentang dia sebagai 'anak yang santai' memang benar.
"Tentu saja! Oh ya, tolong panggil aku 'Hiyori' saja. Aku dengar kau lebih tua dariku, kan!"
"...Terima kasih. Kalo begitu, aku akan memanggilmu seperti itu."
"Hehe, tolong ya!"
Meskipun aku lebih tua, aku sendiri terkejut karena tanpa sadar aki sudah berbicara dengan nada yang santai.
Kalo bukan karena Hiyori yang ceria dan mudah diajak akrab, mungkin ini tidak akan terjadi.
"Omong-omong, Souta-san. Apa ada yang bisa Hiyori bantu?"
"Bantu?"
"Misalnya, membantu membersihkan atau menunjukkan sekitar asrama! Aku pikir karena ini tempat baru untukmu, mungkin ada banyak hal yang membingungkan... Bagaimana?"
Dia menawarkan bantuan bukan dengan wajah kesal, tetapi dengan senyuman yang cerah. Dia sangat ramah dan terasa sangat bisa diandalkan untuk seorang siswa SMA.
『Kalo kau bisa menjadikan Hiyori -chan sebagai sekutumu, dia akan membantumu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.』
Apa yang dikatakan ibuku terus terbukti benar, dan aku tidak bisa menahan tawa.
"A-apa Hiyori mengatakan sesuatu yang aneh...?"
"Ah, maaf. Tidak apa-apa."
Melihat ekspresiku yang sedikit berubah, dia bertanya dengan suara khawatir. Aku merasa bersalah karena membuatnya khawatir tanpa alasan.
"Kalo begitu, syukurlah! ...Jadi, bagaimana?"
"Hmm, baiklah. Karena kau sudah menawarkan, aku akan menerima bantuanmu."
"Ya! Silakan!"
"Bisakah kau membantu membersihkan lantai dengan floor wiper dan lap pembersih? Aku pikir kita bisa berbicara lebih banyak sambil membersihkan ruang tamu bersama."
"Itu ide yang bagus! Hiyori setuju!"
"Haha, terima kasih."
Tidak hanya dibantu, tapi juga dipuji dengan kata-kata 'ide yang bagus'—itu jarang terjadi.
Di lingkungan baru tanpa teman atau kenalan, sikapnya yang berusaha berkomunikasi setiap ada kesempatan sangat menyenangkan.
"Apa kau tidak perlu mengganti seragammu? Mungkin saja seragammu akan kusut saat kau melakukan pembersihan."
"Tidak masalah untuk sekadar membersihkan. Oh, tapi lantainya akan basah karena lap pembersih, jadi mungkin lebih baik melepas kaus kaki..."
"Benar. Aku pikir itu lebih baik... Eh!?"
"Oisho, nsho..."
Begitu aku setuju, tanpa ragu dia meraih salah satu pahanya dengan kedua tangan dan mulai perlahan-lahan melepas kaus kaki putih setinggi lututnya.
"Eh..."
Mungkin karena terbiasa tinggal di lingkungan yang hanya dihuni oleh perempuan, dia menganggap tindakan ini wajar dan tidak berhenti.
Sepertinya dia terlalu fokus pada melepas kaus kaki hingga tidak mendengar suaraku yang mencoba menghentikannya.
"Tidak... itu..."
Aku terlalu terkejut untuk memproses informasi dengan cepat, dan mataku tidak bisa berpaling.
Paha yang mulus, pergelangan kaki yang ramping, kaki telanjang dengan kuku berwarna merah muda... Saat satu kaus kaki selesai dilepas.
Melepas kaus kaki adalah hal yang biasa... tapi tidak di depan pria yang baru pertama kali bertemu.
Lalu saat dia mulai melepas kaus kaki yang satunya lagi, aku akhirnya tersadar.
Aku segera mengalihkan pandangan dan mencoba mengalihkan pikiranku dengan melanjutkan membersihkan lantai.
Mungkin untuknua, ini adalah hal yang biasa. Sebagai pengurus, aku juga harus lebih berhati-hati...
"Hmm, oishotto. Kalo begitu, Souta-san! Hiyori akan memasukkan kaus kaki ke mesin cuci, lalu kembali dengan floor wiper dan lap pembersih!"
"Ya, ya. Tolong ya."
Aku kembali bertatap muka dengannya, yang dengan sopan memberitahuku rencana tindakannya selanjutnya.
Kaus kaki yang telah dilepas dilipat rapi, dan kedua kakinya yang berkulit putih terlihat jelas.
"Kalo ada hal lain yang bisa Hiyori bantu, tolong beri tahu ya."
"Baik. Terima kasih banyak."
"Tidak apa-apa! Kalo begitu, Hiyori akan segera mempersiapkannya!"
"Ah! Kai tidak perlu buru-buru, pelan-pelan saja—"
Ceria, energik, dan bertanggung jawab. Kalo dilihat dari sisi negatif, dia terlihat agak ceroboh... dan aku memiliki firasat buruk tentang hal itu...
Dan sayangnya, firasatku terbukti benar.
"───Uwawa!?"
"Apa!?"
Yang aku saksikan adalah dia tersandung kaki kirinya sendiri dengan kaki kanannya, kaus kaki yang dipegangnya melayang di udara, dan tubuhnya terjungkal ke depan.
Aku mencoba meraihnya untuk menyelamatkannya, tetapi gagal.
'Dodan!' Hiyori jatuh dengan keras ke lantai, dan suara berat itu menggema di ruang tamu...
"Uuu, sakitnyaaa~..."
Dia merintih lemah, hampir seperti akan menghilang.
Meski begitu, sepertinya dia sempat mengambil posisi yang aman, karena kedua tangannya masih bergerak-gerak dengan sedikit tenaga.
"Umm, apa kau baik-baik—!?"
Aku segera berlari mendekatinya karena khawatir. Tapi, karena tindakan itu, aku malah melihat sesuatu yang seharusnya tidak kulihat.
Roknya yang terangkat karena jatuh, memperlihatkan celana dalam putih bersihnya...
Hasil dari tindakan alami yang berujung pada situasi yang seharusnya tidak terjadi.
Haruskah aku mengulurkan tangan untuk membantunya bangun dengan mudah, atau berpura-pura tidak melihat dan memberinya ruang?
Keduanya adalah pilihan yang benar dan salah sekaligus.
Kebingungan itu memperlambat keputusanku.
"Ah."
Satu kata yang terdengar oleh telingaku.
Dia mungkin merasakan sesuatu yang tidak biasa, karena dia menepuk-nepuk roknya dengan tangan kanannya yang diletakkan di pantat, lalu tersentak seolah menyadari situasinya.
Kemudian, dia meluruskan roknya yang terlipat dengan pergelangan tangannya, dan perlahan menoleh ke arahku.
"......"
"......"
Mata kami bertemu. Kami saling menatap dalam diam selama 3 detik.
Dia berdiri perlahan sambil memegangi roknya.
Ke mana perginya senyum polos dan lugu itu? Sekarang, dia menatapku dengan wajah serius yang menakutkan.
"E-eh, Hiyori... Umm, aku tidak melihat apa-apa."
Situasi yang sulit dihindari. Meskipun aku tidak ingin menyakitinya, yang bisa kukatakan hanyalah alasan yang terdengar memaksakan.
Fakta kalo aku telah melihat sesuatu yang seharusnya tidak kulihat. Aku terus menatapnya dengan wajah penuh penyesalan saat itu.
"Umm, Hiyori baik-baik saja! Bokongku tidak terlihat kok!"
"...Eh?"
Ekspresinya tiba-tiba berubah.
Dia seolah-olah mengatakan kalo tidak masalah kalo celana dalamnya terlihat, dan tersenyum kecut dengan santai.
"Sebaliknya, maaf! Kau melihat sesuatu yang tidak pantas... Seharusnya aku memakai yang lebih imut, hehe..."
"Ti-tidak..."
Dia menyadari kalo celana dalamnya terlihat, tapi tidak hanya memberikan respons yang tak terduga, dia juga terlihat tidak merasa malu sama sekali. Aku hanya bisa terkejut.
...Lebih dari itu, aku ingin segera mengubah topik pembicaraan.
"Ja-jadi, kau tidak terluka, kan? Kau baik-baik saja...?"
"Aku baik-baik saja. Apa itu disebut teknik jatuh? Sepertinya aku bisa melakukannya secara alami!"
"Be-begitu ya... Kalo sakit, ada plester atau kompres dingin di kulkas, jadi beri tahu aku ya."
"Terima kasih. Kalo begitu, Hiyori akan pergi sekarang. Ayo cepat membersihkan, jangan buang waktu!"
"Ya, ya..."
Dia mengambil kaus kaki yang jatuh ke lantai saat terjatuh dengan 'oisho', lalu berjalan menuju lorong dari ruang tamu, seolah belajar dari kesalahan sebelumnya.
Aku mengikutinya dengan pandangan sampai punggungnya menghilang, lalu tanpa sadar menghela napas lega.
"Haa..."
Setidaknya, dia terlihat mengerti kalo aku tidak bermaksud buruk saat melihat celana dalamnya, dan itu adalah kecelakaan—
"Kalo bukan Hiyori, mungkin aku sudah diusir dari asrama ini..."
Ini adalah insiden yang bisa dengan mudah berubah menjadi masalah besar, tapi bisa diselesaikan dengan mudah seperti ini pasti karena dia.
Dia yang tidak merasa malu, sikapnya yang tidak berubah sama sekali, dan kemampuannya untuk segera memahami situasi adalah hal yang langka.
Aku memutuskan untuk lebih berhati-hati agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi...