> CHAPTER 1—MENJADI PACAR PALSU DAN MENGHADIRI REUNI SMA DENGAN MANTAN TEMAN SEKELAS

CHAPTER 1—MENJADI PACAR PALSU DAN MENGHADIRI REUNI SMA DENGAN MANTAN TEMAN SEKELAS

 







"Apa yang  kau lakukan sekarang? Mau minum denganku?"


Apa ini? Tulisan tanpa daya tarik sama sekali!? 


Itu adalah pesan dari teman sekelas SMA-ku, Komatsuzawa Sachiko. 


Saat itu, aku yang sedang bekerja di kantor dengan penuh semangat, merasa hatiku hancur saat melihat pesan ini. 


Aku sedang bekerja sendirian di kantor kosong selama libur Obon, tapi aku memutuskan untuk pulang dan minum bersama orang itu setelah liburan panjang. 


[TL\n: Obon (お盆) adalah festival tradisional Jepang yang diadakan untuk menghormati arwah leluhur. Festival ini biasanya berlangsung pada pertengahan bulan Agustus, meskipun tanggalnya bisa bervariasi tergantung pada daerah.]


Keputusan ini, jika boleh dibilang, kemudian mengubah hidupku.


Jika suatu hari nanti aku memiliki anak, mungkin aku akan menceritakan hari ini kepada mereka.


□ Aku bekerja selama liburan Obon


Libur Obon? Apa itu? Enak tidak?


Saking parahnya situasiku, aku sampai merasa ingin mengucapkan hal sejenis itu. 


Aku bekerja sebagai desainer di sebuah perusahaan konstruksi, dan menjelang libur Obon, aku menerima email dari klien yang mengirimkan blue prin.


"Saya akan sangat berterima kasih jika Anda bisa membuat gambar detailnya sampai setelah libur Obon."


Meskipun surat email dari klien tampak sangat fleksibel, pernyataan 'setelah libur Obon' sebenarnya berarti aku harus menyelesaikan gambar tersebut selama liburan jika tidak ingin melewati batas waktu.


Meskipun terdengar sederhana, ini berarti aku mendapatkan pekerjaan dengan volume yang cukup besar menjelang libur Obon.


Berapa hari libur Obon? Kapan saja tanggalnya? Aku masih bekerja. Dan saat itulah aku menerima pesan dari Komatsuzawa Sachiko.


"Apa yang  kau lakukan sekarang? Mau minum denganku?"



Apa yang sedang aku lakukan? Aku bekerja, tentu saja! Aku sedang bekerja keras! 


Aku harus menyelesaikan 13 gambar detail dan matrik hingga akhir libur Obon! Bahkan gambar penampang minimal butuh 4 lembar!


Berapa banyak pekerjaan yang harus dilakukan? Bahkan jika satu lembar memakan waktu 4 jam, volume pekerjaannya sangat besar! 


Aku benar-benar ingin waktu berhenti, entah oleh dewa, biksu, atau Doraemon sekalipun!


Saat aku merasa putus asa, pesan dari Sachiko menghancurkan hatiku.


"Padahal aku sedang bekerja, tapi aku sudah menyerah. Aku akan pulang dan bergabung."


Aku membalas pesan tersebut. Aku memutuskan untuk menyimpan gambar yang sudah ku kerjakan sampai sejauh ini, dan mematikan Windows. 


Kebetulan, muncul pemberitahuan pembaruan Windows pada saat yang sangat tidak tepat, jadi aku memutuskan untuk memperbarui dan meninggalkan kantor. 


Kenapa selalu ada pembaruan saat aku ingin pulang cepat? Kalo komputer ini menyala setelah libur Obon, itu urusanku nanti.


□ Tentang Komatsuzawa Sachiko


Komatsuzawa Sachiko adalah teman sekelasku di SMA. Dia selalu tersenyum, cantik dengan rambut panjang, banyak teman, dan sangat disukai oleh semua orang.


Dulu, ada desas-desus kalo dia memiliki pacar mahasiswa, sehingga aku, yang lebih pendiam, merasa sudah berbeda dunia dengan dia. 


Kalo dia adalah 'matahari,' maka aku adalah 'yin.' (Kegelapan) 


Meskipun kami berada di kelas yang sama selama 3 tahun di SMA, kami hanya berbicara beberapa kali.


Aku pernah melihat dia di sekitar loker sekolah, halaman tengah, dan lorong, didekati oleh orang-orang yang ingin menyatakan cinta, tapi aku hanya bisa mengabaikannya, merasa kalo dunia kami benar-benar berbeda.


Aku adalah pria yang sangat membosankan. Setiap hari pergi ke sekolah, pulang setelah pelajaran, dan tidak terlibat dalam kegiatan club. 


Aku pulang untuk menggambar manga atau membaca light novel, dan secara diam-diam bermimpi menjadi seorang mangaka atau penulis.


Kami lulus SMA tanpa peristiwa besar, aku mengulang satu tahun dan melanjutkan ke universitas swasta lokal. 


Pindah ke tempat tinggal baru setelah lulus, aku akhirnya bisa menabung untuk biaya pindahan.


Apartemen 1LDK dengan ukuran 10 tatami dan lantai kayu dengan sewa 55 ribu yen adalah harga standar di Fukuoka. 


[TL\n: 1LDK adalah istilah yang digunakan di Jepang untuk merujuk pada jenis tata letak apartemen atau rumah. Singkatan ini menjelaskan jumlah ruangan dan fungsinya: 1: Satu kamar tidur. L: Ruang tamu (Living room). D: Ruang makan (Dining room). K: Dapur (Kitchen).]


Jauh lebih murah dibandingkan Tokyo. Di Fukuoka, ada juga apartemen seharga 30 ribu yen jika kau mencarinya dengan cermat, jadi aku merasa aku tinggal di tempat yang agak baik.


Aku merasa seperti aku telah meregangkan diriku sebanyak itu. Dengan gaji 250 ribu yen dan penghasilan bersih sekitar 200 ribu yen. 


Sewa 55 ribu yen, ditambah biaya parkir 15 ribu yen, total 70 ribu yen hanya untuk tempat tinggal. 


Aku makan di toko serba ada setiap hari setiap kali makan, jadi aku tidak merasa seperti sedang makan makanan enak sama sekali, tapi biaya makan ku sepertinya lebih dari 90 Ribu yen sebulan. 


Setelah membayar tagihan Hp, tagihan utilitas, tagihan air, dan kredit mobil, aku hampir tidak punya apa-apa lagi...​


Untuk apa aku bekerja? Aku tidak merasa itu terlalu boros sama sekali...​


Pada hari aku pindah ke apartemen yang ku tinggali sekarang, aku pergi untuk menyapa kedua tetangga.​


Lalu, orang yang kebetulan tinggal di kamar sebelah kiri adalah   Komatsuzawa Sachiko.


"Eh? Apa mungkin Komatsuzawa-san?!"


"Eh?! Takiya-kun?!"


Nama ku adalah Takiya Naoki. Meski namaku tidak menarik atau apapun, dia tapi  masih mengingatku.

 

"Sudah berapa tahun ya sejak kita lulus SMA?"


"Kalo kita lulus pada usia 18 tahun dan sekarang usia kita 28 tahun, berarti sudah 10 tahun? Sudah cukup lama juga!"


Begitulah, aku secara kebetulan bertemu kembali dengan mantan bunga Takamine-ku , tapi setelah itu tidak ada yang berubah dan satu tahun berlalu begitu saja. 


Kadang-kadang ada permintaan seperti "Aku ingin membuang lemari ku, jadi tolong bantu ku," atau "Aku menemukan kecoa, jadi tolong bantu aku membuangnya", jadi aku membantu sesekali, tapi tidak ada yang lebih dari itu. 


Kami hanya memiliki hubungan yang sedikit lebih dekat dibandingkan tetangga biasa. 


Kami bertukar akun LINE, dan undangan untuk membantu membasmi kecoak juga dikirim lewat pesan LINE.


Sebaliknya, ada hal buruknya, yaitu aku harus lebih memperhatikan kebisingan di sebelah. Aku menghindari menggunakan vacuum cleaner atau mesin cuci di malam hari. Meskipun tidak ada masalah dengan 'suara' karena aku tidak memiliki pacar...


[TL\n: Maksudnya desahan saat ngewe]


Jika tidak ada hal-hal seperti itu, mungkin aku tidak akan menerima pesan darinya.


□ Pesta minum hanya untuk dua orang


Suatu hari, aku menerima undangan reuni SMA untuk merayakan 10 tahun setelah kelulusan. 


Dulu, aku memiliki 2 atau 3 teman dekat, jadi aku ingin bertemu mereka lagi setelah sekian lama. 


Tapu, sepertinya Komatsuzawa-san memikirkan hal yang berbeda.


Restoran izakaya yang direkomendasikan Sachiko melalui pesan LINE terletak di lantai satu gedung apartemen kami. 


Karena berada di gedung yang sama, daerah sekitarnya juga sama, jadi itu sangat membantu. 


Saat aku tiba di restoran, dia sudah mulai minum.


"Terima kasih atas kerja kerasmu."


Saat aku masuk ke restoran, aku mengangkat tangan kananku sebagai salam pada Komatsuzawa-san yang duduk di meja bar.


"Eh? Hari ini kau kerja?"


Dia melihat pakaian kerjaku dan langsung memahaminya.


"Klien memintaku melakukan sesuatu yang sulit..."


"Itu sangat menyedihkan. Tapi syukurlah, ayo kesini."


"Aku menyerah karena pekerjaan tidak akan selesai juga, jadi aku pulang dan datang ke sini."


"Hehehe."


Senyum Komatsuzawa-san yang khas tetap sangat manis. 


Restoran ini adalah tempat yang sedikit lebih mewah, seperti gabungan bar dan izakaya.


"Ah, sejuk sekali. Di luar hampir 30℃."


"Terima kasih. Kau banyak berkeringat, ya? Mau bir?"


"Ah, boleh juga."


Meskipun aku bilang aku sudah pulang dari pekerjaan, aku tiba di restoran sekitar pukul 5 sore, jadi itu tidak terlalu awal.


"Selalu ada restoran yang buka bahkan saat libur Obon."


"Benar, aku berniat pergi ke minimarket, tapi saat aku turun, restoran ini terbuka jadi aku langsung masuk."


"Haha."


Mungkin itu adalah keputusan yang tepat.




Setelah bersulang, kami mulai minum bersama Komatsuzawa-san. Meskipun kami sudah dewasa, dia adalah idola kelas di SMA, jadi aku tentu saja merasa gugup.


"Kenapa? Hari ini ada apa?"


Aku berusaha untuk tetap tenang sambil minum bir. Keringat yang keluar banyak, tetapi bisa ku akali dengan alasan cuaca panas di luar.


"Apa kau mau akan pergi ke reuni besok?"


"Ya, sepertinya aku akan pergi."


Sebenarnya, saat siang hari ini, aku hampir menyerah, tapi sekarang aku sudah tidak peduli lagi, jadi aku memutuskan untuk pergi ke reuni besok.


"Ada sesuatu yang ingin aku diskusikan..."


"Kenapa tiba-tiba jadi menggunakan bahasa formal?"


Di meja bar, sambil menata makanan kecil dan bir, Komatsuzawa-san terlihat canggung dan menyatukan kedua tangannya.


"Apa? Apa? Bolehkah aku memintamu untuk tidak beribadah? Aku takut!"


"Bisakah kita berpura-pura kalo kita pacaran di reuni besok?"


"Eh?!"


"Kita sudah berpacaran selama setahun dan berencana menikah...kira-kira seperti itu?"


Dia duduk di sampingku, menghadapku dengan tangan yang disatukan, alisnya mengerut. 


Dia menutup satu matanya dengan sedikit canggung, dan ekspresi itu sangat imut!


"Eh? Ah? Hmm? Di mana? Hmm? Apa maksudmu?"


Aku benar-benar bingung. Kata-kata yang hendak kukatakan tidak bisa aku sampaikan sampai akhir. 


Komatsuzawa-san mengambil satu teguk bir dari gelasnya sebelum mulai berbicara.


"Besok adalah reuni setelah 10 tahun."


"Ya."


"Dan banyak wanita yang akan datang."


"'Wanita'—kata itu terasa ketinggalan zaman. Ya."


"Yoshizawa-san dan Haruka-chan sudah menikah!"


'Yoshizawa-san' dan 'Haruka-chan' adalah teman sekelas yang samar-samar kuingat wajahnya. Oh, mereka sudah menikah...


"Ah, begitu ya?"


"Aku masih single."


"Ah, begitu."


"Dan aku tidak punya pacar."


"Begitu ya."


"Jadi aku tidak bisa pergi ke reuni."


"Hmm? Itu yang aku tidak mengerti."


"Umm..."


Komatsuzawa-san tampak sedikit bingung, lalu menjelaskan dengan lebih jelas.


"Kalo seorang wanita berusia 30-an dan belum menikah, tidak punya pacar, dan tidak ada gosip, itu bisa membuatnya merasa tidak enak."


"Oh, begitu ya."


Aku tidak sengaja menggunakan bahasa formal. Meskipun dia mengacu pada usia 30-an, dia baru 29 tahun, masih di usia 20-an, jadi sepertinya dia tidak perlu terlalu khawatir...


"Jadi, aku berpikir untuk berpura-pura memiliki pacar, tapi imajinasiku tidak cukup dan terasa terlalu kosong, jadi aku menyerah."


"Ah, jadi aku yang..."


"Ya, itulah maksudku."


Dia terlihat sedikit menyesal. 


Melihat gadis cantik yang tampak canggung membuatku merasa seperti melakukan sesuatu yang salah.


"Tapi, apa aku cocok? Aku? Aku tidak punya kehadiran di kelas, aku orang yang membosankan. Aku tidak bisa unggul di hadapan orang lain."


"Tapi kau bekerja di perusahaan, kan?"


"Ya, meskipun aku hanya seorang pegawai."


"Kau pegawai tetap, kan?"


"Ya."


"Dan usiamu sama, kan?"


"Ya, kita satu angkatan."


"Pria seperti itu tidak ada di sekelilingku..."


Komatsuzawa-san menunduk di meja bar. Kenapa begitu? Dia adalah idola di kelas dulu.


"Yah, kalo kau tidak keberatan, aku tidak masalah..."


Aku menjawab sambil makan carpaccio cumi. 


Dalam hati, aku sangat gugup. Bagaimanapun juga, ini Komatsuzawa-san—idola kelas dulu!


"Serius?! Sebenarnya aku sudah membeli pakaian untuk reuni dan sangat ingin pergi!"


"Aku juga mengira tidak bisa pergi sampai siang ini..."


"Serius?! Aku akan membayar sebagai ucapan terima kasih!"


"Hmm, tidak perlu. Sebenarnya, aku juga senang kalau bisa berpura-pura pacaran denganmu, meskipun itu hanya kebohongan."


"Ah, kau pintar sekali menyanjung!"


Komatsuzawa-san menyikutku lembut dari samping. Itu bukan niatku. Di hatiku, dia tetap sebagai 'bunga Takamine'.


"Biarkan aku yang membayar tagihan di sini!"


"Ah, tidak usah. Aku benar-benar kesulitan. Mari kita bagi rata. Kita kan teman seangkatan?"


"Kalau begitu, apa? Ciuman? Haruskah kita ciuman? Lebih dari itu..."


Dia menyilangkan tangannya di dadanya, menggeliat dengan canggung. Apa Komatsuzawa-san memang seperti ini dulu?


"Bagiku, hanya bisa minum bersama seperti ini sudah cukup sebagai hadiah. Kalo aku mendengar ini saat masih di sekolah, pasti aku akan terkejut."


"Itu... mungkin tidak seperti itu."


"Aku sering melihatmu  di sekolah."


"Wah! Memalukan!"


Komatsuzawa-san menepuk dahinya dengan keras. Reaksinya terasa sangat kuno.


"Aku tidak tahan dengan laki-laki. Hanya dengan diajak bicara saja sudah membuatku gugup, apalagi jika harus menerima pernyataan cinta, aku akan menolak semuanya secara refleks..."


"Eh, wow? itu mengejutkan. Begitu baiknya kau terhadap pacarmu."


"Eh? Aku tidak pernah punya pacar."


"Aku mendengar rumor kalo kau punya pacar mahasiswa."


"Tidak ada kesempatan bagi siswa SMA untuk berkenalan dengan mahasiswa!"


"Begitu ya?"


"Jadi, Takiya-kun, apa kau pernah berbicara dengan kakak tingkat mahasiswa saat SMA?"


"...Tidak pernah."


Setelah sedikit berpikir, aku menjawab. Kisah seperti itu tidak pernah datang dalam kehidupanku di SMA.


"Itu hanya rumor."


"Begitu."


"Aku juga tidak disukai oleh beberapa orang dan disebut 'gadis nakal'."


"Serius?! Aku tidak pernah tahu!"


"Dunia wanita hanya dimengerti oleh wanita..."


"Menakutkan!"


Pada saat itu, kami berdua menyadari bahwa gelas kami sudah kosong. 


Aku sudah mendengar ceritanya, jadi mungkin saatnya untuk pulang. Tapi, Komatsuzawa-san bertanya.


"Takiya-kun, minuman apa yang kau mau selanjutnya?"


"Hmm?"


Ditanya seperti itu membuatku merasa tidak nyaman untuk pulang.


"Kalo begitu, highball."


"Aku akan memilih chu-hai. Permisi!"


Dia cepat-cepat memutuskan pesanan dan memanggil pelayan untuk memesan.


Aku agak senang dengan hal ini. Aku merasa seperti ada sesuatu yang 'feminin' di dalamnya.


"Dan tentang 'kebohongan pacaran'..."


Apapun itu, 'kebohongan pacaran' terdengar buruk.


"Karena kita berpura-pura sudah pacaran selama setahun, kita harus menunjukkan hubungan yang wajar, kan?"


"Ah, begitu."


"Bagaimana dengan cara kita saling memanggil?"


"Wow, kau benar-benar memikirkan semuanya! Kau serius, ya?"


"Tentu saja! Ini adalah perjuangan yang tidak bisa aku kalah!"


Komatsuzawa-san tampaknya benar-benar serius. Mungkin ini sama seriusnya seperti berburu monster?


"Misalkan kita biasa memanggil dengan nama depanku, karena ini adalah reuni kelas, kita bisa memanggil dengan nama keluarga. Itu akan terlihat wajar."


"Ah, benar. Dengan cara itu, tidak ada yang terasa aneh."


Komatsuzawa-san mengikuti saranku dengan baik.


"Tapi, suasananya mungkin terasa aneh. Mungkin kita harus saling bergandengan tangan?"


"Tangan?"


"Ya, jika kita sudah pacaran selama setahun, tidak mungkin kalo kita terlalu berjauhan. Wanita bisa langsung merasakannya..."


Setelah mengatakan itu, dia meletakkan tangannya di atas meja, telapak tangan menghadap ke atas.​ 


Tunggu dulu. Ini adalah saat pertama kalinya dalam 11 tahun setelah lulus SMA, aku begitu dekat dengan Komatsuzawa-san!


Saat aku melihat wajahnya, dia sedikit malu. Sangat imut.


Aku juga perlahan meletakkan tanganku di atas telapak tangan Sachiko dan menggenggamnya. 


Rasanya luar biasa. Tangan Komatsuzawa-san sedikit dingin dan sangat lembut. Inilah tangan lembut Komatsuzawa-san—wow!


"Rasanya ini agak memalukan."


Komatsuzawa-san, dengan wajah merah merona, berkata dengan canggung. 


"Jangan bilang begitu. Aku jadi semakin malu."


Aku tidak bisa menahan diri dan memalingkan wajahku.


"Jangan-jangan telingamu juga memerah?"


Komatsuzawa-san mencolek telingaku dengan tangan yang tidak sedang menggenggam tanganku. 


Aku memang tidak terbiasa dengan hal seperti ini!


Kami berada di bar, duduk di meja dan saling bergandengan tangan. Dari luar, kami mungkin terlihat seperti pasangan yang sangat mesra.


Kami kemudian membahas berbagai 'aturan' kecil untuk berpura-pura pacaran dan berpisah hari itu. 


Meskipun kami berpisah, kami tinggal di apartemen yang sama, jadi kami sampai di pintu masuk bersama-sama.


Esok harinya, karena kebohongan tentang bertemu di lokasi tidak bisa diterima, kami memutuskan untuk memulai dari apartemen bersama. 


Aku sebenarnya tidak terlalu pandai dalam akting seperti ini, jadi aku merasa sedikit cemas.


□Hari Reuni


Reuni dimulai pukul 12 siang. Aku memotong rambutku pagi itu.


Aku pergi ke salon yang sedikit lebih bagus dari biasanya, meski hasilnya tidak seperti dalam light novel di mana seseorang berubah menjadi orang yang berbeda. 


Memotong rambut tidak akan membuatku jadi lebih tampan. Itulah kenyataan.


Tapi, sepertinya dia tukang cukur yang bagus, jadi rambutku terasa sedikit lebih segar dan bersih dibanding biasanya.


Aku juga mengenakan pakaian terbaik yang biasanya aku pakai untuk bekerja, yakni kemeja dan celana terbaik yang kumiliki.


Sebenarnya, aku menerima email penting pagi ini, tapi aku tidak punya cukup waktu untuk menanggapinya dengan tenang. 


Aku dan Komatsuzawa-san sudah berjanji untuk meninggalkan rumah pada pukul 10:30 agar tidak terlambat ke reuni.


(Ding dong) Bunyi bel pintu terdengar. 


Itu pasti Komatsuzawa-san.


Lampu interkom menyala di 'pintu depan.'


Benar saja.


Ketika aku membuka pintu, Komatsuzawa-san berdiri di sana. 


Dia mengenakan gaun biru muda dengan bagian lengan dan dekoltase yang dihiasi bordir transparan. 


Gaunnya terlihat cerah, tapi juga sedikit elegan dan sangat cocok untuk Komatsuzawa-san.

Saat aku tidak tahu harus berkata apa dan hanya bisa terdiam,  Komatsuzawa-san-lah yang membuka suara lebih dulu.


"Rambutmu dipotong, ya?"


"Seperti Tamori, ya!"


"Ku ku ku ku ku..."


Komatsuzawa-san tertawa. Orang yang sangat lucu.


"Reaksimu, Takiya-kun, benar-benar pas! Apa kau selalu seperti ini sejak SMA?"


"Yah, aku sih tidak tahu."


"Ah, aku tertawa. Ini lucu!"


Mungkin karena akan menghadapi reuni, Komatsuzawa-san tampaknya dalam suasana hati yang aneh. Aku ingin setidaknya memuji pakaiannya.


"Ah, baju kamu cantik sekali."


"Terima kasih. Ini dari Rakuten."


"Online shop, ya?"


"Ku ku ku ku ku ku, Takiya-kun, kau luar biasa!"


Meskipun baju itu agak seksi dengan bahan transparan di bagian bahu dan dada, sebagai pacar pura-pura yang bahkan bukan pacar sungguhan, rasanya aneh untuk mengatakan kalo aku tidak ingin orang lain melihatnya.


"Kalo begitu, ayo kita pergi, Nona."


Aku mengulurkan tangan seolah ingin mengawal, dan Komatsuzawa-san menerima tangan itu sambil berkata, "Ya, tidak masalah."


"Seperti pangeran bodoh, ya?"


"Pu—!"


Dia akhirnya meledak dalam tawa. Apa ini suasana hati?


"Takiya-kun, kau seperti mengumpulkan semua yang dilemparkan kepadamu! Sangat lucu!"


Jangan menyebutku seperti Komatsuzawa-san.


Kami memutuskan untuk pergi ke lokasi dengan taksi. Di Fukuoka, kecuali sangat jauh, biasanya hanya memerlukan sekitar 2000 yen.


Tempat acara kali ini terletak di 'Daimyo,' sebuah tempat bergaya di dekat pusat kota Fukuoka, dan sepertinya akan diadakan di toko pribadi yang disewa khusus.


Di dalam taksi, kami melakukan sedikit pertemuan.


"Kita harus bergandengan tangan selama perjalanan?"


"Ah, tidak. Aku pasti tidak akan tahan. Pasti aku akan merah padam dan ketahuan!"


Komatsuzawa-san masih dengan suasana hati yang tinggi di dalam taksi. Aku hanya bisa merasa cemas...




"Semua orang! Maafkan aku, terlambat!"


Di pintu masuk izakaya, tertulis besar 'Reuni SMA Sakurazaka' sehingga tidak mungkin salah.


Komatsuzawa-san dengan semangat masuk ke dalam restoran.


Restoran ini bisa menampung sekitar 60 orang. Karena jumlah kami hanya sekitar 30 orang, sepertinya tidak akan terlalu padat.


Komatsuzawa-san segera dikelilingi oleh beberapa pria dan wanita. 


Sepertinya aku tidak perlu khawatir.


Setelah merasa lega, aku duduk di meja yang sama dengan Tsukami dan Tsutsumura, yang sudah lama tidak kuketahui.


'Ta' dari Takiya, 'tsu' dari Tsugami, dan 'tsu' dari Tsutsumura.


Kami berteman dekat karena kami duduk berdekatan saat urutan abjad setelah upacara penerimaan siswa baru. 


Dulu, kami duduk terpisah antara laki-laki dan perempuan, jadi Tsugami dan Tsutsumura adalah laki-laki.


"Takiya, sudah lama tidak bertemu."


[TL\n: gua malah ke inget momen reuni gua dan temen temen SMA gua dulu, gua kan nolak  ajakan reuni mereka eh gak taunya gak berapa lama setelah gua nolak gua langsung di samperin ke rumah ama temen gua di paksa suruh ikut, mau nolak gak enak dia udah bela belain nyamperin gua jadi terpaksa gua ikut,yah seru sih bisa ketemu kawan lama]


"Tsugami juga. Bukankah kamu kuliah di Tokyo?"


"Ya, aku pulang untuk libur Obon."


"Ah, liburnya sampai kapan?"


"Sampai Senin, besok harus kembali lagi."


"Sulit ya."


"Ya, lumayan."


"Kau sekarang kerja apa?"


"Aku bekerja sebagai fotografer koran. Oh, tunggu. Aku ada kartu nama!"


"Eh, boleh, boleh."


Sepertinya Tsugami tidak mempersiapkan ini sebelumnya. Dia mengeluarkan beberapa kartu nama dari dompet di tasnya.


"Ini kartu namaku."


Dia memberikan kartu nama dengan kedua tangan sambil tersenyum seperti pegawai baru. 


Dia juga memberikan kartu nama itu pada Tsutsumura di sampingnya.


"Terima kasih."


Aku melihat bahwa jabatan Tsugami sekarang sudah menjadi 'Kacho' (manajer). Aku sendiri tidak mempersiapkan kartu nama.


"Wow, jadi kau manajer sekarang."


"Ya, begitulah. Sekarang aku juga harus mengurus orang lain."


Jabatan seperti itu sulit untuk kubayangkan, tapi aku memang mengaguminya.


"Bagaimana denganmu? Apa kau masih belum menggambar manga?"


Dulu, aku sering menggambar manga dan mengirimkannya untuk lomba, meskipun tidak pernah memenangkan hadiah. 


Meskipun begitu, ada beberapa cerita pendekku yang pernah dimuat di majalah, tapi majalah itu berhenti terbit sebelum cerita-cerita itu bisa diterbitkan dalam bentuk buku. Jadi, jalan menuju manga artis ku tertutup.


"Tidak, sudah tidak lagi. Gambarku jelek."


"Itu fatal, ya. Sama saja seperti perenang yang tidak bisa berenang."


"Bagus juga kau bilang begitu."


Ah, kalau dipikir-pikir, tsukkomi orang-orang ini menarik. Mungkin kebiasaan tsukkomi ku berkembang dari sini.


[TL\n: Tsukkomi (突っ込み) atau mengomentari kesalahan si boke dengan respons yang cepat dan tajam, sering kali dengan gaya yang sarkastik atau penuh humor. Ini adalah salah satu peran dalam manzai, sebuah bentuk komedi Jepang yang dilakukan secara berpasangan.]  


"Sekarang aku menulis novel di web, dan bulan lalu mencapai 5 juta tampilan!"


"Serius? Aku tidak begitu paham, tapi 5 juta itu pasti besar kan?"


"Ya, meski bukan royalti, iklan menghasilkan sekitar 150 ribu yen."


"Wow, keren! Kau sudah jadi penulis! Novel apa yang kau tulis?"


Ini adalah pertanyaan yang selalu membuatku bingung. Rasanya memalukan.


"Romantis... atau semacamnya."


Menulis tentang cinta padahal aku sendiri belum banyak mengalami hal itu terasa seperti lelucon. 


Ide-ide idealis atau fantasi ku ternyata populer di dunia novel. 


Meskipun detailnya mungkin kurang matang karena aku tidak berpengalaman langsung.


"Ah, Takiya, dulu ide manga mu juga banyak sekali. Jadi sekarang ke novel, ya."


Aku ingat, kami pernah mendiskusikan ide-ide manga bersama. Ada waktu ketika kami bahkan merencanakan untuk mendirikan 'klub penelitian manga'. Sayangnya, itu tidak pernah terwujud.


Senang rasanya bisa bertemu lagi setelah 10 tahun dan merasa seperti dulu. 


Di dunia kerja, hubungan dengan teman SMA terasa sangat berbeda dari hubungan yang hanya mementingkan keuntungan dan kerugian.


"Kalo novelmu begitu populer, kenapa tidak diterbitkan dalam bentuk buku?"


"Ah! Iya! Tadi pagi, aku menerima email dari penerbit yang mengundang untuk bekerja sama!"


"Serius? Ini berarti debut sebagai penulis, kan!"


"Yah, sebenarnya aku sempat berpikir lebih baik di web saja, tapi aku tetap ingin mencoba media cetak."


"Yuk, minta tanda tangan sekarang juga."


"Belum waktunya, woy!"


Dulu, aku tidak bisa menerbitkan buku manga. Kalo aku bisa menerbitkan buku dalam bentuk novel, itu juga akan sangat bagus.


Saat ini, aku bekerja sebagai desainer arsitektur, sebuah masa depan yang tidak pernah kukira saat SMA. 


Aku dulu menggambar manga sambil belajar untuk ujian masuk universitas, sekarang aku merancang sambil menulis novel.


Mungkin, pada akhirnya, orang tidak banyak berubah meskipun sudah 10 tahun berlalu.


"Hey! Takiya!"


Dari kelompok di mana Komatsuzawa-san berada, ada yang memanggilku. Aku tidak banyak berbicara dengan mereka karena kebanyakan dari mereka adalah tipe 'gemerlap' yang sulit untuk kuhadapi.


Sekarang pun, begitu memasuki toko, aku lebih banyak berbicara dengan Tsugami dan Tsutsumura, sama seperti dulu. Tapi, ketika dipanggil, aku tidak bisa tidak ikut.


"Heee! Lama tidak bertemu!"


Saat aku bergabung dengan kelompok itu, Nakashima langsung memeluk pundakku dengan erat.


"Takiya, lama tidak bertemu!"


Nakajima adalah pria yang mempunyai banyak teman  dan lulus universitas dengan mulus. Nilai-nya selalu lebih baik dariku, jadi aku sering merasa inferior padanya.


"Takiya, katanya kau pacaran dengan Komatsuzawa-san?!"


Ah, jadi benar juga perlu ada 'setting' itu.


Aku melihat ke arah Komatsuzawa-san, yang tersenyum manis. "Bantu aku!" sepertinya begitu maksudnya.


"Ya, kebetulan kami bertemu setelah lulus. Dan sejak saat itu..."


"Serius? Aku juga mau bertemu secara kebetulan!"


Saat aku mengatakan itu, Komatsuzawa-san pindah ke sisiku, terasa seperti pacar. Aku pun duduk dan mulai berbicara setelah sekian lama.


"Kau kerja dimana sekarang?"


Nakajima bertanya.


"Aku bekerja sebagai Desain arsitektur lokal."


"Serius? Takiya selalu ingin menjadi orang teknik, jadi itu bagus untukmu!"


"Ya, meski sibuk. Aku bagaikan budak korporat."


"Tapi, di akhir pekan kau kencan dengan Komatsuzawa-san, kan?! Itu pasti membuat  hidupmu bersemangat!"


Memang, dengan rutinitas seperti itu, mungkin aku akan lebih bersemangat. 


Sehari-hari aku duduk di depan CAD di kantor, pulang ke rumah menulis novel, seharian di depan komputer.


Akhir pekan pun hampir sama. Menulis artikel untuk pekerjaan sambilan sebagai jurnalis atau menulis blog untuk perusahaan yang meminta jasa, pokoknya, aku terus menulis.


"Bagaimana dengan mangamu?"


Eh? Apa aku pernah memberitahu Nakajima tentang manga?


"Aku sudah tidak menggambar manga lagi, sekarang aku menulis web novel."


"Eh? Itu yang tadi kau bicarakan? Kau tadi bilang kalo novelmu mau di terbikan jadi buku?!"


"Kau benar-benar mendengarnya. Tapi, masih baru sebatas tawaran dari penerbit."


"Serius? Kalo bukunya terbit, pasti kasih tahu aku! Aku mau beli!"


"Terima kasih."


Aneh, rasanya sangat mudah berbicara. Kalau dipikir-pikir, Nakajima benar-benar tipe orang yang ceria dan baik. Dia tidak pernah bersikap merendahkan atau membandingkan. Mungkin aku hanya punya rasa rendah diri karena dia pria yang baik.​


"Takiya-kun! Aku tidak tahu soal buku itu!"


Komatsuzawa-san, yang tampak cemberut, berkata di sampingku.


"Ah, maaf. Aku tidak sempat menceritakannya tadi pagi."


"Ini berita besar! Harus bilang, dong!"


"Pagimu tadi pagi saat aku melihat dress Komatsuzawa-san aki sangat terpesona, jadi aku lupa..."


"Moo!! Kalau begitu, aku memaafkanmu."


Komatsuzawa-san tampaknya malu, dengan wajah merah sambil memalingkan wajahnya.


"Tunggu sebentar! Di reuni ini aku harus melihat kemesraan kalian! Tepat di hadapanku seperti ini!"


Nakajima berteriak dengan berlebihan, membuat semua orang tertawa.


Dulu, aku merasa tidak pernah memperhatikan wajah siapa pun, termasuk Nakajima. Aku tidak pernah membayangkan mereka bisa terlihat seceria ini.


Aku selalu berpikir untuk menjadi manga artis selama SMA, dan berharap bisa hidup dari manga sebelum ujian masuk universitas. 


Tapi, aku tidak pernah menjadi manga artis, dan harus mengulang setahun sebelum akhirnya bisa masuk dan lulus universitas.


Sekarang aku bekerja dan merasa senang menulis novel. Mungkin, semua perasaan  sedih dan rendah diri yang ku miliki hanyalah hasil dari pikiranku sendiri.


"Hei, apa lagi? Apa kau tidak melakukan hal lain?"


"Aku bekerja sampingan sebagai penulis untuk majalah informasi regional untuk perusahaan lokal..."


  

Ngomong-ngomong, pagi ini aku menerima majalah kiriman. 'Majalah kiriman' adalah majalah yang berisi artikelku, yang dikirim oleh tim editor.


"Tunggu sebentar."


Aku membuka amplop dan mengeluarkan majalah.


"Ini dia... aku nulis yang ini."


Aku membentangkan majalah di atas meja. Dari majalah informasi lokal yang hanya sekitar 80 halaman tipis, aku cuma bertanggung jawab untuk 2 halaman. 


Aku hanya meneliti hal-hal yang diminta oleh pemimpin redaksi dan menuliskannya menjadi artikel, tapi ini jadi latihan menulis juga, jadi aku terus melakukannya.


"Seriusan!? Benar! Namamu tercantum di sini!"


"Hah? Tunggu, aku juga gak tahu soal ini!"


Komatsuzawa-san mencondongkan tubuh ke depan. Tidak, jantungku berdebar kencang saat lenganku menyentuhnya..


"Lainnya adalah..."


"Hah!? Masih ada lagi!?"


"Aku juga menulis artikel blog di situs perusahaan. Karena aku suka sepeda, aku terus menulis artikel tentang sepeda, sudah sekitar setahun lebih."


"Seriusan!? Keren sekali!"


"Kalo dipikir-pikir, mungkin aku memang suka menulis."


"Kau baru sadar sekarang!?"


"""Hahaha, hahaha, hahaha"""


Setelah itu, Tsugami dan Tsutsumura juga dipanggil dan kami semua bersenang-senang bersama. 


Rasanya agak aneh. Sebelum datang, aku merasa menghadiri reuni itu seperti sebuah kewajiban—seperti sesuatu yang harus dilakukan hanya karena kami mantan teman sekelas.


Tapi, setelah datang, aku merasa senang. Melihat semua orang membuatku merasa lebih baik tentang diriku sendiri.


Komatsuzawa-san sepanjang waktu tampak sangat bersemangat dan minum cukup banyak. 


Di akhir acara, dia sudah sangat mabuk.


Tidak ada yang berniat memabukkan dan membawanya pulang. Lagi pula, kami mantan teman sekelas.


... Meskipun aku tidak bisa sepenuhnya memastikan itu.


Karena dia terbaring di meja, aku menarik tangannya untuk membantunya berdiri seperti seorang pacar.


"Sachiko, sudah waktunya pulang."


Untuk berjaga-jaga, aku memanggilnya dengan nama depannya seolah-olah aku benar-benar pacarnya.


"Umm, oke."


Apa yang dia mengerti, aku tidak tahu, tapi dia benar-benar sudah mabuk.


"Maaf, aku akan membawa Komatsuzawa-san pulang, jadi acara kedua lain kali saja."


"Ah, oke. Hati-hati ya!"


Nakajima dan teman-teman pria lainnya tampak sedikit kecewa karena Komatsuzawa-san tidak bisa bertahan hingga akhir acara. 


Tapi, masih ada beberapa wanita lajang yang bisa mereka ajak berbicara sambil mengenang masa lalu, jadi mereka pasti akan menikmati sisa acara.


"Jadi, kalian benar-benar pacaran ya?"


"Ya, memang."


Beberapa wanita menghampiriku dan bertanya. Aku berpura-pura menjadi pacarnya sesuai janji. Tapi, karena mereka hanya ingat wajahku tanpa terlalu memperhatikan namaku, mereka tidak begitu mengenalku. Memang begitulah ingatan manusia.


□Pulang


Komatsuzawa-san naik taksi dan langsung tertidur dengan bergantung pada bajuku. Karena aku harus menahan bahunya agar tidak jatuh, rasanya seperti aku sedang memeluknya, dan itu membuat jantungku berdebar-debar. 


Selain itu, dia juga sangat wangi. Ini adalah pertama kalinya aku merasakan ini dari seorang mantan teman sekelas.


Bahunya kecil dan lembut, dan selama perjalanan taksi, aku berpikir betapa baiknya kalau perjalanan ini tidak berakhir dan aku terus merasakan kehangatannya.


"Sudah sampai."


Ketika taksi tiba di bawah apartemen kami,  aku turun sambil hampir menggendongnya. Aku mempertimbangkan mana yang lebih 'berisiko' mencari kunci di tasnya atau membawanya pulang ke ruanganku.


...Sepertinya aku lebih memilih membawanya pulang. Meskipun aku tidak bisa sepenuhnya mengesampingkan niat jahat, aku lebih suka tidak mencari kunci di tasnya. Mungkin ada hal-hal yang di tidak ingin dilihat orang lain.


Aku membantunya berjalan dengan memegangi bahunya. Meskipun dia berjalan sendiri, sepertinya dia masih sedikit sadar.


Melihat situasi ini, aku jadi bertanya-tanya apakah dia pernah mengalami masalah karena alkohol sebelumnya.


Setelah sampai di ruanganku, aku mengangkatnya dengan gaya princess carry dan meletakkannya di tempat tidur, kemudian melepas sepatunya. 


Karena rok mini-nya berantakan dan aku merasa tidak bisa menahan diriku, aku lalu menutupi tubuhnya dengan selimut.


Oh, benar. Di kulkas ada minuman isotonik 500 ml.


"Komatsuzawa-san, aku letakkan minuman isotonik di sini. Minum agar tidak dehidrasi."


Aku duduk sambil memeluk sandaran kursi dekat tempat tidur, dan berbalik menghadap Komatsuzawa-san.


"Umm, mungkin aku terlalu banyak minum..."


Dia bergumam.


"Ya, sejak pagi kau sudah sangat bersemangat."


"Karena, meskipun kita hanya pacar bohong... Aku senang sekali bisa punya pacar untuk pertama kalinya..."


Ah, betapa manisnya dia.


"Umm..."


"Rasa mual?"


"Rasa mual sih tidak, tapi meskipun diam, rasanya bumi berputar..."


Ini jelas tanda-tanda mabuk berat.


"Kau sedang dibawa pulang oleh ku, loh."


"Ini pertama kalinya aku minum sebanyak ini..."


"Apa kau baik-baik saja?"


"Yoshizawa-san belum menikah. Dia terus-menerus mengeluh tentang pacarnya. Haruka-chan dia sudah bercerai dan tidak datang hari ini."


"Oh, begitu."


Mungkin pacar bohong itu tidak begitu diperlukan.


"Aku terus-menerus berbohong..."


"Dalam hal itu, aku juga tidak lebih baik."


"Ng-nga,  Takiya-kun adalah orang yang tegas. Aku tidak tahu apa-apa tentang manga, novel, atau majalah."


"Ya, aku memang tidak banyak bercerita. Perusahaan tempatku bekerja melarang pekerjaan sampingan."


"Menjalani apa yang kau sukai dan bisa mewujudkannya itu keren..."


"Terima kasih."


Meskipun aku bisa mewujudkannya, pekerjaan desain membuatku seperti karyawan lembur, majalah bulanan hanya bertahan sebulan, dan novel masih dalam proses penerbitan.


"Rasa maluku semakin terasa..."


"Begitukah? Komatsuzawa-san tetap bersinar seperti biasa, kok."


"Umm, Takiya-kun, kau baik sekali."


"Aku rasa tidak terlalu..."


"Jadi, tidak ada yang ingin kau lakukan?"


Aku terkejut. Di depan mataku, ada wanita cantik yang mabuk tergeletak di atas tempat tidur. Apalagi, dia adalah gadis idamanku dari masa SMA.


"Ya, kan... kita teman sekelas dulu..."


Sebenarnya, aku ingin melakukan banyak hal, tapi aku khawatir tentang apa yang akan dikatakan orang-orang yang hadir di reuni nanti. 


Singkatnya, aku ini pengecut.


"Umm..."


Oh, ini bahaya. Dia tampaknya mau tidur. Aku ingin dia minum minuman isotonik. Aku juga khawatir tentang keracunan alkohol akut.


"Ah, kalo kau tidur, mungkin aku akan meraba-raba..."


"Hehe, hari ini aku pakai pakaian dalam khusus, loh?"


"Wow, aku jadi makin penasaran..."


"Payudaraku ukurannya D."


"Apa? Apa kau ingin aku menyentuhnya?"


"Hehehe..."


Dia benar-benar mabuk.


"Tapi, bukankah akan sulit kalo kau mulai pacaran denganku?"


Apakah percakapan ini melompat? 'Tapi' ini mengarah ke mana? Dia benar-benar mabuk. Dia pasti akan lupa semuanya setelah bangun.


Karena itu, aku memutuskan untuk berbicara sedikit dengan Komatsuzawa-san.


"Bagaimana maksudnya?"


"Aku akan jadi sangat manja karena terlalu mencintai pacarku."


"Itu luar biasa!"


"Aku juga akan memasak makanan rumahan."


"Itu berarti kita bisa meninggalkan makanan dari convenience store."


"Tidak mahal, ya?"


"Aku rasa pengeluaran makananku sekitar 90 ribu yen sebulan."


"Wow... Aku sendiri, karena memasak sendiri, tidak sampai 30 ribu yen."


Jadi, dia orang yang teratur seperti itu... pengeluarannya hanya sepertiga dariku. Rasio pengeluaran makananku akan sangat membaik.


"Aku akan mengirim pesan 'kangen' dan membuatmu kesal..."


"Kita kan tinggal berdampingan. Aku bisa datang dalam dua detik."


"Kalo begitu, aku mungkin datang setiap kali untuk memasak..."


"Sudah seperti istri saja!"


"Hehehe, Takiya-kun lucu."


Tidak, Komatsuzawa-san yang mabuk jauh lebih lucu!


"Eh... kalo pacar bohongan ini terus berlanjut, tidak apa-apa?"


Komatsuzawa-san menutupi wajahnya dengan lengan, jadi aku tidak bisa membaca ekspresinya.


"Apa itu baik-baik saja kalau hanya aku?"


"Takeya-kun, penilaian dirimu terlalu rendah. Kau selalu jadi pusat perhatian hari ini."


"Itu karena Komatsuzawa-san ada di sisiku."


"....."


Oh, dia sudah tidur. Dalam keadaan seperti ini, sepertinya dia butuh tidur lebih dulu. Aku berharap dia minum minuman isotonik sebelum tidur.


Setelah itu, aku juga tertidur sambil memegang sandaran kursi, dan ketika aku bangun, sudah 3 jam berlalu.


Saat aku terbangun, Komatsuzawa-san tidak ada di tempat tidur dan sedang berdiri di dapur. 


Melihatnya mengenakan gaun pesta di dapur apartemenku terasa sangat aneh.


Tapi, hanya itu yang membuatku merasa tidak nyaman. Sepertinya, percakapan dengan wanita seperti dia membuatku tidak bisa berbicara dengan lancar.


"Apa kau sudah merasa lebih baik?"


"Umm... Aku merasa sakit kepala sangat hebat. Rasanya aku seperti mabuk berat."


Masih 'hari ini' sih.


"Aku membuat sup. Apa kau mau meminumnya?"


"Minum!"


Apa ada bahan untuk membuat sup di dapurku...? 


Yah, mungkin dia sudah lupa percakapan kita karena mabuk. 


Kalo Komatsuzawa-san menjadi pacarku, mungkin hidupku akan berubah. 


Bahkan, bisa menjalin hubungan dengan dia untuk sesaat saja sudah membuatku senang.


"Takiya-kun."


"Apa?"


"Mulai sekarang, aku akan jadi 'wanita yang berat', tapi tolong jaga aku."


"Eh? Kau ingat?"


"Tentu saja!"


[TL\n: aying satset, gua kapan ya. Anjingnya cewek yg selalu PDKT ama gua cewek yg udah ada pacar mana dia udah sering kasih kode ke gua buat gua nembak dia.]


Aku telah menulis banyak cerita cinta dalam novelku. Ini adalah pengalaman cinta yang paling tidak biasa yang pernah kualami.


"Apa ini bisa jadi bahan novel?"


"Tidak, karena pertemuan dengan Komatsuzawa-san adalah milikku sendiri, jadi aku tidak akan menulisnya."


"Wow! Itu sangat menyentuh! Bagus sekali, penulis!"


"Yah, ini masih jauh dari selesai!"


Sepertinya akhir ceritaku adalah happy ending. 


Para tokoh utama berakhir bahagia meski dengan sakit kepala karena mabuk. Ternyata kenyataan lebih menarik daripada novelku.





Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال