> CHAPTER 2

CHAPTER 2

 Kamu saat ini sedang membaca  Kanojo ni uwaki sa rete ita ore ga, shōakumana kōhai ni natsuka rete imasu  volume 3,  Chapter 2. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw


LIBURAN MUSIM SEMI HAMPIR BERAKHIR



Liburan musim semi yang panjang ini akan segera berakhir.


Liburan musim semi di kampus, meskipun berbeda-beda, umumnya berlangsung sekitar 2 bulan.


Mulai bulan April, aku akan memasuki tahun ke-3 di kampus.


Liburan musim semi berikutnya akan diisi dengan kegiatan mencari pekerjaan.


Dan setelah itu—masa persiapan menuju kehidupan sebagai pekerja.


Jadi, liburan musim semi di mana aku bisa bermain tanpa memikirkan apa pun, berakhir di sini.


『Kau tidak perlu memikirkan apa pun.』 


Di telepon, Ayaka berkata dengan nada jengkel.


"Setidaknya pikirkan sedikit, deh. Langsung berubah dan menghadapi semuanya tiba-tiba itu, kurasa, bakal cukup berat buatmu."


『Kalo aku bilang, kalo lingkungan di sekitarku berubah, aku juga bisa berubah, kau akan bilang apa?』


"Kalo begitu, aku akan mengirimmu ke kuil biar kepercayaan dirimu yang tidak berdasar itu dihancurkan."


『Metode pembinaan macam apa itu!?』


Tapi walaupun begitu, apa yang disampaikan oleh Ayaka merupakan pendapat yang sangat masuk akal.


Sejak melewati usia 20 tahun—atau seharusnya bahkan sebelumnya—aku sebenarnya sudah harus memikirkannya.


Mengenai pekerjaan, atau tentang apa yang ingin aku capai di masa depan.


Hal itu sudah aku pahami. Setidaknya, dalam pikiranku, aku mengerti.


"Aku ingin menjadi seseorang yang bergantung sepenuhnya pada orang lain."


Aku sadar. Aku seharusnya mengerti. Tapi, jawaban yang muncul dari pikiranku justru seperti itu. 


Dalam arti tertentu, mungkin ada kebenaran mendalam di baliknya. Aku bahkan merasa ingin memuji diriku sendiri karenanya.


Aku dapat merasakan Ayaka menghela napas melalui telepon.


『Seseorang yang bergantung sepenuhnya, ya. Yah, menurutku itu tidak masalah.』 


"Benarkah kau benar-benar berpikir seperti itu?"


『Tentu saja. Meskipun, aku tidak yakin kau mampu melakukannya.』


Kata-kata Ayaka itu, entah bagaimana, membangkitkan sedikit rasa ingin bersaing dalam diriku.


Aku memang tidak pernah benar-benar berniat untuk menjadi seseorang yang sepenuhnya bergantung pada orang lain, tapi kali ini aku ingin tahu apa alasan yang membuatnya berpikir aku tidak mampu melakukannya.


"Apa maksudmu?"


『Ada banyak alasannya. Kau yakin ingin mendengarnya?』


"Tidak, sebaiknya jangan kau sampaikan."


『Wajahmu.』


"Sudah kubilang jangan katakan itu!"


Aku mengeluh sambil menjatuhkan diri ke atas tempat tidur. Aku tidak ingin mengetahui kenyataan seperti itu.


Mendengar reaksiku, Ayaka tertawa dan berkata,『Bercanda, bercanda.』 


『Aku hanya bercanda. Seperti yang pernah kukatakan sebelumnya, aku cukup suka wajahmu. Bukan berarti itu tipeku, sih.』


"Oh, terima kasih banyak..."


Pernyataan sebelumnya itu sepertinya diucapkan saat musim Natal tahun lalu.


Mungkin pada hari aku pertama kali bertemu Shinohara.


Tapi, aku tidak yakin apa Ayaka benar-benar serius dengan perkataannya itu.


Setelah mengaktifkan mode speaker di Hp ku, aku berjalan menuju dapur, menuangkan air ke dalam teko untuk memasak mi instan.


『Itu suara air yang sedang dipanaskan, ya?』


"Benar sekali. Beginilah pola makan menyedihkan seorang yang tinggal sendirian."


『Kalo kau terus seperti itu, suatu saat tubuhmu akan rusak.』


Dari seberang HP, terdengar suara percikan api. Sepertinya Ayaka juga sedang menyalakan kompor.


"Ngomong-ngomong, aku hampir tidak pernah mencicipi masakan buatanmu."


『Kapan ya? Tapi rasanya aku pernah membagikan bento ku padamu, kan?』


"Itu sebabnya aku bilang hampir tidak pernah. Aku belum pernah mencicipi masakan buatanmu di rumah."


『Aku tidak ingat kapan, tapi bukankah waktu itu kau sendiri yang menolak?』


...Oh, benar juga. Saat menelepon di hari ujian terakhir, Ayaka sebenarnya menawarkan untuk datang dan membantu pekerjaan rumahku, tapi aku menolaknya.


Alasanku saat itu adalah karena aku kupikir akan buruk kalo Ayaka bertemu dengan Shinohara.


Tapi, hari ini Shinohara tidak ada rencana datang ke rumahku.


『Bagaimanapun, hari ini aku ada urusan.』


"Kau punya urusan, kah!"


『Aku membuatmu berharap, ya? Maaf, maaf.』


"Aku tidak berharap apa-apa!"


Aku mendengus kesal, membuat Ayaka tertawa kecil.


Dia sepertinya bisa membayangkan ekspresiku dengan sangat tepat, meskipun hanya melalui telepon.


Sambil menuangkan air panas ke dalam cangkir mi instan, Ayaka kembali bertanya.


『Berapa banyak SKS yang masih harus kau selesaikan sampai lulus?』


"Hampir 40 SKS lagi."


Kalo aku berhasil menyelesaikan semuanya dengan baik di semester depan, aku bisa sedikit bersantai di semester terakhir dan tetap memenuhi syarat untuk lulus.


Berkat Ayaka, kecepatanku relatif bagus.


『Aku sendiri tinggal sekitar 20 SKS lagi.』


"Jadi, kau bisa menyelesaikannya di semester depan, kan?"


『Ya, sepertinya begitu. Meskipun setelah semua SKS selesai, aku tetap akan menghadiri beberapa kuliah.』


Mendengar hal itu, aku merasa lega.


Kami berada di tahun yang sama, di fakultas yang sama pula.


Karena sering mengikuti kuliah bersamanya, sulit bagiku membayangkan kehidupan kampus tanpa Ayaka.


Masa kuliah memang berbeda dari masa SMA, di mana jadwalnya tidak selalu penuh dari pagi hingga sore setiap hari.


Seperti Ayaka, banyak mahasiswa yang, setelah menyelesaikan semua SKS untuk lulus, hampir tidak pernah datang lagi ke kampus.


Fleksibilitas ini adalah salah satu kelebihan masa kuliah, tapi berkurangnya frekuensi bertemu teman selalu menghadirkan sedikit rasa kesepian.


Terlebih lagi, kalo itu menyangkut hubungan seperti yang aku miliki dengan Ayaka.


『Heh.』


"Hmm?"


『Kau merasa lega, ya?』


"......Ya, mungkin."


『Hahaha, reaksimu mudah ditebak.』


"Diam."


Tapi, meskipun terasa menyebalkan, apa yang dikatakan Ayaka memang benar.


Bagi diriku, Ayaka adalah sosok yang selalu ada sejak masa SMA, keberadaannya begitu besar dalam hidupku.


Tapi, kebersamaan ini hanya akan berlangsung 2 tahun lagi. Kalo masa pencarian kerja dihitung, bahkan kurang dari 2 tahun.


Setelah lulus dan memasuki dunia kerja, kemungkinan besar aku akan berpisah dengan Ayaka.


Berlanjut ke kampus yang sama setelah SMA bukanlah hal yang luar biasa.


Tapi, memilih tempat kerja yang sama bukanlah sesuatu yang realistis, dan Ayaka juga bukan tipe orang yang akan melakukannya.


Sekalipun hubungan kami begitu erat, perpisahan suatu hari nanti adalah hal yang tidak terhindarkan.


『Aku merasa pernah mengatakan ini sebelumnya.』


"Apa?" 


『Setelah dewasa nanti, tetaplah baik padaku, ya.』


Aku merasa bisa membayangkan ekspresi Ayaka saat ini.


"Ya, tentu saja. Aku akan mendengarkan keluhanmu tentang pekerjaan."


『Keluhan yang kuceritakan padamu, ya? Rasanya tidak ada.』


"Hei, aku ini spesialis dalam mendengarkan keluhanmu. Aku tahu, kalo aku hanya mengangguk seperti boneka kepala goyang, kau akan puas sendiri."


『Kau selama ini mendengarkan keluhanku dengan cara seperti itu!?』


Ayaka mengeluarkan suara seolah tidak percaya.


Keluhan-keluhan yang dia lontarkan, biasanya tentang stres dari pekerjaan paruh waktu, selalu aku dengarkan dengan sikap santai seperti itu. 


Keluhan semacam itu biasanya hanya menjadi pelampiasan baginya, dan dalam beberapa menit setelah berbicara, dia akan kembali ceria. 


Oleh karena itu, dia tidak pernah menyadari cara aku mendengarkan.


Aku juga berpikir kalo keluhan tentang pekerjaan paruh waktu didengarkan dengan terlalu serius, mungkin akan sulit baginya untuk berbicara.


Tapi, tidak bisa aku pungkiri, ada kalanya aku benar-benar mendengarkannya dengan setengah hati sambil membenarkan diri dengan alasan itu.


『Kau benar-benar memperlakukanku dengan seadanya, ya.』


"Kita sama saja. Lagipula, ini lebih nyaman, kan?"


『Iya juga, sih.』


Ayaka menyetujuinya dengan jujur. Rasanya kami pernah melakukan percakapan serupa saat pergi bersama dalam perjalanan ke pemandian air panas.


Tempat di mana kami bisa merasa nyaman dan santai seperti ini adalah sesuatu yang berharga bagi kami berdua.


『Baiklah, aku mau makan dulu.』


"Silakan. Aku juga mau makan mi instan."


Pada saat itu, mi-ku sudah mulai sedikit mengembang.


Aku mengambil sumpit yang diletakkan di atas tutup mi, lalu meraih Hp-ku untuk mengakhiri panggilan.


『Oh, benar. Ada satu hal yang lupa kutanyakan.』


"Hmm?"


『Liburan musim semi ini, bagaimana menurutmu?』


Pertanyaan itu datang ketika libur musim semi yang panjang hampir berakhir.


Liburan kali ini dipenuhi berbagai kegiatan—pesta, acara kumpul bersama, perjalanan, dan banyak hal lainnya.


Tapi, ada juga banyak waktu yang terbuang begitu saja. Mungkin nanti aku akan menyesal dan berpikir, seandainya waktu yang kuhabiskan tanpa tujuan itu bisa aku manfaatkan sekarang.


Tapi, satu hal yang bisa aku katakan dengan pasti:


"Iya, sangat menyenangkan."


『Haha, aku juga. Sampai bertemu lagi di kampus, ya!』


Kata-kata itu menjadi penutup sebelum Ayaka memutuskan panggilan teleponnya.


"Apa sebenarnya yang ingin dia pastikan tadi?"


Aku menyadari kalo sudut bibirku tertarik membentuk senyuman.


Aku tidak sabar menantikan kehidupan kampus yang akan dimulai kembali esok hari.



Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال