> CHAPTER 2

CHAPTER 2

 Kamu saat ini sedang membaca  Netoge no Yome ga Ninki Idol datta ~Cool-kei no kanojo wa genjitsu demo yome no tsumori de iru~volume 2  chapter 2. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw


APAKAH INI PERLOMBAAN HEROIN?



"Tolong, Ayanokouji! Biarkan aku memukul mu sekali saja... sekali saja!"


"Kenapa lu jir! Pokoknya tenang dulu!"


"Bagaimana bisa aku tenang! Idol populer menginap di rumahmu... itu tidak adil!"

 

Di pagi hari di kelas. Di tengah ruangan di mana semua orang menghabiskan waktu dengan cara mereka sendiri, kami ber-3 berkumpul di sudut kelas, seharusnya menghabiskan waktu dengan santai seperti biasa, tapi───


"Sialan! Kenapa aku tidak punya pacar yang imut!"


"Menurut perhitunganku, kemungkinan Tachibana-kun mendapatkan pacar adalah 0%! Kau tidak akan pernah punya pacar selamanya!"


"Baiklah! Aya kita kelapangan kita gelud, Saito!"

 

Tachibana berteriak dengan penuh emosi dan langsung menangkap Saito.

 

Kalian benar-benar bersemangat ya... Aku tidak sedang dalam suasana hati yang bersemangat.


"Tunggu, Tachibana-kun! Aku tidak bermaksud jahat! Otak sempurnaku hanya memprediksi masa depan yang akurat───"


"Kau! Jadikan itu sebagai kata-kata terakhirmu!"

 

Tachibana yang marah mengguncang-guncang bahu Saito dengan kuat.

 

Sepertinya ada perbedaan kekuatan otot, Saito benar-benar kewalahan.


Setelah beberapa saat melakukan percakapan konyol seperti itu, Tachibana sepertinya sudah tenang dan melepaskan Saito sambil menarik napas berat.  


"Haah...haah.... Jadi, Ayanokouji, lanjutin ceritanya. Setelah kalian tidur berdua, bagaimana? Pas bangun pagi, kalian mesra-mesraan lagi? Kalo kalian melakukan itu aku akan membunuhmu!」  


"Aku belum bilang apa-apa, oy. Tenang dulu..."  


Sebenarnya, aku tidak memulai cerita ini.  


Tachibana tiba-tiba bertanya, "Usss, Ayanokouji. Bagaimana kabarmu dengan Mizuki belakangan ini?", jadi aku menceritakan kejadian semalam.  


Dan hasilnya begini. Sungguh tidak adil.  


"Tenang, Tachibana-kun. Aku juga ingin mendengar cerita Ayanokouji-kun. Setelah kau bangun pagi, ada kejadian apa?"  


"....Tidak ada yang istimewa. Kami bangun seperti biasa...hanya itu saja kurasa."  


"Benarkah? Tapi wajahmu memerah!" 


Tachibana mendekatkan wajahnya dan berteriak───eh, ludahnya muncrat!  


Selain itu, wajahku merah, ya? Aku memang merasa begitu.  


Aku terus mengingat kembali percakapan kami di ranjang semalam, dan tidak bisa menahan debar di dadaku.  


Meskipun kami tidak melewati batas, apa yang kami lakukan bisa disebut mesra-mesraan?  


Lagipula, Rinka terlalu imut. Aku tidak menyangka dia bisa manja seperti itu...


Dulu, meski dia bersikeras menyebut kami suami-istri, sepertinya tidak ada hal yang lebih dari itu.  


Tapi semalam...meski hanya dalam kegelapan, dia mendekat dan manja dengan polos.


Ah, tidak bisa. Wajahku terasa panas. Aku juga terbawa suasana dan membelai kepala Rinka.  


Saat aku mengingat kembali sensasi rambut Rinka di tangan kananku, Saito mengangkat kacamatanya dengan gerakan cepat.  


"Ayanokouji-kun. Kita ini teman, kan? Jangan ada rahasia di antara kita."  


"...Apa kalian benar-benar ingin tahu tentang pagi tadi?"  


"Aku ingin tahu."  


"Aku akan memberimu paprika ku, jadi ceritakanlah!" 


"Cukup dengan paprika hijaunya… Tapi meskipun aku bilang begitu, sebenarnya tidak ada yang terjadi."  


Setelah bangun, aku dan Rinka tidak bisa saling menatap.  


Kami saling membelakangi dan memulai pagi dengan ucapan 『Se-selamat pagi』『....Selamat pagi, Kazuto-kun』dalam rasa malu yang luar biasa.  


Setelah itu, kami hanya berbicara seperlunya, dan Rinka pulang di pagi buta.  


Ketika aku menjelaskan hal itu, Tachibana tiba-tiba menggigil dan───meledak.  


"Ma───! Manis dan asam! Itu masa paling menyenangkan di awal pacaran, kan?"  


"Benarkah...?"  


"Tentu saja! Lagipula, idol cool seperti itu bisa menjadi begitu manis? Aku tidak bisa membayangkannya."

  

Setelah mengatakan itu, Tachibana menoleh ke depan kelas.  


Di ujung pandangannya, terlihat Rinka yang duduk di kursi paling depan.  


Seperti biasa, dia duduk dengan postur tegak yang indah sambil membaca buku.  


Biasanya dia sendirian. Dalam kasus Rinka, lebih tepat disebut kesendirian yang mulia daripada terisolasi.


Kalo melihat sekeliling kelas, selain kami, ada beberapa siswa—baik laki-laki maupun perempuan—yang menyadari keberadaan Rinka.  


Meski begitu, tidak ada seorang pun yang berani mendekati dan berbicara dengannya, itu mungkin karena aura yang dimilikinya sebagai seorang idol yang cool.  


Rinka yang kulihat dan Rinka yang dilihat oleh orang lain sepertinya memiliki perbedaan yang besar.  


"Bangsat pah! Aku benar-benar iri dengan Ayanokouji! ... Baiklah, aku juga akan mencari pacar! Aku akan mengungkapkan perasaanku pada Shiikura-chan!" 


"Shiikura-chan...? Kau akan menembak Shiikura-chan itu!? Jangan, Tachibana-kun! Menurut perhitunganku, kemungkinan kau akan ditolak adalah 90%!"  


Sambil menatap Tachibana yang matanya menyala dengan tekad, Saito menggelengkan kepalanya dengan wajah pucat.  


"Probabilitas yang cukup suram ya..."  


Mendengar gumamanku, Tachibana tersenyum penuh percaya diri.  


"Tapi, bukankah semakin tinggi temboknya, semakin besar semangatku?"  


"Begitu ya... Ngomong-ngomong, siapa Shiikura-chan ini?"  


"Hah? Kau tidak tahu? Dia wali kelas kelas 1-2."  


"Wali oelas!? Itu mustahil!"  


Justru, memiliki kemungkinan 10% untuk berhasil saja sudah merupakan keajaiban.  


"Ngomong-ngomong, Shiikura-chan sudah menikah dan memiliki seorang putri yang masih SMP."  


"Istri yang sudah punya anak!"  


"Aku tidak peduli! Malah aku semakin bersemangat!"  


"Setidaknya pikirkan sedikit, dasar orang aneh! Kau pasti akan gagal kalo kau menembaknya!"  


[TL\n: gas aja, gua dukung 1000% lu Tacibana, Milf emang paling mantep.]


"Kita tidak akan tahu kalo tidak mencoba! Ada 10% kemungkinan berhasil, lho!"  


"Itu kan perhitungan ngawur Saito!"  


"Kasar sekali!"  


"Itu fakta!"  


"Diamlah!"


Tachibana yang baru saja berteriak pada kami, dia lalu membersihkan tenggorokannya sekali dan kemudian menampilkan ekspresi keren yang tegas.  


"Bagaimanapun, aku akan melakukannya. Seorang pria sejati tidak boleh menyerah sebelum mencoba."  


.........  


Apa yang dia katakan terdengar keren, tapi apa yang ingin dia lakukan jelas melenceng dari norma sosial.  


Tapi, ketika Tachibana sudah seperti ini, tidak ada yang bisa menghentikannya.  


Seperti babi hutan yang kehilangan kendali, dia akan terus maju tanpa henti.  


Mungkin lebih baik membiarkannya saja...  


Sambil berada dalam keadaan pasrah, aku menatap Tachibana yang penuh semangat dengan setengah mata.  


★★★


Kelas setelah jam sekolah. Saat para siswa mulai meninggalkan ruangan, Rinka, yang sibuk dengan aktivitas idolnya, juga terlihat buru-buru pergi.  


Tapi, tepat sebelum dia keluar dari kelas, dia menoleh sejenak dan menatap ke arahku.  


Hanya satu detik...atau bahkan kurang dari itu. Hanya sekejap mata kami bertemu.  


"........"


Kalo kami adalah pasangan biasa, mungkin kami akan pulang bersama atau pergi kencan setelah sekolah.  


Sayangnya, itu tidak mungkin untuk kami.  


Bahkan kencan pertama kami pun memiliki risiko yang besar. 


Faktanya, kami hampir ketahuan.  


Kami tidak bisa melakukan hal yang sama lagi. 


Kalo kami melakukannya, diperlukan strategi tertentu.  


Apa hanya dengan Rinka yang menyamar tidak cukup?  


Aku mengeluarkan Hp-ku dan memeriksa pesan yang dikirim oleh Kurumizaka-san saat istirahat makan siang tadi.  


『Setelah sekolah hari ini, kumpul di tempat biasa!』


Panggilan dari Kurumizaka-san. Akhirnya datang juga.  


Kurumizaka-san, yang mengklaim dirinya sebagai komandan operasi 'membuat Rin-chan dan Kazu-kun lebih dekat', sering memanggilku seperti ini untuk menggali informasi secara mendetail atau merencanakan strategi yang aneh-aneh.  


"Aku harus segera ke sana."  


Kurumizaka-san adalah center dari grup idol populer. Pasti dia sangat sibuk, jadi tidak baik membuatnya menunggu terlalu lama. ... Meskipun seharusnya dia sibuk, dia selalu menyediakan waktu untuk hal-hal seperti ini.  


★★★


Aku tiba di tangga menuju atap sekolah. Idol yang penuh semangat itu sudah ada di sana.  


"Kazu-kun! Terima kasih sudah datang! Aku sudah menunggumu!"

  

Kurumizaka-san, yang duduk di tangga, langsung melompat berdiri dengan lincah. Dengan senyum cerah, dia menggenggam tanganku dengan erat.  


Sikapnya yang ceria dan polos tanpa batas ini mungkin salah satu alasan kenapa dia populer. 


Tapi, untuk pria yang tidak terbiasa dengan wanita, ini bisa membuat jantungnya meledak. ... 


Tapi bukan aku. Aku sudah punya Rinka.  


Selain itu, aku sudah tahu seperti apa Kurumizaka-san sebenarnya.  


Singkatnya, dia adalah gadis yang sedikit kurang dalam hal selera.  


Dia ceria dan energik, yang membuatnya menarik dan imut, tapi terkadang dia terlalu bersemangat dan meninggalkan orang lain di belakang. 


Karakternya di game online adalah pria tua berotot ras demihuman, dengan nama 'Sturmangriff' yang sulit diucapkan.  


Lebih lanjut, 'Sturmangriff' ternyata adalah nama kucing peliharaan Kurumizaka-san. 


Sungguh, kenapa ya?


"Sudah lama sekali ya, Kazu-kun, kita bisa berbicara seperti ini!"  


"Ya... Ngomong-ngomong, sampai kapan kita akan terus berjabat tangan seperti ini?"  


"Ah! Maaf! Aku tidak sengaja..."  


Setelah ku ingatkan, Kurumizaka-san segera melepaskan tanganku dengan panik.  


"Nah, Kazu-kun! Aku sudah dengar tentang kejadian semalam dari Rin-chan~. Mufufu."  


"Mufufu..."

  

Kurumizaka-san tersenyum penuh arti dan mendekatiku. ... Tolong hentikan.  


"Rin-chan terlihat sangat senang! Kalian bukan hanya dekat lagi, tapi sudah saling mencintai, ya!"  


"Sebenarnya, sampai mana dia bercerita?"  


"Hanya sampai bagian di mana Kazu-kun membelai kepalanya sampai dia tertidur. Eh, apa ada hal lain?"  


"Tidak ada hal lain."  


"Kaz-kun kau tiba-tiba jadi formal..."  


Sepertinya Rinka tidak mengatakan apa pun tentang bagian boneka Kazuto-kun.  


Kalo begitu, aku juga akan diam saja. Tidak ada untungnya juga kalo aku menceritakannya.  


"Nah, aku punya kabar penting!"  


"Kabar penting?" 


"Iya. Mulai hari ini... Operasi 'Rin-chan dan Kazu-kun dekat' akan dihentikan!"  


"Itu... kenapa?" 


"Aku pikir bantuanku sudah tidak diperlukan lagi. Aku khawatir akan mengganggu kalian. Selanjutnya, biarkan kalian ber-2 yang muda-muda ini... mufufu."  


"Cara bicaramu terdengar seperti nenek-nenek." 


"Kau blak-blakan sekali! Tapi, kalian pasti tidak akan senang kalo aku terus ikut campur, kan? Jadi, operasinya akan dihentikan!"  


Kurumizaka-san menyatakan hal itu dengan penuh semangat.  


Ketika aku diam, Kurumizaka-san tersenyum dengan lembut.


"Terima kasih, Kazu-kun. Jadilah bahagia bersama Rin-chan, ya."  


"Aku yang harus berterima kasih. ... Terima kasih, Kurumizaka-san. Aku benar-benar bersyukur."  


"Ti-Tidak... Aku tidak melakukan apa pun. Kalo dipikir-pikir, sepertinya aku hanya membuat situasi semakin kacau..."  


"Benar juga."  


"Kau malah setuju! Bukankah seharusnya kau membantahnya!?"  


"Aku cuma bercanda kok. Karena ada Kurumizaka-san, aku bisa seperti ini sekarang. Aku benar-benar bersyukur."  


"...Benarkah?"

  

Menanggapi pertanyaan Kurumizaka-san yang terlihat ragu, aku mengangguk dengan penuh keyakinan.  


"Kalo Kurumizaka-san tidak ada, mungkin aku masih menjadi orang yang tidak berguna, terobsesi dengan game online, dan penuh keraguan seperti siput."  


"...Jangan-jangan, kau masih menyimpan dendam karena hal itu?"


Aku tidak menyimpan dendam, tapi aku sedikit memikirkannya.  


"Aku benar-benar bersyukur pada Kurumizaka-san. Bahkan, aku tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya dengan kata-kata."  


"K-kau bahkan berkata sampai segitunya, aku jadi malu..."  


Kurumizaka-san menggaruk pipinya sendiri dengan malu-malu.  


Tidak ada kebohongan dalam kata-kataku. Aku bisa memastikannya.  


Tanpa dorongan terakhir dari Kurumizaka-san, aku tidak akan bisa mengambil keputusan untuk menghadapi Rinka.  


Aku memang banyak memikirkan hal itu.  


Kalo perasaan yang Rinka tunjukkan adalah perasaan biasa, aku mungkin akan berpikir, "Aku sangat senang. Apa ini nyata?". Tapi, ketika sampai pada level suami-istri, muncul kekhawatiran yang lebih realistis. 

 

Termasuk fakta kalo Rinka adalah idol populer dan juga diriku sendiri.  


"Aku dan Rinka bisa berpacaran berkat Kurumizaka-san. Terima kasih."  


"U-Um. Sama-sama......mungkin."  


Sepertinya dia benar-benar malu.  


Kurumizaka-san yang wajahnya memerah, terus melirik ke arahku dan mengalihkan pandangannya berulang kali.  


"Eto...kalo begitu, sampai jumpa, Kazu-kun! Lain kali, kita ber-3 main game lagi, ya!"  


Dengan penutup yang terkesan dipaksakan, Kurumizaka-san pergi meninggalkan ku dengan langkah yang ringan menggema di koridor. 

 

...Mungkin aku sedikit berlebihan dalam mengungkapkan rasa terima kasih. 


Tapi, secara objektif, tekadku untuk memutuskan ini sangat dipengaruhi oleh Kurumizaka-san.  


Aku harap bisa membalas kebaikannya suatu saat nanti.


★★★


Setelah Operasi 'Dekat' berakhir, semuanya berakhir dan aku merasa sedikit kesepian.. 


Seolah-olah ikatan antara aku dan Kurumizaka-san telah terputus. Aku ingin tetap menjadi teman baik dengannya di masa depan.  


Sambil memikirkan hal itu, aku berjalan menuju gerbang sekolah. 


Tidak ada orang di sekitarku. 


Aku menghabiskan awal waktu pulang sekolah bersama Kurumizaka-san, dan sepertinya aku ketinggalan kerumunan siswa yang pulang. 


Yah, sendirian juga tidak masalah.  


Menikmati waktu yang tenang sambil berjalan dan memikirkan berbagai hal juga bisa menyenangkan.  


Tepat setelah melewati gerbang sekolah, dari belakang terdengar suara batuk yang jelas ditujukan padaku, "Ahem, ahem!", jadi aku berbalik perlahan sambil bertanya-tanya apa yang terjadi. 


Dia bersandar di dinding gerbang sekolah───itu Kotone-san. 


Kotone-san berdiri di sana. 


Dengan ekspresi datar seperti biasa yang sulit ditebak, matanya setengah tertutup...  


Menurutnya, dia adalah karakter dari sisi 'mob', tapi menurutku, dia adalah karakter yang sangat kuat.  


Ketika mata kami bertemu, Kotone-san mengangkat tangannya sebagai salam, jadi aku juga mengangkat tanganku sebagai balasan.  


"Hai, si penggemar yang malah mendekati idol favoritnya (lol)." 


"Tolong hentikan itu, itu terlalu menyakitkan. Sebagai catatan, aku menyukai Rinka sebagai idol dan juga sebagai dirinya sendiri."  


"....Tch.Dasar bajingan gila." 


"Apaan jir!? Apa aku melakukan sesuatu?!"  


Tadi itu cukup kejam. Sebagai catatan, ini sudah lama sekali sejak terakhir kali aku berbicara dengan Kotone-san. 

 

Terakhir kali aku berbicara dengan Kotone-san adalah... saat dia mengantarku ke tempat Kurumizaka-san.  


Setelah lama tidak bertemu, ini yang terjadi...


"Bagaimana, Ayanokouji Kazuto? Kamu senang, kan?"  


"Ehm, dengan apa?"  


"Kamu ditunggu oleh gadis cantik seperti ini~. Pasti kau senang, dong~." 


"Jadi kau sengaja menunggu kedatanganku... Bukannya senang, malah curiga. Lagipula, aku sudah punya pacar."  


"......Tch. Dasar pria yang terlalu mesra." 


"Ini bukan soal mesra. Lagipula, Kotone-san juga punya pacar, kan? Posisi kita sama saja."  


Seingatku, Kotone-san pernah bilang kalo dia punya pacar. Aku tidak merasa itu aneh. Meskipun dia bukan tipe wanita yang mencolok, penampilannya cukup menarik. Memang dia sering mengeluarkan ucapan aneh, tapi itu justru bisa disebut sebagai ciri khasnya.  


Aku bisa percaya kalo ada yang bilang Kotone-san adalah wanita yang populer.  


"Benar juga~. Aku punya pacar yang tampan~. Dia pintar, atletis, dan bercita-cita menjadi penyanyi rock~."  


"Kedengarannya seperti pria ideal yang langsung keluar dari cerita. Apa dia berasal dari sekolah yang sama dengan kita?"  


"Sayangnya tidak~. Tapi kami bisa bertemu kapan saja, jadi aku tidak terlalu merasa kesepian~. Oh, apa kau mau melihat foto pacarku?"  


Kalo dia mau menunjukkan... Aku mengangguk. Murni karena penasaran.  


Dari yang kudengar, pacarnya itu pria dengan spesifikasi tinggi. Aku penasaran seperti apa wajahnya.  


Kotone-san mengeluarkan Hp-nya dari tas, melakukan beberapa operasi, lalu menunjukkannya ke arahku.  


"Ini pacarku. Tampan, kan~?"  


"Ah, ah... Iya. Ta... tampan sih." 


"Reaksimu biasa saja~." 


Tentu saja reaksiku biasa saja.  


Soalnya... ini karakter 2D.  


Pria yang ditampilkan di layar adalah karakter tampan bergaya visual kei yang biasa muncul di game otome. 


Benar-benar pria yang keluar dari cerita.  


Melihat reaksiku yang bingung, Kotone-san tertawa kecil melalui hidungnya.


"Coba beri komentar dong. Kalo tidak, aku akan terlihat seperti orang yang aneh~." 


"Aku tidak bisa membedakan apakah ini serius atau bercanda."  


"Ah, masa sih? Sudah pasti aku serius lah~"


"Oh, begitu ya─── eh, serius!? Berarti aku benar tidak memberi komentar!"


Wajar saja aku bingung bagaimana harus merespons.  


"Biar kujelaskan, dunia 2D lebih baik daripada 3D. Dunia 3D akan menua, tapi dunia 2D tetap cantik selamanya~."  


"Oh, itu masuk akal. Tapi kalo dipikir sebaliknya, dunia 3D memiliki kebahagiaan karena bisa menua bersama orang yang dicintai." 


"......."


"......."  


"... Maaf, tolong katakan sesuatu jir, ini memalukan."  


"Ayanokouji Kazuto, kau ternyata bisa mengeluarkan kata-kata yang agak cringe, ya~." 


"Ugh..."  


Ditatap dengan tatapan setengah mata oleh Kotone-san benar-benar menyakitkan...!  


Tapi aku juga merasa sedikit malu setelah mengatakan hal itu.  


"Meow."  


"Eh?"  


Aku mendengar seekor kucing mengeong di kakiku. Saat aku melihat ke bawah. Seekor kucing hitam yang sangat imut sedang menggosok-gosokkan tubuhnya ke kakiku. Apa ini...?  


Bulu kucing itu sangat indah, sepertinya dia dirawat dengan baik.  


Ukuran tubuhnya juga sangat sehat. Di lehernya ada kalung berwarna cokelat. Sepertinya ini kucing peliharaan.  


"Hmm, itu kan Sturmangriff~."  


"Sturmangriff...? Ah, kucing peliharaan Kurumizaka-san?"  


"Yup, betul. Kucing hitam peliharaan Nana. Mungkin dia datang untuk menjemput Nana~?"  


"Dia bukan ibunya...yah meskipun itu ibunya itu pun akan jadi aneh. Yos, yos~."


Aku berjongkok dan mencoba membelai kepala Sturmangriff.  


Lalu, Sturmangriff menyipitkan matanya dengan nyaman dan menggosok-gosokkan kepalanya ke tangan kananku. ... Imut sekali.  


"Apa Kurumizaka-san membiarkan kucingnya berkeliaran bebas?"  


"Tidak~. Kucing itu punya kebiasaan kabur. Dia memanfaatkan saat Nana tidak ada di rumah, lalu membuka jendela sendiri dan pergi ke luar~."


"Luar biasa, dia kucing jenius ya?"  


"Entah jenius atau tidak, dia dulu kucing liar~. Dia mengejar kebebasan dengan gigih~."  


"Keren sekali. Tapi dia pasti akan pulang ke rumah Kurumizaka-kan, kan?" 


Sambil terus membelai Sturmangriff, aku bertanya, dan Kotone-san menjawab, "Yah~. Katanya dia pasti pulang sebelum tengah malam~."  


"...Kalo diberi nama aneh seperti itu, siapa pun pasti ingin kabur."  


"Nana itu anak yang baik~. Hanya seleranya yang agak..."  


Kotone-san mengatakan hal yang sama seperti Rinka.  


Ternyata orang-orang di sekitar Kurumizaka-san memiliki pemahaman yang sama.  


"Nyaa~"

  

Sturmangriff yang mengeluarkan suara pendek itu tiba-tiba berbaring dan memperlihatkan perutnya padaku. 


Dadaku terasa hangat karena betapa imutnya dia.  


"Ugh, imut... Kau terlalu imut...!"  


"Ayanokouji Kazuto juga terpesona oleh kucing, ya~. Kucing itu betina lho~... Aku akan melaporkannya ke Mizuki Rinka." 


"Tidak masalah sih, tapi sepertinya Rinka tidak akan peduli hanya karena kucing."

  

Meski begitu, aku berpikir, 『Ah, mungkin tidak juga?』. Dulu, Rinka bahkan cemburu pada karakter heroine di sampul light novel. 


Tidak aneh kalo rasa cemburunya meluas sampai ke kucing.


"Oke, kucingnya aku ambil ya~. Ayo kita pulang ke rumah Nana~."  


"Meow. ... Purr purr."  


Sturmangriff yang digendong oleh Kotone-san mengeluarkan suara purr yang menunjukkan dia senang. 


Hanya melihatnya saja sudah membuatku merasa tenang.  


Dari caranya dia mempercayai Kotone-san sepenuhnya, dan juga bagaimana dia menggosok-gosokkan tubuhnya padaku yang baru pertama kali dia temui, jelas kalo dia adalah kucing yang sangat ramah. Imut sekali.  


"Aku akan mampir ke rumah Nana~. Sampai jumpa, Ayanokouji Kazuto~."  


Kotone-san, dengan ekspresi datar dan mata setengah tertutup yang tidak berubah, berbalik dan mulai berjalan sambil menggendong Sturmangriff. ... Aku ingin membelainya lagi.  


Akankah ada hari di mana aku bisa bertemu Sturmangriff lagi?  


"Ngomong-ngomong, kenapa Kotone-san menungguku?"

  

Sepertinya aku tidak akan pernah tahu jawabannya. Begitulah perasaanku. 

 

★★★


Keesokan paginya. Saat aku memasuki kelas di pagi hari dan berjalan menuju tempat duduk ku, aku merasakan sesuatu yang aneh dan berhenti.  


"...Tachibana?"  


Entah kenapa, Tachibana duduk di tempat duduk ku.  


Tidak peduli bagaimana aku memandangnya, aku bisa tahu kalo dia sedang sedih, dengan wajah tertunduk di atas meja.  


Bahu kecilnya bergetar, mungkin dia sedang menangis.  


"Ayanokouji-kun, boleh aku bicara sebentar?"  


"Saito. Eh, Tachibana..."  


Saito memanggilku di pintu kelas. 


Sepertinya dia akan menjelaskan situasinya.  


"Sepertinya kemarin setelah sekolah, Tachibana-kun mengungkapkan perasaannya pada Shiikura-chan."  


"Benarkah? Yah, aku tahu Tachibana benar-benar akan melakukannya, tapi... serius?"  


"Hasilnya...seperti yang kau lihat."


"Mungkin dia menangis karena bahagia karena berhasil."  


"Apa kau benar-benar berpikir Tachibana-kun adalah tipe seperti itu?"  


"........."


Tidak. Kalo dia berhasil mengungkapkan perasaannya, dia pasti akan meneleponku malam itu dan berkata, 『Hei, Ayanokouji! Akhirnya aku juga punya pacar! Kau iri, kan!? Guwahahaha!』, sambil bersikap sombong.  


Atau mungkin dia akan berlari keliling kota sambil berteriak-teriak sampai pingsan.  


"Kenapa dia duduk di mejaku?"  


"Entahlah? Mungkin dia ingin kau menghiburnya."


"...Aku merasa seperti akan dimakan begitu mendekatinya."  


"Yah, mari kita hibur Tachibana-kun sebagai temannya. Aku akan membelikan susu paprika untuknya."  


"Oke───eh, apa yang kau katakan barusan?"  


Aku bertanya lagi, tapi Saito sudah berjalan di koridor. ... Susu paprika? Apa itu?  


Aku penasaran, tapi sekarang lebih baik memprioritaskan temanku.  


Aku lalu mendekati Tachibana yang sedang terpuruk di mejaku dan mencoba berbicara dengan hati-hati.  


"Um, Tachibana? Apa kau baik-baik saja?"  


"...Apa aku terlihat baik-baik saja?"  


"Tidak."  


"Sial... Kenapa ini terjadi? Padahal kemungkinan berhasilnya 10% lho."  


Itu kan perhitungan aneh Saito yang tidak bisa diandalkan.  


Tapi, tidak ada gunanya mengatakan itu pada Tachibana sekarang.  


Aku meletakkan tangan dengan lembut di bahu Tachibana yang wajahnya masih tertunduk di meja.  


"Yah, bagaimana kalau kita lanjutkan saja. Pasti ada wanita lain yang lebih menarik daripada Shiikura-chan─── eh, Shiikura-sensei."  


"Ada... yang lain?"

  

Tachibana, dengan suara gemetar, mengangkat wajahnya dengan cepat. ... Wajahnya basah karena air mata dan ingus.


"Bajingan! Ayanokouji...Shiikura-chan itu...dia adalah wanita yang luar biasa yang bahkan bersikap baik padaku! Kalo ada soal yang tidak aku mengerti, dia akan mengajariku, dan kalo dia melihatku dalam kesulitan, dia akan berkata dengan lembut, 'Bicaralah padaku tentang apa pun'! Tapi... dia bilang guru dan murid tidak bisa berpacaran, dan dia sudah punya suami dan anak... dia bilang hal-hal yang tidak masuk akal!"

  

Bukankah itu perilaku guru yang umum dan teladan? Itu sama sekali tidak tidak masuk akal.  


"Hei, Tachibana───" 


"Dia...! Sejak tahun pertama... aku sudah menyukainya...!" 


Tachibana yang kembali menundukkan wajahnya ke meja akhirnya mulai menangis tersedu-sedu.  


.............. 


Begitu ya, dia serius.  


Tachibana pada dasarnya adalah tipe orang yang cepat panas tapi juga cepat dingin.  


Kami sudah berteman sejak pertengahan tahun pertama SMA, tapi ini pertama kalinya aku melihatnya sedemikian terpuruk.  


Tidak tahu harus berkata apa, aku hanya diam. 


Tapi tiba-tiba, Tachibana berhenti menangis dan mulai tertawa dengan suara menyeramkan, "Guehehehe".  


"Tachibana...?"  


"Hahaha! Tertawalah! Tertawalah padaku yang ditolak dengan mudah!"  


"..."  


"Ayo, Ayanokouji! Tertawalah! Tertawalah!"  


"Mana mungkin aku tertawa."  


"...Eh?"  


Mungkin merasakan suasana serius dariku, Tachibana berhenti tertawa terbahak-bahak dan menatap mataku.


"Tachibana, kau sudah mengumpulkan keberanian dan menyampaikan perasaanmu dengan sepenuh hati, kan? Itu luar biasa. Itu bukan sesuatu yang harus ditertawakan, tapi dihormati."  


"Ayanokouji..."

 

Dalam kasusku, pengakuan perasaanku seolah sudah dijamin berhasil, tapi aku tetap tahu betapa sulitnya menyampaikan perasaan jujurmu.  


"Tachibana. Aku menghormatimu."  


"──────!"


Berapa banyak keberanian yang dibutuhkan untuk mengakui perasaan pada seorang guru?  


Tachibana mungkin sering bersikap konyol, tapi dia bukan orang jahat. 


Justru, dia pada dasarnya adalah pria yang baik.  


Dia mungkin terlihat cerewet, tapi dia tidak pernah membocorkan hubunganku dengan Rinka. 


Dia bilang kalo dia iri padaku, tapi dia tidak pernah benar-benar cemburu.  


Hubungan kami tetap seperti biasa. 


Singkatnya, dia adalah orang yang jujur dan ceria.  


".....Ayanokouji. Kau benar-benar orang baik."  


"Hei, kenapa tiba-tiba... Ini memalukan."  


"Kau tidak terlalu mencolok, tapi sebenarnya kau cukup tampan... Kau benar-benar pria yang baik."  


"Hentikan itu. Ada yang aneh denganmu."  


Tiba-tiba, aku menyadari mata Tachibana yang berkaca-kaca dan pipinya yang memerah.  


Entah kenapa, dia terlihat malu dan memalingkan wajahnya dariku, seperti gadis yang malu karena cinta.  


"Aku punya pemikiran."  


"Apa?"  


"Aku mungkin tidak akan pernah populer di mata wanita. Tidak peduli seberapa keras aku berusaha, aku tidak akan pernah populer."  


"Tidak juga. Masih terlalu cepat untuk menyerah."

  

Meski aku mencoba menghiburnya, Tachibana perlahan menggelengkan kepala.  


"Dengarkan dulu sampai akhir. Aku berpikir..."  


"..." 


"Kalo aku tidak populer di mata wanita, mungkin aku harus beralih ke pria.」  


[TL\n: aying malah belok]


............. 


Hah?


Aku meragukan pendengaranku sendiri.  


"Ehm, apa kau sadar dengan apa yang baru saja kau katakan?"  


"Tentu saja. Tidak, baru saja aku menyadarinya. Takdirku ternyata ada di dekatku."  


"Eh?" 


Tachibana menatapku dengan mata yang penuh gairah dan semangat...!  


Secara intuitif. Secara naluriah.  


Aku punya firasat buruk dalam segala hal.  


"Hei, Ayanokouji... Bagaimana kalo kau memilihku, bukan Mizuki."  


"──────!"  


A P A   I N I ?  


★★★


"Ayanokouji... Cuacanya bagus lagi hari ini."  


"Tapi hatiku mendung. Tolong berhenti menatapku dengan tatapan penuh gairah."  


Istirahat makan siang. Kisah kekacauan Tachibana yang dimulai pagi ini masih berlanjut.  


Tachibana, dengan pipi memerah, mendekatiku yang sedang duduk tenang di mejaku.  


Sebenarnya tidak aneh kalk Tachibana datang ke mejaku. Itu hal biasa.  


Kami ber-3—aku, Tachibana, dan Saito—biasanya menghabiskan waktu bersama.  


"Kalo hatimu mendung, aku akan menghilangkannya dengan api cintaku yang membara."  


"Wah, aku bisa mati kepanasan."  


"Aku akan duduk di sebelahmu..."  


Seperti biasa, Tachibana meminjam kursi di dekatnya dan membuka kotak makan siangnya di mejaku. 


Saito juga melakukan hal yang sama.  


Kami bertiga duduk mengelilingi meja untuk menghabiskan waktu istirahat makan siang, tapi perilaku Tachibana jelas aneh.  


Entah bagaimana, dia terlihat terlalu serius.  


Dia pasti sedang mencoba terlihat keren. Dan itu ditujukan padaku...!  


"Ayanokouji, kotak makan siang itu... buatan Mizuki, ya?"  


"Iya."  


"Sebenarnya, aku juga bisa... memasak, lho."  


"Terus kenapa?"  


"Aku juga bisa membersihkan, dan aku mengerti hobi Ayanokouji."  


"Apa maksudmu dengan pamer seperti itu? Ini menakutkan, tolong hentikan...!"  


"Ah, ya, Ayanokouji-kun. Tentang novel ringan yang aku pinjamkan bulan lalu───"


"Kau bisa berbicara dengan normal dalam situasi seperti ini! Apa kau mendengar percakapanku dengan Tachibana!?"  


"Tentu saja. Tachibana-kun jatuh cinta padamu, kan?"  


"Kau mendengar dan memahaminya juga! Bagaimana bisa kau begitu mudah beradaptasi!?"  


"Hei, jangan mesra-mesraan di depan aku..."

  

Tachibana terlihat kesal dan mengerutkan bibirnya dengan tidak puas. Sama sekali tidak imut...!  


Untuk memutus semua ini, aku fokus pada kotak makan siang buatan Rinka.  


Hari ini kami tidak berencana menghabiskan waktu istirahat makan siang bersama, tapi Rinka bersikeras, "Mempersiapkan makan siang untuk suami adalah kewajiban istri", dan sekarang dia selalu menyiapkannya setiap kali dia pergi ke sekolah.  


Sebenarnya, aku ingin menghabiskan waktu istirahat makan siang bersamanya, tapi kalo kami terus-menerus meninggalkan kelas dan pergi ke gedung lama, kami pasti akan ketahuan oleh seseorang.  


Bisa saja rumor mulai beredar.  


Jadi, seperti ini, kadang-kadang aku dan Rinka menghabiskan waktu istirahat siang secara terpisah.  


........... 


Dan, aku mencoba melarikan diri dari kenyataan dengan berpikir.  


"Hei, Ayanokouji. Kita sudah berteman cukup lama, kan?"  


"Ya, ya... Sejak kelas satu SMA."  


"Benar, kan? Itu sebabnya aku berpikir, mungkin sudah saatnya kita... saling memanggil dengan nama panggilan."  


"Nama panggilan?"  


"Menurut perhitunganku, itu artinya nama kecil!"  


"Apa penjelasan itu perlu? Jangan terlihat bangga seperti itu."


Dan tolong selamatkan aku. 


Kenapa Saito bisa bersikap biasa saja?  


"Bagaimana, Ayanokouji?"  


"Hmm, yah...kalo hanya itu, mungkin tidak masalah."  


"Benarkah! Kalo begitu, mulai sekarang panggil aku 'Tac-chan'!」  


"Ta... Tac-chan..."  


"Aku akan memanggilmu 'Aya-tan'!"  


"Ugh!! To... tolong jangan! Aku benar-benar merinding sampai merasa mual!" 


[TL\n: gua juga merinding jir, kalo gua punya temen yg udah belok kaya gini, fix sih langsung gua tinggalin biarpun kita udah temenan lama.]


"Kenapa? Kalo begitu... 'Kazu-tan' saja, ya?"  


"Bukan itu masalahnya! Aku bilang jangan pakai '-tan'!" 


"Apa...!" 


Tachibana bereaksi seolah-olah dia baru saja ditolak oleh orang yang dicintainya.  


Lalu, Saito mengangkat kacamatanya dan berkata,  


"'Aya-tan'-kun, menurutku itu nama panggilan yang bagus."  


"Aku mengerti, Saito, kau sedang bersenang-senang, ya."

  

Ketika aku menatapnya dengan serius, Saito mendekat dan berbisik padaku,  


"Kalo sudah seperti ini, Tachibana-kun tidak akan berhenti. Biarkan dia melakukan apa yang dia mau, dan dia akan sadar sendiri nanti."  


.........Benarkah?  


Mendengar itu, aku merasa mungkin benar, tapi sebagai orang yang terlibat, ini hanya membuatku cemas.  


"Ayanokouji... Apa kau sangat membenciku?"  


"Bukan benci...yah, lebih ke bingung, sih?"  


"Aku mengerti perasaan itu. Aku juga bingung pada awalnya... apa ini cinta sejati?"  


"Mungkin kau sama sekali tidak mengerti. Maaf, tapi aku tidak berniat memilih siapa pun selain Rinka." 


"Sial! Ternyata aku tidak bisa mengalahkan idol populer...!"  


"Ini bukan masalah itu juga!"


Tachibana merasa kesal, tapi bagiku, ini adalah kesimpulan yang wajar.  


Bahkan kalo Tachibana adalah wanita cantik yang luar biasa, aku akan tetap memilih Rinka.  


Bukan soal memilih, tapi bagiku hanya ada Rinka.  


"......?" 


Aku merasakan sesuatu yang dingin dan tajam di tengkukku.  


Apa ini───niat untuk membunuh?  


Aku belum pernah merasakan niat untuk membunuh dalam hidupku, tapi ini adalah satu-satunya cara untuk menggambarkan perasaan ini.  


Aku mengangkat wajahku───dan bertatapan dengan Rinka, yang duduk di barisan depan...! Tentu saja!  


Rinka membuat tatapannya sangat tajam dan mengerikan, dan aura kemarahannya begitu kuat sehingga seolah-olah efek suara komik "GOGOGOGOGO" akan muncul. 


Meskipun ini mungkin halusinasi, kemarahannya begitu besar sehingga rambutnya terlihat berdiri.  


Pada saat itu, aku teringat mimpi buruk yang pernah kulihat sebelumnya.  


"Aya-tan... ayo, bilang 'aaah'"  


"Hentikan itu, aku akan mati!"  


"Apa!? Apa kau bilang ada racun di paprika ku!?"  


"Bukan itu! Aku akan ditusuk dengan pisau!"  


"Apa yang kau bicarakan..."  


Ping!


Notifikasi berbunyi dari saku celanaku. Itu Hp-ku.  


Aku menelan ludahku dan mengeluarkan Hp-ku untuk memeriksanya. Itu dari Rinka.  


『Apa kau selingkuh!? Dan bahkan kau melakukan itu dengan berani di kelas!?』  


Ah, ini buruk───!  


Aku buru-buru membalas.  


『Tidak! Ada penjelasan untuk ini!』  


『Aku tidak percaya! Kau bilang kau mencintaiku... Tapi kau punya wanita lain!!』  


『Bukan wanita, tapi pria!... Tapi aku juga tidak punya pria lain!!』  


『Pria atau wanita, itu tidak penting! Cinta tidak mengenal gender!』


Aku tersentak. "Cinta tidak mengenal gender" ...Betapa indahnya kata-kata itu. 


Apa aku mulai kehilangan akal karena memikirkannya seperti ini?


"Kazuto-kun! Datanglah ke gedung sekolah lama setelah pulang sekolah! Dan tentu saja, bawa serta si kucing pencuri itu!!"


A-apa? Ini semakin kacau!

Apa yang akan terjadi setelah pulang sekolah!?


"Ayanokouji-kun! Berdasarkan perhitunganku, ini adalah perlombaan para heroine!"


"Diam! Kau itu laki-laki, tahu!!"


★★★


"Baiklah, Mizuki! Apa kau tahu bagian mana yang Ayanokouji cuci lebih dulu, kepala atau tubuhnya?"


"Tentu saja kepala! Dan sebagai tambahan, dia menyanyikan lagu pembuka Dataran Hitam sambil mencuci tubuhnya!"


"Kau cukup tahu juga! Dan yang lebih menarik, karena dia hanya mengingat sebagian lirik, dia mulai menggumamkan 'hmm hmm~' saat lupa!"


"Dari mana kau tahu itu!? Aku akan menelepon polisi sekarang juga!"


Teriakanku menggema di dalam ruang kelas gedung sekolah lama.


Tapi, Tachibana dan Rinka tetap sibuk bertengkar tanpa memperdulikanku. ...Kenapa semua jadi begini?


Setelah pulang sekolah, aku pergi ke gedung sekolah lama bersama Tachibana, memenuhi panggilan Rinka.


Kami masuk ke dalam ruang kelas yang tak terkunci dan menunggu kedatangannya.


Saat akhirnya Rinka muncul, yang terjadi malah—"Dasar kucing pencuri! Bisakah kau berhenti mengganggu suamiku!?" "Hah! Sayangnya, satu-satunya yang pantas berdiri di sisi Ayatan adalah aku!" "....Suami!?"


Dan begitulah, sebuah kejadian aneh yang luar biasa pun dimulai!


"Aku dan Kazuto sudah saling mengenal sejak 4 tahun yang lalu. Tidak ada celah bagi pria baru sepertimu untuk menyela."


"Tapi hubungan kalian di dunia nyata bahkan belum 2 bulan! Sementara aku dan Ayatan sudah bersama sejak tahun pertama SMA... Ada rentang waktu yang tidak akan pernah bisa kau kejar, Mizuki!"


"Benarkah begitu? Hubungan kami di dunia game jauh lebih berarti. Aku dan Kazuto-kun telah membangun ikatan yang murni, tanpa gangguan informasi yang tidak perlu. Kami dipersatukan dalam dunia yang bersih dan suci. Apa arti hubungan di dunia nyata dibandingkan itu?"


"Tentu saja hubungan di dunia nyata lebih penting! Dan satu hal lagi, kenapa kau memanggilnya suami!?"


"Aku dan Kazuto sudah menikah."


"Apa!? Apa yang kau bicarakan? Kalian masih anak SMA!"


"Ya, memang. Tapi di dalam game, kami sudah menikah. Dengan kata lain, di dunia nyata pun kami suami-istri, bukan?"


".....Itu masuk akal!"


Tunggu, kenapa kau setuju!? 


Ini tidak masuk akal sama sekali!

Meskipun aku sendiri sudah berjanji untuk menerima Rinka sepenuhnya, pemikirannya benar-benar di luar kebiasaan. 


Tidak mungkin aku bisa memahami logikanya dalam sekejap!


Tachibana, yang memasang wajah masam, menggumam dengan nada frustasi, "Serius... Kalo mereka sudah menikah, peluangku untuk menang jadi semakin kecil."


Tidak, bukan semakin kecil. Sama sekali tidak ada peluang bagimu untuk menang!


"Sekarang kau mengerti, kan? Satu-satunya orang yang berhak berada di sisi Kazuto-kun adalah aku, Mizuki Rinka. ...Atau lebih tepatnya, Rinka Ayanokouji di masa depan."


Dengan penuh percaya diri, Rinka menyibakkan rambutnya, seolah ingin menunjukkan keunggulannya.


Tachibana sepertinya sudah kalah telak. 


Tapi, bukannya menyerah, ia justru dia menyeringai licik, seakan menemukan celah untuk membalikkan keadaan.


"Mizuki adalah istri Aya-tan, kan?"


"Benar. Jangan buat aku mengulanginya berkali-kali. Aku tidak suka membuang waktu untuk percakapan yang tidak perlu."


Nada bicara Rinka begitu dingin dan tegas, benar-benar mengesankan sikap yang tak terbantahkan.


Kalo aku yang diperlakukan seperti itu, mungkin aku akan terpuruk selama seminggu.


Tapi, Tachibana berbeda. Dia sama sekali tidak gentar dan justru terus menekan.


"Kalo begitu, kau sudah pernah mencium Ayatan?"


"Eh... Ciuman?"


"Ya, ciuman! Kau tahu, hal yang wajar dilakukan oleh pasangan!"


".....Saat kami menikah di dalam game, kami melakukannya."


"Bagaimana dengan di dunia nyata?"


".....Belum."


Kepercayaan diri Rinka yang sebelumnya begitu kuat seketika menghilang.


Kini, dia tidak lagi memancarkan aura seorang idola yang dingin dan tak tergoyahkan.


Dia bahkan tidak berani menatap langsung ke arah Tachibana, dia hanya bisa menunduk dan menatap lantai dengan ragu.


Sementara itu, Tachibana tersenyum penuh kemenangan, merasa telah menemukan celah.


"Kalo begitu, sejauh mana hubungan kalian berkembang? Di dunia nyata!"


"....Kami...pernah berpegangan tangan."


"Serius!? Hanya itu!? Dan kau masih berani menyebut dirimu istrinya? Biasanya, kalo sudah menjadi pasangan suami-istri, ada banyak hal lain yang dilakukan bersama!"


"Hal lain...maksudmu apa?"


"Tentu saja, hal-hal yang lebih jauh! Setelah ciuman, kau tahu sendiri apa yang terjadi, kan?"


"──────!"


Sepertinya Rinka baru saja membayangkan sesuatu. 


Dalam sekejap, wajahnya memerah seperti tomat, dan matanya mulai gelisah.


Dia sama sekali tidak terlihat seperti seorang idola yang tenang dan karismatik. 


Kalo ini adalah adegan dalam manga, pasti ada kepulan asap yang keluar dari kepalanya sekarang.


Rinka mencoba membalas, tapi bibirnya hanya bergetar, dan yang keluar dari mulutnya hanyalah gumaman pelan, "...A-aku...uuh..."


Tak satu pun kata yang berhasil diucapkannya dengan jelas.


"Kukuku...pertandingan sudah selesai! Aku menang! Oi, Aya-tan!"


"....Apa? Dan hentikan panggilan itu."


"Pacaranlah denganku!"


"Tidak mungkin."


"Kenapa!?"


"Perlu aku jelaskan? Apa benar-benar perlu aku jelaskan?"


"Aku akan memasakkanmu paprika setiap hari!"


"Apa untungnya bagiku!? Dan kenapa harus paprika!?"


"Pa...paprika...ugh...!"


Sepertinya kata-kataku tadi adalah pukulan telak bagi Tachibana. 


Dengan ekspresi penuh keterkejutan, dia jatuh berlutut di lantai.


Jadi, yang membuatnya terpukul adalah paprika!?


"Kenapa...? Kenapa aku ditolak...!? Kenapa paprika tidak dihargai...!?"


Sementara Tachibana meratapi nasibnya, Rinka yang wajahnya sudah memerah hanya bisa bergumam,


"Me-memang benar aku dan Kazuto adalah suami istri... Tapi...hatiku belum siap... Selain itu, aku bahkan belum meminta restu dari orang tuanya..."


Tachibana yang terlihat benar-benar putus asa, dan Rinka yang terus berbicara sendiri dengan wajah merah padam...


...Apa sebenarnya situasi ini?


Dari awal sampai akhir, aku sama sekali tidak bisa memahami apa yang terjadi.


Lebih tepatnya, aku bahkan tidak ingin mencoba memahaminya.


Tapi, di tengah semua kekacauan ini, aku merasa ada satu hal yang harus aku nyatakan dengan jelas.


"Ini bukan soal Tachibana baik atau buruk. Aku hanya memiliki Rinka. Tidak peduli siapa pun yang menyatakan perasaan padaku, aku tidak akan melihat siapa pun selain dia."


"S-sejauh itu...!?"


Mata Tachibana membelalak lebar, terkejut mendengar kata-kataku.


Sementara itu, Rinka menatapku dengan penuh haru, matanya berbinar saat berbisik, "Ka-Kazuto-kun...!"


Sejauh ini, aku hanya terbawa dalam situasi yang sama sekali tidak masuk akal. 


Tapi, sudah saatnya aku mengakhirinya.


"Tachibana. Aku sangat menghormatimu sebagai teman, tapi aku tidak bisa melihatmu sebagai seseorang yang lebih dari itu."


"........"


Tachibana terdiam, hanya menatap lantai dengan ekspresi kosong, seolah menunggu waktu berlalu begitu saja.


Tapi, setelah beberapa saat, dia tampaknya mengambil keputusan. 


Dengan wajah tegak, dia mengucapkan sesuatu yang benar-benar tidak terduga.


"Aya-tan...tidak, Ayanokouji. Aku mengerti perasaanmu. Aku akan mundur dengan terhormat."


"Oh...begitu ya..."


"Tapi, sebelum aku benar-benar merelakan semuanya... Aku ingin melihat kalian berciuman!"


"....Apa?"


"Bagaimana ya... Kalo aku melihat kalian bermesraan, mungkin aku bisa menatap masa depan dengan lebih optimis."


Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana dia bisa sampai pada kesimpulan seperti itu.


Rasanya aku ingin memegang kepalaku dan mengeluh panjang lebar. 


Tapi, kalo mengikuti keinginannya bisa menyelesaikan semuanya dengan cepat, mungkin itu adalah pilihan terbaik.


Jadi...aku harus mencium Rinka?

Serius...!?


"Hei, Mizuki. Bagaimana menurutmu?"


"Te-tentu saja tidak! Tidak mungkin aku bisa melakukannya begitu saja...!"


Rinka, yang wajahnya masih merah padam, sesekali melirikku dengan ekspresi malu-malu.


"Tapi kau dan Ayanokouji adalah suami istri, kan?"


"I-itu...benar. Kami memang suami istri."


"Dan kau bilang dunia game lebih murni daripada dunia nyata, kan? Kalo kalian bisa berciuman di dalam game, bukankah kalian seharusnya bisa melakukannya juga di dunia nyata?"


"I-itu...!"


"Kalo kalian bahkan tidak bisa berciuman, maka kalian bukanlah pasangan suami istri yang sebenarnya."


"──────!"


Mata Rinka membelalak seolah baru tersadar akan sesuatu.


"Bagaimana? Apa kau tidak bisa menciumnya?"


"Te-tentu saja aku bisa...! Kami ini pasangan suami istri. Ciuman bukan masalah besar...!"


Terprovokasi oleh ejekan Tachibana, Rinka berusaha keras untuk terlihat percaya diri.


...Tapi kenyataannya, hubungan kami sejauh ini hanya sebatas berpegangan tangan.


Kalaupun ada momen lebih dari itu, mungkin hanya dalam kegelapan seperti sebelumnya.


"Ayo, buktikan! Cium dia! Cepat cium!"


"Kau berisik sekali...!"


Terdesak oleh dorongan Tachibana, Rinka sepertinya sudah tidak bisa mundur lagi.


Dia perlahan melangkah ke arahku, wajahnya masih merah padam. 


Kemudian, dengan mata terpejam rapat—


"Si-silakan... Kazuto-kun..."


Suaranya gemetar saat dia mengangkat dagunya sedikit.


Karena gugup, ke-2 tangannya terangkat hingga ke dadanya, mengepal erat seolah menahan ketegangan.


Ini...ini adalah ekspresi 'menunggu ciuman' yang sering kudengar dalam cerita!


Wajahnya yang memerah karena gugup dan malu, mata yang tertutup rapat, tangan yang menggenggam erat di dada...semuanya terlihat luar biasa menggemaskan.


...Tapi, apa benar-benar boleh?


Apa ini cara yang tepat untuk mengalami ciuman pertama kami...?


Dengan perasaan ragu, aku melirik ke arah Tachibana. Tatapan kami bertemu.


Dia hanya mengangkat bahu dan menggelengkan kepala dengan ekspresi pasrah.


"Heh...aku kalah telak."


"...Apa?"


"Setelah melihat ekspresi seorang idola yang biasanya dingin menjadi seperti itu, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ayanokouji, satu-satunya yang bisa membuat Mizuki menunjukkan wajah seperti itu adalah kau. Dan satu-satunya yang bisa mengguncang hatimu...hanyalah Mizuki."


"Tachibana..."


"Hah... Sepertinya sejak awal aku memang tidak punya peluang untuk menang."


"Aku sudah bilang dari awal, aku hanya akan memilih Rinka."


"Kalo begitu, undang aku ke pernikahan kalian nanti. Aku akan menyiapkan paprika kualitas terbaik sebagai pelengkap kue pernikahan."


"Itu jelas hanya untuk menggangguku!"


Aku menatapnya tajam dengan ekspresi kesal, tapi Tachibana tetap memasang senyum puas seolah tidak peduli.


"Pada akhirnya, perempuan memang menggemaskan. Kalo harus memilih pasangan, tentu saja aku akan memilih perempuan. Rasanya seperti aku baru saja mendapat pencerahan."


"Kalo begitu, aku justru merasa seperti baru bangun dari mimpi buruk."


Itu adalah perasaan jujurku yang sesungguhnya.


"Baiklah, Ayanokouji. Anggap saja tidak ada yang terjadi hari ini. Aku akan mencoba lebih keras untuk mendapatkan perhatian Shiikura-chan."


"Sulit bagiku untuk mendukungmu dengan tulus..."


Setelah mengatakan itu, Tachibana pun melangkah keluar dari ruang kelas di gedung lama.


...Serius, apa yang baru saja terjadi?


"Ka-Kazuto...kun...?"


Sementara itu, Rinka masih berdiri di tempatnya, dengan mata terpejam rapat dan bibir sedikit mengerucut, masih menunggu ciuman.


Apa yang seharusnya aku lakukan sekarang...?


Aku ingin lebih menghargai suasana dan prosesnya.


Atau lebih tepatnya...ekspresi Rinka yang sedang menunggu ciuman ini terlalu imut. 


Aku ingin terus melihatnya lebih lama.


"Ka-Kazuto...kun?"


Saat akhirnya Rinka membuka matanya, dia mengerjap beberapa kali dengan ekspresi bingung.


Tatapan itu seolah ingin bertanya—"apa ciumannya...masih belum?"


Pada akhirnya, tak lama setelah itu, Hp Rinka berdering dan dia pun buru-buru pulang.


Sepertinya, seorang idola terkenal memang tidak memiliki waktu luang.


Dan satu hal lagi...


Beberapa hari kemudian, beredar rumor di sekolah bahwa "Mizuki Rinka dan Tachibana terlibat dalam pertarungan sengit demi memperebutkan Ayanokouji Kazuto."


Sebuah kisah yang terdengar seperti kebohongan, tapi sayangnya, itu benar-benar terjadi.


Untungnya, sebagian besar siswa menganggapnya sebagai lelucon dan tidak mempercayainya sepenuhnya.


Meskipun begitu...


Mungkin mulai sekarang, aku harus lebih berhati-hati...benar-benar harus (menangis).



Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال