Kamu saat ini sedang membaca Netoge no Yome ga Ninki Idol datta ~Cool-kei no kanojo wa genjitsu demo yome no tsumori de iru~volume 2 chapter 3. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
SERANGAN KEJUTAN
Akhir-akhir ini, aku merasakan panas yang menyengat.
Aku mulai berkeringat bahkan sebelum sampai ke sekolah dari rumah.
Untuk ku yang biasanya hanya bermain game online, ini adalah periode yang cukup melelahkan secara fisik.
Ada kalanya aku berpikir, "Mungkin aku harus mulai berolahraga?", tapi aku tidak pernah benar-benar melakukannya.
Itulah diri ku selama ini, tapi sekarang sedikit berbeda.
Melihat Rinka yang bersemangat dalam kegiatan idolnya, aku mulai merasa ingin berusaha untuk sesuatu juga.
"Hei, apa kau mendengarkan, Ayanokoji! Sebentar lagi liburan musim panas!"
"Ya, benar."
"Liburan musim panas berarti baju renang, kan?"
"Ya, benar."
"Ugh...! Aku ingin melihat penampilan gadis-gadis cantik dalam baju renang tahun ini juga!"
... Syukurlah, Tachibana masih seperti biasa.
Beberapa hari yang lalu, ada kejadian yang membuat ku merinding.
Sepertinya peristiwa menakutkan di mana Tachibana jatuh cinta pada ku hanya terjadi dalam satu hari.
"Ayo kita pergi ke kolam renang bertiga!"
"Bagus! Tapi aku tidak bisa berenang!"
"Bodoh! Kita tidak pergi untuk berenang! Kita pergi untuk melihat penampilan gadis-gadis dalam baju renang!"
Terlalu setia pada keinginan, ya...
Ngomong-ngomong, aku belum pernah pergi ke kolam renang dengan siapa pun.
Bahkan, bukan hanya kolam renang.
"Ayanokoji-kun, apa kau punya rencana dengan Mizuki-san?"
"Belum ada rencana yang pasti."
"Menurut perhitunganku, kemungkinan Mizuki-san sibuk adalah 92%. Menurutku dia tidak akan bisa sering pergi bermain."
"Ya, benar..."
Kalo Rinka memiliki waktu luang, akan sulit bagi kami ber-2 untuk pergi bermain ke suatu tempat.
Bahkan kalo kami bermain bersama, mungkin hanya sebatas bermain game online.
...Yah, kalo kami bisa tinggal di rumah yang sama, ceritanya mungkin akan berbeda.
"Lagipula, selama liburan musim panas, kalian pasti akan mesra-mesraan, kan!"
"Apa sih, tiba-tiba saja."
"Idola populer datang menginap setiap hari, ya!"
"Tadi Saito bilang, Rinka sibuk. Jadi tidak mungkin dia bisa menginap di rumahku setiap hari."
Rinka pernah menginap sekali sebelumnya, tapi itu hanya satu kali.
Sebenarnya, dia sepertinya ingin menginap di rumahku berkali-kali, tapi sepertinya dihentikan oleh Ayah Mikio.
Tentu saja. Itu hal yang wajar. Itu namanya akal sehat.
"Ayanokouji kau pasti juga mengalami kesulitan."
"Apa maksudmu?"
"Yah, kau kan tidak bisa bebas bermain dengan pacarmu."
"Ah..."
"Awalnya aku iri, tapi kalo pacarmu adalah idola populer, kau tidak bisa pergi ke mana-mana untuk bersenang-senang, kan?"
"Sudah dari awal aku sadar akan hal itu ketika aku mengaku pada Rinka. Tidak ada yang bisa dilakukan."
Meski tidak bisa pergi bermain, kami masih punya game online...
Lagipula, aku tipe orang yang lebih suka di dalam rumah...
"Liburan musim panas, ya..."
Aku bergumam tanpa sadar.
Bagaimana aku menghabiskan waktu tahun lalu?
Sepertinya aku hampir setiap hari bermain game online.
Bahkan, sepanjang waktu setiap hari.
Aku mulai dekat dengan Tachibana dan Saito juga setelah liburan musim panas berakhir.
...Bagaimana dengan liburan musim panas tahun ini?
Tidak perlu dipikirkan lagi. Pada dasarnya, pasti aku menghabiskan waktu di depan komputer di kamar.
★★★
Setelah pulang dari sekolah, aku langsung menuju kamar dan menyalakan komputer.
Aku membuka 『Black Plains』 dan sambil menunggu loading, aku berganti pakaian.
Gerakanku cepat dan efisien seperti ninja.
Kalo ini bisa dijadikan kompetisi, pasti aku akan menang.
Aku sendiri merasa telah mengasah kemampuan yang tidak terlalu berguna.
Saat aku duduk dan memegang mouse, Hp-ku berbunyi.
Secara intuitif, aku merasa itu Rinka, dan ternyata benar.
"Ada apa?"
『Aku ingin mendengar suara Kazuto-kun. Selain itu, aku juga ingin bertanya tentang rencanamu Sabtu depan...』
"Aku berencana untuk bermain game online seharian."
『Kau langsung menjawabnya ya. Memang itu gaya Kazuto-kun sih. Tapi aku sepertinya bisa meluangkan waktu dari sore.』
Jadi maksudnya, dia ingin nermain game online bersama dari sore. Apa itu sebuah undangan?
『Kebetulan, aku juga ingin menyapa orang tua Kazuto-kun.』
Ah, ya. Begitu, begitu. Jadi itu maksudnya.
Ini... hmm. Bagaimana ya. Aku benar-benar bingung.
Dari diamku, Rinka sepertinya menyadari sesuatu dan mulai berbicara dengan nada yang lebih hati-hati, seolah mencoba memahami perasaanku.
『Iya ya, Kazuto-kun pasti bingung.』
"Yah, begitulah."
『Kita kan sudah menikah duluan. Aku yakin kau akan bingung memikirkan bagaimana menjelaskan hal ini kepada orang tuamu.』
"Bukan itu sih, tapi ya tidak apa-apa."
Ternyata arah kekhawatiran ku memang melenceng.
Sudah tidak perlu dijelaskan lagi, untuk Rinka, fakta kalo kami adalah pasangan suami istri adalah hal yang tidak dapat diragukan sama sekali.
Tidak ada yang mengejutkan lagi tentang hal ini.
『Tidak sopan kalo aku tidak menyapa orang tuamu dengan baik.』
"Hmm... Baiklah, terserah."
Terlepas dari status kami sebagai suami istri, tidak aneh untuk memperkenalkannya kepada orang tua...kan?
Kalo dia ingin menyapa, tidak ada alasan untuk menolak.
Tapi kalo dipikir dari sudut pandang orang tua biasa, bagaimana ya?
Kalo anak mereka tiba-tiba mengatakan, "Aku akan memperkenalkan pacarku!" lalu membawa serta seorang idol populer...
Ya, mereka pasti akan terkejut.
Apalagi kalo idol populer itu mulai berkata, "Aku dan dia adalah suami istri." Mereka pasti akan pingsan.
『Sabtu depan, aku akan pergi ke rumah Kazuto-kun.』
Dengan satu kalimat dari Rinka, telepon pun berakhir.
Aku menatap layar komputer yang menampilkan menu 『Black Plains』 dan mengklik tombol untuk mengakhiri permainan. ...Aku tidak sedang dalam mood untuk bermain game online.
Memperkenalkan Rinka kepada orang tua, itu tidak masalah.
Masalahnya adalah, apakah orang tua ku benar-benar tertarik dengan hal itu?
"...Sepertinya tidak."
★★★
Pada Sabtu sore, Rinka datang ke rumah ku sesuai rencana. Menggunakan taksi.
Aku merasa cukup terkesan kalo seorang siswa SMA menggunakan taksi begitu saja.
Inikah kekuatan (uang) seorang idol populer...?
Ngomong-ngomong, pakaian Rinka adalah gaun panjang musim panas yang terlihat sangat imut.
"Orang tua Kazuto-kun tidak ada di rumah, ya. Kira-kira kapan mereka akan kembali?"
"...Entahlah. Sebenarnya, aku sudah memberitahu mereka tentang hari ini."
"Karena aku yang datang tiba-tiba, aku akan menunggu sampai kapan pun."
"Maaf."
"Tidak perlu meminta maaf. Justru, ini kesempatan bagi ku untuk menghabiskan waktu berdua dengan Kazuto-kun."
Setelah mengatakan itu, Rinka duduk di sofa dan menghela napas.
Ruangan tamu yang diterangi cahaya matahari sore terasa sangat tenang, membuat ku semakin menyadari kalo kami berdua benar-benar sendirian.
"Kazuto-kun apa kau tidak mau duduk?"
"Ah, iya."
Didorong oleh Rinka, aku pun duduk di sofa.
Sepertinya Rinka tidak puas dengan jarak yang agak renggang antara kami, jadi dia bergeser dan duduk tepat di sebelah ku.
Bahu kami bersentuhan, membuat ku merasa sedikit malu.
Sepertinya, semakin hari, tindakan Rinka semakin tanpa ragu.
"Ngomong-ngomong, aku belum pernah mendengar cerita detail tentang orang tua Kazuto-kun. Seingat ku, mereka berdua bekerja dan baru pulang sampai larut malam, kan?"
"Ah, ya, hanya itu yang pernah aku ceritakan."
Dari yang kuingat, aku sudah memberitahunya setelah Rinka pertama kali menyatakan ingin menjadi istri ku. ...Yah, itu seperti alasan yang dibuat-buat, sih.
"Boleh aku bertanya seperti apa orang tua Kazuto-kun?"
"Tidak ada yang istimewa untuk diceritakan."
"Kazuto-kun...?"
Cara bicara ku tadi terkesan dingin.
Rinka, yang merasa ada yang tidak biasa, menatap wajah ku dengan penuh perhatian.
"Maaf, tidak banyak yang bisa aku ceritakan."
"...Begitu ya."
Setelah itu, percakapan pun terhenti.
Karena aku yang secara sepihak memutus pembicaraan, suasana menjadi agak canggung.
Rinka sepertinya menyadari sesuatu dan memilih untuk tidak mengejar lebih jauh tentang orang tua ku.
[TL\n: maksudnya menanyakan lebih lanjut.]
Di satu sisi, aku merasa bersalah, tapi di sisi lain, aku juga merasa lega.
Bagaimanapun, kalo orang tua ku datang, semuanya akan lebih mudah.
"Kazuto-kun."
"Hmm?"
"Aku akan memberimu bantal pangkuan."
"...?"
Aku bingung dengan tawaran yang tiba-tiba ini dan mencoba membaca ekspresi Rinka.
Dia tersenyum dengan wajah manis dan tenang seperti biasa.
"Kenapa bantal pangkuan?"
"Tidak ada alasan khusus."
"Tidak ada alasan khusus...?"
"Aku hanya ingin memanjakanmu dan juga ingin dimanja olehmu. Dan sekarang, aku sedang ingin menenangkanmu."
"Menetenangkan, ya?"
"Ayo, kemari."
Rinka menepuk-nepuk pangkuannya, mengajak ku untuk meletakkan kepala ku di sana. ...Ini benar-benar memalukan.
Meskipun sebelumnya saya pernah tidur di ranjang yang sama dengan Rinka, rasa malu ini berbeda.
Ada perbedaan besar antara dimanja dan memanjakan.
Aku bertanya-tanya apa Rinka tidak merasa malu, tapi dari raut wajahnya, dia terlihat tenang-tenang saja.
Sepertinya bantal pangkuan masih dalam batas yang bisa diterima.
"Kazuto-kun?"
"Kalo begitu... maaf."
"Kenapa tiba-tiba kau jadi kaku seperti itu, fufu."
Rinka tertawa kecil dengan imut.
Bahkan senyuman kecilnya itu membuat jantung ku berdebar.
Aku perlahan memiringkan tubuhku dan meletakkan kepalaku di pangkuan Rinka.
Sensasi lembut yang terasa di sisi kepala ku membuat detak jantung ki semakin cepat, meski aku berusaha menahannya.
Untuk mencoba menenangkan diri, aku memutuskan untuk memandang dinding rumah dan mengalihkan perhatian.
"Kazuto-kun. Apa kau tidak mau melihat wajahku?"
"Maaf, aku merasa malu."
"Itu menyedihkan. Aku ingin melihat wajahmu, Kazuto-kun..."
Setelah mengatakan itu, Rinka mulai membelai kepala ku dengan lembut.
Kombinasi bantal pangkuan dan belaian adalah hal yang paling menenangkan.
Tangan lembutnya yang feminin dengan penuh kasih sayang mengelus kepala ku berulang kali.
Betapa nyamannya ini. Perasaan tenang yang membuat hatiku meleleh adalah hal yang paling luar biasa.
"Kazuto-kun, kau sangat imut."
"Aku tidak imut..."
"Kau imut, benar-benar imut. Setiap kali aku membelai kepalamu, perasaan sayangku semakin bertambah... Ah! Iya, coba katakan 'babu' untukku?"
"Itu arahnya berbeda dengan imut, kan?"
"Tidak apa-apa, cobalah."
"Babu."
"......"
"......”
"......"
Aku sangat menyesal.
Sambil dibelai oleh Rinka, aku merasakan suasana yang agak canggung dan merasa tidak nyaman.
Tak lama kemudian───
"...Betapa imutnya kau."
"Hah?"
"Kepalaku langsung kosong karena kau sangat imut...! Kazuto-kun, kau terlalu imut!"
"......"
Gadis idol yang biasanya terlihat cool itu kini terlihat sangat bersemangat.
Kekasihku terlihat sangat bahagia, dan itu adalah hal yang paling penting.
★★★
Tiba-tiba aku terbangun.
Langit-langit rumah ku menjadi latar belakang, dan wajah Rinka yang tanpa ekspresi terlihat dalam pandangan ku. Ada apa ini?
Dengan perasaan penasaran, aku menyadari kalo aku sedang menggunakan pangkuannya sebagai bantal, merasakan kelembutan di belakang kepala saya.
"Oh, kau sudah bangun."
"...Aku tertidur ya? Sekarang jam berapa?"
"Jam 9 malam."
"Serius...?"
"Orang tua Kazuto belum juga pulang, ya."
"............"
Aku bangkit dan duduk kembali di sofa.
Aku lalu mengambil Hp-ku yang ada di atas meja, membuka aplikasi pesan, dan memeriksa ruang obrolan antara ayah dan aku.
Pesanku yang terakhir, bahkan belum dibaca. ...Sebenarnya, aku sedikit berharap.
"Kazuto-kun, apa kau baik-baik saja?"
"Ya..."
"Aku ingin tahu apa orang tuamu bekerja bahkan pada hari libur?"
"Aku tidak tahu."
"Tidak tahu? Apa yang sebenarnya terjadi antara kau dan orang tuamu?"
Pertanyaan itu langsung to the point.
Tanpa basa-basi, Rinka menatap mata ku dan bertanya.
Kali ini, dari suasana yang tercipta, aku merasa tidak bisa menghindar.
Meski begitu, ketika aku tetap diam, Rinka yang mengambil inisiatif.
"Ada beberapa hal yang sudah lama membuatku penasaran. Boleh aku bertanya?"
Itu adalah tanda yang jelas kalo dia akan menyentuh bagian terdalam hatimu.
Melihat aku yang terlihat tidak bisa mengatakan apa-apa, Rinka memutuskan untuk bertanya sendiri.
"Pertama, kenapa Kazuto-kun tidak pernah mau membicarakan orang tuamu?"
"...Apa itu aneh?"
"Kalo itu anak laki-laki SMA pada umumnya, mungkin mereka akan merasa malu dan enggan membicarakannya. Tapi, Kazuto-kun, ketika kau datang ke rumahku... terkadang, kau melihat keluargaku dengan pandangan yang agak iri."
"............"
Aku tidak ingat apa aku pernah melakukannya.
"Saat aku bilang kalo kakakku jarang pulang, itu cukup jelas terlihat."
"Ah..."
Aku entah bagaimana mengingatnya. Itu terjadi sebelum Kasumi-san pulang.
Aku memang ingat merasa terharu dan berpikir, "Dia benar-benar mencintai keluarganya, ya."
"Lalu, ada juga tentang rumah ini."
Rinka berdiri dari sofa dan berjongkok, menyentuh meja dengan ujung jarinya.
"Ada sedikit debu di sini."
"Tiba-tiba jadi seperti mertua, ya?"
"Apa kau tidak merasa apa-apa saat melihat ruang tamu ini?"
"Tidak ada. Ini normal, kan?"
"Begitulah, ini yang kau anggap normal. Aku akan langsung mengatakan ini, tapi rumah ini sama sekali tidak terasa seperti ada yang tinggal di sini. Hanya ada perabotan minimalis, dan tidak ada kesan kalo ada orang yang tinggal di sini. Biasanya, ada barang-barang pribadi atau sesuatu yang menunjukkan hobi keluarga. Kecuali kalo itu keluarga yang sangat rapi, tapi kalo begitu, seharusnya tidak ada debu di meja."
"Cara bicaramu seperti detektif..."
Mungkin, Rinka sudah lama merasa ada yang aneh dan menunggu momen yang tepat untuk bertanya padaku.
Itulah kenapa dia melontarkan pertanyaan-pertanyaan ini dengan begitu intens.
"Aku juga sudah melihat dapur sebentar. Sepertinya tidak ada yang menggunakannya, ya? Hanya rice cooker dan gelas yang terlihat sesekali digunakan."
"Ya, benar..."
Setelah mendengar itu, aku memandang sekeliling ruang tamu.
Setelah disebutkan, memang terasa agak suram dibandingkan rumah Rinka.
Ruang tamu biasa dengan sofa, TV, meja... dan sebagainya.
Tapi, sepertinya tidak sampai membuat hidup sulit.
Lagipula, kamar ku sendiri juga berantakan.
"Boleh aku melihat isi kulkas?"
"Boleh, tapi kenapa?"
"Dengan melihat kulkas, kita bisa tahu sedikit tentang bagaimana kehidupan sebuah keluarga. Aku belajar ini selama latihan menjadi calon istri."
Rinka berjalan menuju kulkas dan membuka pintunya perlahan.
Kemudian, dia terdiam.
"...Kazuto-kun, ini..."
"Apa itu sungguh aneh? Aku sudah memasukkan makanan kok."
"Ya, benar. Hanya satu pak telur... yang ada di sini."
Telur adalah bahan makanan yang penting dalam kehidupan.
Bisa direbus untuk bekal, atau dimakan dengan nasi menjadi hidangan yang lezat.
Aku sangat menyukai telur sehingga aki berpikir untuk memelihara ayam.
"Aku mengerti apa yang ingin kau katakan, Rinka. Kau ingin aku makan makanan yang lebih baik, kan? Aku juga mengerti, tapi... itu terlalu merepotkan. Kalk ada waktu luang, lebih baik aku menonton video live Rinka atau bermain game online."
"Bukan itu yang ingin aku sampaikan."
Rinka menoleh dan menatap mata ku dengan serius sebelum melanjutkan.
"Kazuto-kun, apa yang sedang dilakukan ibumu sekarang...?"
"Entahlah? Mungkin sedang bekerja."
"Pekerjaannya sibuk ya... Tapi tetap saja, ini agak aneh. Terlalu tidak peduli dengan urusan rumah... Ya, terlalu tidak peduli. Secara logis, membiarkan anaknya hanya makan telur saja itu aneh. Padahal dia ibumu..."
"Ah, tidak... Ini agak berbeda."
"Berbeda?"
"Ibuku yang sekarang adalah istri kedua ayahku... Ibu kandungku meninggal karena kecelakaan saat aku masih kelas 4 SD."
★★★
Aku tidak tahu pekerjaan apa yang dilakukan oleh orang tua ku.
Yang aku dengar sejak kecil adalah kalo mereka melakukan 'pekerjaan yang bermanfaat untuk masyarakat'.
Mungkin orang tua ku berpikir kalo anak kecil seperti ku tidak akan mengerti kalo dijelaskan.
Atau mungkin mereka malas menjelaskannya.
Bagaimanapun, aku tidak diberi tahu lebih dari itu.
Sebagai anak kecil, aku hanya berpikir kalo mereka pasti orang-orang yang sangat pintar.
Faktanya, mereka dengan mudah memberikan uang yang cukup untuk membuat ku hidup dengan tidak kekurangan, jadi mungkin keluarga kami cukup berada.
Meskipun sekarang, sebagian besar uang yang diberikan habis untuk game online...
Tapi, yang paling penting untuk orang tua ku adalah pekerjaan mereka, dan mereka sangat longgar dalam hal mengurus anak mereka.
Mungkin mereka berpikir, 'Biarkan dia tumbuh bebas dan ceria'.
Aku mencoba sebaik mungkin untuk bersikap baik pada ibu ku beberapa kali, tapi sayangnya dia sama sekali mengabaikan ku dan berkata, "Aku sibuk, lain kali saja ya..."
Dan akhirnya, saat saya masih kelas 4 SD, ibuku meninggal secara tiba-tiba karena kecelakaan.
Apa arti dari 'lain kali'? Apa aku harus menunggu sampai kehidupan berikutnya?
Setelah itu, ayahku semakin fokus pada 'pekerjaan yang bermanfaat bagi masyarakat' dan dia hampir tidak pernah pulang ke rumah.
Aku pun mulai tenggelam dalam game online dan mengisi waktu luang sampai mati.
Meskipun aku tetap bersekolah, di luar itu, aku sepenuhnya tenggelam dalam game online.
Karena pada dasarnya aku bukan tipe orang yang suka bersosialisasi, aku tidak punya teman, dan tidak pernah ada kesempatan untuk keluar rumah...
Aku hanya mengurung diri di kamar dan menghabiskan waktu di depan komputer.
Kemudian, saat aku duduk di kelas 2 SMP, ayahku menikah lagi.
Katanya, dia menikahi rekan kerjanya.
Ibu tiri yang baru juga sepertinya tidak tertarik pada ku. Dia hanya menyapaku sekadarnya, dan tidak pernah mencoba lebih dekat denganku.
Ayahku juga tidak pernah mengatakan apa-apa... Dan sebelum aku sadar, keadaan sudah seperti ini.
"Intinya, orang tua ku... tidak tertarik pada ki. Sama sekali, sampai ke akar-akarnya."
Ketika Rinka menanyakan situasi ku, aku menceritakan semuanya padanya yang duduk di sebelah ku.
Aku tidak bermaksud menyembunyikannya selama ini.
Hanya saja, tidak ada kesempatan untuk membicarakannya.
Terasa aneh kalo tiba-tiba aku yang memulai cerita, dan kalo aku menjelaskan setelah Rinka bilang, 'Aku ingin menyapa orang tuamu', suasana pasti akan menjadi canggung.
Jadi, aku menundanya sampai sekarang.
Tapi, mungkin dari suasana dan cara bicara Rinka, aku sudah bisa menebak sebagian.
"Kazuto-kun. Mungkin ini bukan cara yang baik untuk mengatakannya, tapi itu───"
"Semacam pengabaian pengasuhan, kan? Tapi di zaman sekarang, katanya hal seperti itu tidak terlalu langka."
Aku tidak mencarinya terlalu dalam di internet.
Aku hanya mengambil informasi permukaan saja.
Di zaman sekarang, pasangan yang bekerja sama semakin banyak, dan dengan meningkatnya penggunaan internet, katanya anak-anak yang menghabiskan waktu sendirian seperti ku juga semakin bertambah.
Tentu saja, karena sumber informasinya adalah internet, tidak semuanya bisa dipercaya.
Tapi aku merasa kalo semakin banyak orang yang merasakan kesepian adalah fakta.
"Apa kau tidak merasa kesepian?"
"Biasa saja."
Lebih tepatnya, game online membantu mengisi kekosongan itu—mengisi lubang di hatiku.
...Tapi tentu saja, aku juga memang suka bermain game online.
"............"
Rinka kembali terdiam. Mungkin dia tidak tahu harus berkata apa.
Aku tidak menganggap situasi ku sebagai sesuatu yang istimewa.
Mungkin...kalo dilihat sekilas, ini adalah hal yang biasa.
Ya, aku hanya seorang siswa SMA biasa.
Perasaan kesepian bisa diatasi dengan aplikasi media sosial atau game online... dengan kata lain, internet.
Internet bisa memenuhi semua kebutuhan.
"Aku tidak merasa kesepian."
"Kazuto-kun............"
"Lagipula, sekarang ada Rinka. Jadi, kau tidak perlu terlalu khawatir."
Aku mengatakan itu pada Rinka dengan tulus, tanpa memikirkan apa pun.
Coba pikirkan sebentar. Apa seseorang yang menganggap situasinya biasa akan dengan mudah berbicara panjang lebar tentang keluarganya?
Di satu sisi, aku ingin orang yang aku sayangi tahu segalanya, tapi di sisi lain, hal-hal yang tidak penting biasanya tidak perlu dibicarakan.
"Haruskah aku menjelaskan tentang orang tuaku sebelumnya?"
"......"
"Aku pikir tidak perlu menjelaskannya. Ini hanya tentang kalo orang tuaku datang."
"Kenapa kau berpikir tidak perlu menjelaskannya?"
"Aku khawatir akan membuat Rinka merasa tidak nyaman..."
Aku segera menyesali kata-kata itu.
Rinka bereaksi sensitif terhadap kata 'membuat tidak nyaman' dan wajahnya berubah sedih.
"Jadi... kau tidak mempercayaiku, ya?"
"Ti-Tidak! Aku───"
Aku tidak bisa melanjutkan kata-kata itu.
Sesuatu yang lebih hangat, manis, dan lembut dari yang aku bayangkan───menyentuh bibir ku.
Butuh sepersekian detik untuk ku untuk menyadari apa itu.
Wajah Rinka memenuhi pandangan ku───otak ku yang sempat berhenti berfungsi perlahan mulai bekerja lagi, dan akhirnya saya memahami apa yang baru saja terjadi.
───Itu adalah ciuman.
Itu juga ciuman pertama.
Sangat tiba-tiba. Terlalu tiba-tiba.
Ciuman pertama yang tak terduga.
Aku bahkan tidak sempat merasakan kebahagiaan atau getaran emosi setelahnya.
Aku hanya bisa menyadari apa yang baru saja terjadi dengan tenang.
Itu adalah serangan yang sangat tiba-tiba.
Rinka menjauhkan bibirnya dari bibir ku dan mulai berbicara pada jarak yang cukup dekat sehingga napas kami hampir saling menyentuh.
"Aku ingin kau menampilkan semua dirimu padaku."
"Hah?"
"Aku ingin kau menampilkan bahkan perasaanmu yang enggan untuk menampilkan dirimu. Ingin dimanja, ingin memanjakan, ingin bertemu, merasa kesepian, senang, bahagia—semua perasaan itu, aku ingin kau menunjukkannya padaku. Karena kita adalah pasangan suami istri..."
Dengan nada suara yang sedikit berapi-api, Rinka melanjutkan.
"Seperti yang kau katakan kalo kau menerima semua diriku, aku juga ingin menerima semua dirimu. Tidak, sebenarnya 'ingin menerima' itu agak kurang tepat..."
Dia mengambil jeda beberapa detik, lalu melanjutkan dengan suara yang lembut.
"Aku ingin semua dirimu. Sebaliknya, aku juga ingin memberikan semua diriku sepenuhnya padamu."
"Semua..."
"Kau sudah menunjukkan perasaanmu padaku dengan jelas. Tapi, di suatu tempat di hatimu, masih ada rem yang menghentikanmu."
"Tidak juga───"
"Kau belum pernah memanjakan dirimu padaku."
"............"
"Dan juga, aku belum pernah melihatmu tersenyum dengan polos."
"...Aku benar-benar mencintaimu, Rinka."
"Iya. Aku bisa merasakan kalo kau mencintaiku. Itu tidak perlu diragukan lagi."
"Ya..."
"Mungkin, tanpa kau sadari, ada pikiran kalo kau tidak boleh memanjakan dirimu. Atau mungkin, kau tidak tahu cara memanjakan dirimu."
"......."
Aku tidak bisa menyangkal.
Dulu, aku pernah mencoba memanjakan diri pada ibu ku berkali-kali, tapi semua itu selalu ditolak dengan kalimat, 'Lain kali saja'.
Itulah satu-satunya ingatan yang aku miliki.
Mungkin, aku takut untuk memanjakan diri.
"Aku tahu ini tidak mudah untuk dilakukan sekarang. Tapi, aku ingin kau mengerti satu hal. Aku mencintai semua bagian dari dirimu, baik itu sisi baik maupun buruk. Aku tidak akan pernah menolakmu, Kazuto-kun."
"Rinka..."
"Di dunia game online, Rin adalah istri Kazu... dan di dunia nyata, Mizuki Rinka adalah istri dari Ayanokouji Kazuto. Jadi, kau boleh meluapkan semua perasaan dan emosimu padaku. Aku akan dengan senang hati menerimanya, oke?"
"............"
Betapa dalamnya kata-kata itu.
Rinka menyampaikan setiap kata dengan penuh perasaan.
Aku bisa merasakan kalo dia benar-benar mencintai ku dari lubuk hatinya.
Ada sesuatu yang bergema di dalam dada saya...
"Kazuto-kun, selama liburan musim panas, tinggallah di rumahku."
"...Selama liburan musim panas? Maksudmu, terus-menerus?"
"Iya, terus-menerus. Selama liburan musim panas, terus-menerus. Sebenarnya, situasi kita yang tinggal terpisah seperti ini sudah aneh."
"Tinggal terpisah..."
"Kau tidak mau?"
"Tidak, bukan itu..."
Aku tidak bisa memikirkan apa pun.
Terus menatap mata indah Rinka, aku seperti dikendalikan oleh sesuatu dan akhirnya menjawab.
"Kalo begitu, sudah diputuskan."
Rinka menatap ku kembali dan tersenyum lembut.
★★★
"Apa kau sudah siap, Kazuto-kun?"
"Ah... ya, tidak ada yang tertinggal."
Beberapa hari berlalu dengan cepat, dan liburan musim panas pun tiba tanpa ada kejadian besar.
Sesuai janji, aku akan menginap di rumah Rinka.
Saat ini, siang hari, Rinka dan aku berada di kamar ku.
Di luar, Kasumi-san sedang menunggu dengan mobil.
"Kalo begitu, ayo kita pergi."
Rinka membuka pintu dan keluar dari kamar.
Aku juga mengambil tas dan keluar dari kamar.
Aku memegang gagang pintu dan menutupnya perlahan.
"............"
Kamar ini adalah seluruh dunia ku.
Hidup ku hanya diisi dengan game online, dan hampir tidak ada kenangan lain.
Aku menghabiskan sebagian besar hidup ku di kamar ini.
Aku hampir menjadi seorang hikikomori.
[TL\n:Hikikomori adalah istilah dari Jepang yang merujuk pada kondisi seseorang yang menarik diri secara ekstrem dari kehidupan sosial dan memilih untuk mengisolasi diri dalam rumah atau kamar selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Hikikomori sering kali menghindari kontak langsung dengan keluarga, teman, atau masyarakat, dan menghabiskan waktu mereka dengan bermain game, menonton video, atau membaca. Meskipun awalnya fenomena ini banyak ditemukan di Jepang, kasus serupa juga terjadi di berbagai negara lain.]
Bukan karena aku takut dengan dunia luar.
Hanya saja, tidak ada apa-apa di luar.
Mungkin, hidup ku benar-benar dimulai...pada hari aku tahu kalk istri ki di game online adalah seorang idol populer.
"Kazuto-kun?"
"Tidak apa-apa, ayo pergi."
...Tidak masalah.
Selama aku bersama kekasih ku, yang berniat menjadi istri ku di dunia nyata───.