> CHAPTER 2

CHAPTER 2

 Kamu saat ini sedang membaca  Kanojo ni uwaki sa rete ita ore ga, shōakumana kōhai ni natsuka rete imasu  volume 2  chapter 2. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw



 UNDANGAN



"Terima kasih atas kerja kerasnya."


Dengan sapaan singkat, aku melangkah masuk ke dalam gimnasium.


Ini adalah gimnasium yang biasa digunakan oleh klub basket 'Start'.


Di sebelahku, Shinohara menghela napas dengan nada lesu.


"Aku pernah ke sini sebelumnya..."


"Jangan tunjukkan rasa kecewa seperti itu di tempat latihan klub orang lain. Itu tidak sopan."


"Kalo tempat 'spesial' yang kau sebutkan tadi ternyata ini, aku rasa itu wajar saja, kan? Aku sempat berharap lebih, tahu!"


Shinohara baru saja bergabung sebagai manajer dan mulai aktif dalam kegiatan ini beberapa waktu lalu. 


Kalo dia dibawa ke tempat ini dengan ekspektasi tempat spesial, reaksinya memang masuk akal.


"Maaf, maaf. Sebagai permintaan maaf, kau boleh jadi manajer lagi."


"Senpai apa kau tahu arti permintaan maaf? Kenapa jadi manajer termasuk dalam permintaan maaf?"


Tentu saja aku tidak benar-benar menganggap itu sebagai bentuk permintaan maaf, tapi aku pikir itu bisa menghilangkan rasa bosannya.


Aku ingat Shinohara terlihat sangat menikmati saat dia menjadi manajer.


"Apa kau tidak suka?"


"...Bukannya aku tidak suka. Hanya saja, aku menjadi sedikit bersemangat, tapi aku menjadi marah karena aku merasa seperti sedang berguling-guling di telapak tangan senpai."


Shinohara cemberut dan mengambil tasnya.


"Kalo begitu, aku akan mengganti pakaianki dulu. Tolong bilang pada Toudou-san kalo aku akan meminjam jersey!"


"Oke, oke."


Aku membuat tanda lingkaran dengan jari, dan Shinohara langsung memalingkan wajah dengan ekspresi kesal sebelum berjalan menuju ruang ganti.


Tapi, langkahnya terlihat sangat ringan, bertolak belakang dengan ekspresi wajahnya.


★★★


Bau khas dari gimnasium bisa dirasakan baik di gimnasium milik pemerintah kota maupun di gimnasium sekolah.


Ketika aku duduk di ruang kosong di dekat dinding, aku bisa merasakan getaran bola, memberikan sensasi seolah aku menyatu dengan gimnasium yang luas.


Aku sangat menyukai momen seperti itu.


"Sejak kapan terakhir kali kau datang latihan berturut-turut?"


Toudou, teman dari klub, bertanya sambil mengikat tali sepatu basketnya.


Aku berhenti datang ke klub sejak aku putus dengan Reina, tapi bahkan selama kami masih bersama, frekuensiku mengikuti latihan tidak pernah terlalu sering.


Mungkin saja ini pertama kalinya aku ikut latihan berturut-turut setelah sekian lama.


"Mungkin sekitar setengah tahun."


Mendengar jawabanku, Toudou mengangguk.


"Kurasa memang sekitar itu. Jadi, kau datang berturut-turut karena membawa gadis itu, ya."


Tatapan Toudou tertuju pada Shinohara yang mengenakan jersey.


Dengan rambutnya yang diikat ke belakang, Shinohara sedang berbincang santai dengan anggota klub lainnya.


Seperti biasa, kemampuan sosialnya luar biasa.


"Intinya, kau hanya ingin memamerkan dia, kan?"


"Itu tidak benar."


"Aku ingin tahu seperti apa rasanya."


Toudou tertawa sambil menggosok sol sepatu basketnya dengan telapak tangannya.


Aku juga melakukan hal yang sama pada sepatuku. 


Dengan cara ini, debu yang menempel bisa dibersihkan, membuatku merasa lebih nyaman saat bermain.


Ketika aku sedang serius membersihkan debu, Toudou membuka mulutnya lagi.


"Yah, kalo kau punya keinginan semacam itu, kau pasti sudah membawa Ayaka-san sejak lama."


Ketika aku mendengar kata-kata itu, aku bertanya-tanya apa Ayaka akan datang kalo aku memanggilnya.


Memang benar, hubunganku dengan Ayaka cukup dekat. 


Sejak masa SMA, hubungan kami selalu seperti itu.


Tapi, selama di kampus, meskipun Ayaka pernah mengajakku masuk ke klubnya, tapi dia tidak pernah sekalipun mencoba masuk ke dalam klub-ku.


Bahkan ketika aku masih bersama Reina, dia tidak pernah sekali pun mengusulkan untuk bertemu dengannya.


"Kurasa dia tidak akan datang."


"Begitu? Itu mengejutkan."


"Mengejutkan, kah?"


"Soalnya, menurutku Ayaka-san terlihat seperti orang yang sangat fleksibel. Dia terlihat ramah dengan semua orang."


Toudou berkata demikian sambil berdiri.


Aku memperhatikan Toudou melangkah ke lapangan dengan bola di tangannya, sementara aku menghentikan tanganku yang sedang menggosok sol sepatu.


"......Dia benar-benar berubah."


Pandangan orang-orang di sekitar terhadap Ayaka telah berubah.


Aku sempat memikirkannya saat pesta minum bersama untuk merayakan selesainya ujian tempo hari.


Hampir tidak ada seorang pun di kampus ini yang tahu seperti apa Ayaka saat dulu sering disebut memiliki kepribadian yang bermasalah.


Perubahan itu membuatku senang, tapi di saat yang sama aku juga merasa sedikit sedih.


Tapi, ruang itu adalah hasil dari kerja keras Ayaka. 


Akan sangat kejam kalo aku yang menyangkalnya.


Ayaka Minou semasa SMA.


Ketika aku mulai mengingat kembali sosoknya, Hp-ku di sampingku bergetar, membawaku kembali ke dunia nyata.


Membawa Hp ke dalam gimnasium seperti ini, mungkin adalah salah satu kebiasaan buruk di era modern.


"Hm..."


Ketika aku melihat layar, pengirim pesan ternyata adalah Tsukimi Natsuki.


Dia adalah salah satu gadis yang hadir di pesta minum bersama untuk merayakan selesainya ujian, yang diadakan atas undangan Ayaka.


Setelah acara itu, kami sempat keluar minum bersama sekali lagi.


Ini adalah salah satu hubungan baru yang terjalin setelah aku putus dengan Reina.


Meskipun begitu, aku ragu sejenak untuk membuka layar percakapan.


Begitu pesan sudah dibaca, aku tidak punya pilihan lain selain membalasnya.


Aku tidak terlalu suka perasaan terpaksa untuk membalas pesan di aplikasi chat.


Jika itu dari Ayaka atau Shinohara, aku bisa merasa santai tanpa perlu memikirkannya, tapi hubunganku dengan Natsuki tidak sedalam itu.


Aku kembali ke notifikasi untuk memeriksa isinya. 


Paling tidak, bagian awal pesannya bisa ku lihat dari notifikasi.


── Kalo isi pesannya tidak terlalu penting, aku akan membalasnya setelah latihan.


Dengan mengingat hal itu, aku melihat isinya, "Kami akan mengadakan pesta pada hari Valentine, Yuta apa kau mau ikut?"


Tidak terduga, rasa penasaranku terbangkitkan, sehingga aku membuka layar percakapan dengan Natsuki.


Foto lokasi yang dikirimkan memperlihatkan sebuah ruangan seperti klub yang terlihat bersih dan modern, dengan struktur yang sepertinya cocok untuk diunggah ke SNS.


Pesta pada hari Valentine ini cukup membangkitkan rasa ingin tahuku, tapi ada satu hal yang menjadi masalah, dokumen tambahan yang dikirimkan oleh Natsuki.


Ketika aku membaca ringkasan yang disertakan, tertulis kalo 'Hanya pasangan pria dan wanita yang berteman yang diizinkan masuk.'


Kemungkinan besar, ini untuk memastikan keseimbangan jumlah pria dan wanita.


Mungkin juga untuk mengurangi jumlah pria yang datang hanya untuk mencari pasangan secara asal-asalan.


Tapi, sebagai peserta, aku merasa seharusnya urusan seperti ini menjadi tanggung jawab pihak penyelenggara.


Mungkin karena tempat ini merupakan lokasi pesta yang terkenal di kalangan mahasiswa, mereka bisa memberlakukan persyaratan yang cukup ketat.


Tapi, bagi orang seperti ku yang belum pernah datang ke acara semacam ini, syarat itu terasa merepotkan.


"......Mungkin aku tidak akan ikut."


Alkohol kemungkinan besar akan disediakan, dan karena Shinohara masih di bawah umur, tidak baik kalo aku mengajaknya.


Dengan begitu, satu-satunya perempuan yang bisa aku ajak dengan bebas ke tempat seperti ini hanyalah Ayaka.


Tapi, Ayaka juga sibuk dengan pekerjaan paruh waktunya dan kegiatan organisasi, jadi kemungkinan dia punya waktu luang pada hari Valentine sangat kecil.


Akhirnya, aku memutuskan untuk membalas dengan jawaban "Kalo bisa, aku akan datang", yang secara realistis memiliki kemungkinan sekitar 6% kalo aku akan datang, lalu mematikan layar Hp-ku.


Aku sama sekali tidak merasa menyesal melewatkan pesta Valentine itu.


★★★


Waktu tersisa 20 detik.


Waktu yang tersisa hingga pertandingan persahabatan ini berakhir semakin mendekati akhir. 


Skor menunjukkan 12-15, kami tertinggal tiga poin.


Aku menggiring bola sambil mencari peluang untuk mengoper.


"Senpai, kanan kosong! Oper, oper!"


Suara Shinohara membuatku menoleh ke sisi kanan.


Toudou berlari menuju ring lawan sambil mengangkat tangannya, memberi isyarat.


"Toudou!"


Aku melakukan gerakan tipuan untuk menggeser keseimbangan pertahanan lawan, lalu melepaskan operan panjang ke celah yang terbuka.


Bola yang mendarat tepat satu langkah di depannya memantul, dan Toudou melompat untuk menangkapnya dengan sempurna.


Tembakan Toudou, yang dilepaskan tanpa terhalang blok lawan, masuk langsung ke ring, membuat jarak skor kami menjadi hanya 1 poin.


"Nice, Toudou!"


Seorang senpai dari klub menepuk ringan punggung Toudou.


Toudou, yang telah bermain basket mini sejak SD, memiliki kemampuan luar biasa di antara anggota klub ini.


Karena Toudou dapat menyesuaikan diri dengan operan yang sulit, setiap kali aku berada satu tim dengannya, semangatku meningkat pesat.


"Senpai, pertandingannya belum selesai!"


Tersadar oleh teriakan itu, aku melihat bola dilemparkan dari bawah ring lawan ke arah pemain mereka di depanku melalui operan sangat panjang.


Dengan momentum yang tinggi, lawan langsung menyerang ke bawah ring kami.


Meskipun konsentrasiku sempat buyar, ini adalah kesalahan bertahan yang ceroboh.


"Bola ini milikku!"


Pemain lawan bersiap melakukan lay-up.


Bola sesaat berpindah ke posisi di sekitar pinggangnya.


"──!"


Aku langsung mengulurkan tanganku, dan ujung jariku berhasil menyentuh bola, mendorongnya keluar dari kontrol lawan.


Suara yang tajam menggema di dalam gedung olahraga.


Steal ku berhasil. 


Bola terlepas dari kendali pemain lawan dan menjadi bola liar yang bergulir di lapangan.


Dari sudut pandangku, aku melihat Toudou kembali berlari menuju ring lawan. 


Dia yakin kalo bola akan sampai padanya.


Begitu aku menyentuh bola, aku memutar tubuhku dan menggunakan gaya sentrifugal untuk melepaskan operan panjang.


Kecepatan dalam transisi antara menyerang dan bertahan inilah yang menjadi daya tarik utama permainan basket.


Ketika aku memastikan kalo Toudou berhasil mencetak poin dengan buzzer-beater, membalikkan keadaan, aku memberikan tinju kecil dalam ekspresi kegembiraan.


"Hebat, Toudou! Kau luar biasa!"


Rekan satu tim berlari ke arah Toudou, mengerumuninya dengan semangat tinggi.


Ini hanya aktivitas klub, hanya sebuah pertandingan persahabatan.


Tapi, bisa memenangkan pertandingan yang begitu ketat akan membuat siapa pun merasa bersemangat, terutama bagi seseorang yang pernah menjadi atlet seperti ku.


Aku juga menghampiri Toudou, menepuk punggungnya.


"Seperti biasa, akurasi tembakanmu luar biasa! Itu sangat luar biasa."


Saat aku berkata begitu, rekan setimku yang lain juga setuju dan suasana menjadi semakin meriah.


Tapi entah kenapa, Toudou hanya tersenyum kecil, sedikit canggung, lalu berjalan keluar ke tepi lapangan.


Karena pertandingan para gadis akan dimulai di lapangan yang sama, aku pun harus keluar dari lapangan.


"Senpai!"


Mendengar suara itu, aku berjalan ke arah yang berbeda dari rekan-rekan timku.


Di sini, hanya ada satu orang yang memanggilku dengan sebutan 'senpai'.


Lagipula, di kampus ini, tidak banyak orang yang memanggil senpai mereka dengan istilah itu, kecuali junior kecil berjiwa 'penggoda' ini.


"Senpai, selamat ya! Kerja bagus!"


"Terima kasih. Itu menyenangkan~"


Sambil berkata begitu, aku duduk untuk beristirahat.


Belakangan ini, berkat aku yang rutin berolahraga kelelahan otot ku agak berkurang.


Jarak yang ditempuh dalam permainan bola basket tergolong jauh dibandingkan dengan olahraga lainnya, sehingga meskipun aku tidak melakukan latihan fisik apa pun, secara alami aku akan memperoleh kekuatan fisik dengan mengikuti permainan tersebut.


Tentu saja, ini masih dalam level kegiatan klub saja.


"Senpai, ayo berdiri. Setelah melakukan olahraga berat, langsung duduk itu bisa membuat tubuhmu tegang."


Sambil berkata begitu, Shinohara menyerahkan sebuah handuk.


Itu adalah handuk favoritku, yang tadi aku letakkan di sudut gimnasium.


"Terima kasih."


Dia memberikan handuk, memberi semangat di tengah pertandingan, dia hampir seperti seorang manajer sungguhan.


Meski begitu, melihat bagaimana dia lebih banyak berada di dekatku dan jarang mendekati anggota klub yang lain, menjadi manajer sungguhan mungkin bukan hal yang cocok untuknya, yah lagipula, sepertinya dia juga tidak menginginkannya.


Yah mau bagaimana lagi, dia ada di sini hanya karena aku yang setengah memaksanya untuk datang.


Aku berdiri, lalu menggantungkan handuk yang diberikannya di leherku, Shinohara lalau tersenyum tipis, sudut bibirnya terangkat.


"Tadi, steal dan operan terakhir keren sekali, Senpai. Kalo ada MVP di pertandingan ini, pasti itu milik Senpai."


"Ah, bukan, itu Toudou. Kalo dia tidak mencetak poin, semuanya akan sia-sia."


Nyatanya, yang mendapat pujian dari rekan-rekan timku adalah Toudou.


Dia juga pemain basket terbaik di antara kami, jadi rasanya sedikit aneh kalo aku yang terlalu dipuji.


Tapi, mendengar kata-kataku, Shinohara menggelengkan kepalanya.


"Apa yang Senpai bicarakan? Kalo Senpai tidak menyambungkan bola itu, pertandingan ini sudah pasti berakhir dengan kekalahan tim senpai."


"Yah, itu juga tidak salah sih. Tapi, terima kasih."


Aku mengucapkan terima kasih, lalu mengulurkan tanganku untuk menerima botol minum yang ada di tangannya.


Tapi, Shinohara mengangkat botol itu ke atas, dan tanganku hanya mengenai udara kosong.


"Senpai."


"Apa?"


“Senpai, ucapan terima kasihmu tadi tidak tulus, kan? Itu hanya sekadar basa-basi!"


Shinohara mengendus pelan. 


"Aku tidak tahu bagaimana penilaian Senpai terhadap dirimu sendiri, tapi menurutku, aksi menyambungkan bola itu, baik dalam basket, olahraga lain, atau bahkan dalam kehidupan sehari-hari, pantas mendapatkan lebih banyak penghargaan."


"...Jadi?"


"Jadi, kalo tidak ada orang lain yang memuji Senpai, aku akan melakukannya untuk menggantikan mereka!"


Kali ini, Shinohara menyerahkan botol itu padaku dengan senyum malu-malu.


"Senpai, kau hebat sekali!"


"...Eh."


──Aku kalah telak.


Yang dipuji oleh rekan timku tadi hanyalah Toudou.


Menurutku itu memang wajar, jadi aku sama sekali tidak merasa kecewa karena tidak dipuji.


Tapu, tidak ada orang yang tidak senang mendengar pujian tulus dengan senyuman murni seperti itu.


"...Terima kasih."


Setelah aku mengucapkan terima kasih dengan tulus, Shinohara mengangguk puas.


Kalo dia bisa membedakan ketulusan hanya dari nada suaraku, maka Kohai-ku ini benar-benar menakutkan.


"Yah, tapi bisa dibilang kemenangan tadi juga berkat suara dukunganku, loh! Senpai, pasti tadi tidak sadar Toudou-san ada di posisi bebas, kan?"


Shinohara berkata begitu sambil tersenyum nakal.


Aku ingin menyangkal, tapi kenyataannya memang Toudou tadi tidak ada dalam pandanganku.


"Ah, benar juga. Timing-mu memang pas tadi. Ternyata kau memang pernah jadi angota klub basket, ya."


"Ya, tentu saja... Eh? Tunggu, apa tadi aku sedang dipuji atau malah dihina?"


"Waktu itu, aku melihat performa shoot mu aneh sekali, jadi jujur aku sempat ragu apa kau ini benar-benar pernah bermain basket."


"Jelas-jelas kau sedang menghinaku, kan!? Senpai kau benar-benar tidak tahu terima kasih!"


Shinohara pura-pura kesal dan mendekat untuk mencoba merebut handuk dari tanganku.


Saat itu, tiba-tiba aku merasakan firasat buruk.


"Hati-hati!"


Mendengar teriakan seseorang, aku langsung menoleh. Bola oranye itu hampir mengenai telingaku.


Dan arahnya—


Secara refleks mengulurkan tanganku dan bola itu langsung mengenai punggung tanganku. 


Aku meringis karena rasa sakit yang tumpul.


Bola itu terpantul dan jatuh ke lantai, bergulir menjauh.


Kalo aku tidak mengulurkan tangan, bola itu pasti akan mengenai Shinohara.


Bola basket itu adalah bola ukuran 6.


Tidak seperti kue pie, terkena bola seperti ini, apalagi di tempat yang salah, bisa menimbulkan cedera serius.


Tadi itu nyaris saja.


Aku melihat ke arah lapangan, aku menyadari pertandingan para gadis sudah dimulai. 


Kemungkinan besar, bola itu meleset karena kesalahan operan atau semacamnya.


Insiden bola mengenai penonton bukan hal yang aneh dalam pertandingan basket.


"Apa kau tidak apa-apa?"


Ketika aku bertanya, Shinohara terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata dengan suara keras.


"Jangan tiba-tiba bertindak keren seperti itu! Apa maksudnya tadi itu, sungguh?"


"Ini tidak masuk akal!"


Shinohara melangkah pergi dengan cepat, sementara gadis yang tampaknya melakukan kesalahan operan mengejarnya untuk meminta maaf.


Setelah keduanya menghilang dari pandanganku, suasana di gimnasium dipenuhi tawa kecil dari orang-orang sekitar.


Walaupun baru 2 kali aku ikut dalam kegiatan ini, Shinohara sudah sangat akrab dengan anggota lainnya.


Aku menghela napas, merasa bahwa kemampuan seperti itu bukan sesuatu yang bisa aku tiru, lalu aki kembali ke tempat aku meletakkan Hp-ku.


"...Aku lelah."


Aku bergumam pelan sambil menyalakan Hp-ku.


Layar menampilkan notifikasi baru, dan seperti yang ku duga, itu dari Natsuki.


Balasan ku yang singkat sebelumnya, "Kalo bisa, aku akan datang" rupanya tidak terlalu dipercaya.


Dari notifikasi yang terlihat di lock screen, dia menulis, "Berarti kau tidak terlalu tertarik, ya? (Wkwk)"


"...Dibilang tidak tertarik juga salah sih.”


Bukan berarti aku tidak ingin datang, tapi masalahnya aku tidak punya pasangan.


Karena ini adalah pesta yang menyediakan minuman beralkohol, jelas aku tidak bisa mengajak Shinohara.


Sementara itu, Ayaka kemungkinan besar sudah memiliki rencananya sendiri di hari Valentine. 


Sebagian besar waktunya, dia pasti sibuk dengan kegiatan klub atau berkumpul dengan teman-temannya.


Berbeda dengan ku, pergaulan Ayaka sekarang jauh lebih luas.


Di luar ke-2 orang itu, aku tidak bisa memikirkan siapa lagi yang bisa ku ajak ke acara seperti 'pesta Valentine'.


Mengajak Natsuki sendiri pun terasa sedikit terlalu berat bagi ku.


──Sepertinya memang lebih baik aku menolak.


Tidak ada keharusan untuk memaksakan diriku datang ke sana.


Meski harus aku akui, tidak punya rencana di hari Valentine memang sedikit menyedihkan, tapi mahasiswa biasanya tahu bagaimana mengisi waktu luang mereka.


Sebelum aku sadar, acara Valentine yang sepertinya kurang penting itu akan segera berlalu.


Aku memutuskan untuk segera mengetik balasan dan menolak undangan itu.


Tapi, begitu aku menekan tombol kirim, sebuah botol plastik mengenai paha ku.


Deja vu.


Ketika aku mengangkat wajahku, Toudou berdiri di sana sambil membawa bola basket dan berkata, "Traktiranku."


"Oh, sungguh? Entah kenapa, kalo ditraktir, aku akan terima dengan senang hati."


"Haha, terima saja, MVP."


Toudou tersenyum cerah dan duduk di samping ku.


Dengan lihai, dia membuka tutup botol plastik dengan satu tangannya dan mendekatkan botol itu ke arah ku.


"Ini, cheers."


"Cheers."


Kami saling mengetuk botol minuman olahraga kami, lalu meneguknya untuk menyegarkan tenggorokan.


Setelah berolahraga, memang tidak ada yang lebih pas daripada minum minuman olahraga.


"Terima kasih. Sudah mentraktirku lagi setelah yang kemarin."


"Kan sudah kubilang, itu hadiah untuk MVP."


Toudou menggulirkan bola ke tempat yang sepi, lalu bersandar di dinding gimnasium.


"Shinohara juga memberitahuku kalo aku adalah MVP, sih. Tapi ya, aku sih senang saja."


"Senang, tapi kelihatannya kau tidak begitu yakin, ya? Kau kadang sulit dimengerti, kau entah mau terlihat low profile atau memang punya keinginan untuk tampil lebih menonjol."


Toudou mengatakan itu tanpa nada sarkasme, kemudian meminum minumannya dengan tenang.


Aku kira aku sedang menikmati pujian dengan tulus, tapi dari pandangan orang lain, mungkin itu terlihat berbeda.


"Tapi itu benar. Shinohara-san mengatakan hal yang sama kepadamu"


"Benar. Setelah pertandingan selesai, dia langsung memberitahuku hal itu. Dan anehnya, dia malah secara misterius marah padaku."


Mendengar itu, Toudou tertawa kecil.


"Aku paham perasaan itu. Kau memang sering seperti itu, Yuu. Sebenarnya, aku sudah lama ingin mengatakannya juga."


"Eh, mengatakan apa?"


"Kalo memberi umpan itu juga hal yang penting. Tadi di pertandingan itu, aku terus yang dipuji, rasanya itu agak aneh. Tapi kalo kau yang duluan memuji ku dan membuat alur pujian itu, kau pasti tidak akan dipuji sama sekali."


Toudou sudah lebih dulu mengetuk botol plastik yang kosong ke dadaku.


"Yah, setidaknya itu bagus, sekarang ada orang yang akan memujimu di sisi mu. Tapi, di sisi lain, itu justru membuatku kesal."


"Apa maksudmu? Aku tidak tahu harus menjawab apa."


Menurutku aneh untuk mengucapkan terima kasih, dan disisi lain, kalo kujawab dengan bercanda, rasanya juga tidak tepat.


Dengan senyuman Toudou yang merendah, aku merasa ingin membalasnya dengan candaan, tapi Hp-ku bergetar.


Itu dari Natsuki.


"Ayo datang! Itu pasti akan seru loh!"


"Eh..."


Aku tidak menyangka dia akan terus mendesakku seperti ini.


Bukankah ini terlalu memaksa untuk sekedar undangan?


"Ada apa?"


Toudou bertanya dengan rasa ingin tahu.


Menunjukkan isi pesan kepada orang lain sebenarnya tidak sopan, tapi menurut ku tidak masalah jika memperlihatkan pesan ini. 


Sebenarnya, aku rasa lebih cocok kalo Toudou yang pergi kesana daripada aku, karena dia lebih cocok dengan suasana acara seperti itu.


"Aku diundang ke pesta Valentine. Tadinya aku menolaknya."


Saat aku mengatakan itu, Toudou terlihat tertarik dengan kata pesta Valentine dan mulai bertanya dengan penuh rasa ingin tahu.


"Oh, itu bagus dong! Kenapa kau tidak mau datang? Kan itu pas dengan suasana musimnya.”


"Syarat untuk join di pesta itu harus datang berpasangan, pria dan wanita. Jadi, kau saja yang pergi, bawa pacarmu.”


Aku mengirim gambar yang berisi detail pesta ke Hp Toudou.


Ternyata ada banyak tulisan kecil, jadi aku tidak merasa tertarik untuk melihatnya.


Toudou melihat gambar yang aku kirimkan dan menggelengkan kepalanya.


"Yah, memang tempatnya elegan, tapi aku rasa aku tidak bisa ikut."


"Eh, kenapa?"


"Yang paling utama sih, jadwalnya tidak cocok. Aku sudah berjanji untuk menghabiskan hari Valentine ber-2 dengan pacarku."


"Ya, kalo begitu, memang itu alasan yang paling masuk akal. Kalo acara itu bukan di hari yang sama, mungkin ada kesempatan, kan?"


Saat aku bertanya, Toudou kembali menggelengkan kepala.


"Tidak juga, sepertinya acara seperti itu lebih cocok untuk mu daripada aku. Coba ajak Shinohara-san, dia pasti akan dengan senang hati untuk ikut."


Toudou mengarahkan pandangannya ke arah Shinohara yang sedang berbicara di sisi lain.


Memang, karena Shinohara bisa berbicara dengan siapa saja tanpa masalah, dia mungkin akan dengan senang hati datang.


"Benar juga, dia memang punya kemampuan komunikasi yang luar biasa."


"....Itu bukan maksudku, tapi yah, bisa juga begitu. Jadi, bagaimana menurutmu?"


"Tidak mungkin. Dia masih di bawah umur."


Aku menolak dengan tegas, dan Toudou mengangguk.


"Ah, benar juga, kalo ada pemeriksaan usia, pasti akan jadi merepotkan."


Cara Toudou menerima penjelasan itu memang agak tidak etis, tapi ya, itu hal yang bisa dimaklumi.


Aku juga mengangguk setuju sambil menghabiskan minuman olahraga ku.


Lalu kemudian Toudou berkata "Oh, iya" Seolah dia mengingat sesuatu. 


"Bagaimana dengan Ayaka-san?"


Toudou bertanya dengan santai.


Aku pun menggelengkan kepalaku lagi.


"Aku sempat memikirkannya tadi, bagaimana pun juga, rasanya itu tidak mungkin."


"Apa alasannya?"


"Berbeda dengan ku, dia sangat sibuk."


Saat aku mengatakan itu, Toudou menghela napas.


"Begini, kau tidak akan tahu kalo kau tidak mencoba mengajaknya."


"Aku tahu kok. Kau saja yang tidak tahu seberapa luas klubnya."


"Aku tahu, aku tahu. Waktu itu, aku pergi ke acara minum dari klub lain, dan Ayaka-san juga ada di sana. Dia sangat luar biasa."


"Serem juga ya..."


Bagi orang yang baru kenal dengan Ayaka di kampus, mungkin mereka akan selalu bertanya-tanya kenapa Ayaka begitu dekat dengan ku.


Sebenarnya, aku juga yakin jika aku berada di posisi yang sama, aku akan berpikir hal yang sama.


"Ya sudah, coba saja kau telepon dia. Lagipula kau juga tidak ada pilihan lain kan?"


Toudou mendorongku untuk mencoba.


Aku tidak punya pilihan selain menelepon Ayaka.


Sambil mendengarkan nada sambung, aku berpikir seharusnya aku mengirim pesan saja.


Setelah menunggu sekitar 4 nada sambung, nada sambung terhenti, dan terdengar suara berisik.


Lalu, terdengar suara langkah kaki yang berderap.


Sepertinya Ayaka sedang berada di luar.


"Hallo?"


"Ossu, Ayaka. Ternyata ada pesta di hari Valentine, Ayo kita pergi kesana bersama."


Saat aku mengajaknya, Toudou tertawa pelan sambil berkata, "Itu tiba-tiba sekali!"


Biasanya aku akan menggunakan pendekatan yang sedikit berbeda untuk mengajak gadis lain, tapi dengan Ayaka, cara ini lebih cepat dan pas.


Tentunya, aku merasa lebih santai karena aku sudah siap kalo Ayaka menolak.


"Apa? Kok tiba-tiba? Tapi ya dimengerti, aku akan mengosongkan waktuku."


"Ha!?"


Aku hampir tidak percaya dengan apa yang aku dengar.


"Ada apa? Kenapa kau terkejut"


"Eh, tidak..."


Rasanya seperti keajaiban kalo Ayaka memiliki waktu luang pada hari Valentine.  


Memang wajar kalo aku terkejut.


"....Itu jawaban yang cepat. Apa kau tidak punya rencana lain?"


"Jangan tanya hal-hal yang tidak penting. Kalo aku bilang aku bisa, berarti aku bisa."


Dari jawabannya tersebut, aku bisa menebak kali sebenarnya dia sudah memiliki rencana sebelumnya.


Dia memiliki janji lain, tapi dia tetap menyetujui ajakanku.


Aku tidak tahu apa rencana yang dia batalkan, tapi aku merasa sedikit bersalah.


Tagoi, meskipun ini tentang Ayaka, aku rasa dia tidak akan membatalkan rencana yang penting terkait hubungan sosial, jadi rasa bersalahku tidak terlalu besar.


"Yah, aku hampir sampai di tempat kerja paruh waktu ku, jadi sudah dulu ya."


"Ah, jadi kau sedang berjalan ke pekerjaan paruh waktumu, ya? Baiklah."


Dengan kata-kata itu, berarti aku sudah memiliki rencana untuk Valentine juga.


Saat aku berniat untuk berkata lebih banyak, aku justru memberikan jawaban yang agak canggung.


Ayaka tertawa kecil dan berkata, "Apa sih?"


"Apa kau kau kalo kita tetap telponan? Yah itu juga tidak masalah."


"Ah, tidak usah. Sekarang aku sedang bermain basket di klub."


"Hah, kenapa sih! Tadi aku sempat menganggapmu keren, tapi sekarang kau malah jadi begini. Kembalikan perasaan gadisku!"


"Ma-man ku tahu! Terserah aku lah!"


Aku berkata dengan keras, dan beberapa anggota klub menoleh ke arahku.


Toudou pura-pura tidak mendengar sambil mengikat tali sepatu.


"Semoga pekerjaan pekerjaan paruh waktumu lancar."


"Ada sesuatu yang kurang memuaskan, tapi ya sudah. Terima kasih ya, sampai jumpa."


Setelah mengucapkan terima kasih, percakapan dengan Ayaka pun terputus.


Saat aku melihat kearah Toudou yang memberi jempol sambil memperlihatkan giginya yang putih.


"Kan, aku bilang juga apa!"


"...Iya, sih. Aku juga terkejut."


"Ya pastinya!"


Toudou tertawa sambil dengan ringan bangkit dari tempat dia duduk.


"Waktu acara minum itu Entah kenapa, tiba-tiba Ayaka-san muncul di acara minum klubku."


"Yang kau ceritakan tadi itu?"


"Betul. Nah, di sana aku sempat menceritakan tentang bagaimana situasi di klub pada Ayaka-san."


"Jangan bicara hal-hal yang tidak perlu."


Ketika aku cemberut, Toudou segera menempelkan kedua tangannya.


"Maaf, deh. Tapi, reaksi Ayaka-san berbeda. Sepertinya, dia bener-bener ngebuktiin kalo kalian ber-2 memang dekat."


"....Ya, itu sih."


Sebenarnya, itu adalah hal yang membuatku merasa senang, meskipun aku agak malu mengakuinya.


Ternyata Ayaka mengakui hubungan baik kami bahkan ketika aku tidak ada di sana.


──Aku benar-benar mendapatkan lingkungan yang baik.


"Syukurlah kalau begitu."


"Ha-ha, apa itu?"


Toudou tertawa sambil melakukan pemanasan ringan.


Aku melihat Shinohara yang baru kembali masuk ke dalam gimnasium, jadi aku pun bangkit.


Berbeda dengan Toudou, tubuhku terasa berat sekali.


Ternyata, aku masih kurang berolahraga, pikirku sambil menghela napas.



Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال