> ABSOLUT ROMANCE

Tanpa judul


 


CHAPTER 3  ANCAMAN BARU





"Haaa, aku bosan sekali..."



Aku sangat senang menerima apapun dari ojou, tapi ada satu hal yang aku tidak terlalu suka terima darinya.



Itu adalah hari libur.



Aku jarang sekali merasa ingin memiliki waktu untuk diriku sendiri. Kalau bisa, aku lebih suka selalu berada di sisi ojou. Tapi entah kenapa, ojou selalu memberikan hari libur kepadaku.



Mungkin ojou berpikir kaalo jika aku tidak mengambil hari liburku, para pelayan lain akan merasa kesulitan untuk mengambil hari libur mereka. Aku bisa mengerti maksud baik ojou, tapi kenyataannya, aku selalu merasa kebingungan saat hari liburku.



Karena kalo aku berada di dalam rumah, aku pasti akan berakhir bekerja, akhirnya aku pun dipaksa masuk ke dalam mobil dan dibawa ke kota.



"Meong..."



Ketika aku sedang berjalan-jalan tanpa tujuan di kota, aku mendengar suara kucing yang manis.



Saat aku melihat ke arah suara itu, aku melihat seekor kucing yang meringkuk di gang yang gelap, tersembunyi di antara bangunan.



"Apa maumu? apa kau mau bermain dengan ku?"



"Meong..."



[TL\n: gak ada nya-nya-nya  meles gua, gua lebih suka meong]



Kucing itu menguap, kemudian berlari ringan menuju ke dalam gang.



...Saat aku melihat kucing itu yang terlihat sesuka hatinya, aku jadi teringat pada ojoi. Karena aku tidak ada tujuan dan aku juga tidak ada hal yang ingin ku lakukan, jadi aku memutuskan untuk mengikuti kucing itu.



"Meong..."



"Ah..."



Kucing itu berlari ringan, kemudian menyelinap masuk ke celah yang sempit.



Tentu saja aku tidak bisa mengejarnya sampai sana. Sayang sekali.



"...Jadi, di mana aku sekarang?"



Saat mengejar kucing itu, aku tampaknya telah masuk ke dalam gang belakang.



Ya apapun itu, kalau terus berjalan, aku pasti akan menemukan jalan keluar.



"...! Minggir...!"



"Apa?"



Suaranya datang dari atas. Sosok manusia jatuh ke arahku.



Hampir secata refleks, aku mengulurkan tanganku untuk menangkap sosok yang jatuh itu.



"Wah...!"



Sekilas, yang terlintas di pikiranku adalah permainan 'Jinsei Game (tentatif)' kemarin. Ingatanku saat menggendong ojou.



Seperti saat itu, seorang gadis yang sangat ringan kini berada di dalam pelukanku.



Aku tidak bisa melihat wajah aslinya karena dia memakai topi, tapi dari apa yang kulihat, menurutku dia seumuran denganku.



"Apa kamu baik-baik saja?"



Aku menurunkan gadis yang aku peluk ke tanah.



Meskipun gadis itu sempat goyah, tapi dia berhasil berdiri dengan kedua kakinya di tanah.



"...Aku baik-baik saja."



Setelah memastikan gadis itu baik-baik saja, aku melihat ke atas dan melihat tali yang menjulur dari atap. Sepertinya tali itu diikatkan ke sesuatu di atas sana, dan gadis ini mungkin mencoba turun dengan tali itu.



"...Kamu baik-baik saja? Tanganmu..."



"Jangan khawatirkan aku. Aku menyalurkan semua benturan ke tanah."



"...Apa kau bisa melakukan hal seperti itu?"



"Sebagai pelayan ojou, ini adalah hal yang seharusnya aku bisa lakukan."



"..."



Jika aku harus menggambarkan reaksi gadis bertopi di depan ku ini, kata yang tepat adalah 'Kyoton.'



"...Hehe."



Tapi kemudian dia mulai tertawa kecil, dan senyum kecil terbentuk di wajahnya.



"...Itu lucu. Hehe."



"Perasaan aku  tidak mengatakan sesuatu yang layak ditertawakan...”



"...Maaf. Itu hanya sedikit lucu saja."



“Yah, tidak apa-apa... Ngomong-ngomong, siapa sebenarnya kamu?”



Sebelum dia sempat menjawab, angin kencang tiba-tiba bertiup. Angin itu menerbangkan topinya, dan memperlihatkan wajahnya yang tersembunyi bersama dengan rambutnya yang terurai.



Rambut panjang hingga ke punggungnya. Kulitnya seputih salju yang mengingatkan pada musim dingin.



Wajahnya yang memberikan kesan rapuh dan dingin, serta tubuhnya yang mungil, membuatnya terlihat seperti bunga salju.



Dan wajah itu, wajah yang mirip dengan gambar yang ada di papan reklame besar yang terbang bersama topi—gambar dari seorang gadis yang terkenal sebagai 'Diva'. Tidak, itu benar-benar wajah yang sama.



"Wajah itu... Aku yakin namanya..."



"...Hane Otoha."



Nada bicaranya terdengar seperti sudah menyerah, sekaligus membuktikan bahwa dia adalah 'Diva' yang asli.



"...Senang bertemu denganmu."



"Eh... Senang bertemu denganmu juga."



Tanpa sadar, aku membalas sapaan itu. Sementara gadis itu 'Diva' yang bernama Hane Otoha, mengambil topinya yang jatuh dan kembali memakainya hingga matanya tersembunyi.








"Hane-san. Kenapa kamu turun dari atap seperti itu?"



"...Karena aku sedang melarikan diri sekarang."



Jawabannya masih kurang jelas. Mungkin dia melarikan diri dari hotel atau tempat lain, dan dikejar oleh staf atau seseorang... Atau semacamnya.



"Begitu ya. Kalau begitu, sebaiknya kamu kembali sebelum terjadi sesuatu yang lebih buruk."



"...Itu tidak bisa."



"Kenapa?"



"...Aku sedang kabur dari rumah."



"Kabur dari rumah?"



Kalau begitu, seharusnya dia malah pulang.



"...Terima kasih sudah menolongku."



"Kamu mau pergi ke mana?"



"...Tidak tahu. Pokoknya, aku hanya ingin melarikan diri."



Hane Otoha berjalan pergi seolah-olah tidak ada yang terjadi.



Akan mudah untuk membiarkannya pergi begitu saja. Tapi dia adalah gadis yang berani melakukan sesuatu yang nekat, seperti turun dari atap dengan tali yang tidak meyakinkan itu.



Setelah melihat dan mengetahui itu, serta bertemu dengannya, rasanya tidak benar untuk berpura-pura tidak tahu sambil menyimpan rasa khawatir. Sebagai pelayan yang setia kepada ojou, aku harus bertindak dengan benar.



Sebagai anak yatim yang berada di sisi ojou, aku harus bertindak sebagai orang yang layak.



"Tunggu sebentar."



"...Apa?"



"Aku khawatir, jadi biarkan aku menemanimu. Sampai kamu kembali dengan selamat ke rumah."



"...Kamu aneh ya."



"Bukan begitu. Aku hanya berusaha bertindak sesuai dengan kehormatan sebagai pelayan ojou."



"..."



Setelah diam sejenak, Hane Otoha mengangguk.



"...Baiklah. Boleh."



Dengan anggukan itu, dia mengizinkan ku untuk ikut dalam pelariannya.



...♪♪♪



Tiba-tiba nada dering dari hp-ku  yang ada di saku-ku berbunyi.



Ketika aku melihat layar, terlihat bahwa panggilan itu dari ojou.



"...Tidak boleh."



Hane Otoha mengambil Hp-ku dan segera memutus panggilan itu.



"Oh."



"...Kamu boleh ikut denganku, tapi jangan menghubungi orang lain."



"Kamu sangat waspada ya."



"...Aku tidak mau kena masalah apapun."



Apa dia pikir aku akan bicara terlalu banyak? Atau mungkin dia mempertimbangkan seseorang yang mengejarnya... Ya, tidak ada pilihan lain. Meninggalkan seorang 'Diva' yang berani turun dari atap dengan tali yang tidak meyakinkan itu sendirian juga berisiko, jadi aku akan menuruti keinginannya.



(Maafkan aku, ojou. Aku akan menjelaskannya nanti.)



Setelah meminta maaf pada ojou didalam hatiku, aku mematikan Hp-ku dan memasukkannya kembali ke dalam saku.



"Sudah cukup?"



"...Ya."



Dengan anggukan puas, Otoha mulai berjalan menjauh dari gang belakang dengan langkah mantap dan mantap, dan aku mengikutinya.



   ★



"...Hei. Apa kamu sudah bisa menghubungi Kageto?"


"Tidak, aku juga sudah mencoba meneleponnya, tapi tidak bisa. Sepertinya ponselnya dimatikan."


"Ugh...! Aku merasa sangat, sangat tidak enak dengan ini...!"


"Insting Tendou-san selalu tepat…"


Kali ini aku benar-benar berharap insting itu salah.


Namun, pada saat yang sama, aku juga merasa itu benar.


"Aduh, Kageto, di mana kamu? Kita harus menemukannya sebelum terlambat...!"




Papan iklan dan layar besar di seluruh kota menampilkan wajah Hane Otoha. Rasanya aneh mengetahui bahwa penyanyi terkenal itu sedang berjalan di sampingku sekarang.


"Jadi kamu benar-benar seorang diva, ya?"


"...Apa kamu meragukannya?"


"Haha, maafkan aku. Tidak pernah terpikirkan olehku kalo seorang diva akan jatuh dari atap."


Terkadang aku melihat gadis-gadis jatuh dari langit, tapi ini pertama kalinya seorang diva yang jatuh.


"Ngomong-ngomong, kenapa kamu kabur dari rumah, Hane-san?"


"...Mungkin karena masa pemberontakan?"


"Kenapa kamu terdengar ragu?"


"...Karena aku sendiri tidak tahu."


Apa hal seperti itu wajar? Sejak orang tuaku meninggalkanku, aku tidak pernah mengalami masa pemberontakan, jadi aku tidak tahu banyak tentang itu.


"Begitu. Ngomong-ngomong, Hane-san."


"Apa?"


"Apa kamu sadar kalo kita sudah berputar-putar di tempat yang sama dari tadi?"


"..."


Sepertinya dia tidak menyadarinya. Kami baru saja melewati air mancur di alun-alun ini sekitar 10 menit yang lalu.


"Mungkin kamu tidak tahu arah?"


"...Tidak. Hanya saja perasaanku terhadap arah sedikit unik."


"Jadi, kamu benar-benar tidak tahu arah."


"...Tidak itu beda."


Sulit untuk mengetahui ekspresinya karena dia tidak menunjukkan banyak emosi, tapi sepertinya dia sedikit kesal.


Dengan kata lain, diva-sama ini jelas tidak cocok untuk kabur dari rumah.


"Harus kuakui, aku membuat keputusan yang tepat untuk ikut denganmu. Kamu benar-benar tidak bisa dibiarkan sendiri, itu pasti akan berbahaya. Aku bisa merasakan betapa sulitnya orang yang merawatmu."


"...Kamu tidak menahan diri, ya."


"Apa begitu?"


Mungkin aku jadi seperti ini karena selalu berbicara langsung dengan ojou.


"Jika kamu ingin aku lebih lembut, aku bisa melakukannya."


"...Tidak perlu. Tidak banyak orang yang berbicara langsung padaku. Ini sedikit menyegarkan."


"Benarkah?"


"...Iya. Kebanyakan orang mencoba untuk menyenangkanku atau memantau reaksiku karena mereka akan kesulitan jika aku tidak bernyanyi... Aku juga mendengar banyak gosip di belakangku. 'Dia sulit dipahami' atau 'Dia menyeramkan karena tidak pernah tersenyum.' Hal-hal seperti itu."


"Itu hanya karena orang di sekitarmu yang tidak peka."


"Eh...?"


Mendengar kata-kataku Hane-san terkejut di balik topinya.


"Memang, kamu terlihat dingin di luar, tapi sebenarnya kamu mudah dimengerti, Hane-san."


...Setidaknya, dia lebih mudah dimengerti daripada ojou saat masih kecil.


Meskipun ojou tampak egois dan tomboy ketika dia masih kecil, tapi dia sering menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya jauh di dalam lubuk hatinya. Bahkan ketika ayah dan ibunya tidak bisa pulang pada ulang tahunnya karena pekerjaan mendadak, dia berpura-pura baik-baik saja di depan semua orang, tapi akhirnya dia menangis sendiri.


"...Benarkah?"


"Iya. Kamu bereaksi biasa seperti terkejut, tertawa, atau kesal. Menurutku, kamu sangat jujur."


"...Ini pertama kalinya seseorang mengatakan itu padaku."


"Berarti orang-orang di sekitarmu sangat tidak peka."


"...Hehe, mungkin begitu."


Di wajahnya yang biasanya datar, senyum tipis terlihat.


"Lihat, kamu tersenyum sekarang."


"...Ah."


Mungkin dia sendiri terkejut, Hane-san tampak terkejut dengan dirinya sendiri dan menunjukkan ekspresi bingung.


"Aneh... biasanya aku jarang tertawa... kenapa sekarang?"


"Kalau begitu, kenapa tidak memikirkan sesuatu yang berbeda dari biasanya?"


"Apa yang berbeda dari biasanya..."


Entah kenapa, Hane-san menatap mataku dengan tajam.


...Apa aku mengatakan sesuatu yang menyinggung?


"Ngomong-ngomong, siapa namamu?"


"Maaf aku belum memperkenalkan diriku. Namaku Kageto Yogiri."


"...Boleh aku memanggilmu Kageto?"


"Tentu saja."


Sepertinya aku tidak mengatakan sesuatu yang menyinggungnya.


Saat aku merasa lega dalam hatiku kemudian dia berkata,


"Kamu juga bisa memanggilku Otoha."


"Baiklah, Otoha-san."


"...Ya, itu baik."


Otoha-san mengangguk puas, lalu meraih tanganku.


"Ayo pergi, Kageto. Ayo kita lanjutkan kaburnya."


"Tapi aku harap kita tidak terus berputar-putar di tempat yang sama."


"Kalau begitu, Kageto, ajak aku bersamamu. Sepertinya itu lebih menyenangkan."


"Aku tidak yakin apa aku bisa membuatnya menjadi menyenangkan karena aku hanya bersantai di hari liburku... tapi baiklah, aku akan berusaha sebaik mungkin."


"...Aku harap begitu."




POV OJOU





Aku sedang berkeliling kode dengan mobil, tapi aku tidak menemukan tanda-tanda kageto sama sekali.


Saat berpikir dengan tenang, hal ini tentu saja wajar. Mencari satu orang di kota yang luas ini dengan keadaan yang panik tentu sulit.


Aku mengharapkan semacam petunjuk... Tapi sayangnya, tidak ada petunjuk sama sekali. Aku tidak terhubung ke Hp-nya, mungkin dia mematikannya.


... Tidak, masih terlalu cepat untuk menyerah.


Jika tidak ada petunjuk, maka aku tinggal membuat hipotesis saja.


Ini tidak pernah terjadi sebelumnya kalo aku tidak bisa menghubungi Kageto. Jika dia sedang mengerjakan tugas yang terkait dengan keluarga Tendou, dia pasti sudah memberitahuku sebelumnya jika dia tidak bisa dihubungi.


Jika demikian, mari anggap dia terlibat dalam masalah yang tidak terduga.


Masalah apa yang mungkin terjadi?


Kemungkinan masalah fisik rendah. Aku sudah melihat-lihat kota, tapi tidak ada tanda-tanda seperti itu.


Jika begitu... meskipun aku tidak ingin memikirkannya, yang paling mungkin adalah masalah yang melibatkan gadis. Ini hanya firasatku, tapi firasatku jarang salah.


Karena tidak ada petunjuk, aku harus mengandalkan firasat yang tidak pasti.


Bahkan jika itu adalah masalah yang melibatkan seorang gadis... mungkin itu adalah diva itu. Padahal aku tidak ingin memikirkannya.


Jika aku menggabungkan preseden sebelumnya dengan firasatku, maka aku bisa menduga kalo 'setelah menangkap Hane Otoha yang jatuh dari atas, Kageto menjadi terlibat dengannya'.


Hal ini pernah terjadi beberapa kali... Kageto menangkap gadis yang jatuh dari langit.


Saat merasa ada firasat buruk, Hp-ku berbunyi. Itu dari Yukimichi.


"Hei, kami sudah memeriksa tentang Hane Otoha menggunakan koneksi kami dengan keluarga Tendou."


"Bagaimana hasilnya?"


"Ini hanya untukmu, tapi kabarnya dia kabur dari hotel tempatnya menginap."


"...Kapan itu terjadi?"


"Pagi ini."


"......"


Aku langsung memegang kepalaku.


"Dan dengar-dengar, ada tanda-tanda bahwa dia mencoba turun dari atap gedung tempat dia bersembunyi dengan menggunakan tali..."


"Tali itu pasti sudah tua, kan? Dan putus di tengah?"


"Hah, bagaimana kamu tahu?"


"... Hanya firasat. Pengalaman, mungkin."


Firasatku ternyata benar. Kali ini aku berharap salah, tapi tidak.


"Kamu tahu di mana gedung dengan tali yang putus itu? Pertama aku mau ke tempat kejadian dan mencari jejaknya."


"Aku tahu, tapi... kenapa kamu jadi panik begitu?"


"Tentu saja! Selagi kita melakukan ini, benderanya pasti sudah berkibar...!"

 


POV KAGETO




Meskipun kabur dari rumah, aku sebenarnya tidak punya tujuan khusus atau tempat yang ingin kukunjungi. Lagipula, aku juga bukan tipe orang yang sering pergi keluar untuk bersenang-senang.


"...Ini pertama kalinya aku ke arcade."


Jadi, aku memutuskan untuk membawanya ke tempat yang bertujuan untuk bersenang-senang. 


Selain itu, di tempat ini, risiko orang-orang mengenali Otoha-san lebih kecil dibandingkan di jalan utama. Menurutnya, 'selama kamu bersikap tenang, kamu tidak akan ketahuan,' tapi yah tidak ada salahnya untuk sedikit berhati-hati.


"Apa Kageto sering datang ke sini?"


"Sebenarnya aku jarang kesini. Kadang-kadang temanku mengundangku saat aku sedang berlibur."


Saat masuk ke dalam, suara elektronik yang meriah menyambut kami.


Beberapa permainan baru sepertinya sudah ditambahkan, tapi sebagian besar koleksi mesin arcade tidak banyak berubah sejak terakhir kali aku datang ke sini bersama Yukimichi.


"Apa ada sesuatu yang menarik perhatianmu?"


"...Yang itu. Aku ingin mencobanya."


Otoha-san menunjuk ke sebuah permainan di bagian belakang ruangan.


Permainannya berbentuk seperti konveyor dan di depannya ada layar besar.


"Permainan dansa? Itu tidak masalah, tapi..."


Sebenarnya, permainan ini adalah salah satu yang pertama kali muncul di pikiranku saat memutuskan aku untuk pergi ke arcade.


Aku tidak tahu detail kenapa dia kabur dari rumah, tapi jika dia sedang menghadapi masalah, mungkin baik untuk menggerakkan tubuh dan mengeluarkan keringat.


Taoi, si Diva ini saat ini sedang dalam masa hiatus.


Mungkin itu bukan masalah tentang kesehatan fisik. Dia cukup kuat untuk kabur dari hotel dan turun menggunakan tali dari atap, dan dari pengamatanku sejauh ini, tidak ada tanda-tanda dia sedang sakit atau akan jatuh sakit. Cara berjalannya juga terlihat alami, bahkan aku terkesan dengan keseimbangannya.


Jadi aku menduga kalo alasannya mungkin terkait dengan aspek mental atau musik, dan karena itu aku awalnya menghindari permainan dansa... tapi ternyata dia yang memilihnya sendiri.


"Apa kamu yakin?"


"Maksudnya?"


Otoha-san memiringkan kepalanya dengan rasa ingin tahu. Sepertinya dia tidak peduli tentang apa pun.


"...Tidak, tidak apa-apa. Ayo kita coba."


Untungnya, tidak ada orang lain yang sedang memainkan permainan itu saat ini.


"Sepertinya kita bisa memilih tingkat kesulitan. Bagaimana jika kita mulai dengan yang paling mudah?"


"Aku ingin yang paling sulit."


Itu adalah kepercayaan diri yang besar. Sikap ini mengingatkanku pada Ojou.


"Ayo kita akan main bersama, Kageto?"


"Tentu saja. Ini juga pertama kalinya aku mencoba permainan ini, jadi aku tidak yakin apa aku bisa mengikutimu, tapi jika kamu tidak keberatan."


Sepertinya permainan ini bisa dimainkan dalam mode kooperatif.


Kami akan menari bersama dan menggabungkan poin untuk mendapatkan skor.


Setelah memasukkan koin dan mengoperasikan layar, kami tiba di layar pemilihan lagu... Mari kita lihat-lihat sedikit.


"Oh, ada lagu dari Otoha-san juga. Bagaimana jika kita pilih ini?"


"Iya, boleh."


"Kalau begitu, ayo mulai."


Saat permainan dimulai, musik yang familiar dari iklan mulai mengalun, dan simbol-simbol muncul di layar. Cara bermainnya adalah dengan menginjak atau melompat sesuai dengan simbol yang muncul dengan timing yang tepat, dan karena ini adalah tingkat kesulitan tertinggi, timingnya sangat cepat.


"Oop..."


Aku mengandalkan ritme dan refleksku untuk menginjak-injak sesuai dengan simbol. Sejauh ini, aku tidak membuat kesalahan di tahap awal.


Aku sudah mulai menguasai cara bermain, sepertinya tidak ada masalah.


"――――"


Sambil mengintip ke arah Otoha-san di sebelahku, aku melihat dia menari dengan langkah yang anggun, juga tanpa kesalahan. Langkahnya terlihat anggun dan keren. Meski sedang dalam permainan, aku hampir terpesona padanya sejenak.


Langkahnya benar-benar berbeda dariku yang mengandalkan refleks dan kekuatan kakiku yang berkembang melalui latihan.


Langkah-langkahnya sepertinya benar-benar dirancang untuk menyatu dengan musik dan bernyanyi. Ada kekuatan yang bisa menyentuh hati orang yang melihatnya.


Dan yang paling penting, dia terlihat sangat menikmati ini.


Dia terlihat sangat asyik menari mengikuti alunan musik yang diputar.


Ada daya tarik yang membuat orang yang melihatnya dapat menikmatinya juga.


(Oh...?)


Tapi, di tengah kegembiraannya, ada sedikit ekspresi kesakitan... Tidak itu adalah kesedihan.





Sepertinya ada sedikit kesedihan di matanya, meski sedikit.


Musik perlahan berhenti... Dan akhirnya lagunya berakhir.


Sambil menunggu mesin menghitung skor kami, kami beristirahat sebentar.


"...Kageto, kamu hebat."


"Benarkah? Sebenarnya ku pikir Otoha-san yang lebih hebat."


"Padahal ini pertama kalinya kita menari bersama, tapi kamu bisa mengikutiku."


"Aku hanya menutupi kekuranganku dengan kekuatan kaki dan refleks yang telah dilatih."


"Bukan begitu. Ritme mu juga bagus... Jika kamu sedikit berlatih lagi, kamu bisa tampil di panggung bersamaku."


"Haha. Itu kehormatan besar."


Hmm... Mata Otoha-san tampak berkilauan...


"Sekali lagi. Ayo menari bersamaku lagi."


"Tentu saja."


Setelah itu, kami bermain lagi dan mencetak skor tinggi, tapi karena orang-orang mulai berkumpul dan kami menjadi pusat perhatian, kami segera meninggalkan arcade.


"Hah, hah... Maafkan aku. Aku kurang waspada. Aku tidak menyangka akan ada begitu banyak orang yang akan berkumpul di sana."


"Tidak apa-apa. Aku juga tidak menyadari keadaan sekitar."


Kami lalu di taman luas dengan kolam besar dan berhenti untuk beristirahat sejenak.


Karena hari libur, jumlah pengunjungnya lebih banyak dari biasanya, tapi... Yah itu tidak seramai jalan raya atau arcade. Selama kami berperilaku biasa, mungkin kami tidak akan terlalu mencolok kalo kami bertingkah normal.


"...Terima kasih. Sudah lama aku tidak merasa senang seperti ini."


"Kalau Otoha-san merasa senang, itu yang terpenting."


Setelah itu, kami tidak melakukan apa-apa secara khusus, hanya duduk dan memandang kolam besar itu.


Suasananya sangat tenang dan damai, sangat berbeda dengan arcade tadi.


"...Boleh aku bertanya sesuatu?"


"Tentu saja."


"...Kageto, kenapa kamu ikut denganku saat aku kabur dari rumah? Kamu bilang kamu khawatir tentang ku... tapi rasanya tidak hanya itu."


"Yah, aku tidak bohong, aku memang khawatir tentang Otoha-san. Hanya saja... melihat Otoha-san, itu mengingatkanku dengan ojou yang dulu."


"Apakah itu tuanmu?"


"Ya. Ojou juga dulu pernah mencoba kabur dari rumah. Dia ingin menarik perhatian orang tuanya yang selalu sibuk dengan pekerjaan mereka... Dia ingin dilihat oleh mereka. Jadi dia mencoba untuk kabur dari rumah, ketika aku tau Otoha-san kabur dari rumah, aku merasa aku tidak bisa membiarkan Otoha-san begitu saja."


"......"


Otoha-san terdiam seolah sedang merenung. Suara angin menerpa telingaku, dan terjadi sedikit keheningan.


"...Boleh aku juga bertanya sesuatu padamu? Ini mungkin sedikit pribadi."


"...Iya."


"Otoha-san sedang hiatus sekarang, kan?"


Otoha-san tidak berkata apa-apa, hanya mengangguk untuk mengiyakan.


"Mungkin… kamu tidak bisa bernyanyi lagi?"


Tebakanku membuat Otoha-san terkejut dan membulatkan matanya.


"...Bagaimana kau tahu?"


"Setelah melihatmu hari ini, aku bisa melihat kalo itu bukan masalah kesehatan fisik. Jadi, itu pasti masalah mental. Dan jika menyangkut keadaan yang memaksamu untuk menghentikan aktivitasmu... Aku penasaran apa itu masalahnya."


"Wow, itu luar biasa... Kageto, kau benar."


Otoha-san dengan lembut meletakkan tangannya di tenggorokannya.


"Aku masih bisa berbicara seperti biasa. Tapi ketika aku mencoba bernyanyi... suaraku tidak keluar."


"...Begitukah. Maafkan aku kalau aku terlalu langsung."


"Tidak, tidak apa-apa. Jangan khawatir."


Rasa sedih samar yang dia tunjukan saat bermain game menari tadi, mungkin karena dia tidak bisa bernyanyi.


"Seperti yang Kageto pikirkan, dokter juga bilang kalo ini masalah mental."


"Apa kamu tahu apa penyebabnya?"


"... Aku tidak tahu. Tapi, tepat sebelum aku tidak bisa bernyanyi lagi... Ayah berkata padaku, 'Kau tidak perlu bernyanyi lagi.'"


"Untuk seorang diva, mengatakan 'jangan bernyanyi' itu... cukup mengejutkan terlebih lagi itu dari ayahmu."


"...Ayah. Dia tidak pernah terlihat senang saat dia mendengar aku bernyanyi."


Otoha-san mulai berjalan mengitari kolam dengan langkah yang lesu.


"...Ibuku juga seorang penyanyi. Tapi, dia meninggal saat aku masih kecil. Ayah sangat depresi saat itu... jadi, aku mulai bernyanyi. Karena Ayah menyukai nyanyian Ibu."


Mungkin itu adalah tindakan yang dipikirkan oleh anak kecil untuk menghibur ayahnya.


"...Bagiku, bernyanyi hanyalah alat. Caraku untuk menghibur Ayahku. Tidak lebih dan tidak kurang. Jika Ayah mengatakan aku tidak perlu bernyanyi lagi, maka itu berarti aku tidak membutuhkannya lagi... Jadi, aku pikir itulah sebabnya aku tidak bisa bernyanyi lagi. Ku pikir itu karena aku tidak membutuhkannya lagi..."


"Ku rasa tidak seperti itu."


Aku secara sesar refleks menyela kata-katanya saat Otoha-san mencoba menyimpulkan itu.


"...Kenapa?"


"Karena Otoha-san, kau sangat suka bernyanyi, kan?"


"Apa aku... suka bernyanyi?"


Otoha-san tampak bingung dengan kata-kataku. Sepertinya dia sendiri tidak menyadarinya.


"...Kenapa kau berpikir begitu?"


"Saat bermain permainan menari tadi... Kau terlihat sangat bahagia. Kau bersinar begitu terang, hingga aku terpesona. Tapi pada saat yang sama, kau juga terlihat sedih. ...Karena kau sangat mencintai bernyanyi, suara itu membuat mu bahagia, dan tidak bisa bernyanyi membuat mu sedih. Begitulah yang terlihat olehku. Dan juga..."


Aku menutup mataku dan perlahan mengingat kembali suara diva yang mengalir dari iklan TV dan layar besar di kota.


"...Aku bisa mendengar lagumu di banyak tempat bahkan dalam kehidupan normalku. Setiap kali aku mendengarnya, aku berpikir, 'Ah, orang ini benar-benar suka bernyanyi.'"


"Tidak mungkin..."


"Benarkah? Apa kau selama ini benar-benar tidak menikmatinya?"


"....."


Otoha-san terdiam mendengar pertanyaanku. Keheningan ini, pasti adalah pertanyaan untuk dirinya sendiri.


Dia sedang bertanya pada hatinya sendiri. Tentang perasaannya terhadap bernyanyi.


"...Aku mengerti. Aku memang suka bernyanyi."


"Apa kamu menyadarinya sekarang?"


"...Ya, sepertinya begitu."


Di wajah Otoha-san, tampak senyuman lembut seolah-olah beban telah terangkat darinya.


"...Sampai sekarang, menyanyi selalu menjadi sarana bagiku. Aku menganggapnya sebagai sebuah alat. Sebuah cara untuk membuat Ayah bahagia, jadi ku pikir aku tidak boleh menikmatinya. Tapi... tanpa kusadari, ternyata aku menyukainya, itulah yang terjadi."


Otoha-san berbicara pelan, seolah-olah mengkonfirmasi perasaannya sendiri.


"Menurutku alasan kenapa Otoha-san tidak bisa bernyanyi lagi adalah karena terkejut saat hal yang kau sukai yang bernyanyi, ditolak oleh ayahmu yang kamu sayangi."


"...Lalu, apa yang harus aku lakukan?"


"Mudah saja. Pertama-tama, pulanglah ke rumah dan bicaralah dengan Ayah mu. Katakan padanya apa yang kamu rasakan, Otoha-san."


"Tapi ayahku...kurasa dia tidak menyukai nyanyianku."


"Apa begitu? Menurutku tidak begitu."


"...Kenapa kau berpikir begitu?"



"Meskipun kita baru bertemu hari ini, aku tahu Otoha-san suka menyanyi. Tidak mungkin ayahmu tidak mengerti itu....Aku yakin ayahmu punya ide sendiri dan sengaja mengatakan itu. Ku pikir dia mengatakan untuk membuatmu melangkah maju."


"...."


"Pertama, pulanglah dan bicaralah dengan ayahmu. Aku yakin dia khawatir."


"...Baiklah. Aku akan bicara dengan Ayahku."


Sepertinya dia telah membuat keputusan. Langkahnya yang sebelumnya lesu kini tampak mantap dan pasti.


"Terima kasih... Kagehito. Terima kasih telah membuatku menyadari hal yang penting."


"Sama-sama. Ini bukan masalah besar."


"Tidak, bagiku ini adalah hal yang sangat penting."


Tanpa disadari, matahari mulai terbenam.


Angin sepoi-sepoi bertiup, mengelus rambut panjang sang diva dengan lembut saat melintas.

 

Pemandangan entah bagaimana terlihat fantastis dan dan indah, seolah memuji tekad dan perasaannya.


"Jadi kalau begitu, kamu sudah selesai kabur dari rumahnya kan? Aku akan mengantarmu dalam perjalanan pulang."


"Iya. Terima kasih."


Saat Otoha-san hendak berjalan pulang, langkahnya tiba-tiba terhenti.


"...Kageto. Jika aku merasa ingin kabur dari rumah lagi... apa kau akan datang menjemputku?"


"Kalau bisa, aku berharap kau tidak pergi lagi... tapi ya, kalau kau ingin, aku akan membawamu lagi."


"Baiklah... Hehe, kalau begitu, aku akan meminta tolong padamu."


Otoba-san mengangguk puas. Senyuman di wajahnya terlihat seperti gadis seusianya, dan menurutku itu lebih memikat daripada apa yang pernah aku lihat di iklan atau layar besar.


"...Kageto!"


Mau tak mau aku berbalik ketika mendengar suara yang tak mungkin salah aku dengar. 


Seorang gadis dengan rambut panjang berwarna emas berlari mendekat—


"Ojou!? Bagaimana Anda bisa berada di sini...!?"


"Haah... Haah... Aku tidak bisa menghubungimu, dan aku punya firasat buruk, jadi aku mencarimu. Aku mendengar tentang keributan di arcade, jadi akhirnya aku menggunakan semua sumber daya yang ada untuk mengumpulkan informasi... tapi..."


Ojou, yang sedang mencoba menenangkan napasnya, tiba-tiba menjadi kaku seperti batu ketika melihat Otoha-san yang ada di sebelahku.


"Oh, maaf, saya belum sempat memperkenalkannya. Ojou, ini adalah..."


"...Hane Otoha-san, kan?"


"Seperti yang kuduga, Anda pasti mengenalnya. Dia orang terkenal."


"Ya. Memang. ...Hehe... Aku sudah menduga... Melihat situasi ini, aku tahu sudah terlambat..."


Bahkan ojou tampak terkejut melihat kehadiran diva tersebut.


Cahayanya seakan menghilang dari matanya, mungkin karena dia terlalu terkejut.


"Saya minta maaf karena telah membuat anda khawatir. Saya akan mengantar Otoha-san pulang sekarang..."


"Tidak perlu. Aku bisa mengantar dia dengan mobil ku."


"...Tidak apa-apa. Aku ingin berjalan pulang bersama Kageto."


"Oh, kamu tidak perlu menahan diri, oke? Ada banyak ruang, dan yang terpenting, aku bisa mengantarmu pulang lebih cepat dan lebih cepat dengan mobil."


"Itu benar! Aku yakin ayah Otoha-san juga pasti khawatir, jadi lebih baik kamu pulang secepatnya."


Seperti yang diharapkan dari ojou. Keputusan itu mungkin diambil setelah dia memahami situasi Otoha-san dan memberikan keputusan yang tepat.


"...Baiklah. Kalau begitu, aku akan ikut dengan mobilmu. Tapi kalian tidak perlu repot. Kita semua bisa naik bersama."


"Oh, itu sangat baik dari Anda."


Dengan saran Otoha-san, akhirnya kami bertiga naik ke dalam mobil.


Di dalam mobil, percakapan antara ojou dan Otoha-san berlangsung sangat lancar, dan diam-diam aku berpikir kalau keduanya pasti akan menjadi teman baik. 



POV HANE OTOHA




Gambaran tentang ibuku Han Rin dalam ingatanku sebenarnya sangat sedikit.


Ibuku meninggal sebelum kami bisa membuat banyak kenangan bersama, tapi aku selalu ingat suaranya yang indah, yang bisa membuat wajah serius ayahku yang keras kepala menjadi lebih lembut... Bagi ku, lagu-lagu ibu adalah lagu sihir.


Tapi, itu semua berubah setelah ibu meninggal, dan aku ingat ayahku sering menangis saat itu.


Aku mulai bernyanyi untuk menghibur kesedihan ayahku.


Aku ingin bisa menyanyikan lagu ajaib seperti ibu.


Bernyanyi hanyalah alat dan sarana, tidak lebih dan tidak kurang. Aku dikenal sebagai 'Diva' hanya karena mengejar lagu-lagu ajaib seperti ibu, bukan karena aku menginginkannya.


Jika itu bisa membuat ayah bahagia, maka itu tidak masalah bagiku.


"Sialan... Aku tidak mengerti apa yang dipikirkan oleh diva-sama itu. Coba pikirkan bagaimana perasaanku yang harus selalu menyenangkannya..."


...Jadi, tidak masalah bagiku apa yang orang lain katakan di belakangku.


"Dia tidak pernah tersenyum, menyeramkan sekali... Dia seperti robot yang hanya bisa bernyanyi."


...Jadi, tidak masalah jika aku sendirian.


"Kau tidak perlu bernyanyi lagi."


...Tapi, ayahku menolak nyanyianku.


"Aku tidak ingin mendengar nyanyianmu."


Ayahku menyangkal dan menolak nyanyianku tanpa melakukan kontak mata, dengan membelakangiku.


Saat itu, aku tidak merasakan apa-apa. Tidak, aku berpura-pura tidak merasakan apa-apa.


Aku pergi bekerja dengan normal, mencoba bernyanyi dengan normal.


"—Apa...?"


Aku tidak bisa bernyanyi lagi.


Aku masih bisa berbicara dan berbicara dengan orang lain, tapi aku tidak bisa mengeluarkan suaraku saat aku mencoba untuk bernyanyi.


Dokter mengatakan padaku kalo itu masalah psikologis, tapi aku tidak bisa memikirkan apa penyebabnya.


Tapi, karena aku tidak bisa bernyanyi, aku memutuskan untuk hiatus.


Sekarang kali dipikir-pikir... itu sangat mengejutkan. Ku pikir igu sangat menyakitkan ketika ditolak oleh ayahku.


Mungkin alasan aku melarikan diri dari rumah adalah karena, meskipun awalnya impulsif, aku ingin ayahku memperhatikan ku. Aku ingin ayahku, yang selalu membelakangiku tanpa melihat mataku, benar-benar melihat diriku.


Orang yang melihat dan memberitahuku tentang perasaanku ini adalah... Kageto.


Dia adalah anak laki-laki aneh yang ku temui secara kebetulan. 

 

Dia memperlakukan ku bukan sebagai 'Diva' tapi sebagai 'Hane Otoha'.


Dia berpikiran terbuka dan dia tidak berusaha menyenangkanku, dia membantuku menyadari perasaanku sendiri. Dia dengan lembut mengekspresikan perasaan yang bahkan aku sendiri tidak sadari.


"...Ayah."


Setelah kembali dari melarikan diri, aku bisa berhadapan dengan ayahku... semua itu berkat Kageto. Waktu singkat yang aku habiskan bersamanya memberiku keberanian yanh besar.


"Aku suka bernyanyi. Aku suka menyanyi... Jadi, aku ingin terus bernyanyi. Bukan hanya untuk Ayah, tapi juga untuk diriku sendiri."


Ayah mendengarkan kata-kataku dengan diam setelah aku kembali dari melarikan diri.


"...Aku berpikir bahwa kamu bernyanyi karena terikat dengan masa lalu. Aku berpikir bahwa bernyanyi bagi kamu adalah simbol dari masa lalu."


Namun...


"Karena kelemahanku, aku membiarkanmu terikat dengan masa lalu. Aku membuatmu merasa sendirian... Aku hanya ingin kamu tidak terikat oleh 'lagu' sebagai 'masa lalu' dan melangkah menuju masa depan... itu yang aku pikirkan..."


Kali ini, ayahku benar-benar menatap mataku.


"...Sepertinya yang terikat oleh masa lalu adalah aku. Kamu sudah lama melihat ke masa depan... Maafkan aku. Aku telah menekanmu tanpa alasan."


"...Tidak apa-apa. Aku mengerti sekarang. Aku mengerti perasaan Ayah."


Saat ayahku menyuruhku untuk tidak menyanyi, ayahku menginginkanku untuk maju ke masa depan. Aku yakin pasti sangat menyakitkan bagi ayahku untuk meninggalkanku saat itu.

 

(...Terima kasih, Kageto.)


Sambil memikirkan anak laki-laki tertentu di dalam hatiku.


Aku dengan lembut memeluk perasaan hangat yang telah tumbuh di dalam dadaku.


[TL\n: yap seperti yang kita tau pasti ni diva bakalan kalah.]



POV OJOU




"Walaupun baru saja selesai liburan, rasanya aku tidak beristirahat sama sekali..."


Masalah dengan sang Diva yang terjadi selama liburan akhirnya terselesaikan, dan kami bisa menyambut hari kerja dengan tenang.


Tapi, hatiku terasa lebih lelah daripada sebelum liburan.


"Ojoi jika Anda merasa tidak enak badan hari ini, Anda bisa beristirahat sekarang juga... Saya bisa segera mengatur mobil untuk Anda."


"Tidak apa-apa. Ini lebih soal masalah hati daripada fisik."


"...?"


Sepertinya Kageto tidak benar-benar mengerti beban pikiran yang ku alami.


Kageto sering membuat bendera, tapi kali ini benderanya cukup besar.


Apalagi, orang yang terlibat adalah 'Diva' terkenal, meskipun dia saat ini sedang hiatus.


Saat aku bergegas ke tempat Kageto, hanya dengan melihat wajah Diva itu, aku langsung mengerti.


Bahkan sampai sekarang perasaan 'terlambat...' masih bergejolak dalam diriku. Malah, aku merasa cukup bangga karena tidak jatuh berlutut di tempat itu.


...Tapi, penyanyi itu sudah kembali ke rumahnya. Memang benar bahwa Diva-sama sangat kuat sebagai kucing pencuri baru, tapi setelah masalahnya terselesaikan, mungkin kita tidak akan bertemu lagi denganya. Toh, masalah yang dia hadapi sudah selesai.


"Pokoknya, aku baik-baik saja."


"Benarkah?... Tapi, tolong jangan memaksakan diri anda terlalu keras."


"Ya. Terima kasih."


Saat bel berbunyi untuk mengugumkan mulainya kelas, dan ketika semua orang bergegas untuk mengambil tempat duduk mereka, sensei memasuki ruang kelas.


"Ayo, semua duduk cepat-cepat. Hari ini aku akan memperkenalkan murid pindahan."


Dengan kata-kata guru itu, suasana di kelas langsung menjadi ramai.


Murid pindahan adalah acara yang langka dalam kehidupan sekolah. Jadi, wajar saja kalau suasana menjadi heboh... tapi aku punya firasat buruk tentang ini. Dan dalam kasusku biasanya firasatku cenderung benar.


"Kamu bisa masuk."


Seolah mengikuti panggilan sensei, pintu kelas terbuka, dan para siswa di kelas mulai mengeluarkan sua

ra keras saat seorang gadis masuk.

 

Dengan rambut panjang berwarna perak yang bergoyang. Wajahnya dingin yang mengingatkan pada bunga salju.


Tidak ada satu hari pun yang berlalu tanpa aku melihatnya di TV, media sosial, atau iklan.


"...Aku Hane Otoha. Senang bertemu dengan kalian."


(Apa-apaan ini!?)


Tak perlu dikatakan lagi, aku langsung jatuh di mejaku.







Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال