> ABSOLUT ROMANCE

Tanpa judul


 


CHAPTER 4  OJOU DAN DIVA





Berita tentang pindahnya seorang diva yang sedang hiatus dengan cepat menyebar ke seluruh sekolah.



"Wah, ini benar-benar Hane Otoha yang asli!"



"Kenapa dia pindah ke sekolah kita!?"



"Bolehkah aku meminta kontak mu...!"



"Aku penggemar beratmu! Tolong beri aku jabat tangan!"



Begitu pelajaran selesai setelah homeroom, sekelompok orang segera berkumpul di sekelilingnya. Jumlahnya terus bertambah setiap kali jam  istirahat kedua dan ketiga tiba, bahkan ada kerumunan orang yang menonton di luar kelas.



Pada waktu istirahat siang, OSIS harus turun tangan langsung untuk memberi peringatan pada para pengamat yang berkumpul.



"Aku tidak pernah menyangka kalo dia akan pindah ke sekolah kita..."



Ojou telah menundukkan kepalanya di atas meja sejak pagi. Jarang sekali melihatnya begitu depresi seperti itu, tapi aku benar-benar tidak tahu apa yang membuatnya begitu depresi.



"Mungkin prosedur pindahnya sudah dilakukan sejak beberapa waktu lalu, kita hanya tidak beruntung..."



Yukimichi menatap ojou dengan tatapan penuh simpati.



...Apa hanya perasaanku saja, atau aku merasa ditinggalkan sendirian.



Bagaimanapun juga, karena kerumunan orang yang begitu banyak, sejak pagi hingga homeroom di sore hari, kami bahkan tidak bisa mendekati Otoha-san, apalagi berbicara dengannya.



Ojou juga tampak malu, tidak berusaha mendekat dengan aktif.



Padahal pada liburan sebelumnya, mereka banyak berbicara di dalam mobil saat perjalanan pulang... Mungkin karena satu-satunya kesamaan mereka adalah aku, ojou terus bertanya seperti, 'Apa hubunganmu dengan Kageto?' atau 'Apa Kageto cocok melayaniku?' Dengan adanya perpindahan ini, aku berharap mereka bisa menemukan lebih banyak topik untuk dibicarakan di antara ojou dan Otoha-san.



Dengan begitu, ojou mungkin akan memiliki teman baik seperti Otoha-san.



"Um, Hane-san! Kau pasti masih belum terbiasa dengan sekolah ini, kan!?"



"Jika kamu tidak keberatan, izinkan aku mengajakmu berkeliling!"



"Hei, kamu mau curi start ya!"



Pertarungan penting untuk mendapatkan kehormatan menjadi pemandu Hane Otoha segera dimulai.



Gelombang itu terus meluas, hingga sepertinya OSIS harus turun tangan lagi, namun...



"Terima kasih. Tapi, aku baik-baik saja."



Otoha-san, yang selama ini tetap diam, tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya dan berjalan perlahan menuju tempat duduk kami,



"Aku akan meminta Kageto untuk mengantarku."



Dengan kata-kata itu, ruang kelas yang berisik menjadi sunyi seolah semua suara telah menghilang, dan kemudian...



"EeEEeEEE—!?"



Suara para siswa membesar seketika, pecah bagaikan balon.



"Hei, Yogiri! Apa kamu kenal Hane Otoha!?"



"Jadi, apa hubungan kalian sebenarnya!?"



Kali ini gelombang rasa ingin tahu dari teman-teman sekelasku kini beralih ke arahku.



Memang, jika aku mengenal seorang diva terkenal, reaksi mereka pasti akan seperti itu.



Tapi, saat ditanya 'apa hubungan kami', aku tidak tahu harus menjawab apa. Apa tidak terlalu lancang untuk menyebut kalo kami adalah teman? Atau mungkin rekan pelarian? Aku sulit menemukan kata yang tepat.



"Hubungan antara aku dan Kageto adalah..."



Saat aku masih berpikir keras, sepertinya Otoha-san sudah menyusun jawabannya terlebih dahulu. Dia menyentuh bibirnya dengan jari telunjuk yang ramping dan cantik, membuat para siswa terpesona dan menahan napas mereka.



Setelah hening sejenak, Otoha-san berkata,



"...rahasia."



Dia tersenyum, senyum yang indah dan rapuh seperti salju.



...Hubungan rahasia, ya. Memang, kata 'kabur dari rumah' bukanlah sesuatu yang biasa diumumkan kemana-mana, dan fakta bahwa dia 'tidak bisa bernyanyi lagi' juga belum dipublikasikan. 



Mungkin lebih baik jika ini tetap dalam tabir kerahasiaan. Seperti yang diharapkan dari seorang diva. Menangani hal seperti ini adalah keahliannya.



"Hubungan rahasia...?!"



"Mungkin kalian sepasang kekasih atau semacamnya!?"



"...Itu juga rahasia."



Siswa perempuan yang bertanya dengan antusias dijawab oleh Otoha-san dengan tersenyum. Ini mungkin karena jika dia menambahkan kata-kata dengan buruk, akan terlihat bahwa dia kabur dari rumah atau dia tidak bisa lagi menyanyi.  Apa membatasi informasi seminimal mungkin adalah cara untuk melindungi dirinya, mungkin itu yang dia pikirkan? 



"Ojou. Tanggapan Otoha-san benar-benar defensif. Saya rasa ini akan membantu."



"Defensif? Bukankah menyinggung adalah suatu kesalahan... aku tidak percaya poin pengalaman yang ku kumpulkan dari berurusan dengan media begitu merepotkan...!"



Ojou terlihat sedikit kesal saat mengatakannya.



"...Kageto. Ayo pergi."



Otoha-san meraih tanganku dengan tangan putih indahnya seperti salju.



"Ojou. Apa tidak apa-apa?"



"Ya, Menurutku tidak apa-apa. Menurutku dia akan merasa lebih nyaman jika seseorang yang dia kenal tetap bersamanya."



Ojou tersenyum dan berdiri dari kursinya.



"Baiklah, ayo pergi. Kita tidak ingin menyia-nyiakan waktu sepulang sekolah kita yang berharga, kan?"



Setelah mengatakan itu, ojou lalu memeluk lenganku erat-erat.



...Entah kenapa rasanya dia menekan dadanya ke arahku, mungkin karena kata-kata dari permainan 'Jinsei Game (tentatif)' terngiang di kepalaku.



"...Cukup Kageto saja yang  mengajakku berkeliling."



"Tak perlu khawatirkan aku. Seperti saat liburan sebelumnya, kita bisa berkeliling bertiga."



"........."



"........."



"Saat itu kita tidak berkeliling bertiga. Hanya aku dan Kagehito."



"Oh. Di taman, kita bertiga bersama. Bagaimana kalau kita jalan-jalan bersama seperti yang kita lakukan terakhir kali saat kita sedang berlibur?"



"............"



"............"



"...Saat itu, tidak ada kita bertiga yang berjalan-jalan. Yang ada hanya kita berdua, kan Kageto?"



"Oh, kita bertiga sedang bersama di taman. Apa kamu lupa apa yang kita bicarakan di mobil dalam perjalanan pulang?"



"............"



"............"



Untuk sesaat. Itu hanya sesaat, tapi entah kenapa...  aku bisa melihat gambaran dua orang yang bertarung satu sama lain dengan pedang mereka, dan bunga api beterbangan. itu aneh. Apa kau lelah? Mengelola kesehatan adalah hal dasar. Aku masih belum cukup matang.



"’Bertiga’... ‘Seperti saat liburan’...? Jadi apa itu berti, Tendou-san juga ada?"



"Jadi begitu. Bukan hanya Yogiri dan Hane-san, tapi Tendou-san juga ada."



"Tentu saja. Yogiri bekerja untuk Tendou-san."



Sepertinya teman-teman sekelas juga tampaknya mulai memahami hubungan kami.



Seperti yang diharapkan dari ojou. Untuk menyembunyikan hal-hal yang tidak ingin diungkapkan seperti 'kabur dari rumah' dan 'tidak bisa bernyanyi lagi' dari Otoha-san, dia mengalihkan perhatian semua orang dengan menyatakan kehadirannya sendiri. Kemampuan beradaptasi Otoha-san luar biasa, tapi ojou juga tidak kalah.



"...hei, Kageto."



"Ya? Ada apa Yukimichi?"



"Bagaimana kau bisa tetap tenang di antara dua orang dengan aura mengintimidasi seperti itu? Kalo itu aku, aku pasti akan dipotong-potong seperti steak yang dipotong dadu dalam sekejap. Aku kagum padamu."



"Kau selalu bicara aneh... Aku ingin menanyakan sesuatu pada mu, tapi apa kau mau ikut dengan kami sebagai pemandu? kau adalah orang yang tahu seluk beluk sekolah ini, jadi akan sangat membantu kau ikut bergabung."



"Hei, Kageto, jaga ucapanmu."



Yukimichi tersenyum samar dan mengangkat bahunya.



"............"



"............"



Tatapan diam ojou dan Otoha-san tertuju pada  Yukimichi.



"Ada saatnya di dunia ini dimana kehidupan bisa hilang hanya dengan satu kata, kan?."



"Kau selalu berlebihan."



Sungguh. Itu kebiasaan buruk Yukimichi.



Kadang-kadang orang ini mengatakan hal yang berlebihan..



"...kalo begitu ayo kita pergi, Hane-san."



"...Baiklah. Ayo pergi, Tendou-san."



Keduanya terlihat semakin akrab.



Mungkin mereka akan menjadi teman baik.




"Di sana adalah kantin. Mungkin sulit untuk digunakan sekarang, tapi setelah situasinya sudah mulai tenang, silakan coba. Rasanya cukup populer di kalangan siswa."



"...Akan kuingat. Saat itu, maukah kamu datang bersama, Kageto?"



"Tentu. Makan siang bertiga mungkin tidak buruk."



"...Tidak harus bertiga."



"Baiklah. Kalau begitu, mari kita ajak Kazami, jadi berempat."



Sejak tadi aku mengantar mereka berkeliling sekolah, dan sudah banyak kata-kata yang terucap di antara ojou dan Otoha-san. Anehnya, dalam pandanganku, mereka berdua tampak seperti sedang bertarung dengan pedang, tapi mungkin itu hanya imajinasiku akibat kelelahan.



(Mungkin ini pertama kalinya aku melihat ojou berbicara sebanyak ini dengan wanita lain di sekolah... Bahkan Otoha-san sepertinya lebih banyak bicara daripada saat liburan itu.)



Baik ojou maupun Otoha-san tersenyum, dan sepertinya mereka cocok satu sama lain. Mungkin, dengan sedikit dorongan, mereka bisa menjadi teman baik.



"Ini adalah halaman tengah. Seperti yang kau lihat, ini cukup luas sehingga saat istirahat makan siang banyak yang berjemur di rumput atau bermain. Bunga-bunga indah di sana adalah hasil kerja keras klub berkebun. ...Bagaimana? Mau beristirahat di bangku sambil melihat bunga-bunga?"



"...Benar. Tidak ada gunanya terus-menerus tegang."



"...Setuju. Mungkin istirahat sebentar di sini adalah ide yang bagus."



Kebetulan, tur sekolah berakhir di halaman tengah, jadi aku membimbing mereka ke bangku.



...Aku tidak berharap mereka duduk berdekatan, tapi aku juga tidak mengira mereka akan duduk di ujung yang berlawanan.



Melihat ini, sepertinya mereka tidak terlalu akrab... tidak, mungkin... mereka berdua...



(....Apa mereka malu?) 



Jadi begitu. Mungkin karena ada aku sebagai pihak ketiga, ojou dan Otoha-san merasa malu dan tidak bisa bersikap ramah. Dengan begitu, mungkin mereka sebenarnya cocok satu sama lain.



(...Baiklah)



Aku sudah lama merasa prihatin karena ojou tidak punya teman di sekolah.



Jika itu Otoha-san, aku yakin dia akan rukun dengan ojou dan mereka akan menjadi teman baik.



Mungkin ini terlalu lancang, tapi aku akan mencoba mendorong mereka sedikit.



"Ojou. Otoha-san. Pasti kalian haus, kan? Aku akan membelikan minuman, jadi kalian bisa beristirahat di sini."



Tanpa memberi mereka kesempatan untuk menjawab, aku segera pergi dari situ.



Aku benar-benar akan membeli minuman, tapi bukan dari toko atau mesin penjual otomatis di sekolah, melainkan dari kedai kopi di dekat sekolah.



(Semoga selama waktu ini, mereka bisa semakin akrab.)



 



POV OJOU





...Dia pergi sebelum aku bisa menghentikannya. 



Sungguh, Kageto. Apa sih yang dia pikirkan?



"...."



Hane Otoha juga tampak sedikit bingung karena tiba-tiba di tinggal berdua denganku. ...Meski begitu, sebenarnya aku juga merasa sedikit canggung.



Tadi, aku cukup bersemangat untuk menjaga jarak dari si kucing pencuri ini, tapi dengan kepergian Kageto, semangat itu pun meredup.



Tapi, tetap diam seperti ini dalam waktu lama  juga tidak nyaman.



"...Hei."



"...Hmm?"



"...Apa kamu sudah bisa bernyanyi lagi?"



"...Ya. Sedikit demi sedikit, tapi sejak hari itu aku mulai bisa bernyanyi lagi. Sekarang aku sedang latihan dan menjalani rehabilitasi. Aku berencana menikmati kehidupan sekolahku juga. Dengan pengalaman hidup sebagai siswa, mungkin aku bisa memperluas ekspresi seniku... dan juga untuk menenangkan ayah."



"Begitu. Itu yang terpenting."



"... Apa kau mengkhawatirkanku?"



"B-bukan begitu. Hanya saja... Suaramu itu, walau aku harus mengakuinya dengan berat hati, benar-benar luar biasa. Akan sangat disayangkan jika itu hilang."



"...Itu namanya khawatir, kan?"



"Sudah kubilang bukan begitu."



Dahlah, aku tidak tau anak ini sedikit polos atau apa?



Lebih baik aku mengganti topik.



"Lalu, kenapa kamu pindah ke sekolah ini?"



"...Sudah lama aku tertarik untuk masuk ke sekolah ini. Dulu ini tempat ibuku bersekolah. Aku tidak tahu kalo Kageto juga bersekolah  di sini, jadi itu kebetulan yang menyenangkan."



"Ibumu ya... Dulu aku pernah mendengar beberapa lagunya... Itu adalah lagu yang menyentuh hati dan penuh warna. Bahkan aku harus mengakuinya."



"...entu saja. Dia ibuku."



"Sejak liburan itu, aku sudah berpikir... Kamu ternyata bisa menunjukkan sisi seperti ini. Di TV, kamu terlihat lebih dingin."



"....Itu berkat Kageto."



Jadi begitu. Sungguh... Kageto, kalau kamu tidak diawasi sedikit saja, kamu selalu melakukan hal-hal seperti ini. Aku juga salah satu yang telah diselamatkan olehnya, jadi aku mengerti perasaan anak ini.



"...Aku ingin selalu bersamanya. Aku tidak ingin menyerahkannya pada siapa pun. Aku belum pernah merasakan hal ini sebelumnya. Perasaan ini pertama kali muncul karena Kageto."



"...Begitu ya."



Angin sore di halaman sekolah mengusap lembut pipi kami.



"Ya, aku juga mengerti perasaanmu itu."



Karena kami berdua telah diselamatkan oleh orang yang sama, dan jatuh cinta pada orang yang sama.



"...Putri dari Grup Tendou. Aku hanya pernah melihatmu sekilas di pesta, tapi ternyata kamu..."



"Kamu terkejut karena aku lebih manis dari yang kamu kira?"



"....Kamu adalah orang yang menyenangkan dan menghibur."



"Apa itu pujian?"



"...Aku memuji."



Sejujurnya aku tidak yakin apa aku harus senang atau tidak.



"...Kamu cantik, imut, pintar, pandai olahraga, dan kau majikannya Kageto. Kau rival yang kuat."



"...Benar? Kamu juga cantik seperti elf dari buku cerita. Suaramu, meskipun aku harus mengakuinya dengan berat hati, suaramu memang luar biasa. Dibandingkan dengan kucing pencuri lainnya, menurutku kau cukup merepotkan."



Belum pernah aku melakukan percakapan seberani ini dengan gadis lain di sekolah.



Jadi rasanya agak aneh.



"....Tapi, aku tidak akan kalah."



"Itu harusnya kata-kataku."



Tidak peduli seberapa kuat lawanku, aku tidak akan menyerahkan Kageto.



"Ojou, Otoha-san."



Akhirnya Kageto kembali. Melihat tas kertas dari kedai kopi di tangannya, jelas dia sengaja pergieninggalkan kami berdua.



"Maaf membuat kalian menunggu. Maaf lama. Tadi di tengah jalan, aku dipanggil oleh kenalanku."



"Tidak masalah. Kami di sini juga menikmati waktu kami."



"...Ya. Itu adalah saat yang penuh arti."



"Itu yang terpenting."



Aku menerima kopi dari Kageto. Logo yang tertera adalah milik toko yang berada di bawah payung Grup Tendou. ...Seperti yang diharapkan dari, Kagehito dia tahu persis rasa apa yang ku suka. Oh ya. Aku juga memberikan beberapa saran dan melakukan perbaikan pada espresso ini selama pengembangan. Hasilnya, penjualan mengalami peningkatan dibandingkan sebelum adanya perbaikan...



"Tunggu sebentar."



"Ojou?"



Intuisiku memberi tahu bahwa ada sesuatu yang tidak boleh aku abaikan dari kata-kata Kageto tadi...



"Kagehito, tadi kamu bilang kalo kamu dipanggil oleh seseorang kenalanmu, kan?"



"Ya. Kenapa memangnya?"



"Siapa yang memanggilmu dan untuk urusan apa?"



"Seorang anggota tim basket putri dari kelas C. Katanya ada permintaan yang sangat ingin disampaikan."



"Oh... begitu. Permintaan yang ingin didengar, ya..."



Setahuku, di kelas C hanya ada satu anggota tim basket putri. Dia adalah pemain berbakat yang pernah tampil di kejuaraan nasional saat SMP dan bahkan disebut-sebut sebagai pendatang baru yang menjanjikan di majalah-majalah.



"Ngomong-ngomong, apa hubunganmu dengan anak itu?"



"Dulu, saat dia memiliki masalah dengan basket, saya kebetulan lewat dan... hanya mendengarkan ceritanya serta membantunya berlatih."



Oh, begitu. Dulu saat SMP, Kageto sering membaca buku tentang basket dan pelatihan, bahkan dia rela bangun pagi untuk membuat bekal dengan keseimbangan nutrisi yang baik... Aku sempat heran kenapa dia tiba-tiba tertarik dengan basket, tapi sekarang aku mengerti.



"Apa permintaannya?"



Sepertinya Otoha-san juga menangkap maksudku.



"Jika dia bisa memenangkan turnamen olahraga yang akan datang, dia ingin aku bergabung dengan tim basket putri... lebih tepatnya, menjadi mitra latihannya."



"".....""



Oh, begitu... mitra latihan, ya...?



Hmm... Jadi dimulai dari mitra latihan dan akhirnya menjadi pasangan hidup, begitu?



"Kageto, hari ini kita pulang saja. Tolong ambilkan tas kami dari kelas, termasuk tas Otoha-san."



"Baik, tunggu sebentar."



"Terima kasih."



Kageto pergi dengan cepat. Meskipun dia akan kembali lebih cepat dari sebelumnya, sedikit waktu pun sudah cukup.



"Hei, Otoha-san. Kamu tahu apa cabang olahraga untuk perempuan di turnamen olahraga yang akan datang?"



"...Basketball."



"Tepat. Kamu pernah bermain basket?"



"Belum pernah. Tapi aku cukup bisa dalam olahraga."



"Aku juga belum banyak bermain, tapi aku punya bakat."



"Berarti kita harus berlatih."



"Benar. Kita perlu menyiapkan fasilitas latihan dan pelatih."



"Untuk siap dalam waktu singkat, kita perlu latihan intensif. Seorang Ojou sepertimu mungkin tidak akan tahan."



"Hah? Apa kau sedang memgigau... Justru aku yang khawatir denganmu,diva  kau terlalu kurus dan lembut, mungkin saja kamu akan pingsan di tengah jalan."



"...Kaulah yang sedang memgigau. Latihan keras sudah menjadi makan hari-hariki."



Kami saling menatap. ...Niatnya jelas. Semangatnya sama.



"Aku akan siapkan fasilitas dan pelatihnya."



"...Aku akan kosongkan semua jadwal soreku."



[TL\n: jir langsung kerja sama ding sukaya si kegeto gak di rebut.]



POV KAGETO




Turnamen olahraga di   Tenjouin  Gakuen adalah acara besar bagi para siswa karena adanya hadiah yang menarik. 



Tampaknya hal ini tidak terjadi di masa lalu, tapi di satu titik, ada reformasi yang dilakukan oleh OSIS dan Komite Rekonsiliasi, komite yang dibentuk untuk mengurangi kesenjangan antara siswa internal dan eksternal, – dan menjadi seperti sekarang ini, sepertinya akan ada hadiah yang dibagikan.



Akibatnya, semangat siswa yang menunggu di kelas sangat tinggi. Terutama para anggota klub olahraga, mereka sangat bersemangat. Dan untuk siswa yang tergabung dalam klub yang sesuai dengan cabang olahraga yang dipertandingkan, harapan dari sekitar mereka juga besar.



"Meskipun begitu... kita bukan anggota inti dari tim basket."



"Dan di kelas C ada Oda-san..."



Honami Oda. Meskipun dia masih kelas satu, dia sudah menjadi pemain inti tim basket putri... Tidak, dia adalah bintang baru yang diharapkan dalam dunia basket putri. Saat di SMP, dia pernah menghadapi masalah, tapi dia berhasil mengatasinya dan bahkan tampil di kejuaraan nasional.



"Oda-san adalah satu-satunya anggota bola basket di Kelas C, tapi tetap saja..."



"Tidak peduli berapa banyak orang seperti kita, kita tidak bisa berbuat apa-apa..."



Aikawa-san dan Ueno-san ini adalah teman sekelas Oda sejak SMP. Jadi mereka adalah siswa internal dan tentunya tahu betul kemampuan Oda.



"Itu tidak benar. Aikawa-san memiliki pandangan luas dan kemampuan untuk membuat keputusan cepat. Kecepatan dan timing umpanmu juga luar biasa. Ueno-san memiliki stamina untuk bermain dari awal hingga akhir, dan kemampuan menembakmu juga bagus. Yang terpenting, kalian berdua memiliki dasar yang kuat. Itu bukti dari latihan dasar yang kalian lakukan dengan tekun."



"Yogiri-kun, apa kamu memperhatikan kami sejauh itu...?"



"Apa kau tidak ingat? Saat SMP, Oda-san pernah mengundangku untuk melihat latihan tim basket putri."



"Tentu aku ingat, tapi kupikir kamu hanya memperhatikan Oda-san..."



"Tidak seperti itu. Aku memperhatikan usaha kalian semua. Aikawa-san, Ueno-san... dan anggota tim lainnya yang berlatih keras demi kejuaraan nasional, kalian semua bersinar dan itu tidak kalah dari Oda-san."



Mungkin karena aku pernah melihat ojou yang telah bekerja keras sejak kecil tanpa terbawa oleh bakatnya atau bersikap sombong. Orang-orang yang bekerja keras terlihat bersinar di mataku. Sudah tertanam dalam diri ku untuk ingin mendukung orang-orang seperti itu, meski hanya sedikit.



"...Oh, benar. Jika kalian tidak keberatan, silakan gunakan ini bersama-sama."



"Apa ini... tas pendingin? Apa isinya?"



"Jika kita melanjutkan ke babak berikutnya di turnamen olahraga, kita akan banyak bertanding, jadi di dalamnya ada onigiri, jeli, dan makanan lain yang bisa menjadi penambah energi. Minuman juga sudah disiapkan, jadi silakan dinikmati bersama-sama."



"Apa kamu bersusah payah menyiapkannya untuk kami?"



"Apa ini semua buatan tangan? Pasti kamu bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkannya..."



"Hanya ini yang bisa kulakukan."



Sebenarnya, aku juga ingin ikut dalam pertandingan dan mendukung ojou, tapi aku tidak bisa ikut dalam pertandingan putri. Hanya ini yang bisa kulakukan dan rasanya ini sungguh mengecewakan.



"...Terima kasih, Yogiri-kun."



"...Kita tidak boleh menyerah sebelum pertandingan dimulai. Ayo, kita juga akan melakukan yang terbaik!"



"Ya. Semangat! Aku akan mendukung kalian dari balik layar."



Itu adalah hal terbaik yang dapat saya lakukan sebagai seseorang yang melayani ojou.



"—Sampai di sini saja, Kageto."



"...Angkat tanganmu dan jangan bergerak."



Ojou dan Otoha-san muncul di kelas. Mereka sudah selesai berganti pakaian di ruang ganti dan mengenakan pakaian olahraga Tenjouin  Gakuen. Untuk kenyamanan saat berolahraga, rambut mereka diikat ke belakang, hari ini keduanya berponi ekor kuda.



"Kenapa harus angkat tangan...?"



"Kami memintamu untuk tidak bergerak."



Aku menurut, meski tidak mengerti kenapa harus diinstruksikan begitu.



Ojou dan Otoha-san melirik ke arah Aikawa-san dan Ueno-san, dan keduanya mulai terlihat sedih.



"Tidak mungkin... hanya dalam sekejap saat kita berganti pakaian...!?"



"...Terlalu cekatan...!"



Entah kenapa, mereka berdua terlihat sudah sangat dekat.



Mereka sering berlatih bersama hampir setiap hari hingga hari turnamen olahraga ini tiba.



"Kageto. Sekarang kamu pergilah ke bagian putra."



"Tapi, masih ada cukup waktu..."



"...Jangan membuat mereka menunggu."



Begitu saja, mereka berdua mendorong punggungku, dan aku didorong ke arah Yukimichi, aku merasa seperti  di usir mereka.



"Ah, eh, ojou! Kalian semua! Semangat, ya!"


 











POV OJOU




"Kita tidak bisa lengah sedikit pun ya..."



"...Tidak ada waktu untuk beristirahat."



Aku hanya bisa setuju dengan kata-kata Hane-san. Kami berdua menghela napas bersamaan, mungkin ini berarti kami mulai sejalan, meskipun igu sedikit menyebalkan.



"Tapi, Aikawa-san dan Ueno-san tidak terlalu mengkhawatirkan. Mereka masih di tahap 'mungkin?' Mereka tidak terlalu mengancam seperti kucing pencuri bernama Honami Oda."



"Bagaimana kamu tahu itu?"



"ku kira itu adalah intuisi yang sudah bertahun-tahun, mungkin..."



"...Aku merasa kasihan untuk mu."



Aku sebenarnya tidak suka dikasihani, tapi kali ini rasanya menenangkan. ...Aku tidak pernah berpikir akan tiba harinya dimana aku bisa berbagi perasaan ini dengan seseorang.



...Yah, tidak apa-apa. Ada hal baik juga.



"Aikawa-san, Ueno-san. Sepertinya kalian berdua sudah mulai punya semangat untuk menang."



"Ahaha... ya, mungkin begitu."



"Eh, ketahuan ya."



"Maaf, tapi mataku tidak seburuk itu. Sebelumnya kalian terlihat merasa tidak mungkin bisa mengalahkan Honami Oda... tapi sekarang sepertinya sudah berbeda?"



Aku punya berbagai pemikiran tentang tindakan Kageto, tapi aku berterima kasih karena dia telah melunakkan hati kedua orang ini.



"Tenang saja. Memang, jika hanya kalian berdua, peluang menang mungkin rendah... Tapi dalam tim ini ada aku dan Hane-san, dan format pertandingan adalah empat lawan empat karena jumlahnya. Jadi, tidak seperti pertandingan biasa. Terlebih lagi..."



""Apa?""



Saat dua pasang mata mereka tertuju padaku,



"Untuk menghadapi turnamen bola ini, aku dan Hane-san telah menjalani latihan keras berdarah-darah."



Dengan penuh percaya diri, aku mengatakan itu dengan tegas.



""Latihan keras berdarah-darah...?""



Mereka berdua terdiam mendengar kata-kataku.



...Aneh. Seharusnya ini saatnya mereka bertepuk tangan dan terkesan. ...Mungkin mereka mengira latihan kami setengah-setengah.



"Ya. Latihan kami tidak setengah-setengah. Kami menyewa fasilitas dan bahkan mempekerjakan pelatih profesional untuk melatih kami dengan keras."



"Luar biasa. Seperti yang diharapkan dari seorang ojou dari kelompok Tendou..."



"Begitu ya? Hane-san..."



"Ya. Hmm. Sempurna. Aku pastinya ingin menang, jadi aku melakukan yang terbaik"



Hane-san mengangguk dengan ekspresi dinginnya dan membuat tanda peace.



Melihat kami berdua, Aikawa-san dan Ueno-san saling bertatapan—



"Pfft. Hahaha..."



"Ahahaha!"



Entah kenapa mereka meledak tertawa.



"...Ah, maaf, maaf. Kami tidak bermaksud mengejek kalian."



"Ini padahal cuman turnamen bola basket biasa tapi  kalian terlalu serius...haha"



Sepertinya mereka tidak bermaksud mengejek kami.



Tapi tetap saja, aku tidak mengira akan ditertawakan... Wajar kalo kami sangat serius menghadapi turnamen  basket ini. Kami harus menghentikan si kucing pencuri itu dengan cara apa pun.



"Tapi, latihan keras berdarah-darah itu..."



"Tendou-san... kamu ternyata orang yang lebih menarik dari yang kukira."




"Hah? Apa maksudmu menarik?"



Hal itu dikatakan lagi. menarik? Bukankah itu membuatku merasa seperti seorang komedian?



"...Ya. Tendou-san menarik. Dan menyegarkan."



"Haha. Hane-san juga lebih menyenangkan dari yang kukira."



"Maksudku, seharusnya kalian  mengundang kami untuk latihan intensif."



Sebenarnya aku pernah memikirkan itu. Tapi...



"Kalian punya latihan basket setelah sekolah, kan?"



"...Kami tidak bisa mengurangi waktu latihan klub kalian hanya untuk turnamen bola ini."



Mendengar itu, Aikawa-san dan Ueno-san membelalakkan mata mereka.



"Tendou-san dan yang lainnya ternyata serius juga ya...?"



"Benar-benar. Ternyata mereka lebih bisa didekati dari yang kami kira..."



Keduanya sepertinya sedang mencari kata-kata yang tepat. Lalu sedikit demi sedikit, mereka merangkai kata-kata mereka.



"...Aku tidak tahu harus berkata apa. Tak satu pun dari kalian yang terlihat menakutkan, tapi..."



"Aku merasa kalian seperti Takamine no Hana mungkin? Kami merasa beda kelas, jadi jarang mengajak bicara. ...Tapi ternyata sangat menyenangkan, seharusnya dari dulu kami ajak bicara."



[TL\n:Takamine no Hana adalah sebuah ungkapan dalam bahasa Jepang yang secara harfiah berarti 'bunga di puncak gunung'. Ungkapan ini digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang indah tetapi sulit dijangkau atau dicapai.]



...Itukah yang mereka pikirkan. Tapi aku tidak terlalu peduli juga sih. .



"Yah, begitu. Latihan yang intemsid, ya. Kami sebagai tim basket tidak boleh kalah."



"Aku mulai merasa bisa menang! Ayo berjuang bersama untuk juara!"



Apapun itu, kalo semangat mereka naik itu adalah hal yang baik.



"Jangan hanya bertujuan untuk itu. Kita harus juara. Jangan salah paham soal itu."



"...Aku tidak tertarik pada hal lain.”



Saat aku dan Hane-san mengatakan itu dengan tegas, Aikawa-san dan Ueno-san juga mengangguk.



"Benar! Kita tidak boleh takut!"



"Ayo juara bersama! Dengan kita!"







POV KAGETO




Pertandingan pertama para gadis mungkin sudah selesai sekitar waktu ini.



Aku ingin mendukung Ojou, tapi sayangnya aku diperingatkan sebelumnya, 'Kamu tidak perlu bersorak untuk kami. Cukup nikmati hasilnya saja.' Jadi aku harus menyerah.



Karena ini adalah Ojou, aku yakin dia pasti memenangkan pertandingan pertama.



Bagaimanapun, dia sudah berlatih keras setelah sekolah, dan meskipun aku merasa kasihan pada anggota tim lawan, mereka tidak mungkin menang dengan perbedaan kekuatan yang begitu besar.



"Oh, Kageto. Ternyata kau di halaman. Aku mencarimu."



"Yoo..Yukimichi, apa pertandingannya sebentar lagi?"



"Benar. Meski kamu selalu tepat waktu dan aku tidak khawatir, aku tetap mencarimu. Jika sampai terlambat, itu bisa mempengaruhi semangat tim."



"Tidak hanya para gadis, kamu juga sangat bersemangat untuk turnamen bola kali ini, kan?"



"Ha, tentu saja. Sebagai siswa SMA, kita tidak hanya harus serius dalam belajar tapi juga berolahraga, mengeluarkan keringat yang sehat, dan menikmati masa muda dengan benar-benar—"



"Jadi, apa yang sebenarnya kamu inginkan?"



"Mendapatkan tiket undangan khusus ke Wonder Festival Land dan menjadi populer di kalangan gadis-gadis."



"Kejujuranmu itu patut diacungi jempol."



Hadiah juara turnamen bola adalah sesuatu yang berbeda untuk setiap tingkatan kelas.



Untuk kelas satu, hadiahnya adalah tiket undangan khusus ke Wonder Festival Land, taman hiburan yang sedang populer. Di internet, tiket ini diperjualbelikan dengan harga tinggi dan sulit didapatkan.



Ngomong-ngomong, Wonder Festival Land dikelola oleh perusahaan di bawah naungan Grup Tendou, dan beberapa atraksi di sana ditingkatkan berdasarkan saran dari Ojou, yang mengakibatkan peningkatan penjualan dan reputasi telah meningkat pesat.



"Kamu mungkin tidak begitu peduli, tapi teman-teman sekelas kita sangat bersemangat dengan hanya satu tiket taman hiburan.”



"Tiket undangan khusus ke Wonder Festival Land adalah tiket ajaib yang benar-benar bisa membuat gadis-gadis mendekatimu hanya dengan memilikinya. Tentu saja kami semua bersemangat... tapi hei, jangan sampai mengatakan hal itu di depan teman-teman pria lainnya."



"Aku tidak berniat mengatakannya, tapi kenapa?"



"Karena bisa berbahaya jika kamu tidak menjaga mulutmu."



Tentu saja aku peduli dengan hidupku, karena jika aku mati, aku tidak akan bisa melayani Ojou lagi.



"Pertandingan basket putri kelas 1-A tadi luar biasa ya."



"Iya. Jujur saja, aku terkesima."



Percakapan para siswa laki-laki itu sampai ke telingaku.



"Mereka benar-benar mengalahkan kelas D dengan telak."



"Kalo mereka terus begini mereka mungkin bisa mengalahkan kelas C yang digadang-gadang sebagai juara."



Seperti yang diharapkan dari Ojou. Ternyata pertandingan berjalan lancar dan mereka menang tanpa masalah.



"Hei, kalian. Kenapa kalian serius nonton basket? Bukan itu yang harus kalian perhatikan."



Seorang siswa laki-laki bertubuh besar ikut mengobrol dengan para siswa yang sedang mengagumi permainan anak perempuan. Dia memiliki ekspresi yang agak menyeringai dan kejam di wajahnya.



"Lalu, apa yang kamu perhatikan?"



"Tentu saja, tubuh seksi Tendou."



 






POV YUKIMICHI




"Sayang sekali kita dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Kenapa kita tidak mengajaknya bermain basket setelah sekolah saja, dan secara diam-diam menyentuh payudara besarnya itu?"



"Astaga, ucapanmu barusan benar-benar rendah."



"Jangan sok baik. Bagaimana kalau kalian ikut juga? Siapa tahu kita bisa menyentuhnya."



"Tidak mungkinlah. Kamu bodoh sekali."



Tawa kotor siswa laki-laki besar itu perlahan menghilang.



Hingga suara itu benar-benar tidak terdengar lagi, Yukimichi Kazami tidak bisa menatap wajah Kageto dengan benar.



Kageto sendiri diam tak bergerak seperti batu, mungkin karena jika tidak, dia bisa saja melepaskan aura membunuh. Dan dia sangat menyadari itu.



Pada dasarnya, Kageto selalu berusaha menjadi orang yang pantas melayani tuannya, Tendou Hoshine. Sebagai anak yatim terlantar yang diselamatkan Hoshine Tendou, dia tidak ingin menjadi noda bagi Hoshine Tendou. Dia tidak ingin merepotkannya. Oleh karena itu, dia berusaha menjadi 'manusia baik yang pantas untuk tuan yang hebat'.



... Yah, karena itu, dia sering kali tapi itu sebabnya dia sering memasang bendera di mana-mana, yang pastinya membuat Tendou-san merasa rumit.



[TL\n: kalian para sepuh novel\anime\manga pasti taulah arti ‘memasang bendera’, kalo kalian yang gak tau, ya riset sendiri anjing, jangan manja.]



Bagaimanapun juga, itulah sebabnya sekarang dia berusaha menghindari masalah agar tidak merepotkan tuannya dengan masalah yang tidak perlu... meskipun aura kemarahannya sangat terasa.



"…Yukimichi. Laki-laki tadi itu dari kelas 1-E, kan?"



"Uh, iya... benar. Kok kamu tahu?"



"Ini sekolah tempat Ojou bersekolah. Aku sudah menghafal wajah, nama, dan kelas semua siswa di sekolah ini... Dan kita akan bertemu dengan mereka di pertandingan berikutnya."



"...Pertandingan berikutnya, ya."



"Bagus, ini kebetulan sekali."



Meskipun wajah Kageto tampak tersenyum, aku bisa melihat dengan jelas aura gelap yang memancar darinya. Jujur aku sangat takut sehingga aku bersyukur orang ini bukan musuhku.



"Sebagai siswa SMA, kita harus serius dalam belajar dan juga olahraga, mengeluarkan keringat yang sehat, dan menikmati masa muda dengan benar. Supaya serangga-serangga jahat tidak bisa berpikir macam-macam."



Sejujurnya, aku pikir pertandingan melawan kelas E adalah pertandingan yang paling sulit.



karena anggota tim sepak bola, termasuk siswa laki-laki bertubuh besar yang telah menyulut kemarahan Kageto sebelumnya, termasuk pemain paling berbakat bahkan di tahun pertama. Tapi sepertinya, aku tidak perlu lagi khawatir tentang pertandingan berikutnya.



Motivasi Kageto jauh lebih tinggi daripada siapa pun di tim kami. Malah, sepertinya kita harus khawatir tentang lawan kita.



Bagaimanapun juga, ini hanya turnamen olahraga. Hanya sepak bola.



Tidak ada masalah selama kita bermain sesuai aturan.



Misalnya, kalau mereka kalah telak sampai harga diri mereka sebagai pemain sepak bola hancur dan mereka tidak punya semangat lagi untuk melakukan apa pun setelah sekolah, itu masih dalam batas aturan.



"Aku berdoa atas keselamatak kalin...."



Aku menyatukan tanganku di dalam hati terhadap anggota klub sepak bola besar yang bahkan tidak kukenal itu.



Ngomong-ngomong, kami, Kelas 1A, meraih kemenangan luar biasa yang belum pernah terjadi sebelumnya dan memperoleh hadiah kemenangan, tiket undangan khusus ke Wonder Festival Land.



POV KAGETO




...Sebagai hasilnya.



Divisi putri tahun pertama Turnamen Permainan Bola  Tenjouin  Gakuen dimenangkan oleh kelas A tahun pertama, tim yang dimiliki Ojou.



"....Itu tadi pertarungan yang sengit."



Otoha-san yang membicarakan hal ini di halaman sekolah, sepertinya dia sedang mengenang pertandingan tersebut. Dia mengangguk dengan ekspresi yang penuh perasaan.



"....Seperti yang kuduga, sebagai bintang baru yang diharapkan dalam dunia basket putri SMA, jika bukan karena kekuatan tim dan Hoshine, ku pikir kami akan kalah."



"Memang benar kalo kemampuan Oda-san cukup luar biasa, tapi meskipun ada kerja sama tim, memenangkan tim yang memiliki Oda-san menunjukkan bahwa kemampuan Otoha-san dan Ojou juga luar biasa."



Kekuatan individu memang penting, tapi basket adalah olahraga tim.



Apalagi ini adalah kompetisi bola, di mana rekan satu tim sebagian besar adalah amatir. Jumlah pemain juga berbeda dari pertandingan yang normal. Dengan banyaknya kondisi yang ada, kemampuan  Ojou dan Otoha-san dalam memanfaatkan kondisi tersebut sangatlah mengagumkan.



"....Tentu saja...Aku tidak mungkin kalah dengan Otoha dan semua orang dalam tim......"



Ojou yang duduk di bangku bersama Otoha-san berbicara dengan penuh percaya diri, tapi dia terlihat mengantuk dan kelopak matanya hampir tertutup.



"...Aku tidak akan memberikanmu  pada si kucing pencuri itu......"



"...Dia enar-benar kelelahan."



Ojou bersandar di bahu Otoha-san. Dia hampir tertidur... atau bahkan, mungkin sudah tertidur.



"Karena ojou sudah melakukan banyak latihan untuk kompetisi bola hari ini. Pasti ketika ketegangan menghilang, kelelahan langsung datang menyerangnya."



"....Kageto, kamu terlihat sangat bahagia. Kenapa?"



"Selain aku senang karena  Ojou dan Otoha-san menang, aku juga sangat senang melihat jarak antara kalian sudah semakin dekat."



Kebetulan, bangku tempat Ojou dan Otoha-san duduk sekarang adalah bangku yang sama seperti pada hari pertama Otoha-san pindah ke sekolah ini.



Dulu, mereka duduk di ujung bangku yang berbeda... tapi sekarang, mereka duduk berdekatan dengan bahu yang saling bersentuhan.



Ojou dan Otowa-san. Melihat jarak mereka sekarang, aku merasa senang dan terharu.



"....Benarkah?"



"Benar. Sebelum kau menyadarinya, kalian berdua sudah mulai memanggil satu sama lain dengan nama depan kalian."



"......Itu terjadi begitu saja saat pertandingan."



Kedua orang ini memiliki sifat yang tidak mau kalah dan sedikit tidak jujur.



Sebenarnya, mungkin sejak latihan setelah jam sekolah, mereka sudah mengakui kemampuan satu sama lain, tapi karena mereka tidak bisa jujur satu sama lain, mereka jadi tidak bisa memanggil nama depan satu sama lain.



Namun, saat mereka sibuk dengan pertandingan, mereka secara alami mulai memanggil memanggil dengan nama depan mereka... menurutku mungkin begitu.



"Kalian berdua sudah menjadi teman sekarang."



"....Mungkin."



Melihat  Ojou yang tidur nyenyak di bahunya, Otoha-san tersenyum lembut.



Di mata ku, itu tampak seperti senyum bahagia.



"Hoshine adalah teman ku... ya, teman."



Otoha-san mengangguk seolah-olah memastikan hal itu dalam dirinya kalo Ojou adalah temannya. Tampaknya dalam hatinya, fakta bahwa  Ojou adalah 'temannya' sudah diterima dengan baik.



"...Tapi kami bukan hanya berteman."



"Maksudnya?"



"...Rival."



Rival ya. Memang ada aura persaingan yang kuat yang dapat kurasakan dari mereka, dan selama latihan mereka saling mendorong dan terus berkembang.



"...Karena itu. Sebagai rival, menurutku ini harus dikatakan kalo dia sangat ceroboh."



Setelah melirik Ojou yang tertidur di bahunya, Otoha-san menoleh kearaku lagi.



"....Kageto. Aki ingin hadiah."



"Hadiah untuk kemenangan dalam kompetisi bola... Kan?"



"......Ya. Aku sudah berusaha keras."



"Benar. Kau benar-benar berusaha keras."



.........Eh?



"Eh... jadi, maksudnya, aku yang memberikan hadiah pada Otoha-san?"



Otoha-san mengangguk malu-malu sebagai jawaban atas pertanyaan konfirmasiku.



"Hadiah untuk juara kelas satu adalah 'Tiket Undangan Khusus ke Wonder Festival Land'... bagaimana kalau kita pergi kencan bersama dengan ini?"



Karena aku menang di sepak bola dan Otoha-san menang di basket, kami berdua memiliki 'tiket undangan khusus' ini. Akan sangat disayangkan jika tidak digunakan. Selain itu,



"Oh, tentang itu ya. Tidak masalah, aku juga sudah mendengarnya dari Ojou."



"...Apa maksudmu?"



"Soal pergi ke Wonder Festival Land dengan tiket hadiah juara, kan? Bersama aku, Otowa-san, dan Ojou."



"Bertiga...?"



Ini aneh. Reaksi Otoha-san seperti dia baru mendengar hal ini untuk pertama kalinya.



"Tadi malam, Ojou menceritakan. 'Jika kita bisa menang dalam kompetisi bola, kita akan menggunakan tiket hadiah untuk pergi bertiga sebagai hadiah.' ...Dan dia juga bilang, 'Aku yakin Hane-san akan mengajakmu secara resmi nanti.' Jadi kupikir itu yang kamu maksud."



Benar. Sampai kemarin, aku masih memanggilnya 'Hane-san,' jadi aku agak terkejut ketika dia tiba-tiba memanggilnya 'Otoha' tadi.



"...Tidak mungkin... dia bisa menebak tindakanku...!?"



Otoha-san melihat Ojou yang tidur di bahunya dengan mata terbelalak.



"Seperti yang diharapkan dari seorang rival... Dia tidak bisa diremehkan...!"



"Ya? Menurutku Ojou memang luar biasa."



Aku tidak terlalu paham apa yang mereka persaingkan, tapi karena dia bilang 'seperti yang diharapkan,' berarti dia sedang memuji Ojou.



"Baiklah. Mari kita pulang. Sebelum terlalu larut."



Aku merasa tidak tega membangunkan Ojou yang sedang tidur di bangku.



Jadi aku dengan hati-hati, seolah-olah sedang menangani barang berharga, aku mengangkat Ojou dengan kedua tanganku.



Dan entah kenapa, Otoha-san menatap itu dengan pandangan iri.



"...Tidak apa-apa. Untuk kali ini, aku akan mengalah."



Setelah mengatakan itu, Otoha-san juga bangkit dari bangkunya.



"...Tapi. Mungkin di lain waktu, aku ingin hadiah lain. Tentu saja itu dari Kageto."



"Haha. Jika itu sesuatu yang bisa kulakukan, aku akan melakukannya."



"...Baiklah. Aku akan memikirkannya."


 ★



"Ojou. Tolong bangunlah, Ojou."



Bahkan setelah kami tiba di mansion, Ojou masih tertidur. Dia tidur nyenyak di atas tempat tidur dengan mata terpejam.



Kalo Ojou tidur siang terlalu lama di siang hari, nanti  dia akan  susah tidur di malam hari. jadi jika memungkinkan, aku ingin dia segera bangun...  kami berdua sudah mandi di sekolah jadi aku ingin membiarkannya tidur.



"Ojou ini sudah hampir waktunya untuk makan malam. Tolong bngunlah."



"Mmuu... tidak mau..."



Sepertinya dia sudah bangun, tapi dia masih sedikit... tidak, dia cukup mengantuk.



Di pagi hari juga sangat susah untuk membangunkannya. Biasanya pelayan yang akan membangunkannya, tapi kadang-kadang aku dipanggil untuk melakukannya.



"Kageto kamu juga harus tidur bersamaku..."



"Tidak bisa. Ayo, bangunlah."



"Tidak mau..."



Mungkin karena dia tidak memiliki banyak kesempatan untuk dimanjakan oleh orang tuanya sejak dia masih kecil, Ojou jadi bersikap seperti anak kecil ketika dia setengah tertidur. Kudengar para pelayan juga kesulitan karena dia tidak mendengarkan apa yang mereka katakan ketika hal seperti ini terjadi.



Dulu pelayan pernah memberitahuku trik untuk membangunkannya.



Menolak keinginan egoisnya terus-menerus justru akan memperburuk keadaannya. Jadi cara yang paling efektif adalah dengan memenuhi keinginannya sekali untuk membuatnya tenang.



"Baiklah. Aku akan tidur bersamamu sebentar."



Dengan senyum canggung, aku ikut berbaring di tempat tidurnya.



"Mm...?"



Ojou tersenyum senang begitu melihat wajahku masuk ke tempat tidur.



"Kageto... hehe♪"



Bagus. Sepertinya suasana hatinya sudah membaik. Mungkin dia akan mau mendengarkan sekarang.



"Gyu...♪"



Ojou sedang dalam suasana hati yang baik dan tiba-tiba dia langsung memelukku.



Seperti memeluk boneka atau bantal.



"Tunggu... Ojou?"



"♪"



Mungkin kata-kataku belum sampai padanya, tapi aku tahu dia mempunyai wajah tidur yang bahagia. Aku bisa tahu ini meskipun tidak bisa melihat wajahnya.



Kepalaku menempel pada payudaranya  yang besar dan menggairahkan, dan sejujurnya, itu membuatku sulit untuk bernapas.



"Kageto..."



Ini gawat. Suara Ojou terdengar semakin mengantuk. Sepertinya dia mau tidur lagi.



Tapi aku tidak bisa melepaskannya dengan paksa.



"Hadiahnya... mm..."



"...."



Hadiah, ya...



Tentu saja. Selain kemenangan di turnamen bola, hari ini juga merupakan hari yang bersejarah karena Ojou berhasil mendapat teman pertamanya.



Bagaimanapun juga, hadiah yang bisa aku berikan pada Ojou hanyalah dengan mengabulkan keinginannya.



"Buha!"



Pertama-tama, aku berhasil melepaskan diri dari kedua bukit lembut dan elastisnya dan bisa bernapas. Aku dengan lembut membelai rambutnya yang seindah sutra dan menyenangkan saat disentuh.



"...Ini hanya untuk hari ini saja."



Setelah sekilas melihat wajah tidurnya yang mengemaskan, aku memutuskan untuk kembali menjadi bantal peluknya Ojou.



Aku yakin aku akan terbangin di tengah malam, tapi itu akan ku pikirkan nanti.




POV OJOU




"Mmhh...?"



Kesadaran yang tadinya samar-samar perlahan mulai terbangun.



Gelap. Hangat dan nyaman... perasaan ini... di atas tempat tidur.



"Mmhh..."



Sepertinya tanpa sadar aku tertidur.



Mungkin sekarang masih malam. Karena di luar belum terang, masih gelap. Jika pagi, pelayan akan membangunkanku.



Apakah aku harus bangun? Tapi kalau aku bangun sekarang, mungkin aku tidak akan bisa tidur lagi nanti. Lagipula, hari ini aku merasa sangat enggan untuk 'bangun'.



Aneh. Aku belum pernah merasa enggan untuk turun dari tempat tidur seperti ini sebelumnya.



Sebenarnya, bangun tidur memang selalu sulit bagiku, tapi... aku tidak ingin melepaskan kehangatan yang menenangkan ini.



Benar. Aku tidak ingin melepaskan... melepaskan apa?



Bantal? Bukan, bukan itu. Bantal tidak sehangat ini, dan ukurannya juga berbeda.



Guling? Bukan, itu juga bukan. Aku tidak punya guling.



Boneka? Bukan, bukan itu juga. Ukurannya terlalu besar untuk disebut boneka, dan sepertinya aku mendengar suara napas.



Aku dengan hati-hati membuka mataku.



"......Kageto?"



Ternyata yang aku peluk tanpa sadar adalah Yogiri Kageto.



(Eh?Apa? Kenapa? Bagaimana bisa?)



Aku tidak tahu. Ini sangat membingungkan sehingga aku tidak dapat memahaminya.



Tidak, tenang dulu. Dalam situasi seperti ini, hal pertama yang harus dilakukan adalah tenang, Tendou Hoshine.



Tetap tenang, berpikir jernih, dan urutkan apa yang terjadi di depan matamu.



Pertama, aku tertidur tanpa sadar.



Kedua, saat bangun, aku sedang memeluk Kageto dalam tidurku.



Kesimpulan dari sini adalah... tidak ada! Aku tidak bisa memikirkan apa-apa...!



(Ah, tidak, tidak! Tidak mungkin aku bisa tenang dalam situasi seperti ini!)



Jika ini tentang usulan untuk wahana taman hiburan atau menu baru di kedai kopi yang memiliki banyak cabang, aku bisa saja memberikan banyak ide.



Atau mendapatkan nilai yang bagus di ujian nasional, atau mencapai hasil baik di olahraga, aku bisa melakukannya.



Tapi memahami situasi saat ini jauh lebih sulit daripada itu semua. Atau lebih tepatnya, itu tidak mungkin.



...Tapi, kenapa Kageto diam-diam membiarkanku memeluknya?



Apa dia tidak suka? Kalau dia tidak suka, bagaimana? Menakutkan... tapi aku harus melihat wajah Kageto. Kalau dia tampak tidak suka, aku harus minta maaf.



"Suu... suu..."



Eh. Makhluk imut apa ini?



...Kalau dipikir-pikir, aku jarang melihat wajah tidur Kageto. Dia biasanya tidak tidur sebelum aku tertidur.



"Kamu ternyata bisa membuat wajah seperti ini juga ya..."



Imutnya. Kageto memang punya wajah yang tampan, tapi saat dia tidur, dia terlihat lebih muda.



"Hehe..."



Aku mencoba membelai kepalanya. Rambutnya halus dan terasa nyaman dipegang. Aku ingin tahu apakah dia akan membiarkanku menyentuhnya lebih sering mulai sekarang.



"......"



Tidak. Membelai kepala. Apakah hanya itu cukup?



Apa aku terfokus pada hal-hal kecil yang ada di depan ku (yah ini mungkin sebenarnya bukan hal kecil, tapi biarkan aku menyebutnya begitu) dan melewatkan sesuatu yang besar?



Tenang,Tendou Hoshine. Dalam situasi seperti ini, hal pertama yang harus dilakukan adalah tenang.



Tenang, berpikir jernih, dan urutkan apa yang terjadi di depan matamu.



①, ini masih malam.



②, Kagehito ada di sini.



③, ini di atas tempat tidur.



"...Jadi begitu."



Tidak perlu dijelaskan bagaimana atau kenapa... tapi mungkin aku harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa kebetulan, tidak bisa dihindari, tanpa disengaja, sesuatu yang keliru (meski bagiku ini bukanlah kesalahan) terjadi?



"...."



Jantungku berdetak kencang. Deg-degan, suaranya memenuhi telinga.



Saat aku mencoba mendekatkan wajahku... tiba-tiba aku menyadari sesuatu.



(Hari ini habis banyak berolahraga di turnamen bola...)



Meski aku sudah mandi di sekolah, tapi tetap saja, aku merasa risih. Demi kehati-hatian. Ya, demi kehati-hatian saja. Bukan karena aku pengecut atau semacamnya.



"Oke."



Aku menyingkirkan kenyamanan yang sulit ditolak ini, lalu bangkit.



Kepalaku terasa lebih segar seakan kebingungan tadi hanyalah mimpi.



Aku harus mandi. Aku tidak boleh membuang waktu, mungkin aku juga akan minta pelayan menyiapkan camilan.



Kalau perutku keroncongan nanti, suasananya bisa rusak.



Segera bertindak adalah yang terbaik (terlepas dari apapun yang orang katakan). Kageto pasti akan bangun. Sebelum itu...!



Aku mandi dengan cepat namun teliti, makan sedikit camilan, sikat gigi, dan mengenakan piyama terbaik yang sudah aku siapkan untuk saat-saat seperti ini... lalu kembali ke tempat tidur.



Yang harus kulakukan sekarang tinggal kembali ke tempat tidur seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Bahkan aku sudah menyiapkan dialognya.



Wah, aku terkejut sekali, aku tidak menyangka Kageto ada di sini!



Sempurna, betapa sempurnanya akting ini... mungkin aku punya bakat jadi aktris.



"...Oke. Tidak apa-apa. Aku bisa."



Sekarang aku di sini, aku mulai merasa malu, tapi keberanianku melebihi itu.



...Karena aku sangat mencintainya.



Yang harus kulakukan sekarang tinggal membuka pintu ini dan masuk ke tempat tidur. Itu tidak terlalu sulit, hanya kembali ke tempat tidurku sendiri saja.



"Aku masuk... oke. Sekarang masuk...! Hitungan tiga, dua, satu... masuk...! Tiga, dua..."



"Ojou, apakah Anda mau tidur?"



"Iya. Bukan tidur, hanya kembali ke tempat tidur. Ini adalah momen penting."



"...? Oh begitu. Hari ini Anda tampak lelah, jadi istirahatlah dengan tenang."



"Ya. Selamat tidur, Kageto."



Baiklah, mari kita mulai lagi.



Tiga, dua, satu... sekarang aku akan masuk kali ini...! Tiga, dua...



Satu... kosong...



......................................



"Kageto?"



"Ya, ada apa, Putri?"



"Kamu bangun?"



"Ya. Maksud saya, sebelum saya menyadarinya, sayu juga tertidur... Saya mohon maaf atas itu."



"Begitu... tidak apa-apa kalau kamu tidur..."



ketika aku melihatnya lebih dekat, Kageto sudah berganti dari seragamnya ke kemeja, dan rambutnya sedikit basah.



"....Kageto, apakah kamu sudah mau tidur?"



"Ah, iya. Saya sudah mandi dan bersiap untuk tidur."



Dengan kata lain, saat aku bangun, Kageto mungkin melakukan hal yang sama.



...Aduh! Gara-gara aku rag Gu-ragu...! Ah, bukan. Tidak mungkin aku ragu-ragu! Hasil akhirnya saja yang jadi seperti ini!



"Baiklah, kalo begitu selamat tidur, Ojou."



Kageto menundukkan kepala dengan hormat.



...Sepertinya usahaku sia-sia. Ah... akhirnya kali ini juga...



"Ya... selamat tidur..."



Dia hendak kembali ke kamarku seperti biasa...



"Tunggu."



Aku menarik ujung baju Kageto.



"Ojou?"



"....Aku, hari ini sudah berusaha keras."



"Ya. Begitu. Meski sayangnya saya tidak bisa melihat langsung pertandingan anda, saya rasa Ojou sudah sangat berusaha keras."



"Jadi, beri aku hadiah."



Aku sadar kalo aku sudah mengatakan sesuatu yang aneh bahkan bagi diriku sendiri. Tapi ku pikir kalo aku mundur seperti yang selalu ku lakukan, aku tidak akan pernah bisa maju.



"Kamu juga lelah, aku juga lelah... jadi, ya. Tidurlah bersamaku. Aku merasa lelah akan hilang jika kita tidur bersama... Tidurlah di sampingku... tidak boleh?"



Meminta seperti ini. Aku malu karena aku terlihat seperti anak kecil, tapi aku sudah tidak peduli lagi.



"...Haha."



"......Kageto?"



Entah kenapa, Kagehito tertawa.



"Ah, maaf. Ojou, saat Anda tidur tadi, Anda juga mengatakan hal yang sama."



"Be-benarkah!?"



Aku meminta hadiah tanpa sadar... apa-apaan ini. Agak memalukan.



"Jika Ojou tidak keberatan, saya akan menjadi bantal peluk yang mendukung tidur nyenyak Ojou."



"Be-benar... iya. Tolong jadi begitu."



Aku memberanikan diri dan merentangkan kedua tanganku. Seperti anak kecil yang meminta untuk di peluk.



"......Gendong aku. Bawa aku ke tempat tidur."



"Seperti yang Ojou inginkan."



Dan dengan begitu saja Kageto mengangkatku dengan kedua lengannya dengan mudah.



"Karena ini hadiah."





POV KAGETO





Ojou yang berada di dalam pelukanku diam seperti kucing yang dipinjam. Dia diam saja, membiarkan dirinya digendong, dan tetap diam sampai kubaringkan di tempat tidur. Aku sempat khawatir apakah tubuhnya mengeras seperti batu.



"Apa tidak, berat tidak...?"



"Tentu saja tidak. Ringan seperti bulu."



"...Selalu berkata begitu."




"Saya hanya mengatakan yang sebenarnya."



Mungking Ojou merasa malu dan dia membalikkan badannya, memalingkan wajahnya.



Tapi, sambil membelakangiku, dia bergumam pelan.



"...Hei. Tidurlah bersamaku, ya?"



Sepertinya hari ini Ojou ingin dimanja. Akhir-akhir ini aku sering melihat sisi ceria dan riangnya, jadi melihat Ojou yang seperti ini membuatku merasa nostalgia.



"Tentu saja. Saya tidak akan pergi ke mana-mana."



"...Bukan itu maksudku."



Ojou tersenyum pahit dia tampak sedikit tidak puas, tapi aku hanya tersenyum kecil dan berlutut di samping tempat tidur.



"Kalau begitu, permisi."



Kerutan menyebar di seprai putih bersih, dan suara berderit samar memenuhi ruangan yang remang-remang. Aku pun lalu berbaring di samping Ojou.



"...."



Aku berbaring telentang di atas tempat tidur, dan aku lalu memejamkan mataku.



Meskipun aku tidak lemah sampai mudah lelah hanya karena turnamen bola, tapi olahraga yang cukup banyak membuatku cukup lelah. Dengan begini, aku merasa bisa segera tertidur lagi.



"....Kageto. Apa kau masih bangun?"



"Iya, saya masih bangun."



Karena mataku tertutup, aku tidak bisa melihat apa yang sedang dilakukan wanita muda itu, tapi aku bisa mendengar suara gemerisik. Segera setelah itu, sensasi hangat dan lembut menyentuh tubuhku.



"Ojou?"



"....Daripada pengganti bantal peluk. Itu seharusnya menjadi hadiah, kan?”



Saat aku membuka mata tanpa sadar, sifat sebenarnya dari kehangatan dan sentuhan itu terungkap.



Ojou yang mengenakan piyama berwarna pink lembut dengan desain yang elegan dan imut, sedang memeluk tubuhku.



"Benar juga."



"Jadi, biarkan aku tidur seperti ini untuk hari ini."



"Ya. Silakan tidur seperti ini."



Ojo lalu membenamkan wajahnya di dadaku, lalu menutup matanya.



Mungkin karena jarak kami yang sangat dekat, aku bisa mencium aroma manis seperti bunga dari tubuh Ojou yang baru saja mandi. Melihat Ojou yang merasa nyaman dan tenang dalam pelukanku, rasa sayang di dalam lubuk hatiku semakin menguat.



Ketika aku masih kecil, Ojou sering merasa kesepian karena orang tuanya sibuk dengan pekerjaan mereka.



Tapi, untuk tidak membuat orang tuanya khawatir, dia sering menahan kesedihan dan kesepiannya sendiri, bahkan dia menangis sendirian (tentu saja, setiap kali itu terjadi, aku akan segera menemaninya).



Mungkin karena itu, dia menjadi agak sulit untuk bersikap terbuka dan manja pada orang-orang di sekitarnya.



Meskipun dia bisa berbicara dan merespon dengan baik dalam percakapan bisnis dan menjawab pertanyaan ketika ditanya, tapi dia hanya memiliki sedikit teman. Orang-orang yang bisa dia tunjukkan sisi dirinya yang sebenarnya hanyalah aku, orang-orang di rumah, dan mungkin segelintir kenalannya termasuk Yukimichi.



...Ojou yang seperti itu, telah mendapatkan teman di sekolah.



Ku pikir bagi Ojou, ini adalah langkah besar, dan aku ingin merayakannya hari ini.



Jika diizinkan, aku ingin memeluknya karena perasaan bahagia dan sayang yang meluap ini.



"Kalau kamu mau... kamu boleh memelukku."



"....Eh?"



Ucapan yang seolah-olah membaca pikiranku membuatku terdiam sejenak.



"Ka-karena, hari ini ada turnamen bola, dan kamu juga pasti lelah, kan?"



Ah, jadi itu maksudnya. Ojou khawatir dengan kelelahan yang aku rasakan.



Aku terkejut... Ojou memang punya intuisi yang baik. Itu adalah sesuatu yang dia warisi dari ibunya, yang  memiliki intuisi yang sangat baik sehingga dikabarkan bahwa dia bisa melihat masa depan...tapi itu tidak mungkin, membaca pikiran itu mustahil.



"Jangan khawatir. Memang saya merasa sedikit lelah setelah banyak bergerak hari ini, tapi saya tidak akan kelelahan hanya karena turnamen bola."



"Kamu pasti lelah, kan?"



"Ojou. Tolong jangan khawatirkan saya..."



"Kageto. Kamu sangat lelah hari ini."



...Aku ingin tau apa ini? Aku merasakan tekanan yang luar biasa.



"Uh... ya. Saya lelah."



"Baiklah. Kalo begitu, peluklah aku untuk menghilangkan lelahmu."



"Eh?"



"...Apa? Apa aku tidak cukup sebagai bantal peluk?"



"Tidak mungkin. Bahkan ini adalah kemewahan yang luar biasa... ah, maksud saya, bukan begitu."



Berbahaya. Hampir saja aku terbawa oleh kata-kata Putri.



"Apakah ini baik-baik saja untukmu, Ojou? Bukankah anda yang lebih lelah hari ini?"



"Tidak apa-apa. Dengan cara ini, kelelahanku juga akan hilang."



"Baiklah. Kalau begitu, seperti yang anda mau."



Hari ini Ojou telah bekerja keras. Kalo begitu sebagai hadiahnya, aku harus mengabulkan permintaannya ini.



"Permisi."



Aku lalu melingkarkan tangan ku di sekitar tubuh ojou selembut yang ku bisa, seolah-olah aku sedang memegang  kerajinan kaca yang rapuh.



Tubuh Ojou yang mungil, lembut, dan hangat. ...Aku ingin selalu menjaganya.



"......"



"Maafkan saya. Jika anda merasa tidak nyaman, saya akan..."



"Tidak, bukan begitu."



Saat aku memeluknya, tubuh Ojou sedikit bergetar.



"Di dalam selimut, dipeluk seperti ini... itu hanya membuatku jantung ku berdebar-debar. Bukan karena aku tidak suka kamu."



"Syukurlah. Saya lega."



Aku benar-benar merasa lega dari lubuk hatiku paling dalam. 



Lebih menakutkan kalo aku di benci oleh Ojou daripada dibenci oleh orang di seluruh dunia.



"......"



Tanpa sadar, aku dengan lembut membelai rambut Ojou.



"Hyan!"



"Ah, saya mohon maaf. Saya melakukannya tanpa sadar."



"Tidak apa-apa. Jika itu kamu, aku tidak keberatan... Dibelai olehmu sebanyak yang kamu mau."



Ups. Tanpa sadar, aku melakukan hal yang salah.



Memeluknya di tempat tidur saja sudah merupakan hal yang luar biasa, tapi kenapa aku bisa sekehilangan kontrol ini?



"...Selanjutnya?"



"Se-selanjutnya?"



"Apa kamu tidak akan mengelusku lagi?"



Ojou menatapku dengan mata besar dari pelukanku. Melihatsosoknyak itu membangkitkan rasa iseng dalam diriku.



"...Itukah yang anda inginkan?"



"...Iya."



"Kalau begitu, cobalah memohon dengan benar."



"Eh..."



Aku sendiri tidak tahu apa yang sedang kukatakan. Tapi ketika aku melihat Ojou yang selalu ceria dan percaya diri kini manja dalam pelukanku seperti ini, membuatku merasa seolah diriku yang tak kukenal muncul ke permukaan.



"Jika anda tidak minta dengan baik, saya tidak akan mengelus anda."



"Uuh..."



Tubuhku bergerak secara alami, dan aku meletakkan tanganku di pipi Ojou.



...Ah. Tidak. Saat aku melihat ekspresi wajah Ojou dengan mata yang berair, aku merasa semakin sulit bagiku untuk menahan diri. Ini tidak baik. Aku harus berhenti, tapi aku tidak bisa berhenti. Apa aku benar-benar berkemauan lemah?



"...Elus aku tolong."



"Suaranya yang indah seperti kicauan burung kecil yang manis, tapi aku tidak bisa mendengarnya."



"...Hari ini kamu agak nakal, Kageto."



"Benar. Sepertinya saya sedang sedikit nakal hari ini."



Biasanya, Ojou akan menatapku dengan tatapan protes, tapi malam ini Ojou tidak memiliki semangat yang sama seperti biasanya. Melihatnya seperti ini, semakin membuatku sulit untuk berhenti.



"Apa yang anda ingin saya lakukan, Ojou?"



"...Elus aku."



Suaranya kecil. Tapi saat tanganku mengelus pipinya, wajahnya menjadi merah padam dan dia membuka mulutnya lagi.



"Aku ingin Kageto, mengelus kepalaku."



"Bagus sekali."



"Mm..."



Senyum yang muncul di wajahku, aku tak tahu jenis apa itu?  Aku menghindari berpikir lebih jauh dan mulai mengelus rambut Ojou dengan lembut. Ojou yang dalam pelukanku tampak malu tapi dia tidak menolak.



"Selamat malam, Ojou. Mimpi indah."



Jika terus begini, pasti ada sesuatu yang akan rusak. Aku mengerahkan sisa kemauanku dan memutuskan untuk tidur.





POV OJOU




Dengan cahaya matahari pagi yang menyinari dari jendela, aku merasakan kekalahan yang mendalam.




"........"




Tadi malam aku sudah berusaha keras. Sangat keras.



Sebenarnya, aku berniat untuk menyelesaikan semuanya malam itu dan mengumpulkan seluruh keberanian yang kumiliki.



Tapi, pada akhirnya...



"Aku tidak percaya kalo aku kembali dikalahkan..."



Dikalahkan. Kekalahan tolal. Itulah satu-satunya cara untuk mengungkapkannya dan memang hanya itu cara satu-satunya untuk menggambarkannya.



Saat aku bangun, Kageto sudah tidak ada di tempat tidur. Sampingku kosong.



Ngomong-ngomong, aku mengenakan baju tidur terbaikku. Sebenarnya, saat tidur, tali bahu baju tidur itu sedikit melorot... tapi tetap saja tidak ada reaksi darinya.



"Apa aku benar-benar tidak menarik..."



Untuk saat ini, aku sadar dengan baik akan perkembangan tubuhku. Karena itu, aku memanfaatkannya. Aku bertekad untuk menggunakan segala cara yang bisa kupakai. Tapi, meskipun melihatku dalam keadaan seperti itu, Kageto tidak melakukan apa-apa.



Memang dia sangat sopan, tapi bagi diriku yang berusaha keras untuk menang, rasanya sedikit menyedihkan.



...Meskipun semalam, Kageto tidak bisa dibilang sopan, tapi justru itulah yang membuatnya baik.



"Uh... itu curang."



Aku merasa malu hanya mengingat diriku yang memohon padanya, dan hatiku berdebar-debar karena Kageto yang sedikit nakal. ...Sebenarnya aku mungkin menyukai Kageto yang seperti itu.



"...Apa dia akan menggangguku lagi jika aku memintanya?"



Memikirkan hal itu saja sudah membuatku merasa semakin malu.




POV KAGETO




Dengan cahaya matahari pagi yang m Henyinari dari jendela, aku merasakan penyesalan yang mendalam.



"....."



Mengingat apa yang telah kulakukan pada majikanku... pada Ojou semalam.



"Mm..."



Ojou, yang saat ini sedang tidur di sampingku, tampak tertidur dengan nyenyak dan nyaman di samping ku.



Mungkin pakaiannya tergeser saat tidur. Tali bahu di satu sisi telah terlepas, memperlihatkan bahunya yang putih dan berkilau.



"...Sungguh, anda terlalu tak berdaya."


Saat aku dengan lembut mengelus kepalanya, Ojou yang sedang tidur mengeluarkan suara manja yang menggemaskan.



...Ya. Mulai sekarang, sebaiknya aku menolak dengan alasan apa pun jika dia memerintahkankanku untuk menjadi bantal peluknya. Aku ingin menghindari situasi seperti yang tadi malam.



Aku mengambil rambutnya yang halus dan lembut seperti sutra dengan jari-jariku.



Aku diam-diam mencium rambut emasnya yang indah yang berkilau di bawah sinar matahari pagi.



"Tolong jangan berikan hadiah seperti itu lagi, karena aku jadi ingin menggodamu."



Setelah memberikan ciuman  terakhir pada rambutnya, aku menekan kembali rasa nakal yang muncul ke dalam hati.



...Tapi, setelah sekali menyadari rasa nakal ini, akan sulit untuk terus menahan diriku di masa depan.




Selanjutnya




Posting Komentar

نموذج الاتصال