Kamu saat ini sedang membaca Eromanga no Akuyaku ni Tensei Shita Ore ga, Netoranakute mo Shiawase ni Naru Houhou volume 1, chapter 3. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
KETAKUTAN AKAN SISA-SISA PENJAHAT
Kesadaranku, dengan kepribadianku yang terwujud, seharusnya membuat kesadaran Akio Gouda menghilang... Begitulah pikirku, tetapi sepertinya tidak begitu.
"Beri aku wanita! Biarkan aku menyerang wanita! Aku akan menghancurkan mereka!"
...Keinginan kasar seperti itu meningkat ketika bagian bawah perutku terasa panas.
Mungkin itu adalah sisa-sisa Akio Gouda.
Berhubungan seks dengan wanita adalah sesuatu yang aku inginkan.
Tapi aku tidak berpikir untuk melakukan kejahatan. Aku senang kesadaranku lebih kuat dalam hal akal sehat.
Aku tidak peduli kalo orang lain, terutama penjahat manga, melakukan apa pun yang mereka inginkan. Aku bahkan menikmatinya sebagai fiksi.
Tapi ini bukan fiksi, ini kenyataan, dan sekarang aku adalah Akio Gouda.
Aku tidak ingin menjadi penjahat, aku ingin hidup di bawah matahari dan tersenyum.
"Aku benar-benar berterima kasih padamu, Erika."
Ketika aku bangun di pagi hari, Erika sudah tidak ada.
Aku hampir kecewa berpikir kalo itu adalah mimpi, tapi tempat tidur masih terasa hangat.
Kehangatan yang jelas itu adalah bukti kalo aku tidur bersamanya.
"Kalo dipikir-pikir, aku tidur dengan wanita yang begitu cantik..."
Yang kuingat adalah momen manis itu... Aku melakukan hal-hal itu dan lainnya dengan kecantikan seperti itu.
Erika datang ke pelukanku atas kemauannya sendiri, ke pelukan Akio Gouda.
Aku tidak bisa menahan instingku dan tidur dengannya.
Kalo aku terus seperti itu, aku akan kehilangan kendali suatu saat nanti.
Situasinya begitu putus asa sehingga aku baru menyadarinya setelah bersama Erika.
Panas di bagian bawah perutku mengaburkan alasanku. Aku melahap tubuh Erika mengikuti instingku.
Dan dia memaafkanku untuk itu. Dia mengkhawatirkanku, mengatakan kalo kami hanya teman dengan hak dan aku tidak perlu khawatir.
"Ayo kita menjadi orang yang nyaman satu sama lain. Kau sendiri yang mengatakan itu di awal, kan, Akio-kun?"
Dalam ingatanku yang kabur, Erika mengatakan sesuatu seperti itu.
Berkat dia, panas di bagian bawah perutku berkurang. Dan sepertinya sisa-sisa Akio Gouda juga berkurang.
Jadi aku bisa menghindari menyerang wanita tanpa pandang bulu.
"Aku tidak bisa terus membiarkan diriku dimanjakan. Aku harus belajar mengendalikan diri, setidaknya agar tidak mengganggu siapa pun."
Lain kali aku akan berterima kasih kepada Erika.
Meskipun dia yang mengundangku lebih dulu, aku ingin mengungkapkan rasa terima kasihku karena telah menyelamatkanku.
Saat memeriksa waktu di Hp, aku menyadari kalo sudah waktunya untuk pergi ke sekolah.
Menjadi siswa juga memiliki kesulitan tersendiri.
"Hmm? Pesan?"
Aku menerima pesan di Hp-ku. Itu dari Shiratori. Anehnya, ini pertama kalinya dia mengirimiku pesan.
Isi pesannya agak sepele. Hal-hal seperti 『Aku sangat bersenang-senang di sesi belajar』 atau 『Lain kali aku akan mengajarimu lebih dalam, hanya kita berdua』 dan hal-hal semacam itu.
Sepertinya pesan-pesan itu dikirim tadi malam, tapi dengan semua yang terjadi, aku tidak menyadarinya.
"'Jangan mendekati kang-NTR sialan itu'."
Sepertinya Shiratori, entah kenapa, bertekad untuk mendekatiku.
Mungkin dia merasakan sesuatu seperti kontras seorang anak bermasalah memungut anjing jalanan, tapi itu hanya emosi sesaat.
Kalo dia meluangkan waktu untuk menenangkan diri, dia pasti akan malu dengan perilakunya dan merasa tidak nyaman.
Kesalahan masa muda, kalo tidak perlu, lebih baik tidak dilakukan.
"'Maaf, aku baru bangun. Aku banyak menggunakan kepalaku untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, jadi aku langsung tertidur begitu aki sampai di rumah', apa ini baik-baik saja?"
Aku menjawab dengan acuh tak acuh dan mulai bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.
"Eh?"
Tepat setelah membalas, sebuah pesan masuk ke Hp-ku.
Bukankah ini agak cepat?
『Apa kau tidur nyenyak?』『Kalo aku bermimpi indah.』
Sebuah pesan datang segera.
『Aku menantikan untuk bertemu denganmu lagi di sekolah.』
'Menantikan'? Apa hanya aku yang berpikir itu terdengar sedikit berlebihan?
Aku dengan cepat selesai bersiap-siap dan keluar rumah.
Berlari agar tidak terlambat, aku adalah seorang siswa yang, dari sudut pandang mana pun, terlihat sangat serius.
★★★
"Hii!?"
"Hei, jangan lihat!"
"Menakutkan, ibu!"
Orang-orang di jalan ketakutan saat melihatku... Ini semua salah wajah kriminal ini.
"Selamat pagi, Gouda-kun! Oh, sepertinya kau tidak terlalu bersemangat, ya?"
"Yah, aku baru saja bangun."
Tepat ketika aku hampir melihat sekolah, aku bertemu dengan Shiratori.
Apa dia menunggu untuk menyergapku?
Aku tidak menyangka akan menemukannya karena aku sudah hampir terlambat.
"Kau pasti merasa sangat lelah sampai tidur begitu nyenyak. Aku khawatir karena kau tidak membalas pesanku."
"Yah, sudah lama sekali aku tidak belajar sebanyak itu. Pada akhirnya, sesi belajar bukanlah gayaku."
Jadi tidak perlu lagi ada sesi belajar. Aku mencoba mengisyaratkannya, tapi Shiratori mendekatiku dan mulai berkata 'Kalo begitu aku harus mengajarimu lebih banyak'. Hal-hal tidak dimengerti kecuali dikatakan dengan jelas, kan?
Dan, omong-omong, betapa dekatnya dia. Apa dia tidak tahu seberapa besar payudaranya? Mereka menyentuhku...
"Kalo kau bilang itu bukan gayamu, Gouda-kun, bagaimana dengan waktu kita pergi ke love hotel bersama? Itu benar-benar berbeda dari apa yang kubayangkan."
"Bisakah kau berhenti menyebutkan itu setiap kali kau punya kesempatan? Apa yang akan kau lakukan kalo seseorang mendengarnya?"
Shiratori tersenyum dengan ekspresi nakal.
Hei, jangan mencoba menghindar dari topik pembicaraan.
Aku menghela napas. Awalnya, itu adalah titik lemah Shiratori, tapi kenapa aku yang harus merasa tidak nyaman dengan itu?
Yah, aku hanya harus bertahan sampai ujian tengah semester selesai.
Menurut apa yang dikatakan Shiratori, dia akan mengajariku untuk membalas budi.
Kalo aku berhasil melewati itu, dia akan kehilangan alasan apa pun untuk terus terlibat denganku.
Kemudian, hanya masalah waktu sampai Nosaka memperbaiki hubungannya dengan Shiratori.
Aku hanya harus menunggu itu terjadi.
"Omong-omong, Shiratori, apa kau bisa tidur? Kau punya lingkaran hitam di bawah mata."
"Eh? Kau berbohong. Bu-bukan, ini...ini bukan karena aku tidak bisa tidur karena kau tidak membaca pesanku atau apa pun..."
"Apa yang kau bicarakan?"
"~~~~~!"
Shiratori, dengan wajah yang benar-benar merah, mulai memukul lenganku dengan lembut.
Itu sama sekali tidak sakit, tapi itu benar-benar tidak adil.
Dan begitulah, di antara satu hal dan lainnya, kami tiba di sekolah tanpa terlambat.
★★★
"Akio dan Shiratori... pergi ke hotel?"
Pada saat itu, aku belum menyadari kalo seseorang telah mendengar percakapan kami sebelumnya.
★★★
Himuro bertingkah aneh.
Setiap kali jam istirahat tiba, dia selalu berbicara omong kosong, tapi hari ini dia diam sejak pagi.
Dia terlihat benar-benar linglung, seolah pikirannya di tempat lain, dan bahkan tidak memperhatikan pelajaran... Meskipun tidak memperhatikan pelajaran itu sudah biasa.
"Hei, Himuro! Kelas sudah selesai!"
"Ah... ah, Akio..."
Ketika aku berbicara padanya, dia menjawab.
Tapi begitu dia melihat wajahku, dia menunduk dengan sedih.
Kenapa?
Apa dia terlalu keras belajar di sesi belajar kemarin?
Sekalipun begitu, aku tidak mengerti kenapa dia terlihat begitu sedih saat melihatku.
Apa dia merasa tidak enak saat menyadari perbedaan antara kemampuan akademis kami?
Terkadang seseorang menjadi sedih saat menyadari kalo seseorang yang kau kira selevel denganmu sebenarnya jauh di depan.
Kalo itu kasusnya, aku mengerti. Ya, ya, seseorang merasa sedih ketika seseorang yang dekat mulai terasa lebih jauh.
"Jangan khawatir, Himuro."
"Eh?"
Aku menepuk kepala Himuro dengan lembut.
Dengan hubungan yang kami miliki, ini adalah hal yang normal sebagai cara kami berkomunikasi.
"Aku tidak akan pergi ke mana pun. Aku akan selalu berada di sisimu, Himuro."
"~~~~~!?"
Meskipun ada perbedaan dalam kemampuan akademis kami, Himuro dan aku tetap bersama dalam hal ini.
Aku ingin dia terus berpartisipasi dalam sesi belajar. Terutama demi pengendalian diriku.
"Be-benarkah?"
Mata Himuro berkaca-kaca menahan air mata.
Dia pasti merasa sangat tidak aman dengan gagasan kalo satu-satunya teman sekelasnya yang bermasalah akan menjauh darinya.
"Ya, itu benar. Jadi, jangan khawatir."
"Ka-kalo begitu, bagaimana dengan Shiratori? Apa arti Shiratori bagimu, Akio...?"
Eh? Kenapa nama Shiratori muncul dalam percakapan ini?
Saat aku ragu bagaimana harus menjawab, sebuah bayangan jatuh di atas kami.
"Ada apa denganku, tepatnya?"
"Shi-Shiratori... san."
Tanpa kami sadari, Shiratori telah mendekati tempat duduk kami.
Untuk beberapa alasan, Himuro terlihat takut pada Shiratori. Kemarin mereka terlihat akrab...
Mata Himuro menatapku. Mata itu bergetar gelisah, seperti mata anak kecil yang hampir menangis.
"Bukan apa-apa. Aku hanya memberitahunya kalo kemarin kita belajar di rumahmu dan berakhir sangat lelah, kan, Himuro?"
Aku tidak begitu mengerti situasinya, tapi aku memutuskan untuk menutupi apa pun yang terjadi.
Aku memberi isyarat kepada Himuro dengan pandangan agar dia mengikuti arus.
"Ya-Ya! Karena aku belum pernah menggunakan otakku sebanyak itu, jadi...aku jadi sangat lelah, begitulah."
Sepertinya dia mengerti niatku, karena Himuro mengangguk begitu kuat sampai terlihat berlebihan.
Kuncir sampingnya bergoyang setiap kali dia menggerakkan kepalanya.
"Benarkah? Kalo begitu, akan lebih baik kalo kau membiasakan diri mulai sekarang. Bagaimanapun, ujian masuk universitas akan datang, jadi kita harus berusaha keras untuk siap tepat waktu."
".........."
Mata Himuro meredup. Para siswa terhormat dan para berandal memang tidak akur, kan?
Artinya, Shiratori dan aku juga seharusnya tidak akur.
Meskipun ada perbedaan tingkat akademis, aku juga tipe orang yang tidak ingin belajar, sama seperti Himuro.
"Hei, bukan berarti kita bisa belajar sebanyak itu. Asal kita cukup membela diri agar tidak bermasalah, itu sudah cukup."
"Eh? Tapi belajar tidak pernah menyebabkan masalah, justru sebaliknya."
Ugh...dia benar, tapi kami tidak cocok. Seolah-olah kami berbicara bahasa yang berbeda. Aku baru saja bereinkarnasi, tahu?
Aku tidak ingin menghidupkan kembali trauma belajar untuk ujian.
"Selain itu──────"
Wajah Shiratori mendekat. Begitu dekat sampai aku bisa melihat kulitnya yang halus dengan jelas.
Mungkinkah itu aroma sampo-nya?
Baunya sangat enak.
Tidak, tunggu! Kenapa tiba-tiba dia mendekat ke telingaku!?
"Kalo kau punya masalah, katakan saja padaku, ya? Aku akan mengajarimu dengan sangat hati-hati... dan secara mendalam."
".........."
Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak merasakan semacam ketertarikan.
Padahal berkat Erika, aku sudah tenang, tapi sekarang aku merasakan panas menumpuk di bagian bawah tubuhku lagi.
Jadi, inilah kekuatan sebenarnya dari seorang heroin dari manga bokep... Tunggu, Shiratori bukan tipe yang menggoda seperti itu.
"Tidak!"
Tiba-tiba lenganku ditarik dengan kuat, memisahkanku dari Shiratori.
Saat aku berbalik, aku melihat kalo Himuro memegang lenganku, dia memeluknya seolah untuk melindunginya.
Karena kami yang begitu dekat, payudaranya yang montok menekan lenganku.
Dan, seolah itu belum cukup, berkat Himuro berteriak sangat keras, sekarang semua teman sekelas kami melihat kami.
"A-Akio... sedang sibuk hang out denganku! Benarkan? Maksudku, apa kau pikir dia tipe yang suka belajar serius? Makanya dia tidak bisa belajar terus-menerus denganmu, Shiratori-san!"
Himuro mengeluarkan 'Uu~' seperti erangan. Dia terlihat seperti anak anjing yang mencoba mengintimidasi...meskipun dengan kekuatan anak anjing kecil, tentu saja.
"Benarkah? Gouda-kun jauh lebih mampu dari yang kau kira, Himuro-san, dan kalo itu tentang hang out... dia juga bisa melakukannya denganku, bukan begitu?"
Setelah mengatakan itu, Shiratori melakukan hal yang tak terduga, dia menarik lenganku yang lain, yang berlawanan dengan yang dipegang Himuro, dan tidak hanya menariknya, tapi dia juga memeluknya dengan cara yang sama.
Perasaan yang luar biasa menyenangkan menjalari lenganku dan naik langsung ke otak.
Eh? Apa ini? Apa yang terjadi?
2 gadis cantik berkelahi memperebutkanku.
Kalo kau hanya membacanya begitu saja, itu terdengar seperti mimpi siapa pun, tapi aku tidak tahu bagaimana harus bereaksi.
"Apa...? Apa yang terjadi?"
"Ke-kenapa Himari-chan begitu dekat dengan Gouda-kun?"
"A-apa ini cinta segitiga? Drama kecemburuan!?"
Zawa... zawa... Bisikan menyebar di seluruh ruangan. Suasana tampak bergejolak, dan kecemasanku terus meningkat.
Ini salah. Kalo terus begini, seluruh kelas akan mengambil kesimpulan yang salah.
Apa yang seharusnya aku lakukan dalam situasi seperti ini?
"Apa yang kau lakukan, Himari!?"
Tepat saat itu, Nosaka muncul.
Ohh, penyelamat yang diberkati!
Mungkin dia pergi ke kamar mandi atau semacamnya, tapi Nosaka kembali ke kelas dan mendekat dengan langkah tegas, memisahkan Shiratori dariku.
Seperti yang diharapkan dari sang protagonis! Sungguh, terima kasih!
"Agh... waaah!"
Kehilangan kekuatan tarikan Shiratori, Himuro kehilangan keseimbangan. Aku dengan cepat memeluknya untuk mencegahnya jatuh.
"Ah, Akio..."
Dengan ekspresi terkejut, wajah Himuro tersipu sangat merah.
Aku lega melihat dia kepalanya tidak terbentur atau apa pun, dan tanpa berpikir, aku mulai membelai rambut pirangnya.
Setelah melakukannya, aku ingin mencela diriku sendiri 'Apa yang sedang kulakukan?!' Tapi tindakan itu bukan berasal dari kesadaran Akio Gouda, melainkan dari keinginanku sendiri.
"Hehehe..."
Yah, Himuro terlihat bahagia, jadi kurasa tidak ada masalah.
Bahkan sepertinya kuncir kudanya bergerak seperti ekor anak anjing, atau mungkin itu hanya imajinasiku.
"Aaaah! Apa yang kau lakukan, Junpei-kun!?"
"Aku seharusnya menanyakan itu padamu. Apa yang kau lakukan di kelas? Berhentilah bermain seperti itu."
Mendengar itu, Shiratori melihat sekeliling. Sepertinya, baru saat itu dia menyadari kalo semua teman sekelas melihatnya. Pipinya memerah, mungkin karena malu.
"Ah, begitu... itu hanya lelucon."
"Sampai kau bisa bercanda seperti itu dengan Gouda... Shiratori-san, kau luar biasa."
"Himari-chan... Jangan lakukan hal-hal yang membuat hatiku menderita, tolong~"
Berkat campur tangan Nosaka, suasana kelas menjadi lebih santai.
"Ugh... Kali ini aku menerima kekalahanku."
"Apa ada yang harus dimenangkan atau dikalahkan?"
Shiratori, dengan ekspresi frustrasi, kembali ke tempat duduknya.
Tak lama kemudian, bel berbunyi menandakan berakhirnya istirahat.
"Akio~. Belai aku sedikit lagi~?"
"Sudah mulai pelajaran, sialan!"
Aku menyingkirkan Himuro, yang mengusap-usapkan kepalanya padaku.
Aku pikir aku tidak boleh membiarkan dia bermanja-manja begitu, tapi... dia mendekatiku seperti itu juga membuatku gugup.
"...Hei, Akio."
"Ada apa?"
Saat aku memperhatikan pelajaran, Himuro berbicara padaku dengan suara pelan.
"Aku agak bodoh, jadi...ada banyak hal yang tidak kumengerti... Ajari aku banyak hal, ya?"
Dia mengatakan itu sambil tersipu, dengan ekspresi malu.
Dia pasti mengatakannya dengan segenap kekuatannya agar tidak tertinggal.
Kalo itu memotivasinya untuk belajar lebih banyak, maka aku tidak punya masalah dengan itu.
"Serahkan padaku. Aku akan mengurusmu dengan baik, jadi bersiaplah."
"~~~~~!? Y-Ya... aku sangat berharap padamu."
Aku merasa bahwa sikap Himuro terhadap belajar sedikit berubah.
Pasti ini akan menjadi perubahan yang baik dari cerita aslinya.
★★★
Dan begitulah, kami terus mengatasi kehidupan sekolah dan sesi belajar di rumah Shiratori bersama.
Meskipun pada awalnya sesi-sesi itu kacau, seiring mendekatnya ujian tengah semester, suasana menjadi lebih menyenangkan.
Dan akhirnya, kami berhasil menyelesaikan ujian tengah semester tanpa masalah.
"Fiuu~ Lelah sekali~"
Hari terakhir ujian. Begitu menyerahkan lembar jawaban, Himuro roboh di atas meja.
Itu normal, mengingat dia hampir tidak pernah belajar sebelumnya.
Tapi, kali ini dia berpartisipasi dalam semua sesi belajar selama periode ujian. Jadi wajar kalo dia kelelahan.
Awalnya aku mengundangnya hanya karena aku tidak ingin berduaan dengan Shiratori, tapi melihat dia berusaha keras, aku jadi ingin memberitahunya kalo dia melakukan pekerjaan dengan baik.
"Hei, Akio."
"Ada apa?"
Himuro, masih dengan kepala bersandar di meja, menatapku dengan mata mendongak.
"Ujian sudah selesai, jadi ayo kita pergi bersenang-senang, bagaimana?"
Himuro mengundangku dengan suara malu-malu, tapi dia tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya.
Setelah berusaha keras, wajar kalo dia mendapatkan hadiah.
Selain itu, aku juga belum sempat bersenang-senang sejak bereinkarnasi.
Tawarannya terlihat menguntungkan untuk kedua belah pihak.
Ini jelas-jelas win-win solution.
"Kau benar. Ayo kita bersenang-senang semaksimal mungkin."
"Yey! Hei, hei! Kita mau ke mana?"
Seolah-olah rasa lelahnya tiba-tiba hilang, Himuro menunjukkan senyum berseri-seri.
Dalam cerita aslinya, sebagai sub-heroine, dia tidak pernah menarik perhatianku.
Tapi sekarang, Himuro terlihat sangat imut bagiku.
Senyum polos itu, yang bahkan make up tidak bisa menyembunyikannya, membuatku terpikat.
Bersenang-senang dengan gadis seimut ini...kalo dipikir-pikir, ini adalah hal terdekat dengan masa muda yang ideal.
"Wah, kalian mau bersenang-senang? Bolehkah aku ikut dengan kalian?"
Sebuah bayangan merah muda mendekati kami.
Shiratori, dengan wajah khas siswa teladannya, mencoba bergabung dalam percakapan.
"Bisa dibilang ini semacam perayaan untuk sesi belajar kita, kan, Junpei-kun? Kau juga ingin ikut, kan?"
"Eh? Aku?"
Gerakan Nosaka, yang sudah akan memisahkan Shiratori dariku, tiba-tiba berhenti.
Dia mendekat dari belakang Shiratori begitu dekat sehingga mustahil Shiratori menyadarinya...tapi, campur tangannya begitu tepat waktu sampai-sampai terlihat direncanakan.
"Mira, kita semua belajar bersama, kan? Menurutku sangat normal kalo kita merayakan dan keluar untuk bersenang-senang sebentar."
"I-iya..."
Ini buruk. Kalo situasinya terus seperti ini, Nosaka akan dibujuk oleh Shiratori.
Tapi apa yang dia katakan ada benarnya juga.
Menolak ini akan menjadi sesuatu yang tidak akan dilakukan oleh siapa pun yang benar-benar tahu bagaimana membaca suasana.
"Tunggu, Shiratori."
"Ada apa, Gouda-kun?"
Meskipun aku bereaksi secara naluriah, aku tidak tahu harus berbuat apa.
Aku merasakan tekanan dari senyum Shiratori dan, pada akhirnya, aku memutuskan untuk berbicara.
"Soal tempat di mana aku dan Himuro akan pergi bersenang-senang, jelas itu akan menjadi tempat yang tidak pantas!"
" "Eh!?" "
Baik Himuro maupun Shiratori bereaksi. Nosaka, sementara itu, tidak mengerti apa yang sedang terjadi, dan dia tersipu sambil menggerakkan bibirnya tanpa mengatakan apa pun.
"Te-tempat yang akan kita tuju tidak pantas? Hanya kita berdua yang akan pergi...?"
Himuro bertanya dengan malu-malu, dengan wajah yang benar-benar merah dan jari-jarinya bermain-main, tidak tahu harus berbuat apa dengan mereka.
Ya, tentu saja dia akan terkejut. Tapi aku harus mengatakan ini, atau Shiratori akan mengikuti kami.
Reputasi buruk Akio Gouda, dan wajahku yang menakutkan.
Meskipun hanya kata-kata, itu harus cukup kredibel.
"Gouda-kun, apa kau benar-benar akan membawa Himuro-san ke tempat yang tidak pantas?"
Shiratori mendekatkan wajahnya ke wajahku. Jaraknya tidak membuatku merasa malu, tapi tekanan yang kurasakan begitu kuat sehingga membuat jantungku berdebar karena alasan lain.
"I-iya. Karena itulah aku tidak bisa membawa kalian. Kita tidak puas dengan kesenangan yang tidak bersalah."
Berkat Shiratori yang membantu kita dengan sesi belajar, aku tidak lagi berutang apa pun padanya.
Karena itu, aku percaya diri dengan hasil ujian tengah semester. Tapi hanya sampai di situ saja.
Bukannya aku tidak menyukai Shiratori, tapi akan berbahaya kalo kami menjadi lebih dekat.
Aku tidak tahu kapan kepribadian Akio Gouda yang sebenarnya bisa keluar, dan kalo kekuatan koreksi dunia membawa kami untuk memiliki hubungan fisik, kami berdua akan menyesalinya.
Dan Himuro? Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi dengan Himuro aku merasa lebih tenang.
Meskipun dalam cerita aslinya dia selalu dekat denganku, aku tidak pernah mencoba melakukan apa pun dengannya. Entah bagaimana, aku merasa semuanya akan baik-baik saja.
".........."
Aku mengirim sinyal visual ke Nosaka.
Tapi dia membalas dengan tatapan tajam.
Biasanya, mata tidak bisa saling memahami seperti itu.
"Himari. Biarkan mereka sendiri."
Tapi, Nosaka, seolah-olah dia telah memahami apa yang kupikirkan, mencoba menjauhkan Shiratori.
Kerja bagus, Nosaka! Aku percaya pada protagonis cerita aslinya!
Sekarang aku bisa menjaga jarak dari Shiratori.
Itulah yang kupikirkan, tapi heroin manga bokep itu ternyata lebih keras kepala dari yang kubayangkan.
"Itu bukan urusanmu, Junpei-kun. Biarkan aku sendiri."
Serangan balik tak terduga dari Shiratori membuat Nosaka menerima kerusakan besar.
Nosaka mundur sambil memegangi dadanya. Aku berlari untuk turun tangan dengan tergesa-gesa.
"Hei, kau! Kau tidak seharusnya berbicara seperti itu. Nosaka melakukannya karena dia peduli padamu..."
"Wah, apa kau memanggilku 'kau' begitu tiba-tiba─────?"
"Ah! Ma-maafkan aku."
Aku meminta maaf secara otomatis.
Aku bersiap agar Shiratori mengatakan sesuatu seperti 'betapa beraninya kau', tapi yang mengejutkan, dia tersenyum sementara pipinya memerah.
"─────Itu berarti kau telah melihatku sebagai seseorang yang memiliki hubungan lebih dekat denganmu, kan, Gouda-kun? Fufufu, aku sangat senang."
".........."
Aku tidak tahu lagi bagaimana memperlakukan Shiratori! Seseorang bawakan aku buku manual Himari Shiratori!
"Hei, Akio. Tidak masalah kalo kita pergi bersenang-senang bersama, kan?"
Himuro menyarankan itu seolah-olah tidak ada pilihan lain.
"Kita akan pergi bersenang-senang ke tempat yang tidak pantas bersama-sama?"
"I-Itu hanya lelucon, kan?"
"Eh!? Apa itu lelucon...?"
Ketika dia dengan jelas mengatakan kalo itu adalah lelucon, aku tidak bisa terus berbohong. Hei, Nosaka, jangan terlalu kecewa.
"Karena Shiratori-san mengajari kita, kenapa kita tidak merayakan bersama? Jika kita memasukkan Nosaka-kun, kita hanya akan berempat, jadi seolah-olah kita bukan kelompok besar, kan? Kalo itu di tempat yang aman dan kita selesai sebelum gelap, seharusnya tidak ada masalah, kan?"
Itu benar. Himuro, yang kupikir adalah yang paling bodoh, adalah orang yang bertindak paling dewasa dari semuanya.
"Nosaka-kun, apa kau juga setuju? Kalo kita berempat, bukankah tidak apa-apa?"
"Ba-baiklah... Kalo kita berempat, seharusnya tidak ada masalah, dan sepertinya kita tidak akan terlambat."
"Kalo begitu, sudah diputuskan!"
Tidak ada alasan lagi untuk menolak.
Memang benar aku melakukannya supaya Shiratori bisa melunasi utangnya, tapi dia berusaha keras mengajari kami.
Setidaknya aku harus berterima kasih padanya.
Dan kalo kami kembali sebelum gelap, maka aku juga bisa menghindari kehilangan kendali.
Tentu saja, bahkan seseorang seperti Akio Gouda tidak akan berpikir untuk melakukan sesuatu sebelum malam tiba.
"Kalo begitu, bagaimana kalk kalian semua mengatakan ke mana kalian ingin pergi? Syaratnya adalah itu harus menjadi tempat di mana kita bisa bersenang-senang dengan sangat gembira."
Himuro bertanggung jawab atas organisasi. Mungkin dia cocok menjadi pemimpin?
Sambil mengamatinya penuh energi, aku berpikir seperti itu.
★★★
Setelah membicarakannya, kami memutuskan untuk pergi ke karaoke.
Kapan terakhir kali aku pergi ke karaoke?
Aku menyadari kalk aku sedikit bersemangat.
Seorang gadis dengan gaya 'elegan' dan yang lain dengan gaya 'gyaru', dan kemudian pria tanpa sesuatu yang menonjol dan aku, dengan wajah penjahat.
Ketika kami tiba dengan grup yang sangat beragam ini, karyawan itu terkejut.
Tapi tenang, kami hanya datang untuk bernyanyi.
"Sudah lama sekali aku tidak datang ke karaoke! Aku sangat bersemangat!"
"Aku juga sudah lama tidak datang. Kadang-kadang aku ingin berteriak sekeras-kerasnya."
Himuro dan Shiratori mengobrol dengan gembira, dan mereka saling tertawa di antara mereka.
Aku tidak yakin apa keduanya akur atau tidak. Jarak antara gadis-gadis agak rumit untuk dipahami.
".........."
".........."
Di sisi lain, kedua pria itu, tanpa mengatakan apa pun, hanya mengamati gadis-gadis itu dalam diam.
Yah, aku tidak punya apa pun untuk dibicarakan dengan Nosaka.
Kami tidak benar-benar berteman dan, dari semua yang aku tahu tentang dia, aku hanya ingat bagaimana aku melihatnya dalam cerita aslinya, menderita karena pacarnya direbut.
Jelas, aku tidak akan mengangkat topik itu.
Nosaka juga sepertinya waspada padaku, dia menjaga jarak tertentu sambil mengamatiku dengan penuh perhatian.
Sepertinya tidak ada suasana untuk membicarakan hal-hal sepele.
"Hei, Gouda─────"
"Kalo begitu, lagu pertama akan aku nyanyikan, Haaya Himuro!"
Yang pertama bernyanyi adalah Himuro.
Nosaka terlihat seperti akan mengatakan sesuatu, tapi suara Himuro dengan mikrofon menenggelamkannya.
Kalo dia memiliki sesuatu untuk dikatakan, dia pasti akan melakukannya nanti. Untuk saat ini, yang menarik bagiku adalah mendengarkan lagu Himuro.
"─────♪"
Saat mendengarkan lagu Himuro, aku mengerutkan kening.
Itu adalah lagu yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Dari reaksi Shiratori dan Nosaka, sepertinya itu adalah lagu yang cukup terkenal.
Bukannya aku ahli dalam penyanyi, tapi setidaknya aku tahu lagu-lagu yang paling populer.
Meskipun aku seorang siswa SMA, aku tidak menyangka akan ada perbedaan generasi yang begitu besar...
Kemudian aku menyadari. Karena kami berada di dunia manga, mungkinkah para penyanyinya juga berbeda dari yang ada di dunia ini?
Latar belakangnya diatur pada saat ini, jadi aku tidak mempertimbangkannya, tapi sepertinya di dunia manga ini ada banyak hal yang berbeda.
Bahkan ketika aku mencari nama artis di tablet, aku tidak menemukan nama yang kukenal.
Apa yang akan aku lakukan...?
Aku tidak akan bisa menyanyikan apa pun seperti itu!
"Yei! Terima kasih!"
Saat aku putus asa, Himuro sudah selesai bernyanyi. Dari tengah aku tidak bisa mendengar apa pun...
"Gouda-kun, apa kau sudah memilih lagu?"
"Belum... Shiratori, kau nyanyi duluan."
"Terima kasih".
Aku memberikan perangkat itu kepada Shiratori.
Dia mulai memilih lagu dengan sikap yang sangat tenang, seolah-olah dia sudah terbiasa.
Shiratori mengambil mikrofon dan berdiri dengan anggun.
Nosaka, melihat gadis yang disukainya bernyanyi, mencondongkan tubuh ke depan, mengamatinya. Dia terlihat seperti penggemar yang sangat antusias.
Aku sama sekali tidak tenang. Aku sedang mencari lagu yang bisa kunyanyikan dengan putus asa.
"Akio, apa kau sudah memutuskan lagu apa yang akan kau nyanyikan?"
Entah bagaimana, Himuro sudah duduk di sampingku dan bertanya kepadaku.
"Ti-tidak... Aku agak ketinggalan lagu-lagu baru... Aku tidak tahu harus berbuat apa."
"Tidak masalah, yang lama juga tidak apa-apa. Pasti ada beberapa lagu dari masa kecil kita yang kau tahu."
Ini bukan tentang era atau tahun!
Dunia tempatku berada sama sekali berbeda!
...Tapi tidak ada gunanya mengeluh. Tidak ada yang akan berubah kalo aku membuat Himuro khawatir.
"Ugh. Sudah begitu lama sampai tenggorokanku tidak dalam kondisi terbaiknya."
"Tidak benar, Himari! Suaramu sangat indah!"
Dengan tepuk tangan meriah dari Nosaka, aku menyadari kalo lagu Shiratori telah berakhir.
Ini gawat. Kalo aku tidak cepat, akan giliran ku.
Saat aku merasa gugup, Shiratori duduk di sampingku, di sisi berlawanan dari Himuro.
"Hei, Himari! Jangan duduk di samping Gouda!"
"Ini, mikrofonnya, Junpei-kun. Sekarang giliranmu, kan?"
"Ah... Ya... Terima kasih."
Shiratori mengambil perangkat dari tanganku dan, dengan sikap yang sama tenangnya, dan dia mulai memasukkan lagu. Seperti yang dari teman masa kecil. Dia mungkin tahu lagu apa yang ingin dia nyanyikan tanpa perlu aku katakan.
Nosaka, setelah menerima mikrofon dari Shiratori, menatapku dengan tidak setuju.
Aku bisa dengan jelas membaca ekspresinya 'Jangan lakukan hal aneh pada Himari!'
"Kalo begitu, Gouda-kun, apa yang akan kau nyanyikan?"
Shiratori mendekatiku sambil bertanya. Dia sedikit memiringkan kepalanya, membuat rambut merah mudanya yang panjang tergerai lembut... Sungguh tidak tahu malu.
"A-aku sedang memikirkannya."
Sebanyak apapun aku mencari, tidak ada lagu yang kukenal. Aku bodoh.
Aku terlambat menyadarinya. Seandainya saja ketika kami memutuskan untuk pergi ke karaoke aku sudah memeriksa lagu apa yang ada, ini tidak akan terjadi...
"Bagaimana dengan lagu ini yang berada di posisi pertama tangga lagu? Kalo ini yang paling populer, pasti yang paling mudah dinyanyikan."
Himuro mendekatkan diri ke bahuku sambil menunjuk ke layar, menyarankan lagu tersebut.
Kalo aku tidak mengenal lagu apa pun, mungkin yang paling masuk akal adalah memilih yang paling mudah dinyanyikan.
"Itu benar. Kita akan pilih yang ini."
Akhirnya aku bisa memilih sebuah lagu, yang membuatku merasa sedikit lebih tenang.
Tapi, tentu saja, bagian yang sulit masih akan datang.
"Betapa gugupnya aku! Bagaimana nyanyianku?"
"Ah, bagus, Nosaka."
".........."
Aku bertepuk tangan untuk Nosaka ketika dia selesai bernyanyi.
Tapi, sepertinya orang yang dia cari pendapatnya bukanlah aku, melainkan Shiratori.
Dia menatapku dengan ekspresi yang cukup canggung.
"Nosaka-kun, kau melakukannya dengan sangat baik! Suaramu cukup indah."
"Be-benarkah?"
Nosaka tersipu saat dipuji oleh Himuro.
Meskipun kami berdua adalah anak laki-laki bermasalah, anak laki-laki mana pun lebih suka dipuji oleh gadis cantik daripada oleh anak laki-laki berwajah serius. Ya, aku tahu itu.
"Sekarang giliranmu, Gouda-kun. Fufufu, aku bersemangat mendengarkan nyanyianmu."
Shiratori, tanpa menyadarinya, menekanku dengan komentarnya.
Sial! Andai saja itu lagu yang aku kenal, aku akan senang menyanyikannya!
Menyanyikan lagu yang belum pernah aku dengar sebelumnya dan melakukannya secara langsung sama sekali tidak menyenangkan.
Musik mulai terdengar. Melodinya terdengar familiar, tetapi ritme dan nadanya masih asing.
Sial! Aku akan melakukannya! Aku mencengkeram mikrofon dengan erat.
"Pfft! Gouda, kau benar-benar tidak bisa menyanyi dengan baik?"
Begitu aku mulai bernyanyi, Nosaka tidak bisa menahan tawa.
Dan aku tidak bisa menyalahkannya. Lebih dari sekadar bernyanyi, aku hanya berusaha mengikuti liriknya.
Ini tidak akan menyenangkan, baik bagiku maupun bagi orang lain...
Ah, mengapa aku tidak bisa berhenti bernyanyi sekarang?
Perasaan itu mulai menguasai diriku.
"─────♪"
Suara yang berbeda dari suara saya mulai bergema.
Saat aku melihat, aku melihat Himuro sedang bernyanyi dengan mikrofon di tangannya.
Dia mengedipkan mata sambil tersenyum kepadaku.
...Apa dia ingin aku mengikutinya?
Aku mencoba bernyanyi mengikuti irama suara Himuro.
Kemudian, aku merasa kalo secara alami ritme mulai mengalir, dan meskipun itu hanya kesanku, aki merasa kalo semuanya cocok dengan cukup baik.
Lebih mudah bernyanyi dengan Himuro. Ketika kami menyelesaikan lagu, aku merasa menikmatinya.
"Haa~. Terima kasih, Himuro. Kamu menyelamatkanku."
"Aku hanya ingin bernyanyi. Menyenangkan melakukannya denganmu, Akio."
Senyum Himuro bersinar terang. Mungkin saat itulah cara ku memandangnya berubah sepenuhnya.
Karena kami semua sudah bernyanyi setidaknya sekali, kami mulai mengobrol dengan gembira sambil melembabkan tenggorokan kami dengan minuman ringan.
"Eh? Gouda-kun, kau tinggal sendiri?!"
Ketika di tengah percakapan, aku mengaku kalo aku tinggal sendiri, Shiratori menunjukkan kejutan yang jauh lebih besar dari yang aku bayangkan.
Percakapan sampai pada titik itu karena suatu alasan.
Karena aku tidak tahu hampir semua lagu, mereka menanyakan alasan untuk itu kepadaku.
Aku tidak punya TV di rumah. Aku juga tidak punya keluarga, jadi aku tidak punya tempat untuk menerima informasi. Itulah kenapa aku tidak terbiasa dengan musik... Ya, aku tidak mengatakan kebohongan apa pun.
Mungkin, Akio Gouda yang sebenarnya juga tidak tertarik pada lagu. Bahkan ketika aku mencoba mencari di ingatannya, hampir tidak ada apa pun.
Dia akan menjadi seorang berandalan, tapi dia tidak punya banyak teman.
Kalo kau tidak punya teman untuk pergi ke karaoke, saya kira itulah yang terjadi.
"Ketika kau mengatakan kalo kau tidak punya keluarga, maksudmu... Apa mereka menjadi bintang kecil atau semacamnya?"
Himuro, mungkin karena pertimbangannya, dia menggunakan ekspresi yang lebih lembut saat menanyakannya.
Ini pertama kalinya aku mendengar metafora seperti 'menjadi bintang kecil'.
"Bukannya mereka meninggal atau apa pun. Aku hanya punya beberapa masalah dengan orang tuaku. Meski begitu, mereka masih mengirimkan aki uang untuk biaya hidupku."
Memang benar kalo mereka mengirimkan aku uang untuk hidup, tapi Akio Gouda tidak merasakan sedikit pun rasa terima kasih untuk itu.
...Dan mengenai hal itu, aku dapat memahami mengapa Akio Gouda tidak menyukai orang tuanya.
Ingatan yang aku miliki tentang mereka dipenuhi dengan kesan buruk.
Bahkan dari sudut pandangku, mereka terlihat bukan orang tua yang baik.
Meskipun itu tidak membenarkan melakukan hal-hal buruk. NTR itu salah, mutlak.
"Tinggal sendiri terdengar membuat iri, dan di atas itu mereka mengirimimu uang, kan? Gouda, kau ternyata anak orang kaya."
Nosaka berbicara dengan mata berbinar, tampak cemburu. Aku kira, untuk seorang siswa SMA, tinggal sendiri adalah semacam impian.
"Hei, Junpei-kun, Gouda-kun juga pasti punya alasannya─────"
"Lihat? Aku bahkan tidak perlu bekerja paruh waktu dan aku tidak kekurangan apa pun. Selain itu, ketika kau sendirian, kau bisa berjalan telanjang di sekitar rumah tanpa mempedulikan apa pun, bagaimana? Tidakkah kau iri dengan kehidupan yang begitu bebas?"
"Ooooh! Keren sekali! Aku iri!"
Sebelum Shiratori dapat memarahi Nosaka, aku maju dengan tawa riang.
Lagi pula, kita datang ke tempat ini untuk bersenang-senang dan bersantai.
Aku tidak ingin suasana menjadi berat karena kesalahan saya.
"Hei, hei, Akio!"
"Hmm?"
Himuro menarik lengan bajuku dengan lembut.
"Apa kita akan menyanyikan ini bersama sekarang?"
Himuro memotong percakapan dan mengembalikan perangkat karaoke kepada kami.
"Tentu saja. Aku sangat senang bernyanyi denganmu, Himuro. Bahkan, aku sendiri ingin memintanya."
"Benar, kan? Kalo bersamaku, semuanya menjadi lebih hidup."
Himuro membusungkan dadanya dengan bangga.
Bahkan melalui seragam, lekuk tubuhnya terlihat jelas. Sungguh mengesankan...
"Ah, itu tidak adil! Gouda-kun, lain kali bernyanyi denganku. Aku akan membimbingmu dengan sangat hati-hati."
Shiratori juga mengambil mikrofon dan mulai melakukan langkahnya.
Ucapan 'Aku akan membimbingmu' itu dia katakan sambil menggeserkan jari di dadaku, apa sebenarnya yang ingin dia bimbing dariku?
"Kalo begitu aku juga akan bernyanyi denganmu. Tapi jangan besar kepala, ya? Kalo seseorang yang tidak bisa bernyanyi melakukannya sendirian, itu akan menurunkan semangat semua orang. Jadi, bukan karena aku mau, hanya saja tidak ada pilihan lain."
Nosaka membuang muka sambil mengucapkan kata-kata itu.
Kau bukan seorang tsundere, jadi berhentilah bersikap seperti itu.
Apa yang akan kulakukan kalo kau membuatku salah paham?
Selain itu, berhentilah melihat ke arah lain dan hentikan Shiratori.
Awalnya aku khawatir tentang bagaimana semuanya akan berjalan, tapi pesta itu ternyata semeriah yang diharapkan.
★★★
Dalam perjalanan pulang dari karaoke, aku segera berpisah dari Shiratori dan Nosaka, karena mereka pergi ke arah yang berlawanan dengan rumahku, dan akhirnya aku berjalan dengan Himuro.
"Hei, Akio, bolehkah aku pergi ke rumahmu sekarang?"
"Sudah kubilang aku tinggal sendirian, aku seorang pria."
Matahari hampir terbenam. Aku mendesak Himuro untuk pulang saat hari masih terang.
"Tapi aku masih ingin bersenang-senang denganmu. Ayolah, sebentar saja, aku penasaran ingin melihat seperti apa apartemenmu. Sedikit saja, sedikit saja dan aku akan pergi. Please, hanya ujungnya saja."
[TL\n: kata-kata yang gak bisa di percaya,'hanya ujungnya saja’ gak taunya semuanya masuk.]
Himuro memohon padaku sambil menyatukan tangannya seperti sedang berdoa.
Apa dia begitu penasaran dengan apartemenku?
Meskipun apa itu normal untuk seorang gadis seusia kami?
Aku juga akan penasaran ingin melihat seperti apa apartemen seorang gadis yang tinggal sendirian... Bukan dalam arti yang aneh atau apa pun.
Ini hanya rasa ingin tahu yang sederhana dan murni!
"...Tidak."
Aku menjawab dengan tegas, dengan nada serius.
Bukannya aku tidak mempertimbangkannya, meskipun hanya sebentar.
Dengan Himuro mungkin tidak apa-apa, bukannya aku tidak memikirkannya.
Tapi, meskipun sekarang semuanya tampak tenang, aku tidak tahu kapan sisa-sisa yang ditinggalkan Akio Gouda bisa lepas kendali lagi.
Berada di apartemen tempat aku tinggal sendirian, dengan seorang gadis cantik...situasi itu bisa menjadi pemicunya.
Justru karena Himuro adalah teman yang penting bagiku, aku tidak bisa menerima sesuatu yang bisa membahayakannya.
"...Tidak boleh? Aku tidak...?"
Suara Himuro bergetar. Tidak memiliki nada 'Aku bercanda♪' seperti biasanya.
Ekspresinya berubah seolah-olah dia akan menangis. Matanya dipenuhi air mata, hampir tumpah.
"Eh...?"
Aku tidak membayangkan dia akan mulai menangis. Tiba-tiba, jantungku mulai panik.
Tapi kalo lain kali aku mengatakan tidak dan tidak terjadi apa-apa, kenapa sekarang dia tampak begitu sedih?
"Dengan Shiratori boleh... tapi denganku tidak bisa..."
"Eh?"
"Kau pergi ke hotel dengan Shiratori, kan?! Lalu, kenapa denganku tidak bisa?!"
Aku terkejut dengan teriakannya yang tiba-tiba.
Suara Himuro bergema di jalanan yang sepi, di mana tidak ada siapa pun selain kami.
Tunggu, apa yang baru saja dikatakan Himuro?
"Akio, kau memiliki hubungan dengan Shiratori sampai pergi ke hotel, kan? Aku tidak keberatan dengan itu. Tapi jangan tinggalkan aku..."
Himuro akhirnya mulai menangis tersedu-sedu.
Dari kejauhan terdengar suara mobil dan kereta api.
Tapi yang paling terdengar adalah isak tangis Himuro.
Bagaimana dia tahu kalk aku pergi ke love hotel dengan Shiratori? Dan apa semua ini?
Kepalaku tidak bisa memproses perubahan yang begitu tiba-tiba.
Tapi di tengah kebingungan itu, hal pertama yang kurasakan adalah dorongan kuat untuk menghibur Himuro.
Itu adalah hal yang paling penting sekarang.
"Tenanglah, Himuro."
"Ah..."
Aku memeluknya. Seolah-olah menghibur seorang anak kecil, aku menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut.
Ya...ini terlalu banyak pelecehan.
Tindakan yang hanya akan dimaafkan pada seorang pria tampan, dan aku baru saja melakukannya karena dorongan hati...
".........."
Tapi saat aku merasakan Himuro menekan wajahnya ke dadaku, aku tahu kalo aku harus tetap seperti ini sampai dia berhenti menangis.
Aku merasakan kelembapan di area dada. Tangan Himuro, yang telah meluncur ke punggungku, mencengkeram seragamku dengan erat.
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Semuanya baik-baik saja sekarang. Aku di sini bersamamu."
Aku terus berbicara dengan kata-kata lembut untuk menenangkannya.
Aku mengabaikan isak tangisnya yang tertahan seolah-olah aku tidak mendengarnya.
Kau tidak bisa melawan seseorang yang menangis. Bahkan kalo dia seorang gyaru, dalam hal itu tidak ada perbedaan.
"Hiks!!... Uf, menangis sepuasnya membuatku merasa jauh lebih baik."
Himuro mengeluarkan ingusnya dengan tisu.
Wajahnya sekarang terlihat begitu jernih sehingga tidak ada yang akan membayangkan bahwa dia baru saja menangis.
"Ya, ya. Aku senang mendengarnya."
Sekarang kami berada di apartemen tempat aku tinggal.
Pada akhirnya, aku menyerah dan mengundangnya masuk.
Yah, aku tidak bisa meninggalkan Himuro sendirian menangis seperti itu.
Kalo seseorang melihat kami, mereka pasti akan mencapku sebagai orang jahat. Memiliki wajah penjahat juga memiliki kekurangannya.
Untuk saat ini, aku tidak merasa panas berkumpul di bagian bawah tubuhku.
Meskipun ada aroma gadis yang menyenangkan di udara, aku tidak selemah itu untuk menyerah pada keinginanku hanya karena itu.
"Eh!? Apa yang sedang kau lakukan, Himuro!?"
"Hmm? Aku hanya mencari majalah pornomu."
Ketika aku menyadarinya, Himuro sudah merangkak, mengintip di bawah tempat tidur.
Aku ingin berteriak padanya kalo dia sengaja menggoyangkan pantatnya, tapi aku menahan diri sebisa mungkin.
Padahal roknya sudah pendek... Apa dia tidak memiliki rasa malu sedikit pun? Ah, tunggu, dia akan...!
"Hmm... Sepertinya tidak ada yang menarik di sini. Aku kira di zaman ini hal-hal seperti itu disembunyikan di Hp, kan?"
"Hei, Himuro, apa kau selalu melakukan ini saat masuk ke apartemen seorang pria?"
Himuro mengeluarkan kepalanya dari bawah tempat tidur dan menatapku dengan tajam.
"Tentu saja tidak! Aku tidak pernah melakukan hal seperti itu! Bahkan... aku hanya melakukannya denganmu, ya, Akio?"
Dengan sikap yang menawan, dia menatapku dari bawah dengan mata sedikit terangkat.
Itu adalah ekspresi yang menggemaskan...atau itulah yang ingin kupikirkan, tapi mengingat apa yang sedang dia lakukan, aku tidak punya pilihan selain tertegun.
Siapa yang masuk ke apartemen seorang pria dan hal pertama yang dia lakukan adalah mencari majalah pornonya!?
Di karaoke dia bersikap baik...tapi ini adalah Himuro yang seperti biasanya, dan aku bahkan tidak ingin melawan lagi.
"Meski begitu, kau tidak punya banyak barang. Meskipun tempat tidurnya memang bagus. Hei, apa kau tidak punya hobi atau semacamnya?"
Hobi Akio Gouda adalah tidur dengan wanita (sebagian teks di hilangkan) ... Itu bukan sesuatu yang bisa aku katakan dengan lantang.
Pada dasarnya, hidupnya adalah menggoda gadis-gadis di jalan dan membawa mereka pergi. Apartemen ini hanyalah tempat untuk tidur.
Kalo dipikir-pikir, sekarang bahkan terlihat sedikit lebih hidup daripada sebelumnya.
"Kalo kau punya hobi yang mahal, tidak peduli berapa banyak uang yang kau punya, itu tidak akan pernah cukup. Untuk seorang pria yang tinggal sendirian, ini lebih dari cukup."
"Fuun, jadi begitulah pria?"
"Begitulah. Dan bagaimana dengan pria yang pernah kau kencani sampai sekarang, Himuro?"
Aku hanya bertanya basa-basi, tapi Himuro bereaksi dengan sangat terkejut.
"...Aku belum pernah punya."
Himuro menunduk dan menggumamkan sesuatu dengan suara pelan.
"Eh? Apa yang kau katakan?"
"Aku belum pernah punya pacar! Sekali pun seumur hidupku! Hmph! Sekarang senang?!"
Himuro mengangkat wajahnya, sepenuhnya merah, dan meledak.
Itu membuatku terkejut dan mundur karena intensitasnya.
"Eh, benarkah?"
"Serius! Aku tidak sepertimu, Akio...! Uwaaaah!"
Himuro menjatuhkan diri ke tempat tidurku, membenamkan wajahnya di bantal dan mulai menangis tersedu-sedu.
Meskipun...ini jelas terlihat seperti tangisan palsu, kan?
Aku tahu dari cerita aslinya kalo Himuro masih perawan.
Tapi aku tidak berpikir kalk dia benar-benar belum pernah punya pacar seumur hidupnya.
Karena, dalam cerita aslinya, dia terlihat begitu berpengalaman sehingga membuatku berpikir 'Apa dia tidak berpengalaman?'. Aku ingat pernah berkomentar 'Dengan ini, mustahil dia masih perawan'.
"Akio..."
Himuro mengangkat sedikit wajahnya dan hanya menatapku. Dia tampak tidak nyaman, menggerakkan mulutnya sementara wajahnya masih terbenam di bantal.
"Apa kau...punya pacar?"
Dengan mata berbinar, dia menanyakan pertanyaan itu padaku.
".........."
Himuro mungkin jatuh cinta pada Akio.
Aku tidak pernah sepenuhnya mengerti kenapa dia begitu patuh dalam cerita aslinya.
Tidak ada indikasi kalo dia diancam, dan karakter Haaya Himuro tampaknya tidak bekerja sama karena dia menyukainya.
Tapi, melihat kembali, aku menyadari kalo pada beberapa momen terlihat jelas bahwa, sebenarnya, dia jatuh cinta pada Akio, meskipun tidak begitu jelas.
Misalnya, ketika Akio merenggut keperawanannya secara paksa, dia memiliki ekspresi kebahagiaan di wajahnya.
Kenapa Himuro jatuh cinta pada Akio?
Alasan itu tidak pernah dijelaskan. Karena dia adalah sub-heroine, mungkin dianggap tidak perlu masuk ke detail.
Selain itu, Akio terlihat tidak berpikir kalo dia mencintainya secara romantis.
Aku menggaruk kepalaku dengan canggung. Karena aku selalu fokus pada adegan seks yang intens, aku tidak pernah berhenti memikirkan hal seperti ini.
"Tidak, aku tidak punya pacar."
"Tapi, kau pergi ke hotel dengan Shiratori, kan?"
Pada akhirnya, itulah yang mengkhawatirkannya...
Pada saat ini, aku tidak bisa membayangkan apa pun di luar persahabatan dengan Himuro.
Selama kesadaran Akio Gouda tidak sepenuhnya menghilang, aku tidak berpikir kalo hubungan yang lebih dalam akan menjadi yang terbaik baginya.
Himuro adalah teman yang penting bagiku.
Bukan berarti aku tidak melihatnya sebagai seorang wanita, hanya saja aku tidak ingin sesuatu terjadi yang bisa menyakitinya.
"Memangnya kenapa? Karena kami pergi ke love hotel bukan berarti semuanya seperti yang kau kira─────"
"Pergi ke love hotel?!"
Eh...?
"Aku pikir itu hotel biasa... Kalo itu love hotel, kalo begitu, pasti..."
Apa aku baru saja menggali kuburanku sendiri?
Tidak, tunggu. Bernapaslah. Masih ada waktu untuk memperbaikinya.
"Tenanglah, Himuro. Rupanya, love hotel juga digunakan untuk pertemuan. Artinya, tidak aneh kalo Shiratori dan aku pergi ke love hotel hanya untuk berbicara sedikit."
"A-Begitukah caramu mengajak Shiratori ke love hotel...?"
Ini tidak berjalan dengan baik. Sepertinya aku tidak bisa meyakinkannya dengan alasan apa pun.
Himuro mencoba menenangkan diri, memainkan gaya rambutnya menjadi semacam kuncir kuda.
Tapi, matanya bergerak gelisah dari satu sisi ke sisi lain, dia sama sekali tidak terlihat tenang.
"Ba-baiklah... aku sudah tahu kau seperti itu... Kalo kau ingin melakukan sesuatu padaku, aku tidak keberatan, Akio..."
Sialan, jangan masuk mode penurut!
"Himuro."
"Kalo kau mau...melakukan itu dengan Shiratori, aku... akan membantumu..."
"Dengarkan aku, Himuro!"
"Y-ya!"
Ketika aku meninggikan suara, akhirnya Himuro mengangkat pandangannya.
Tidak peduli seberapa banyak aku berbicara, itu tidak akan sampai padanya.
Jadi, satu-satunya hal yang bisa kulakukan adalah menunjukkan padanya dengan sikapku kalo aku tidak berbohong.
Aku menegakkan punggung dan menatap langsung ke matanya.
"Aku pergi ke love hotel dengan Shiratori. Itu faktanya. Tapi, yang kulakukan hanyalah menghiburnya karena dia menangis. Aku tidak melakukan apa pun selain itu."
Aku tidak berbohong. Meskipun aku memang menunjukkan...yah, kau tahu, dan melihat tubuh Shiratori, aku tidak melakukan apa pun lagi.
Kesungguhanku sepertinya telah sampai pada Himuro, yang mengangguk sedikit.
"...Wah, Akio, kau benar-benar telah berubah."
"Sudah kubilang. Aku akan hidup dengan benar. Untuk itu, aku harus mengubah diriku yang dulu."
"Itu karena masa muda, kan?"
"Ya. Aku ingin menikmati masa mudaku di SMA. Untuk itu, aku membutuhkanmu, Himuro."
"....!?"
Himuro mulai menggerakkan kakinya seolah-olah dia menderita.
Benar, aku juga harus membuat Himuro berubah.
Kalo keduanya, Akio yang asli dan Himuro, tidak berubah, aku tidak akan bisa menjalani masa mudaku dengan tenang.
Kalo suatu saat aku menyerah pada kesadaran Akio, kemungkinan besar Himuro akan mengikutiku tanpa pertanyaan.
Aku tidak akan membiarkan itu terjadi, jadi aku juga akan membuat Himuro berubah.
Aku ingin dia juga memiliki masa muda yang indah, itu yang kuinginkan dari lubuk hatiku.
"Ah! Ada bekas lipstik di bantalmu, Akio...! Kau pasti membawa seorang gadis!"
"...Itu bukan dari sebelumnya? Bukankah itu bekas yang kau tinggalkan saat kau membenamkan wajahmu di sana?"
"Ah..."
Mengubah Himuro yang bodoh ini akan cukup rumit.
★★★
Pertama kali aku bertemu Akio adalah di musim panas tahun ketiga SMP-ku.
"To-tolong, berhenti...!"
Saat aku berjalan di kota, sekelompok pria berpenampilan kasar mendekatiku, dan aku, tanpa bisa melawan sedikit pun, gemetar.
Saat itu, aku cukup hambar, tidak memakai riasan atau mewarnai rambutku.
Aku tidak punya gaya sama sekali, aku terlihat seperti gadis biasa dari sekolah menengah pedesaan.
Dan pria-pria yang mendekatiku itu tidak berniat berbicara denganku untuk hal yang baik.
Sebaliknya, mereka mendorongku ke dinding, dan ketiga pria, besar dan kuat, satu-satunya yang mereka inginkan adalah uang.
"Kami memintamu untuk menunjukkan dompetmu, kan?"
"Nona, kami agak kekurangan uang. Apa kau akan membayar tol jalanan?"
"Hahaha! Apa itu tol?"
Apa mereka tidak malu memanfaatkan seorang gadis SMP, dan terlebih lagi seorang anak kecil?
Tapi pada saat itu, aku tidak punya keberanian untuk mengatakan apa pun, dan satu-satunya hal yang bisa kulakukan adalah terus gemetar.
Aku melihat sekeliling mencari bantuan, tapi seperti biasa di saat-saat seperti itu, hampir tidak ada siapa pun di dekatnya.
Kalo seseorang lewat, mereka membuang muka dan menjauh dengan cepat.
"Hei, cukup! Kalo kau tidak akan mengeluarkan apa yang kami minta, itu berarti kau meremehkan kami!"
"Bu-vukannya aku meremehkan kalian...!"
"Kalo begitu keluarkan dompet sialan itu sekarang! Jangan berani melawan, meskipun kau jelek!"
Mereka berteriak padaku dengan suara penuh, dan kemudian memukul dinding dengan keras 'Dón!'
Terlepas dari segalanya, satu-satunya hal yang bisa kulakukan adalah terus gemetar.
Aku ketakutan... Orang-orang ini tidak akan berbelas kasihan hanya karena aku seorang wanita! Mereka akan memukulku!
Jantungku hampir hancur karena ketakutan.
Kalo aku mengeluarkan dompetku, mereka mungkin akan meninggalkanku sendirian.
Aku berpikir begitu, tapi tubuhku sama sekali tidak merespons.
Aku hanya bisa menutup mataku dengan erat sambil gemetar.
"Kalian ini penghalang!"
"Gueh!?"
Aku berada dalam situasi darurat tanpa jalan keluar. Pada saat itu, tiba-tiba, salah satu pria yang mengelilingiku terlempar ke udara.
"A-apa─────?"
Dia mungkin ingin memprotes, tapi suara teman-teman pria yang terlempar itu dengan cepat padam.
Aku membuka mataku dengan takut dan mengangkat kepalaku, dan aku melihat sosok seorang pria kekar dengan rambut pirang berdiri di depanku.
Wajahnya yang serius memancarkan tekanan yang jauh lebih menakutkan daripada pria-pria yang telah mengelilingiku.
"Ada apa dengan kalian? Kalian ingin menantangku?"
"Ah, tidak...! M-Maaf..."
Pria-pria itu, yang tampak ketakutan, melarikan diri dengan cepat.
Aku sangat terkejut sehingga aku tidak bisa melakukan apa pun selain berdiri di sana, tanpa tahu harus berbuat apa.
"Hei."
"Hiii!"
Aku tidak percaya kalo aku telah keluar dari kesulitan.
Dengan wajah yang begitu menakutkan, pria itu jelas memiliki wajah yang menunjukkan kalo dia telah melakukan lebih banyak perbuatan buruk daripada pria-pria sebelumnya, dan itu membuatku semakin takut.
Dia mendekatiku dengan langkah mantap. Aku, yang ketakutan hanya bisa melihat ke bawah dan memejamkan mata dengan erat.
Tanpa peringatan, dia mengangkat poniku.
Aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan, dan rasa takut yang ekstrem mencegahku membuka mata.
"Hmm. Tidak buruk. Kau harus memakai riasan, tahu?"
Dia mengatakan itu dan kemudian aku merasakan kehadirannya menjauh.
Aku tidak mengerti apa yang telah terjadi, dan untuk sesaat, situasinya tidak bisa masuk ke dalam pikiranku.
Ketika aku membuka mataku, sosoknya sudah jauh.
"Ah, terima kasih banyak..."
Pada saat itu, aku menyadari kalo aku telah diselamatkan.
Kata-kata terima kasihku yang lemah tidak sampai ke telinganya, dan pria pirang itu tidak berbalik.
"Ihh takutnya~~~"
Dadaku berdebar kencang. Itu normal, setelah mengalami pengalaman teror seperti itu.
Tapi aku tahu kalo detak jantung ini bukan hanya karena itu, aku sangat memahaminya.
"Kalo aku memakai riasan, apa aku bisa sedikit berubah?"
Kata-katanya terus terulang di kepalaku. Aku tidak tahu apa yang ingin dia katakan dengan itu, tapi lain kali aku bertemu dengannya, aku ingin mendengar sesuatu seperti 'Tidak buruk' darinya.
★★★
Beberapa hari kemudian, aku merias wajah untuk pertama kalinya dan mewarnai rambutku menjadi pirang.
Ketika liburan musim panas berakhir, semua orang terkejut dengan perubahan pada diriku.
Meskipun wali kelasku memarahiku, aku mengabaikannya, dan sepertinya dia sudah menyerah karena dia tidak mengatakan apa-apa lagi.
Aku ingin menjadi seperti orang yang telah membantuku. Aku tidak bisa berhenti memikirkan hal itu dengan serius.
Mungkin karena perubahan penampilanku, kepribadianku juga mulai berubah.
Sekarang aku bisa membela sudut pandangku, dan kalk seseorang mengatakan sesuatu, aku bisa menjawab.
"Ah... orang itu..."
Setelah lulus dari SMP, aku masuk SMA, dan di SMA, aku bertemu lagi dengannya, orang yang telah menyelamatkanku dari orang-orang itu saat itu.
Saat itu, rambut pirang yang dia miliki telah diwarnai merah, tapi wajahnya yang garang tidak bisa disalahartikan. Aku langsung tahu siapa dia saat melihatnya.
"Eh? Siapa kau?"
Tidak seperti saat itu, dia mungkin tidak berpikir kalo aku adalah gadis membosankan yang sama yang telah dia bantu sebelumnya. Meskipun kalo dipikir-pikir, dia mungkin hanya lupa. Bagaimanapun juga, dia adalah Akio Gouda.
"Aku Haaya Himuro... Hei, bisakah kau memberitahuku namamu? Aku ingin berteman denganmu."
"Tch... Akio Gouda."
Dia mengatakan namanya dengan kasar, dan meskipun sikapnya tidak terlalu ramah, aku tidak lagi merasa begitu takut seperti sebelumnya.
Fakta kalo kami bertemu lagi adalah karena benang merah takdir telah menyatukan kami.
Meskipun aku telah sedikit berubah, hati riangku tetap sama seperti biasanya.
─────Tapi, untuk menganggap pertemuanku kembali dengan Akio sebagai sesuatu yang ditakdirkan, dia terlalu kasar.
Ada banyak rumor negatif tentang Akio, dan karena aku dekat dengannya, aku tahu kalo rumor itu bukan hanya omong kosong.
Yang paling membuatku takut bukanlah penampilannya atau aura menakutkannya, melainkan sifat brutalnya.
Meskipun begitu, Akio tetap menjadi tujuanku, dan dia adalah satu-satunya tempatku di sekolah, di mana aku tidak merasa begitu terasing.
Kalo Akio menolakku, aku tidak tahu harus berbuat apa. Karena itu, aku berusaha keras untuk mendengarkan apa yang dia katakan.
Aku mencoba untuk menjadi wanita yang dia butuhkan.
Menakutkan, tapi aku menyukainya.
Perasaan yang benar-benar berlawanan terhadap Akio adalah yang mendorongku untuk terus maju.
"Jangan bicara omong kosong. Mulai sekarang aku akan hidup dengan jujur! Aku akan mendapatkan kembali masa mudaku!"
"Masa muda?"
Akio, yang seharusnya adalah seorang berandalan sejak lahir, tiba-tiba berubah.
Awalnya aku berpikir kalo dia telah terbentur kepalanya atau semacamnya.
Dia sangat berbeda, sehingga aku sampai curiga kalo dia telah digantikan oleh orang lain.
Perubahan yang begitu tiba-tiba itu membuatku merasa gelisah. Aku berpikir kalo mungkin dia berniat untuk meninggalkanku.
"Akio...kalo kau menjadi orang yang jujur... Apa tidak apa-apa kalo aku terus berada di sisimu?"
"Tentu saja. Himuro kau adalah temanku."
"Teman...?"
Tapi bukan itu. Alih-alih meninggalkanku, dia menyebutku 'temannya', dan aku merasakan sensasi hangat di lubuk hatiku.
Senyum ramah pertama yang aku lihat di wajah Akio membuatku merasa sangat lega.
"Baiklah. Aku adalah gadis yang perhatian. Akio, kalo kau ingin hidup dengan jujur, aku akan menghormatinya."
"Ya, terima kasih."
Setelah mengatakan itu, tangan besar Akio membelai kepalaku.
Itu sangat hangat, sangat menyenangkan... Aku merasakan bagaimana kebahagiaan yang tidak mungkin dijelaskan menyelimutiku sepenuhnya.
Aku menyukai Akio. Tapi dia membuatku takut, dan saat aku berada di dekatnya, aku selalu merasa terintimidasi.
Tapi, Akio yang sekarang ramah, hangat, dan memberiku rasa aman.
Dia membuatku ingin berada di sisinya selamanya.
"Aku ingin bersamamu selamanya..."
Seandainya dia bisa tetap seperti ini, menjadi Akio yang ramah sekarang.
Itulah yang kuinginkan dengan segenap kekuatanku.