> CHAPTER 3

CHAPTER 3

 Kamu saat ini sedang membaca Nazeka S-class Bizyotachi No Wadai Ni Ore Ga Agaru Ken volume 4,  chapter 3. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw

EDISI MENGINAP YANG MENYENANGKAN (HARI KE-2)



Pagi berikutnya.


Setelah kembali dari pemandian air panas, Haruya langsung bersiap-siap untuk tidur dan terlelap.


Sepertinya dia benar-benar kelelahan.


Semua orang yang keluar dari pemandian air panas juga tertidur pulas di dalam mobil saat perjalanan pulang.


Mereka semua tidak punya lagi energi yang tersisa untuk melakukan hal-hal seperti melempar bantal, bermain kartu, atau begadang membicarakan kisah cinta yang biasanya dilakukan saat menginap. Begitu tiba, mereka langsung membentangkan futon, menyikat gigi, dan kemudian tidur.


Dan sebelum menyadarinya, pagi pun tiba.


Biasanya, Haruya sulit tidur di tempat yang tidak biasa, tapi kali ini dia bisa langsung tertidur, sehingga dia menyadari betapa lelahnya dirinya.


Karena tidur nyenyak, dia bahkan tidak ingat mimpinya dan bangun dengan perasaan yang segar.


Saat mengecek waktu, ternyata sudah pukul 6.30.


Cahaya matahari yang samar mulai menembus melalui shoji.


────── gruk~ gruk~.


Kazamiya masih tertidur, berbaring dengan posisi seperti huruf 大 dan mengeluarkan suara napas tidur yang tenang.



[TL\n: maksudnya dia tido dengan posisi terlentang dengan tangan dan kaki terbuka.]


Haruya pertama-tama mencuci muka, menyikat gigi, lalu sebentar keluar...


Bukan karena dia ingin berolahraga atau berlari.


Dia tiba-tiba ingin minum kopi hitam.


(Karena kebetulan akubangun pagi, aku ingin minum minuman hitam di hari-hari seperti ini.)


Jadi, dia berniat pergi ke mesin penjual otomatis terdekat.


Dia hanya membawa Hp dan dompetnya, lalu keluar.


Sinar matahari pagi lembut, dan udara terasa sejuk, tidak seperti musim panas.


Meskipun, sinar matahari sejak pagi ini juga bisa dianggap sebagai pertanda kalo siang hari nanti akan lebih panas...


Saat sampai di mesin penjual otomatis, Haruya melihat wajah yang dikenalnya dan mundur selangkah.


"...Ah, Akazaki-kun. Se-selamat pagi."


Di sana ada Rin.


Di tangan Rin ada botol plastik jus jeruk.


"Se-selamat pagi... Kohinata-san."


"Ya..."


Pasti dia juga datang ke mesin penjual otomatis untuk membeli minuman, sama seperti Haruya.

 

Mereka ber-2 tidak menyangka akan bertemu seperti ini, dan mereka tidak bisa menyembunyikan kejutan mereka.


Setelah saling menyapa, Rin tiba-tiba terlihat panik dan mulai menata rambutnya dengan kedua tangan.


──── Brak.


Botol plastik itu jatuh dan berguling, lalu Haruya mengambilnya.


Kemudian dia langsung menyerahkannya kembali kepada Rin.


"Apa yang sedang kau lakukan? Apa kau baik-baik saja?"


"Maaf. Terima kasih, Akazaki-kun."


Rin terlihat malu dan sedikit cemberut.


"Rambutku agak berantakan... belum sempat diatur, jadi aku malu..."


Memang, rambut Rin sekarang terlihat sedikit berantakan karena tidur, tapi itu justru membuatnya terlihat menggemaskan.


Tanpa sadar, Haruya tersenyum.


"Eh, wa, kau tertawa? Itu kejam, tahu?"


"Ti-tidak... Aku hanya berpikir suasana mu sekarang jauh berbeda dibanding pagi kemarin."


Kalo dibandingkan dengan pagi kemarin, perubahannya sangat mencolok.


Sebelumnya, setiap kali mereka bertemu, Rin biasanya langsung menghilang, tapi sekarang seolah-olah itu semua hanyalah mimpi.


"Ja-jadi kau tidak membenci aku sekarang, kan?"


"Tidak. Sejujurnya, sebelumnya aku merasa seperti dihindari."


"Maaf. Tapi bukan karena aku membencimu atau apa..."


"Aku tahu. Aku sudah mengerti itu sejak di pantai."


"...Ah, itu... itu hanya karena suasana hati saat itu, jadi jangan dipikirkan."


"Tenang, aku mengerti."


Sambil berbicara seperti itu, Haruya memasukkan koin ke dalam mesin penjual otomatis dan menekan tombol untuk kopi hitam.

 

"Eh, Akazaki-kun... kamu minum kopi hitam?"


"Ah, iya."


"Heh. Aku juga... meskipun terlihat seperti ini, aku cukup tahu tentang kopi."


Jantung Haruya berdebar kencang.


Tentu saja, sebagai pelayan kafe, itu wajar saja.


Tidak ada yang aneh kalo dia tahu tentang jenis biji kopi atau cara menyeduh kopi.


"Tapi, aku tidak terlalu pandai minum kopi sih..."


Rin berkata dengan sedikit malu.


"Maaf, Akazaki-kun. Bisakah kau menghadap ke depan? Sepertinya aku masih belum terlalu terbiasa."


"Oke."


Sepertinya dia merasa cukup malu, mungkin karena teringat kejadian di pantai kemarin.


Haruya menyesal dalam hati, berpikir mungkin dia mengatakan sesuatu yang tidak perlu, lalu membalikkan badan ke arah Rin.


Tiba-tiba, dia merasakan sentuhan ringan di punggungnya.


──── Kotun.


Rin menyandarkan dahinya ke punggung Haruya.


"Aku sebenarnya..."


Dengan suara yang malu-malu, Rin mulai berbicara.


"Aku sedang berlatih menyeduh kopi di kafe tempat aku bekerja... jadi..."


Dia melanjutkan dengan suara yang sedikit gemetar.


"...Maukah kau mencoba kopi yang aku seduh lain kali?"


Detak jantung Haruya semakin tidak terkendali.


Suara yang meleleh itu mengandung perasaan yang pasti, membuat Haruya tidak bisa menyembunyikan kebingungannya.


Dia pernah mendengar kalo Rin memiliki seseorang yang disukainya.


Dan orang itu adalah seseorang yang telah berjanji untuk berenang bersama di laut dalam waktu dekat.


Tapi, bukankah nada suara dan sikap seperti ini hanya ditunjukkan kepada orang yang benar-benar disadari keberadaannya?


Pertanyaan semacam itu muncul di benaknya, membuatnya semakin bingung dan tak mampu menyembunyikan kegelisahannya.






 

Entah dia menyadari perasaan Haruya atau tidak, Rin melanjutkan bicaranya.


"Ini... juga sebagai bentuk rasa terima kasihku. Karena Akazaki-kun sudah benar-benar mendukungku selama festival Eiga, jadi ini sebagai balasannya."


Oh begitu. Memang, dengan penjelasan seperti itu, Haruya bisa memahaminya.


Dia mengangguk dan menjawab.


"Oke. Aku tunggu ya."


"...Yey!"


Dengan suara kecil, Rin membuat tinju kecil dan terlihat senang.


Seolah terbawa oleh semangatnya, dia melanjutkan.


"Ada satu hal lagi. Biarkan aku menggunakan kesempatan ini untuk mengatakan..."


"U-um."


Masih ada lagi? Jujur saja, Haruya sudah tidak tahan lagi dengan jantungnya yang berdebar-debar.


Dia sudah cukup dibuat deg-degan tiba-tiba dalam berbagai arti kemarin.


Dia bisa merasakan kehangatan dari beban kecil yang bersandar di punggungnya.


"...Sebenarnya ada rencana untuk pergi uji nyali hari ini... Nah, saat itu. Akazaki-kun...apa kau mau jadi pasanganku?"


"Eh, u-uji nyali?"


"Ya. Katanya siang ini ada acara uji nyali. Aku memang dikenal sebagai orang yang tidak takut, tapi sebenarnya aku tidak terlalu jago menghadapi hal-hal menyeramkan. Jadi, bagaimana?"


Rin memohon dengan penuh harap.


Dengan keberanian yang dia tunjukkan sampai sejauh ini, Haruya tidak mungkin bisa menolaknya dengan kasar.

 

Biasanya, Haruya juga sering dibantu oleh Rin di kafe. Dia tidak mungkin menolak permintaannya dengan kasar.


Selain itu, dia sangat memahami perasaan Rin yang tidak ingin merasa malu di depan teman-temannya karena harus menjaga gengsi.


(Meskipun begitu, aku juga tidak terlalu jago dalam hal uji nyali...)


Sambil tersenyum kecut dalam hati, Haruya mengangguk setuju pada permintaan Rin.


"Oke. Kalo aku bisa membantumu, aku akan jadi pasanganmu."


"...Benarkah?"


"Ya."


Karena mereka sudah berpasangan sebagai komite eksekutif festival Eiga, mungkin lebih mudah bagi Rin untuk meminta tolong padanya daripada Kazamiya.


Haruya meyakinkan dirinya sendiri. Rin pun tersenyum cerah, pipinya berseri-seri.


"Keduanya janji ya, Akazaki-kun!"


"Ya."


Suara Rin yang ceria membuat Haruya tanpa sadar menoleh ke belakang.


Ketika Haruya melihat wajah Rin yang sangat bahagia, jantungnya berdegup kencang.


(...Kohinata-san memiliki ekspresi seperti ini ya.)


Ekspresinya yang diterangi cahaya matahari pagi.


Begitu menyadari Haruya menatapnya, Rin tersenyum seperti seorang gadis kecil yang nakal.


"Ah, Sudah kubilang jangan melihatku karena karena rambutku berantakan... Apa kau sangat ingin melihat wajahku?"


"...Ti-tidak."


"Sekarang aku malu, tapi... kau boleh terpesona, lho? Akazaki-kun."


Melihat telinga Haruya yang memerah karena malu dan memalingkan wajahnya, Rin pun tersenyum lebar.


Alasan Rin bisa seaktif ini adalah karena ucapan Haruya di dalam mobil kemarin.


Saat ditanya oleh kakek Sara tentang tipe gadis yang disukainya, dia menjawab:


『Aku menyukai wanita yang agresif.』


Saat itu, Rin sebenarnya tidak benar-benar tertidur.


Dia hanya menutup matanya sejenak untuk beristirahat.


Karena itu, dia bisa mendengar percakapan di dalam mobil dengan jelas. Bahkan, ketika topik tentang tipe gadis yang disukai muncul, dia sengaja memasang telinga lebih tajam.


Meskipun merasa malu, setelah mendengar jawaban itu, dia tahu kalo dia tidak ada pilihan lain selain mengambil inisiatif.


───Aku akan terus menyerangmu, lebih dan lebih lagi.


Jadi, pastikan kepalamu penuh dengan diriku saja, Akasaki-kun.



 

Setelah menghabiskan waktu pagi yang rahasia bersama Rin.


Setelah mereka berdua kembali ke mansion, mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu terpisah di kamar masing-masing.


Kamar pria dan kamar wanita. Mereka berpisah sesuai dengan kelompoknya.


Meskipun seharusnya hal itu wajar, Rin terlihat sedikit sedih saat berpisah.


"...Sampai nanti."


Di depan kamar wanita, Rin melambaikan tangannya dengan kecil, dia terlihat polos dan menggemaskan.


Rin sepertinya berniat untuk tidur lagi sebentar, sementara Haruya berencana membaca manga shoujo versi digital.


Ketika kembali ke kamar, Kazamiya masih terlelap tidur, dan berkat itu, Haruya bisa menikmati manga shoujo tanpa perlu khawatir mengganggu orang lain.


Kopi hitam yang dibeli dari mesin penjual otomatis. Manga shoujo yang dibaca di Hp.


(Sungguh kenikmatan mana lagi yang kau dustakan...)


Kira-kira satu jam kemudian.


Ketika Haruya pergi ke kamar toilet karena dorongan alam, dan dia melihatnya di ruang tamu dengan mengenakan apron.


"Oh, kamu sudah bangun? Akasaki-san."


"Selamat pagi, Himekawa-san."


Sara berdiri di dapur dengan mengenakan apron.


Rambutnya diikat ke belakang menjadi ponytail agar tidak mengganggu.


Di atas kompor, ada panci kecil yang mengeluarkan suara mendidih dan aroma miso yang harum.


"Apa kau sedang membuat sarapan untuk kami?"


"Ya. Karena aku sudah bangun. Lagipula tidak ada hal lain yang bisa dilakukan."


Dia tersenyum lembut sambil menatap Haruya.


"Setelah ke toilet, aku juga akan membantu."


"Eh? Tidak, itu tidak perlu, aku merasa tidak enak..."


"Tidak, aku juga tidak ada hal lain yang harus ku lakukan, jadi biarkan aku membantu."


Melihat situasi seperti ini, rasanya tidak enak kalo dia tidak membantu.


Mengesampingkan keraguan Sara, Haruya memutuskan untuk membantunya.


Setelah selesai ke toilet, dia kembali ke tempat Sara.


"Apa kita akan memasak telur dan menggoreng sosis?"


Sepertinya soup miso sudah selesai, jadi tidak banyak yang bisa dia bantu. Haruya tanpa sadar sedikit kecewa.


"Maaf. Padahal kau tadi menawarkan bantuanmu kepadaku tapi..."


Memang, kalo begini, lebih cepat kalo dikerjakan sendiri.


Ketika Haruya menggelengkan kepala, Sara bertanya, "Bisakah kau mencicipinya untukku?"


"Tentu saja, malah aku ingin mencicipinya."


Tanpa disadari, perut Haruya sudah mulai lapar.


Soup miso yang baru jadi justru sangat ingin dicicipi.


"Syukurlah. Aku akan menyajikannya untukmu."


Sara mengambil mangkuk dan menyendok soup miso yang sudah jadi.


"Untuk telurnya, aku berpikir antara telur mata sapi atau orak-arik. Kau lebih suka yang mana?"


"Kalo begitu, telur mata sapi saja."


"Aku juga. Ngomong-ngomong, bumbunya apa?"


Ini juga hal yang sangat bergantung pada selera.


Garam dan merica, saus tomat, mayones, atau saus.


Berharap Sara bukan tipe yang ekstrem, Haruya menjawab.


"Aku paling suka garam dan merica."


"Aku juga."


"Kebetulan ya."


Sambil berbicara seperti itu, soup miso yang sudah disajikan diberikan kepada Haruya.

 

"...Silakan."


Penampilan dan ekspresinya memberikan kesan keibuan, seperti halnya Perawan Maria. 


[TL\n: Perawan Maria adalah sebutan untuk Maria, ibu Yesus, dalam tradisi Kristen. Ia dihormati sebagai seorang perawan yang mengandung dan melahirkan Yesus Kristus melalui Roh Kudus, menurut ajaran Alkitab. Dalam iman Katolik dan Ortodoks, ia juga dikenal sebagai Bunda Maria dan sering disebut Santa Perawan Maria.]


Soup miso yang diberikan Sara kepadanya memiliki rasa yang lembut dan aroma hangat yang memuaskan perut Haruya.


"...Enak."


"Syukurlah."


Sara terlihat lega, matanya berbinar.


Sejak mereka mulai makan siang bersama, Haruya menyadari kalo selera mereka mungkin mirip.


Setiap hidangan yang disajikan atau lauk yang mereka tukar memiliki rasa yang memuaskan.


"Masakan Himekawa-san semuanya enak. Aku bisa memakannya setiap hari."


Mungkin fakta karena perutnya yang lapar juga berperan.


Haruya tanpa sadar mengungkapkan pikirannya.


Sambil menyeruput soup miso, Haruya mengatakan hal itu, membuat Sara ingin menanggapi.


"Apa itu berarti kau ingin minum soup miso-ku setiap hari?"


"Itu...apa itu sebuah pengakuan?"


Diia tahu ini berbeda.


Dari ekspresi dan nada suaranya, jelas kalo Haruya tidak bermaksud seperti itu.


Tapi, Sara tetap ingin membuat Haruya menyadarinya.


"Ja-jadi itu..."


"Hmm?"


Ketika wajah Haruya menatap Sara... dia membeku.


Dia tidak bisa mengeluarkan kata-kata, dia hanya mengencangkan bibirnya.

 

Melihat hal itu, Haruya teringat pada kata-kata Kazamiya.


『Bisakah kau memperhatikan Himekawa-san?』


Kazamiya bilang dia terlihat gelisah.


Karena Haruya tidak bisa memahami apa yang membuat Sara gelisah saat ini, dia memutuskan untuk menanyainya.


"Himekawa-san... Kalo ada sesuatu yang mengganggumu, kau bisa mengatakannya padaku kapan saja."


"...Terima kasih."


Sambil berterima kasih, Sara menarik napas dan berkata.


"Aku senang kau menyukai soup miso-ku. Oh ya, Akazaki-san... Bisakah kau membantu menyiapkan piring?"


Ekspresi Sara saat meminta tolong terlihat agak sedih.


★★★


Saat jam menunjukkan pukul 9 pagi, semua orang bangun dan mulai sarapan.


Setelah itu, tidak ada yang aneh dari Sara. Mungkin kekhawatiran Kazamiya tidak berdasar. Setelah sarapan Sara selesai, dia pergi membangunkan yang lain.


Kakek Sara sepertinya harus segera bekerja, jadi dia adalah yang pertama menghabiskan sarapan dan kemudian meninggalkan rumah.


"Sara, masakanmu benar-benar enak."


"Calon suami Sara-chin pasti... akan sangat beruntung!"


"Himekawa-san... kau benar-benar hebat."


Sarapan Sara mendapat pujian dari semua orang.


Haruya juga berpikir kalo masakan Sara benar-benar enak. Rasa yang lembut dan kaya membuatnya sangat puas.

 

"Ah, ini hanya sarapan, jangan berlebihan..."


Sara menggaruk pipinya dengan ekspresi malu.


Bahkan gerakannya yang seperti itu...membuatnya terlihat seperti malaikat, mungkin karena rambut dan matanya, serta sinar matahari hangat yang masuk melalui jendela.


Setelah mencuci piring dan merapikan semuanya, Haruya dan yang lain segera bersiap-siap dan keluar.


"Ah, kalian bisa keluar dulu. Aku akan ke toilet sebentar."


Mendengar suara Sara, semua orang mengangguk dan melangkah keluar.


...Tapi, Haruya menyadari dia lupa sesuatu. Sial. Dia yakin kalo dia sudah memeriksa semuanya, tapi ternyata dia meninggalkan dompetnya di kamar tidur.


Haruya meminta maaf kepada yang lain dan kembali ke dalam.


"Makanya hati-hati lah~"


Kazamiya menyindir dengan nada kesal.


"Akazaki-kun... dia agak ceroboh. Imutnya."


Rin bergumam dengan suara yang hampir tidak terdengar oleh Haruya.


"Ah, tidak mungkin. Kau selalu memuji dia."


"Kazamiya-kun. Berisik kau."


Dengan pipi yang mengembung, Rin memalingkan wajahnya.


"Bukankah itu kejam?!"


Melihat ekspresi Kazamiya yang mencari persetujuan, Yuna menatapnya.


"Yah, ada kalanya kau bisa menjadi megemaskan meskipun kau sedang tidak melakukannya...mungkin."


Yuna sedikit tersipu dan berbicara dengan nada tidak jelas.

 

"Ah, jadi sekutuku adalah Zero, ya? Kalo begitu, mungkin aku juga harus lupa sesuatu."


Kazamiya bercanda, dan Rin serta Yuna langsung bersuara serempak.


" "Jangan, itu tidak keren." "


"Ya, makanya...itu kejam, kan?!"


Suara Kazamiya yang putus asa membuat yang lain tertawa.



Saat Haruya kembali ke kamar tidur untuk mengambil dompetnya─────.


"...Uhh~~"


Di depan wastafel. Haruya melihat Sara yang sedang menyipitkan matanya dan terus mengubah ekspresinya.


Mungkin dia sedang memeriksa riasannya setelah ke kamar mandi.


Tapi, melihatnya menyipitkan mata seperti itu sangat menggemaskan, dan Haruya bingung apa dia harus menyapanya atau tidak.


Sepertinya Sara belum menyadari kehadiran Haruya. Konsentrasinya sangat kuat.


Biasanya, orang akan menyadari dari suara langkah kaki...


Haruya berusaha menghilangkan suara langkahnya dan menyembunyikan keberadaannya. Pasti memalukan bagi Sara kalo tahu dia dilihat seperti ini. Memeriksa ekspresi, menyipitkan mata, menggerakkan otot wajah.


Hal-hal seperti itu memalukan kalo dilihat orang lain.


Haruya sendiri juga memeriksa pakaiannya di depan cermin sebelum pergi, tapi kalo ada orang lain yang melihatnya, itu akan sangat memalukan. Memikirkan perasaan Sara, dia bergegas melewati wastafel.


Dia harus melewati sini untuk menuju kamar tidur.


...Tapi.


"Ah, Akazaki-san!?"


Bayangan Haruya terpantul jelas di cermin, membuat Sara menyadarinya.

 

Tidak ada pilihan selain merespons. Walaupun merasa canggung, Haruya pun menjawab.


"Maaf. Aku lupa sesuatu..."


"O-oh begitu..."


Sara menunduk, wajahnya memerah karena malu.


"Apa kau... melihatnya?"


"......"


Sama sekali tidak ada suasana yang memungkinkan untuk mengakui kalo dia melihatnya.


Dia merasakan getaran halus di punggung Sara... seolah ada aura mengintimidasi yang tenang, membuatnya tersenyum kecut. Tapi dari reaksinya, Sara mungkin sudah menebak.


"Tolong lupakan..."


Meski Haruya tidak mengatakan kalo dia melihatnya, Sara berbisik dengan suara yang hampir tidak terdengar.


"Ya, oke."


Berusaha untuk tidak memicu lebih jauh, Haruya mengangguk di tempat.


"To-tolong ya... latihan berkedip tadi, anggap saja kau tidak melihat──── ah..."


...Oh, jadi tadi latihan berkedip?


Dia terus menyipitkan matanya, tapi Haruya mengira dia sedang melatih otot wajah.


Mungkin bagian dari perawatan kecantikan?


Sara mungkin menyadari kalo dia telah menggali kuburannya sendiri.


Dia mengerang tanpa suara dan meringkuk di tempat.


Mungkin dia berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu, tapi telinganya yang tidak tertutup terlihat jelas berwarna merah.


"Ini... bencana..."


Meski dia terlihat sangat malu, Haruya merasa itu sangat menggemaskan dan imut.


Tanpa sadar, Haruya tersenyum karena merasa lucu.

 

"Himekawa-san. Aku tidak akan memberitahu siapa pun, jadi tenanglah. Selain itu, aku merasa senang karena bisa melihat sisi baru darimu."


"...Ini rumit."


Dengan ekspresi yang tercampur ketidakpuasan, Sara mengangkat wajahnya.


Haruya mengulurkan tangan dan membantu Sara berdiri.


"Terima kasih."


"Tidak apa-apa. Aku akan ke kamar tidur untuk mengambil dompetku."


Haruya meminta Sara untuk keluar terlebih dahulu.


"A-ano..."


Tapi, tepat pada saat itu, punggung Haruya disentuh.


"Tolong keluar bersamaku. Sekarang, keluar sendirian agak memalukan..."


Jantung Haruya berdegup kencang.


Ya. Itu sungguh licik, Himekawa-san.


Haruya mengangguk kecil di tempat.


Kali ini, setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, Haruya dan Sara keluar bersama.


★★★


Hari ini, setelah ini, mereka berencana untuk berkeliling distrik perbelanjaan dan kemudian melakukan uji nyali.


Untungnya, cuacanya cerah.


Meskipun sudah tahu dari ramalan cuaca sebelumnya, hujan selama perjalanan seperti ini benar-benar tidak menyenangkan. Sangat beruntung.


Langit begitu cerah, dan matahari yang bersinar terang menunjukkan kehadirannya dengan gemilang.

 

"......Wow, ini lebih ramai dari yang kubayangkan."


"......Ini sedikit di luar perkiraan."


Dari reaksi Kazamiya dan Sara yang berada di depan, terlihat kalo tempat ini dipadati banyak orang.


Dibutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan bus dari rumah kakek Sara.


Haruya dan yang lainnya tiba di distrik perbelanjaan yang memiliki nuansa sejarah.


Belakangan ini, banyak distrik perbelanjaan yang mulai menghilang di berbagai kota, mengikuti tren zaman.


Haruya juga jarang memiliki kesempatan untuk mengunjungi distrik perbelanjaan, jadi ini terasa segar.


Selain acara uji nyali, mungkin keramaian ini juga karena ada festival kembang api.


Tidak hanya penduduk lokal, tapi juga banyak turis seperti Haruya dan teman-temannya.


Haruya tidak terlalu suka dengan keramaian, dan dia tertegun.


Mungkin tidak ada yang benar-benar suka keramaian, karena semua orang mundur selangkah.


Sudah panas. Tidak heran kalo di tempat ramai ini akan semakin panas...


Meskipun, Yuna tetap tersenyum cerah...


"Tapi, kita sudah sampai di sini, jadi ayo kita lanjutkan."


"Benar, Sara-chan. ......Lagipula aku ingin ikut uji nyali."


Pandangan sekilas diarahkan ke Haruya.


Uji nyali merupakan salah satu acara yang diadakan di kawasan perbelanjaan ini.


───......Aku tahu. Pagi tadi aku sudah berjanji dengan Rin untuk ikut uji nyali bersamanya.


"Ya, benar..."


Saat melihat pandangan Rin yang mengarah ke Haruya, ekspresi Sara menjadi sedikit redup sejenak.

 

"Yah, kita harus melanjutkan."


Kazamiya mengangkat tangannya ke langit dan mulai berjalan.


Meski terlihat kesal, Sara dan Rin mengikutinya.


Sara sesekali melirik ke arah Haruya sambil terus berjalan.


"...Hei."


Yuna, yang berada di belakang Haruya, tiba-tiba berbicara.


"Hmm? Ada apa, Takamori-san?"


"Tentang bantuanmu untuk membuat masak... kau bilang kalo kau mau membantuku, kan?"


"Eh."


Seketika, Haruya mengeluarkan suara konyol.


Bukan karena terkejut dengan masalah pembuatan naskah.


Yuna, dengan hati-hati, memegang ujung baju Haruya.


"Kalo kita terpisah, itu akan merepotkan... dan aku ingin menggunakan ini... untuk naskah-ku, boleh kan?"


Dia berbicara dengan suara dingin sambil memalingkan wajahnya.


Kalo ini bagian dari pembuatan naskah, maka tidak ada pilihan... Benarkah?


Situasi ini seperti yang sering terlihat dalam perkembangan manga shoujo.


Kalo ini bisa menjadi referensi untuk naskahnya, Haruya ingin membantu.


Tapi...


"Ujung bajuku akan melar, dan kalo ada yang melihat, itu akan merepotkan, kan?"


Sikap Yuna sedikit berbeda dari biasanya, dan terasa seperti seorang heroine.


Mode Heroine. Mungkin bisa disebut begitu untuk dirinya saat ini.


Tanpa disadari, Haruya tiba-tiba menggunakan bahasa formal.


Dengan gerakan yang mengejek, Yuna membuka mulutnya.

 

"...Kalo begitu... ini lebih baik, kan?"


Setelah mengatakan itu, Yuna mendekatkan tubuhnya ke arahnya agar lengan bajunya tidak melar.


Aroma parfum bunga tercium di hidungnya. Tiba-tiba, tubuh Haruya mulai memanas.


"...Ti-tidak, maksudku, kalo ada yang melihat..."


"Kau suka kan, perkembangan seperti ini...antara kita."


Dengan nada yang bermakna, Yuna menyelesaikan kalimatnya.


Haruya merasa tidak nyaman mendengar kata-kata Yuna.


(Apa itu berarti dia tahu identitasku?)


Memang, perkembangan seperti ini, yaitu, memendekkan jarak diam-diam di depan orang lain, adalah hal yang disukai dalam manga shoujo.


Tentu saja perkembangan seperti ini, kisah cinta antar karakter utama yang diam-diam semakin dekat di depan semua orang, adalah salah satu favoritnya di manga shoujo. 


Tapi dirinya yang bukan Haru tidak pernah mengatakan pada Yuna kalo dia menyukai perkembangan seperti ini dalam manga shoujo.


Sejak menginap, dia merasa sudah beberapa kali disebut 'Haru-san' (semoga hanya perasaannya), dan mungkin saja identitasnya sudah terbongkar...


Kecemasan seperti itu melintas di kepalanya.


"Apa maksudmu..."


"Ayo, kita akan tertinggal...ayo kita pergi ke depan."


Tanpa menjawab pertanyaan Haruya, Yuna mendorongnya untuk melihat ke depan.


Di depan, punggung Sara dan yang lain perlahan-lahan semakin kecil.


Haruya dan Yuna bergegas mengejar.


"...Apa yang kalian berdua lakukan sendirian?"


Saat mereka menyusul, Kazamiya langsung melontarkan pertanyaan itu.

 

Yuna tidak mengubah ekspresinya sama sekali dan langsung berkata.


"...Tali sepatuku lepas, jadi aku meminta Akazaki-kun menungguku. Maaf terlambat."


Cerdik. Yuna dengan lancar memberikan alasan yang tidak menimbulkan kecurigaan.


Apa dia akan mengatakan kalo mereka terus-menerus berdekatan karena sedang membuat naskah...?


Wajah Yuna sedikit memerah, tapi matanya benar-benar menatap Haruya.


Meski banyak orang yang lewat, Haruya dan teman-temannya pergi ke toko hobi terlebih dahulu.


Di tengah keramaian anak-anak, Kazamiya memegang mainan pedang samurai dengan mata berbinar....Serius dia seperti anak kecil. Haruya tidak bisa tidak mengomentari dalam hati.


"...Ini mirip dengan Akazaki-san."


Tiba-tiba, Sara menunjuk dan berkata seperti itu.


Terpancing, Rin merespons dengan "Mana mana~" dan setelah memeriksanya, dia tersenyum.


"Itu benar. Rambut depan yang panjang dan imut ini sangat mirip dengannya."


Di ujung pandangan Sara dan yang lain, ada sebuah figuran.


Mungkin semacam karakter anime? 

Dia memakai kacamata, postur tubuh yang membungkuk, dan yang paling mencolok adalah rambut depan yang panjang dan terlihat tidak percaya diri... action figur tipikal karakter yang tidak menonjol.


"Oh. Ini benar-benar mirip Akazaki."


Sambil terus mengeluarkan dan memasukkan kembali pedang samurai dari sarungnya, Kazamiya juga ikut berkomentar.


"Yah, aku tidak menyangkal kalo sisi yang kurang menonjol ini mirip."


Setelah mengatakan itu, dia memeriksa harga figur tersebut, dan ternyata harganya di bawah 1000 yen.


Figur karakter pria memang sulit dijual dengan harga tinggi, tapi harga segini...


Haruya merasa sedih saat melihat figur itu.


Yah, mungkin karena tidak terjual makanya dijual dengan harga murah di toko hobi di kawasan perbelanjaan ini. Yang lain juga terkejut melihat harganya yang murah.

 

Dengan volume suara yang hanya bisa didengar oleh Haruya.


"...Aku pikir kau jauh lebih keren daripada figur ini."


Setelah itu, dia langsung disambut dengan kata-kata dari Rin.


"Bagaimana menurutmu, Yuna-Rin? Figur ini. Menurutmu mirip dengan Akazaki-kun, kan?"


"...Yah, mungkin agak mirip."


Yuna, dengan pipi yang memerah, mengalihkan pandangannya dari Haruya.


Tapi, sikapnya membuat jantung Haruya berdebar-debar.


(...Pasti dia sedang mencoba membuat naskah berdasarkan aku dan Nayu-san, tapi ini jauh lebih menghancurkan dari yang kubayangkan.)


Justru karena dia biasanya bersikap dingin... efeknya sangat besar.


Faktanya, dia mungkin malu, karena setiap kali Haruya mencoba menatap wajahnya, dia mencubit daging lengan Haruya. Sakit. Sakit.


"Jangan lihat, aku malu."


Mungkin itu maksudnya.


───Aku merasa lebih malu dengan tindakan dan ucapan yang akan dia tulis untuk naskah-nya, tapi aku memutuskan untuk tidak mengomentarinya karena dia mungkin akan marah.


Dia berusaha sekuat tenaga untuk membuat naskah ini, dan Haruya juga ingin membalas perasaannya.


Karena, jari-jari Yuna yang sesekali mencubit dengan hati-hati itu sedikit gemetar...

 

"Ah, ini kelihatannya seru. Kenapa kita tidak mencobanya bersama?"


Saat sedang melihat-lihat toko hobi, Kazamiya tiba-tiba memperhatikan konsol permainan retro yang tersedia untuk dicoba.


Sepertinya anak-anak baru saja selesai bermain, dan kontrolernya sekarang kosong.


"Kelihatannya seru, tapi bukankah ini hanya bisa dimainkan oleh 2 orang?"


Seperti yang ditunjukkan Sara, hanya ada 2 kontroler yang tersedia.


Tidak ada 5 kontroler untuk semua orang.


Konsol permainan ini memang disediakan untuk mencoba sebelum membeli, jadi wajar saja kalo tidak ada fasilitas untuk banyak orang.


"Hmm~ Sara ada benarnya. Tapi kesempatan untuk bermain versi retro seperti ini jarang terjadi, jadi aku ingin mencobanya."


Dia menatap Haruya, seolah mencari persetujuan.


Semua pandangan sekarang tertuju pada Haruya. ───Jangan serahkan keputusan padaku.


Tapi, seperti yang dikatakan Kazamiya, kesempatan untuk bermain versi retro memang jarang.


Secara pribadi, Haruya ingin mencobanya... Tapi mungkin para wanita tidak terlalu tertarik.


Sayangnya, saat dia akan menolak, Rin tiba-tiba berkata.


"...Bagaimana kalo kita membentuk 2 tim dan bertanding? Kebetulan anak-anak juga sudah pergi dan konsolnya kosong."


"Aku juga tidak masalah mencobanya."


"Kalo begitu, ayo kita main sekali saja..."


Ah, jadi kita akan melakukannya? Kalo begitu tidak masalah...


Melihat sekeliling, semua orang tiba-tiba bersemangat. Ya, kenapa tiba-tiba?

 

Haruya tidak bisa tidak mengomentari dalam hati.


Mereka memutuskan pasangan dengan suit seperti saat di kereta.


Permainan retro yang mereka coba adalah permainan pertarungan 1 vs 1 di mana setiap pemain memilih satu karakter dari berbagai pilihan.


Kazamiya bersemangat dengan ide "Mari kita lakukan turnamen!"


Haruya memandang Kazamiya yang terlalu bersemangat dengan sedikit heran.


Dengan syarat kalo mereka hanya akan bermain sampai ada orang lain atau anak-anak yang datang, semua setuju dengan usulan Kazamiya.


Karena sudah siang, jumlah pengunjung di toko hobi berkurang.


Turnamen sistem gugur dengan satu pertandingan tidak akan memakan banyak waktu.


Faktanya, pertandingan terakhir tidak memakan waktu lama.


Final telah tiba.


Di depan mereka ada konsol permainan retro. Di layar, ada karakter berotot dan karakter kurus yang kontras. Pasangan di final kecil ini adalah Haruya dan Yuna.


Ngomong-ngomong, Kazamiya, meskipun paling bersemangat, langsung dikalahkan oleh Yuna.


Kekalahannya sangat parah, tapi kekuatan Yuna sangat mencolok.


Kombo serangan cepat. Gerakannya seperti seorang yang berpengalaman.


Yuna bilang dia pernah berlatih sedikit di rumah sepupunya, tapi itu pasti bohong.


Gerakannya terlalu gesit untuk hanya berlatih sedikit.


Tapi, Haruya juga punya pengalaman dengan permainan ini.


Meskipun belum pernah memainkan versi retro, karakter yang dia gunakan sekarang adalah karakter favoritnya. Serangannya kuat, tapi kurang cepat, itu benar-benar berlawanan dengan karakter yang digunakan Yuna.

 

Karakter tipe kekuatan yang bisa memenangkan pertandingan dengan satu pukulan saja.


Tapi, dia kesulitan untuk mengenai satu pukulan pun, dan kesehatannya terus berkurang perlahan.


"Eh, segini aja? Akazaki-kun."


"...Kau kuat."


Dari belakang, Sara, Rin, dan Kazamiya memberikan dukungan untuk Haruya.


"Semangat!" "Semangat, Akazaki-kun!" "Balaskan dendamku!"


Terlepas dari Kazamiya, bahkan Rin dan Sara mendukung Haruya karena dia terlalu kewalahan.


"Oh... dapat."


Mungkin hanya kebetulan, tapi pukulan berat Haruya mengenai sasaran.


Senang, Haruya pun tersenyum.


Dia mencoba melakukan kombo serangan ke karakter ninja.


"Ya. Kau baru saja mengejekku, tapi sekarang giliranku untuk balas dendam───"


Bermain game memang bisa membuat semangat naik.


Saat membaca manga shoujo favoritnya pun begitu, mungkin penampilan Haruya yang tidak terduga ini.


Sara dan Rin merasa bisa melihat Haruya yang sebenarnya, jadi mereka memfokuskan pandangan mereka hanya pada wajah Haruya


───Akan memalukan kalo semua orang bisa melihat wajahku sebanyak itu. Eh, apa... aku terlihat sangat menjijikkan sekarang?


Dengan pikiran paranoid seperti itu, saat dia mencoba melakukan kombo serangan────.


"...Terima kasih atas kerja kerasmu."

 

Suara dingin terdengar di samping, dan karakter Haruya dengan cepat terlempar keluar arena. Saat itulah kekalahan Haruya dipastikan.


Dengan kekecewaan, Haruya tanpa sadar menggigit giginya, sementara Yuna membuat tanda peace kecil dan tersenyum menantang.


"...Kalo kau mau, aku bisa memberimu tips atau trik loh."


"..."


Kedengarannya dia sedang memprovokasi Haruya, jadi dia segera memalingkan wajahnya.


Lalu, Yuna menambahkan.


"...Imutnya."


Sial, kata Haruya, yang merasa semakin kesal dalam hati.


(Aku pasti akan balas dendam, Nayu-san...!)



Melihat interaksi itu, Rin merasa tidak nyaman, perasaan tidak enak berputar di dadanya.


(...Mereka terlihat lebih dekat dari yang kuduga... Akazaki-kun dan Yuna-Rin. Ngomong-ngomong, mereka duduk bersebelahan, jadi tidak aneh kalo Yuna-Rin mulai menyukai Akazaki-kun kapan saja... Aku juga harus berusaha lebih keras.)


Dia membangkitkan perasaannya sendiri.


Dan Sara, di sisi lain──────.


(...Itu luar biasa. Yuna-san.)


Dia menatap mereka dengan ekspresi yang agak pasrah.



Sementara Kazamiya, dengan serius, memperhatikan ekspresi Sara.


★★★


"Wah, kelihatannya enak~. Bagaimana, Haru!"


"Kita bisa menikmati festival kembang api di kios, tapi bagaimana kalo kita makan di sini saja?"


"Hmm. Kalo kita harus belanja bahan sekarang dan pulang untuk memasak, termasuk membersihkan, itu akan merepotkan. Aku setuju dengan saran Sara."


"...Aku juga berpikir kita bisa mengubah rencana dan makan di kios sini."


Setelah memperkirakan waktu yang tepat, Haruya dan yang lainnya pergi ke area kios di distrik perbelanjaan.


Setelah meninggalkan toko hobi, mereka memeriksa waktu dan ternyata sudah lewat pukul 12.30.


Karena banyaknya kios yang berjualan, jalan ini dipadati orang dan membuat Haruya tertegun.


Kalo mereka tidak hati-hati, mereka bisa dengan mudah... terpisah.


Dengan berbagai jenis kios yang ada, aroma yang tercium pun beragam dan bercampur.


Tanpa disadari, Haruya teringat sedikit tentang festival Eiga. Perutnya pun berbunyi 'gruk~'.


"Ini mengingatkanku pada festival Eiga..."


Seolah-olah dia sedang membaca pikiran Haruya.


Tiba-tiba, Rin bergumam dengan perasaan.


Yuna, yang mungkin sudah puas dengan permainan retro, menjaga jarak dengan Haruya.


Rasanya seperti dia kabur setelah menang, membuat Haruya merasa rumit.


"Ya. Aku juga memikirkan hal yang sama."


"Ayo kita bersenang-senang hari ini."


"Benar."


"...Hehe. Agak memalukan."


Sebagai komite eksekutif festival Eiga, Haruya dan Rin tahu betapa sulitnya menjadi penyelenggara.


Hanya mereka ber-2 yang bisa berbagi pengalaman itu di sini.


"Kalian berdua memiliki pengalaman sebagai anggota komite eksekutif festival."


Kazamiya, yang mendengar percakapan Haruya dan Rin, pertama kali membuka mulutnya.


"...Benar."


Sara dengan hati-hati melanjutkan.


"Festival Eiga juga menyenangkan."


Kemudian Yuna mengingat kembali festival Eiga.


Sambil berbicara seperti itu, mereka melihat-lihat kios.


Sekarang, Kazamiya yang berada di depan menoleh.


"Apa yang harus kita lakukan? Haruskah kita membeli makanan favorit kita sendiri-sendiri dan berkumpul lagi?"


"Benar. Meskipun kita mungkin terpisah, kita bisa saling menghubungi kalo itu terjadi."


" " "Mengangguk" " "


Yuna, Rin, dan Haruya mengangguk setuju.


Melihat sekeliling, mereka melihat berbagai makanan lezat yang dibawa oleh para pengunjung.


(Semuanya terlihat enak...)


Dan begitulah, Haruya dan yang lainnya memutuskan untuk mengisi perut mereka di kios.


★★★


 Haruya berusaha menghindari berbelanja bersama sebisa mungkin, berpikir untuk menambah sedikit waktu sendirian. Bukan berarti dia merasa stres dengan kelompok 5 orang ini, tapi dia butuh waktu sendirian untuk bersantai dan memulihkan energinya.


Meskipun hanya istirahat sebentar, itu jauh lebih baik daripada tidak sama sekali.


Untungnya, karena banyaknya kios dan keramaian, dia berhasil terpisah dari yang lain dengan cepat.


(...Aku penasaran dengan toko itu.)


Saat melihat-lihat kios, ada satu toko yang sangat ingin Haruya kunjungi.


Tidak ada antrian, mungkin toko itu tidak terlalu populer.


Dia tersenyum dan masuk ke toko itu sendirian.


...Seharusnya begitu.


"Eh, kenapa..."


"Apa aku tidak boleh di sini?"


Begitu Haruya tiba di toko yang dia minati, Yuna mengerutkan bibirnya dengan ekspresi tidak puas.


(Kenapa Nayu-san ada di sini...)


Di ujung pandangan Haruya, Yuna berdiri dengan ekspresi dingin dan melipat tangannya.


Setelah memastikan kalo Sara, Kazamiya, dan Rin tidak ada di sekitar, dia dengan malu-malu memegang ujung baju Haruya.


"Tidak, tidak masalah kalo kau di sini, tapi..."


Mereka bergabung dengan antrian kecil yang ada, tapi semua pelanggannya adalah pria.


Itu wajar. Toko ini adalah spesialis bawang putih & tortilla.


Sejak pertama kali melihatnya, Haruya penasaran dengan kios ini karena keunikannya.


Dia tidak bisa menyembunyikan keheranannya melihat Yuna, dengan tubuh model yang ramping, berada di toko ini yang hanya menyajikan menu berat.


(Dan dia lagi-lagi memegang ujung bajuku...)


Ini mungkin juga bagian dari pembuatan naskah. Mengabaikan detak jantungnya yang berdebar, Haruya melanjutkan.

 

"Tapi, aku tidak menyangka Takamori-san akan memilih toko ini."


"Benarkah? Tapi itu karena..."


Mungkin dia sedang dalam mode heroine.


Dengan pipi yang sedikit memerah, Yuna menggelengkan rambutnya.


"...Aku ingin makan hal yang sama dengan Akazaki-kun."


"............"


Cerdik. Dia benar-benar memiliki aura heroine utama.


Dengan pesona pemenang seperti dalam manga shoujo, Haruya kehilangan kata-kata.


Yuna menggaruk pipinya sambil kembali ke suara dinginnya dan berkata.


"...Apa dialog seperti ini bisa membuat laki-laki merasa deg-degan?"


"Yah, mungkin banyak laki-laki yang begitu."


"Jawaban yang licik..."


Tapi, dia melanjutkan.


"Hal seperti ini tidak cocok untukku, jadi agak sulit..."


Meskipun begitu, dia mungkin berusaha keras melakukan ini untuk pembuatan naskahnya.


Haruya tidak bisa tidak mengaguminya.


Meskipun, untuk Yuna, alasan dia membuat naskah hanyalah kedok, dan sejujurnya, dia melakukan hal-hal memalukan ini hanya untuk mendekati Haruya.


"Dialog tadi mungkin membuatku terkejut, tapi datang ke toko seperti ini tanpa rasa tidak nyaman mungkin agak mengkhawatirkan."


Tidak menyadari perasaan Yuna, Haruya memberikan saran untuk pembuatan naskah.


Melihat Haruya yang sedang merenung dengan tangan di dagunya,


"Benarkah?"


Yuna sedikit menggelengkan kepalanya.


Karena, lanjutnya.


"...Gadis yang bisa datang ke toko seperti ini demi orang yang disukainya, itu menarik, kan?"


"Mungkin begitu..."


"Dan juga... Orang yang bisa mengejar apa yang disukainya tanpa peduli pandangan orang lain itu keren, menurutku."


"Aku sangat setuju. Itu benar."


Keduanya merahasiakan kalo mereka memiliki hobi membaca manga shoujo.


Itu karena mereka merasa malu kalo itu diketahui.


Jadi, Haruya juga berpikir kalo orang yang bisa menjadi diri mereka sendiri tanpa peduli hal-hal seperti itu dan jujur dengan perasaan mereka itu keren.


"Eh, Takamori-san. Apa kau sangat suka bawang putih?"


"...Itu tidak ada hubungannya, kan."


Yuna memalingkan wajahnya, sepertinya dia tidak ingin terlalu membahas itu.


Haruya bisa menebak dari reaksinya.


Ah, ini reaksi yang sangat dia sukai... Pasti dia sangat menyukai bawang putih.


Bahkan, reaksi alaminya yang mencoba menyembunyikan rasa malunya terlihat imut.


Haruya menahan tawa sambil menggelengkan bahunya, membuat Yuna kesal. Mungkin dia merasa tidak puas.


Yuna menarik ujung baju Haruya dan berkata.


"...Hei. Bukan hanya aku, tapi kau juga harus membantu membuat naskah, atau aku akan kesulitan."


Apa maksudnya, Haruya diam dan mendorongnya untuk melanjutkan, ternyata dia ingin Haruya bertindak seperti karakter pria keren dan mengucapkan dialog.


Yah... kenapa? Haruya tau kalo ini untuk pembuatan naskah, tapi...


Banyak dialog karakter pria dalam manga shoujo.


Haruya sangat malu hingga dia tidak ingin mengatakannya di depan Yuna.


"...Jangan diamsaja."


Setelah itu, Haruya berusaha keras untuk memutar otaknya dan mengubah topik pembicaraan.

 

Yuna yang melihat itu tiba-tiba tersenyum kecil.


"Kau berusaha keras mengubah topik pembicaraan ya, Akazaki-kun. Imutnya."


...Yah. Itu sangat memalukan.


★★★


"Jadi ini tempat acara uji nyali..."


"Me-menakutkan..."


"Agak seram sih..."


Setelah membeli makanan di kios dan mengisi perut.


Haruya dan yang lainnya tiba di tempat uji nyali.


Tepatnya, ini adalah acara pengalaman yang meniru rumah hantu.


Mereka diberikan senter, tapi itu dirancang secara khusus sesekali padam.


...Yah. Itu idak perlu, kan? Fitur itu.


Konsepnya adalah tim yang terdiri dari 2 atau 3 orang mencoba melarikan diri dari labirin yang gelap.


Ada antrian, tapi sebagian besar terdiri dari pasangan pria dan wanita.


Ini juga mengingatkan pada rumah hantu dia festival Eiga.


Mereka hanya bisa melihatnya dari kejauhan, tapi sebagian besar orang yang mengantri adalah pasangan.


Apa mereka berniat mesra-mesraan dalam kegelapan? Membayangkan orang-orang seperti itu, Haruya secara alami mendukung para hantu. ───Ayo, orang yang berperan sebagai hantu.


"Kau dari tadi diam saja... Rin, apa kau tidak apa-apa...?"


Yuna bertanya pada Rin untuk mencoba memastikan keadaannya.


Sara juga mengangguk, mengingat sesuatu.


"Sepertinya, kau penah bilang kalo kau pandai dengan yang horor, kan?"


"...Eh, ya. Tentu saja, Sara-chin."


Rin melirik Haruya, seolah meminta bantuan.


(Aku tahu. Kita sudah berjanji pagi ini.)


Setelah mengirimkan isyarat mata kepada Rin, Haruya mengangguk dalam-diam.


Haruya dengan sengaja menggigil.


"...Maafkan aku. Kalo kau pandai dalam hal itu, Kohinata-san. Aku ingin kau ikut denganku. Boleh?"


Pandangan semua orang tiba-tiba tertuju pada Haruya.


Sara membelalakkan matanya dan membeku.


Yuna juga membeku sejenak, tapi kemudian dia mulai mengangguk sendiri, "Oh begitu... Kau baik sekali."


Kazamiya tertawa terbahak-bahak, "Seberapa takutnya kau, Akasaki?"


"...Yah, serahkan padaku, Akazaki-kun. Kau benar-benar tidak bisa diandalkan."


Rin menegakkan dadanya dan berkata kepada semua orang.


"Kalo begitu, kita bertiga... dan Rin, Akazaki-kun berdua, ayo kita lakukan uji nyali."


Yuna mengambil alih dan memastikan pasangan.


Ketika giliran Haruya dan yang lainnya tiba, mereka diberikan senter.


Kazamiya memegang senter dengan ekspresi tegang.


...Tentu saja itu menakutkan.


"Selamat datang di dunia Panic Horror Town."


Mengikuti panggilan staf, ketiganya memasuki ruangan.


"Eh? Sara, apa kau baik-baik saja?"


Yuna bertanya dengan suara khawatir kepada Sara yang membeku di tempatnya.


Sara segera menggelengkan kepalanya dan menepuk kedua pipinya.


"Eh, eh... Aku baik-baik saja. Aku bisa melakukannya."


"Oke, ayo kita pergi."


Pada akhirnya, mereka bertiga memasuki ruangan mengikuti suara Kazamiya..




"...Janji. Terima kasih, Akazaki-kun."


Dalam suasana yang agak canggung, Rin adalah orang pertama yang mengungkapkan rasa terima kasihnya.


"Tidak apa-apa. Aku pikir memalukan kalo semua orang tahu kalo kau yang sebenarnya takut."


Sambil berkata begitu, Haruya berpikir kalo Yuna pasti sudah menyadarinya.


Kalo Rin yang sebenarnya tidak suka horor.

 

"Omong-omong, Akazaki-kun, apa kau kau tahan dengan horor?"


"............"


Haruya diam sejenak.


"Eh, jangan diam dong... mungkin kau memang tidak tahan dalam hal itu!?"


"Tidak, sebenarnya aku cukup tahan dengan horor."


Masalahnya adalah mekanisme horor itu sendiri.


"Seperti, hal-hal buatan manusia yang pasti akan menakuti kita, itu agak..."


Bukan karena takut, tapi karena pasti itu akan mengejutkan, dia merasa takut akan kejutan itu.


Sebenarnya, di panel peringatan untuk permainan horor pengalaman ini, dengan sopan mereka menyatakan, kami akan mengejutkan Anda. Harap jangan menggunakan layanan ini jika Anda memiliki penyakit jantung atau jantung lemah. Itulah yang tertulis di sana.


"...Aku, aku mulai gugup..."


Apa dia membuat Rin semakin takut?


Rin memegang lengan Haruya dengan kuat, dia terlihat gelisah.


Melihat ketidaknyamanannya, Haruya mencoba menghiburnya.


"...Yah, aku juga takut. Tapi kita sama-sama takut, jadi kita bisa saling mendukung."


Dia tersenyum canggung.


Rin, dengan jantung berdebar, mengucapkan terima kasih.


"...Terima kasih. Akazaki-kun."


Setelah menarik napas dalam-dalam, mereka mempersiapkan diri.


Tepat pada saat itu, staf mulai memanggil.


Sebuah senter diserahkan kepadanya dan Haruya mengambilnya.


Dengan tekad, mereka melangkah ke dalam kegelapan.



Jujur saja, itu sangat menakutkan.


Tapi, karena Rin tiba-tiba menggenggam tangannya dalam kegelapan, Haruya justru bisa tetap tenang. Rin mengeluarkan suara erangan kecil sambil menggenggam tangan Haruya.


Sensasi lembut tetap ada di tangan Haruya.


Untuk menenangkannya, Haruya balas menggenggam tangan Rin, tapi Rin berkata dengan suara gemetar.


"Se-seperti itu... Ah, Akazaki-kun... Kau berani sekali..."


"...Ah. Horor di sini benar-benar berani mengejutkan kita."


Haruya juga tidak tenang.


Meskipun itu sesuai dengan spesifikasi, setiap kali senter mati, selalu ada sesuatu yang mengejutkan.


Tangan keluar dari dinding, kepala turun dari langit-langit...


Strukturnya dirancang dengan banyak tikungan, membuatnya semakin buruk.


Setiap kali itu terjadi, genggaman tangannya semakin erat.


"Ah, Akasaki-kun..."


Rin mulai merasa malu. Wajahnya memerah.


Langkahnya melambat, dan pandangannya lebih sering tertuju ke lantai.


(Dia menggenggam tanganku dengan begitu kuat... Saat digenggam seperti ini, tangan kasar ini terasa sangat maskulin...)


Sejujurnya, Rin tidak lagi peduli dengan horor di sekitarnya.


Lebih dari itu, rasa malu membuat wajahnya memerah sepenuhnya.


Langkahnya semakin lambat, dan tatapannya tetap tertuju ke lantai.


──── Garaat.


Tiba-tiba, lantai terbuka dan memancarkan cahaya merah.


Bola mata yang dibuat dengan sangat realistis muncul di lantai.


"U-Uwaa!?"


Rin terkejut, kakinya terpeleset, dan dia kehilangan keseimbangan.


"Uo!?"


Haruya, yang sedang bergandengan tangan dengannya, tertarik ke belakang tapi dia segera memahami situasi.


"Bahaya!"


Dengan cepat bereaksi, dia menarik tangan Rin dengan kuat dan merangkul tubuhnya yang hampir jatuh.


Meskipun itu bukan sesuatu yang disengaja, Rin akhirnya berada dalam pelukan Haruya.


"....Terima kasih, Akasaki-kun."


"Apa kau baik-baik saja, Kohinata-san...?"


"U-Umm... Ya, aku baik-baik saja. Tidak apa-apa."


Masih dalam posisi dipeluk, Rin menatap ke atas ke arah Haruya.


Di dalam kegelapan, penglihatan mereka terbatas, dan hanya pendengaran mereka yang menjadi lebih tajam.


Suara yang terdengar begitu putus asa itu terdengar sangat mirip dengan 'kakakak'... 


──── Dok, dok, dok.


Satu hal yang pasti adalah detak jantungnya berdegup kencang seperti irama yang menggema.


Setelah itu, mungkin karena sudah mulai terbiasa, mereka berhasil menyelesaikan pengalaman horor tanpa masalah.


Sesampainya di luar, Yuna dan Kazamiya, yang sudah lebih dulu keluar dan bertanya, "Kohinata-san terlihat sangat senang, apa itu benar-benar menyenangkan?"


Sepertinya Kazamiya dan yang lainnya sudah benar-benar kapok, wajah mereka terlihat agak pucat.


Karena cara menakut-nakuti para staf memang agak kejam, iadi Haruya bisa memahami perasaan mereka.


Tapi, hanya sikap Rin yang tidak bisa dia mengerti.


(...Tidak peduli seberapa terbiasanya dia, bukankah senyum sebahagia ini agak berlebihan?)


Rin awalnya takut pada hal-hal horor, bahkan sebelum masuk tadi, dia tampak cemas.


Tapi, begitu semuanya berakhir, dia langsung tersenyum cerah, membuat Haruya dipenuhi tanda tanya.


★★★


Setelah acara uji nyali berakhir, langit mulai berubah menjadi warna jingga kemerahan.


Meskipun begitu, pusat perbelanjaan besar ini masih tetap ramai, tanpa tanda-tanda melambatnya keramaian.


Di antara orang-orang yang berlalu lalang, beberapa terlihat mengenakan yukata.


Di satu tangan mereka menggenggam kipas, di rambut mereka terpasang hiasan, dan suara geta yang berderap menggema di udara.


Matahari terbenam memantulkan cahayanya ke permukaan laut yang luas.


Pemandangan yang benar-benar mencerminkan musim panas.


Sepertinya sudah hampir waktunya untuk mulai bersiap-siap menyambut festival kembang api.


Hari ini, festival kembang api adalah acara utama yang membuat Haruya dan yang lainnya datang jauh-jauh ke kota ini.


Meskipun, sebenarnya tempat ini hanya berjarak satu stasiun dari rumah kakek Sara...


"────Saat memakai baju renang juga begini, tapi... tetap saja ini membuat gugup ya, Akasaki."


"Ya, memang begitu."


Saat ini, Haruya dan yang lainnya berada di toko pakaian tradisional.


Mereka datang ke toko yang terletak di dalam pusat perbelanjaan ini untuk menyewa yukata.


Karena ada pelanggan lain juga, suasana di sekitar mereka cukup riuh.


Awalnya, Sara yang mengusulkan untuk menyewa yukata, dan reservasi sudah dilakukan sebelumnya.


Biaya sewa yukata memang tidak murah, tapi untuk para perempuan, kakek Sara yang menanggungnya. Awalnya, memang ada rencana kalo mereka akan menginap bersama selama liburan musim panas.


Para laki-laki baru bergabung secara mendadak, sehingga mereka harus menyewa yukata dengan biaya sendiri.


Tapi, ternyata harga sewanya lebih mahal dari yang mereka perkirakan, sehingga Haruya dan Kazamiya akhirnya menyerah.


Sekarang, dengan sedikit rasa malu, mereka hanya bisa duduk di area istirahat toko pakaian tradisional, menunggu para perempuan selesai berganti pakaian.


"....Akasaki, Siapa yang akan kau pilih?"


Tiba-tiba, dengan nada serius, Kazamiya mengajukan pertanyaan itu.


"Tidak selamanya kita bisa terus menikmati waktu menyenangkan seperti ini. Dengan menginap bersama, kupikir kau mungkin sudah mulai memikirkan masa depan."


Haruya merasakan sebuah tusukan di hatinya.


Dalam suara Kazamiya tidak ada lagi nada bercanda seperti biasanya dan itu membuat Haruya secara refleks mengalihkan pandangannya.


...Ini adalah topik yang sebenarnya tidak ingin dia pikirkan.


"A-Aku tidak dalam hubungan seperti itu sampai harus memilih siapa pun..."


Jawabannya terdengar ragu, dan Kazamiya hanya menghela napas pelan.


"Begitu, ya. Yah, mungkin memang belum waktunya."


Setelah mengatakan itu, Kazamiya menambahkan. 


"Aku sudah pernah mengatakan ini saat di pemandian air panas, kan? Saat festival kembang api nanti, tolong perhatikanlah Himekawa-san."


"....Apa maksudmu?"


Saat Haruya mencoba memastikan maksudnya, Kazamiya tiba-tiba tersenyum lebar, menghancurkan suasana serius barusan.


"Ahh~ Aku benar-benar tidak sabar melihat mereka dalam balutan yukata."


Kazamiya semakin bersemangat hanya dengan membayangkan penampilan Sara dan yang lainnya.


Melihat tingkahnya, Haruya tifak bisa menahan diri untuk berpikir dalam hati.


(...Kazamiya. Apa kau tahu tentang masa laluku?)


★★★


Sementara itu, di saat yang sama───


3 orang yang sudah selesai berganti ke yukata—Sara, Rin, dan Yuna—saling berhadapan.


Kakek Sara telah berkata, "Aku akan menanggung biayanya, tapi sebagai gantinya, kalian harus mengambil banyak foto."


Karena itu, mereka memutuskan untuk memilih yukata dengan pola yang memiliki nuansa serupa agar terlihat serasi dalam foto.


"Sara-chan, kau terlihat sangat manis!"


"Rin-san juga, tatanan rambutmu sangat cocok dengan yukata-mu."


Begitu mereka saling berhadapan, Rin langsung tersenyum cerah.


Dia juga mengenakan riasan tipis, dengan bibirnya yang dihiasi lipstik berkilau.


"Kalian berdua juga cocok sekali. Sama seperti biasanya."


Yuna, yang datang terakhir, berkomentar.


Dengan suara kecil, geta di kakinya berbunyi saat ia melangkah mendekat, lalu dengan sedikit malu bertanya,


"Bagaimana?"


Hanya dari gerakan itu saja dia sudah terlihat sangat menggemaskan...tapi lebih dari itu.



"Yuna-Rin terlihat sangat dewasa."


"Iya. Kau sangat cantik sampai aku terkejut."


Daripada menyebutnya imut, lebih tepat menggambarkannya sebagai sosok yang indah.


Setelah Yuna mengucapkan terima kasih dengan rendah hati, dia pun memberi komentar, "Sara dan Rin juga sangat cocok dengan gambaran kalian, kalian benar-benar terlihat sangat cocok mengenakan itu." Dengan itu, mereka telah saling memberikan pendapat tentang yukata masing-masing.


Kemudian, Rin dan Yuna saling bertukar pandang sebelum mengangguk satu sama lain.


"?"


Tidak mengerti apa yang mereka sepakati, Sara hanya bisa memiringkan kepalanya.


Meskipun merasa ada sesuatu yang aneh, dia tidak menanyakannya lebih lanjut dan melanjutkan pembicaraan.


"....Kita sudah membuat Akasaki dan yang lainnya menunggu, ayo pergi."


"Tunggu!"


Suara yang menghentikan Sara, yang hendak berjalan menuju para lelaki, berasal dari Rin.


"....Jadi begini. Festival kembang api malam ini secara teknis adalah acara terakhir dari perjalanan menginap ini, kan?"


Seolah ingin memastikan, Rin mengajukan pertanyaan, dan Sara mengangguk sebagai jawaban.


"Iya, festival kembang api ini yang terakhir."


Dengan senyum yang entah kenapa terasa sedih, kali ini Yuna yang melanjutkan.


"Awalnya, perjalanan menginap ini dibuat karena Sara ingin berterima kasih kepada Akasaki, kan?"


"...Benar."


Sebelum liburan musim panas dimulai. Kata-kata itu yang mereka ucapkan di sekolah.


Mengingat kembali tujuan dari rencana menginap ini, Sara mengangguk.


"Kupikir...kita masih belum sempat mengucapkan terima kasih secara langsung pada Akasaki-kun."


Rin berkata dengan penuh semangat, sedikit condong ke depan.


Memang benar, selama mereka menginap, waktu mereka untuk berdua saja dengan Haruya sangatlah singkat, sehingga tujuan awal mereka belum sepenuhnya tercapai.


Yuna menghela napas ringan, lalu, seolah telah mengambil keputusan, melanjutkan,


"Jadi, kupikir saat festival kembang api nanti, kita bisa mengatur waktu secara bergiliran dengan Akasaki-kun. Itu cara terbaik untuk menyampaikan rasa terima kasih kita, kan? ...Aku sempat membahas ini dengan Rin. Bagaimana menurutmu?"


"......"


Sara tanpa sadar menahan napas.


".....Itu ide yang bagus."


Sebuah saran yang sama sekali tidak dia duga.


Karena tidak ada alasan untuk menolaknya, Sara pun mengangguk setuju.


Meski entah kenapa, ekspresinya terlihat sedikit kehilangan semangat.


"Baik, kalo begitu, ayo kita kirim pesan untuk Akasaki-kun masing-masing..."


Menyusul ucapan Yuna, mereka semua mengeluarkan Hp mereka masing-masing.


Mereka mengirim pesan pribadi kepada Haruya, mengajaknya untuk menghabiskan waktu ber-2 saat festival kembang api.


─── Semoga dia mau menoleh ke arahku.


Dengan doa di hati masing-masing, mereka pun menekan tombol kirim.


★★★


Susunan warna-warni dari yukata yang mereka kenakan langsung menarik perhatian Haruya.


Setelah menunggu beberapa puluh menit di area istirahat toko pakaian tradisional, akhirnya mereka muncul.


Mereka memilih yukata yang sesuai dengan warna khas masing-masing dan mengenakannya dengan sangat anggun.


Sinar matahari senja yang menyinari mereka membuat pemandangan itu terasa hampir seperti sesuatu yang ilahi.


"Kalian bertiga terlihat sangat cocok mengenakan itu."


Kazamiya langsung memberi pujian, sementara Haruya hanya bisa mengangguk sebagai bentuk respon.


───Namun, Haruya tidak bisa menatap mereka secara langsung.


Bukan hanya karena mereka terlihat begitu cantik dengan yukata, tapi juga karena 3 pesan yang baru saja dia terima.


Ini...sebenarnya apa yang sedang terjadi?


Isi dari pesan-pesan itu, kalo dijelaskan secara sederhana, adalah undangan ke festival kembang api.


Hal itu sendiri memang sudah diputuskan sebelumnya, jadi seharusnya tidak ada yang membingungkan.


Tapi, masalahnya adalah...mereka masing-masing mengundangnya untuk ber-2 saja.


Dengan kata lain, setiap dari mereka mengirim pesan yang meminta untuk menghabiskan festival kembang api ber-2 dengannya.


Setelah membaca pesan seperti itu, tentu saja mustahil untuk tidak memikirkannya.


Ketika dia kembali menatap mereka, ketiganya berdiri berjejer dengan wajah sedikit merona, menatap ke arahnya.


...Meski, entah kenapa, Sara terlihat agak kurang bersemangat.


Bagaimanapun juga, masih ada waktu sebelum festival kembang api dimulai.


Setelah ini, mereka akan berjalan-jalan di sekitar pusat perbelanjaan dengan yukata mereka, sebelum akhirnya menuju ke tempat acara.


Tapi tetap saja...


(...Aku yakin, saat festival kembang api nanti, jantungku tidak akan sanggup menahannya...)


Bahkan sekarang, ketika masih ada cukup waktu, detak jantung Haruya sudah sedikit lebih cepat dari biasanya.


Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال