> CHAPTER 4

CHAPTER 4

 Kamu saat ini sedang membaca Nazeka S-class Bizyotachi No Wadai Ni Ore Ga Agaru Ken volume 4,  chapter 4. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw


KENCAN PRIBADI DENGAN S-CLASS BEAUTIES?




Saat matahari mulai terbenam dan langit berubah dari warna merah muda menjadi hitam pekat.

Haruya, yang sedang menuju ke lokasi festival kembang api, tertegun oleh jumlah orang yang melebihi imajinasinya.

Ke mana pun dia melihat, pandangannya dipenuhi oleh kerumunan orang.

Keramaian membuat udara terasa berat.

Mungkin karena panas musim panas, ditambah dengan kerumunan orang, menciptakan suasana yang lembap dan tidak nyaman.

Tanpa sadar, dia menarik napas pendek sambil menuju ke lokasi.

Dia berusaha untuk tidak terpisah dari anggota lainnya sambil berjalan menuju lokasi.

Pasti akan sulit untuk berkumpul kembali kalo mereka terpisah dalam keramaian seperti ini...

Anak tangga batu dihiasi dengan lentera, dan udara yang tidak nyaman tadi berubah menjadi aroma yang menyenangkan karena bau dari stan-stan.

"Wow... ini festival kembang api..."

Rin berkata dengan mata berbinar.

"Kesanmu biasa sekali."

Yuna menggelengkan bahunya sambil menyela.

"Ya, itu benar."

Kazamiya tertawa riang, sangat setuju dengan komentar Rin.

"Cantik sekali."

Sara bergumam pelan.

Haruya merasa lega karena berhasil sampai ke lokasi tanpa terpisah dengan yang lain.
 
Sara dan Kazamiya, yang berjalan di depan, menoleh untuk memastikan semua orang sudah berkumpul sebelum menuju ke tempat yang memiliki pemandangan bagus untuk melihat kembang api.

Mereka akan menggelar tikar untuk mengamankan tempat duduk.

Meskipun khawatir tidak akan mendapatkan tempat duduk karena banyaknya orang, sepertinya tidak akan ada masalah. 

Setelah menggelar tikar dan mengamankan tempat, Kazamiya memanggil mereka.

"...Kalo begitu, kalian ber-2 bisa berkeliling."

Haruya ingin beristirahat dan bersantai, tapi sepertinya itu tidak mungkin. Sara dan Yuna juga mengangguk.

"Bagaimana dengan Kazamiya dan yang lain..."

Ketika Haruya bertanya, Kazamiya menjawab dengan santai.

"Kami juga akan berkeliling."

Mendengar itu, Sara dan Yuna juga mengangguk.

"...Benar. Selamat bersenang-senang, Rin. Akazaki-kun."

"Ya. Kami akan baik-baik saja."

Mereka melambaikan tangan dan bersiap untuk pergi.

Tiba-tiba, lengan Haruya ditarik.

Di belakang Haruya berdiri Rin.

Artinya, sekarang Haruya dan Rin akan berkeliling kios hanya berdua.

Pesan dari Rin yang dikirim melalui toko pakaian tradisional, berbunyi seperti ini. 

『Akazaki-kun. Aku ingin mengungkapkan rasa terima kasihku, jadi ayo kita berkeliling festival kembang api berdua.』

Pesan yang sederhana. Haruya merasa belum melakukan apa pun yang layak mendapat ucapan terima kasih...

Tapi, dia berpikir.

(Aku berharap Kazamiya menolak...)
 
Sambil menundukkan matanya, Haruya mengingat percakapan yang terjadi saat mereka menuju ke lokasi festival kembang api.

Karena mereka semua berkumpul, mungkin Kazamiya juga harus diberi tahu.

Tiba-tiba, mereka bertanya kepada Kazamiya, "Kami masing-masing ingin berterima kasih pada Akazaki-kun, jadi bisakah kami meluangkan waktu kami untuk berkeliling berdua saja dengan Akazaki-kun?"

Menanggapi itu, Kazamiya berkata, "Akazaki... aku iri padamu, dasar brengsek", sambil menyetujui permintaan mereka.

Saat itulah kencan terpisah Haruya dengan S-Class Beauties dipastikan.


Ketika Haruya membuka matanya dan melihat ke belakang, lengan bajunya ditarik dengan lembut.

Haruya pasrah dan menoleh ke Rin sebelum berkata.

"...Kalo begitu, ayo kita berkeliling."

"Ya, ya..."

Kazamiya tersenyum sinis, seolah ingin mengatakan kalo mereka seperti pasangan baru.

Haruya dalam hati mengumpat pada Kazamiya.

Dan begitulah, Haruya akhirnya berkeliling bersama Rin.


★★★

"Kalo ada makanan yang kau suka, kita bisa pergi ke sana dulu."

"Ya. Terima kasih sudah memimpin, Akazaki-kun..."

Saat mereka sampai di tengah area stan, Haruya segera berbicara kepada Rin.

Sepertinya rasa malunya masih belum hilang, karena Rin terus mengalihkan pandangannya dan terlihat gelisah.

Dengan suara sandal kayunya yang berderak, Rin mengikuti Haruya.

"Um... Aku membuat waktu berdua untuk berterima kasih kepada Akazaki-kun, jadi kalo kau ingin sesuatu, jangan ragu untuk mengatakannya."

"Ah, oke."

Haruya mengangguk, menghargai perhatian Rin.

Meskipun begitu, sejauh ini tidak ada barang yang benar-benar menarik perhatiannya.

Kalo ada barang baru, dia pasti akan tertarik, tapi sepertinya yang ada kebanyakan hanya menu biasa saja.

Sambil berpikir begitu, Haruya menyadari kalo ekspresi Rin mulai melunak.

Mungkin dia terpengaruh oleh suasana panas dari kios dan keramaian orang-orang yang bersemangat.

Suasana khas festival kembang api membuat Rin terlihat lebih ceria.

"Ah, Akazaki-kun! Apa kau tidak mau makan itu!?"

Rin menarik lengan Haruya sambil menunjuk.

Mengikuti arah jarinya, Haruya melihat sebuah kedai es serut.

"...Ini mengingatkanku pada festival Eiga."

"Benar."

Kebetulan, sebagai bagian dari tugas patroli komite, Haruya pernah makan es serut bersama Rin.

Mungkin dia ingin mengingat momen itu. Rin terlihat sangat tertarik dengan es serut.


"Kalo begitu, ayo kita makan es serut!"

"Woke! Kita saling mencicipi, ya!"

Melihat Rin yang tiba-tiba menjadi begitu bersemangat, Haruya hanya bisa tersenyum kecut tanpa sadar.

"Sepertinya tidak ada rasa super pedas ya, Akazaki-kun?"

"Kalau kau mau bilang begitu, harusnya '???' rasa, kan? Itu hanya ada saat Festival Eiga."

[TL\n: chapter 2 vol 3 rasa '???' muncul pas mereka jalan bereng.]

Mengingat kejadian saat Festival Eiga, Rin dan Haruya saling tersenyum.

Setelah selesai memesan, mereka pindah ke tempat yang agak tersembunyi dan mulai menyuapi es serut satu sama lain.

Rin memesan rasa stroberi, sedangkan Haruya memilih rasa Blue Hawaii.

".....Lihat, stroberi juga enak, loh! Akazaki-kun. Nih."

Rin mengambil sesendok es serut dengan sendoknya lalu menyodorkannya ke arah Haruya.

Meski tampak malu untuk menyuapinya langsung, ini tetap saja yang disebut "a~n".

"Eh, eehh... Kohinata-san. Aku juga punya sendok sendiri, jadi tidak apa-apa."

"Tidak, ini sebagai tanda terima kasih, jadi terimalah... Ini juga sebagai ungkapan rasa terimakasih ku atas semua yang telah kau lakukan."

Dengan wajah yang agak memerah, Rin tetap mengulurkan sendoknya.

Karena sudah sampai sejauh ini, Haruya tidak punya pilihan selain menerimanya agar tidak membuat Rin malu. Haruya pun membuka mulutnya dan memakan es serut dari sendok yang disodorkan Rin.

".....Akazaki-kun, boleh aku mencicipi punyamu juga?"

Dengan mata sedikit sayu, Rin memohon dengan nada manja.

Mungkin karena terpengaruh oleh suasana festival, perasaannya sedang bersemangat.

Melihat perubahan sikap yang tak terduga itu, Haruya tanpa sadar berkomentar.

"Kohinata-san, kau ini kadang pasif, kadang aktif. Suasana hatimu sibuk sekali, ya."

"....Ha-hati perempuan itu rumit! Tapi sekarang aku hanya ingin mengungkapkan rasa terima kasihku, jadi aku berusaha keras."

Karena itulah dia terlihat begitu manja.

Mungkin ini juga bagian dari latihannya untuk seseorang yang sedang dia pikirkan.

Menyadari hal itu, Haruya merasa lebih tenang.

"Baiklah, kalo begitu kita tukar-tukaran saja."

Haruya mengambil sesendok es serutnya lalu membawanya ke dekat mulut Rin.

─── Hap.

Rin sempat terdiam menatap sendok yang disodorkan padanya, tapi kemudian dia menutup matanya dan dengan cepat memasukkannya ke dalam mulutnya.

"....Ini jauh lebih memalukan dari yang aku bayangkan."

"Iya, kan?"

".....Hmph."

Mungkin karena tidak suka dengan sikap santai Haruya, Rin pun mengembungkan pipinya.

Rin ingin membuat jantung Haruya berdebar sebelum menyampaikan kata-kata terima kasih, tapi itu tidak berjalan dengan baik.

Pada akhirnya, dia sendiri yang merasa malu dan menyerah lebih dulu.

Saat sedang memikirkan apa yang harus dilakukan, Rin sepertinya mendapat ide bagus.

".....Akazaki-kun. Setelah kita selesai makan es serut, bisakah kau ikut denganku sebentar?"


Tempat yang mereka datangi adalah stan penjualan topeng.

Ada berbagai macam topeng dengan harga yang cukup mahal.

Rin menatap topeng-topeng itu dengan mata berbinar.

".....Akazaki-kun! Menurutmu, yang mana yang cocok untukku?"

Sepertinya, dia berencana membeli topeng yang dipilih oleh Haruya.

Sejujurnya, karena wajahnya sudah cantik, topeng apa pun pasti akan cocok dengannya. Tapi jawaban seperti itu bukanlah yang sedang dia harapkan.

"Aku rasa topeng hewan ini cocok untukmu, Kohinata-san."

"Kalo begitu, aku akan membeli yang ini~"

Dengan penuh semangat, Rin membeli topeng tersebut.

Tanpa sadar, Haruya memperhatikan punggungnya.

Mungkin karena Haruya jarang melihat gaya rambut seperti itu di kafe, melihat rambut Rin yang diikat dengan pita dari belakang terasa segar dan menggemaskan untuknya.

"Hm? Ada apa?"

Mungkin Rin menyadari tatapan Haruya.

Rin memiringkan kepalanya sambil mengenakan topeng itu.

"....Tidak, aku hanya berpikir kalo gaya rambut itu cocok untukmu."

"....A-aku...terima kasih."

Rin menundukkan kepalanya, lalu dia menarik topengnya lebih dalam.

"Tapi bukankah pandanganmu jadi terbatas kalo kau pakai topeng?"

"Tidak juga. Lagipula, kalo bukan saat festival, aku jarang punya kesempatan untuk memakai topeng seperti ini."

Itu bohong. Sebenarnya, Rin berpikir kalo selama wajahnya tertutup, dia bisa lebih berani dalam mendekati Haruya.

Karena sampai sekarang, kalo dia melihat wajah Haruya secara langsung, rasa malunya tetap tidak bisa dia hilangkan.

Bagaimanapun juga, Rin mengulurkan tangannya.

"....Kalo aku menabrak sesuatu atau kita sampai terpisah, itu akan merepotkan. Jadi, maukah kau memegang tanganku?"

Dengan suara manja, Rin sengaja berbicara dengan nada yang terdengar lebih imut.

Haruya melirik sekeliling, lalu dia menyetujui usulan Rin dan berpikir kalo itu masuk akal.

(....Kalo kami sampai terpisah, itu pasti akan merepotkan. Lagipula, kami sudah pernah bergandengan tangan saat uji nyali, jadi sekarang aku tidak terlalu memikirkannya lagi.)

Tanpa berkata apa pun, Haruya dengan lembut meraih tangan Rin.

Saat Rin menggenggam kembali dengan kekuatan yang pas, dia berbisik dengan suara seperti seorang gadis kecil yang nakal.

"Tangan Akasaki-kun begitu hangat dan menenangkan."

"........"

Mendengar itu, Haruya tiba-tiba menjadi sadar akan genggaman mereka.

Tubuhnya bereaksi dengan sedikit tersentak.

"......Eh? Apa kau senang mendengar itu, Akazaki-kun?"

Sial. Rin sedang dalam mode menggoda sekarang.

Karena Haruya sudah cukup mengenalnya dari kafe, Haruya bisa langsung menyadari perbedaannya.

Untuk melawan balik, Haruya mencoba bercanda.

"Tangan Kohinata-san juga lembut... Tangan yang benar-benar mengingatkan kalo kau seorang gadis..."

Tapi di tengah ucapannya, Haruya menyadari sesuatu—kalo seorang pria mengatakan hal seperti itu, kesannya bisa jadi aneh dan berlebihan.

Alih-alih malu, Rin justru memanfaatkan efek dari topeng yang dia kenakan.

Sebaliknya, dia malah menekan balik Haruya.

".....Oh? Jadi, Akazaki-kun selalu berpikir seperti itu tentang tanganku?"

"......."

Haruya menelan ludah, tapi Rin tidak memberinya kesempatan untuk bernapas.

"Kalo kau mau, kau bisa merasakannya lebih lama lama lagi loh, Akazaki-kun. Ini kan bagian dari rasa terima kasihku."

Menyadari situasinya tidak menguntungkan, Haruya memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan demi menenangkan dirinya.

"Ah~ Aku tiba-tiba ingin mencoba menembak target. Kohinata-san, apa kau mau ikut?"

"....Boleh. Aku serahkan padamu untuk mengantarku, ya! Akazaki-kun."

Rin terlihat sangat bersemangat.

Bunyi geta yang berbunyi karan, karan setiap kali dia melangkah seakan mencerminkan suasana hatinya yang baik.

Setelah itu, mereka menikmati berbagai permainan festival, seperti menembak target dan mengambil bola super—permainan yang mirip dengan yang ada di Festival Eiga.

Saat mengenakan topeng, Rin sempat menggoda Haruya dengan berkata, "Kau juga boleh menembakku kalo mau, lho?" dengan nada main-main. Tapi, saat tiba gilirannya untuk menembak dan dia melepas topengnya, sikapnya tiba-tiba berubah menjadi lebih pendiam dan malu-malu.

Ketika Haruya mengomentari perubahan itu, Rin buru-buru memasang kembali topengnya dengan panik dan menggoda balik, "Akazaki-kun, hanya karena kau senang menyentuh tanganku tadi, jangan mengatakan hal aneh, ya?"

...Apa-apaan topeng itu? Seolah itu adalah sinyal untuk mengaktifkan kepribadian ganda nya. Meskipun begitu, Haruya tetap merasa tingkah Rin sangat menggemaskan.

Banyak momen yang membuatnya ingin menanggapi dengan komentar tajam, tapi dibandingkan dengan suasana canggung di awal, keadaan kini jauh lebih baik. Haruya pun bisa menikmati waktunya bersama Rin.

Di penghujung acara, Rin mengajaknya berpindah ke tempat yang lebih tersembunyi. Sambil menatap langit, dia mulai berbicara.

Masih dengan topengnya terpasang di wajahnya.

"....Aku, yah. Selama ini aku tidak pernah menyukai diriku sendiri."

Nada suaranya yang tiba-tiba menjadi serius membuat Haruya terdiam dan menunggu kelanjutannya.

"Berdandan. Berpura-pura. Padahal sebenarnya aku pengecut, tapi aku berusaha keras menyembunyikannya..."

Apa tetap mengenakan topeng itu sebuah metafora dari semua ini?

Dengan nada yang tetap terjaga, Rin melanjutkan.

"Sebenarnya, aku juga tidak pernah benar-benar bangga di depan Sara-chin atau Yuna-Rin. Aku selalu bertanya-tanya, apa yang sebenarnya sedang aku lakukan? Diriku yang asli hanya bisa menertawakan ini. Aku bukan bagian dari mereka, kan? Siapa sebenarnya aku ini?"

Rin yang muncul di Festival Eiga seperti inilah tampilannya.

Rin yang selalu menjadi pembawa suasana di kelas, ceria, dan tifak pernah menunjukkan bayang-bayang kesedihan—itulah kebenaran Rin. Wujud dirinya yang sesungguhnya. Masa lalu seorang gadis yang terluka karena pernah mengalami bullying.

"Kalo aku terus menjalani hidup seperti ini, aku rasa aku tidak akan pernah bisa menyukai diriku sendiri, mungkin untuk waktu yang sangat lama. Aku akan selalu merasakan kesakitan dalam hidupku..."

Sambil merentangkan tangannya ke langit, Rin berbicara.

Tapi kemudian, dia melanjutkan.

"Sekarang, aku bisa menyukai diriku sendiri. Meski terkadang aku masih mengutuk kelemahanku..."

Seperti ketika dia tidak bisa dengan jujur mengungkapkan perasaannya kepada Haruya.

Seperti bagaimana dia harus tetap memakai topeng agar bisa melakukan sesuatu yang berani tanpa terlihat langsung.

Meskipun dia mungkin merasa membenci dirinya sendiri terhadap diri nya yang tidak berharga, itu benar-benar berbeda dari 'itu' yang biasa dia lakukan.  

"Begitu aku berubah menjadi lebih ceria seperti ini, aku benar-benar bisa menyukai diriku sendiri. Itu semua..."

Dengan perasaan yang semakin mendalam, Rin melanjutkan.

"....Akasaki-kun. Ini semua berkatmu... Jadi, terima kasih banyak."

Setelah selesai berbicara, Rin segera memalingkan wajahnya, mungkin karena malu.

Meskipun wajahnya tertutup oleh topeng, dari merahnya telinganya, jelas terlihat kalo dia merasa malu.

Ucapan terima kasih dari Rin adalah sesuatu yang menyenangkan. Mungkin karena interaksi mereka di kafe juga, ungkapan terima kasih yang tulus itu begitu mengena di hati Haruya.

(Tapi, sepertinya Kohinata-san sama sekali tidak menyadarinya...)

Meskipun menerima rasa terima kasih itu dengan tulus, Haruya mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.

"....Aku hanya mengatakan apa yang kupikirkan dengan jujur. Tapi sepertinya Kohinata-san sama sekali tidak menyadarinya."

"....Eh."

Dari balik topeng, terdengar suara linglung yang keluar darinya, lalu wajahnya berbalik ke arah Haruya.

"Bukan hanya Kohinata-san yang telah berubah... aku juga..."

Saat itu, Haruya mengulurkan tangannya ke topeng Rin dan dengan cepat melepaskannya.

"────Aku ingin kau juga menyukai dirimu yang tetap penakut seperti dulu."

Dalam ceritanya, Rin hanya berbicara tentang dirinya yang telah berubah menjadi lebih ceria.

Tentu saja, bisa menyukai dirinya yang telah berubah adalah sebuah kemajuan besar.

Tapi... bagi Haruya, dia ingin Rin juga menyukai dirinya yang asli, yang belum berubah, dan terus melangkah ke depan.

Dia tidak bisa menerima kalo Rin tetap membenci kepribadian aslinya hanya karena pernah menjadi korban bullying.

Karena hubungannya dengan Rin di kafe, Haruya merasa benar-benar peduli padanya.

"......."

Rin membuka matanya lebar-lebar dan terdiam.

Lalu, dia perlahan menggelengkan kepalanya ke samping.

".....Diriku yang asli, yang penakut, itu sangat menyedihkan. Aku tidak bisa dengan mudah menyukainya..."

"Aku juga berpikir kalo menerima diri sendiri yang lemah itu adalah sesuatu yang sangat sulit."

Bahkan Haruya sendiri belum bisa melakukannya. Dia selalu berpaling dari sisi lemahnya.

Menyedihkan, tidak keren, dan kikuk...

...Meskipun begitu.

"Meskipun menyedihkan, kalo kau bisa menerima dirimu sendiri dan tetap maju ke depan...aku pikir itu sangat keren, Kohinata-san. Jadi, bukan hanya dirimu yang telah berubah, aku ingin kau juga menyukai dirimu yang tetap penakut."

Di Festival Eiga, itulah makna yang ingin Haruya sampaikan padanya.

Mendengar suara serius Haruya, jantung Rin berdebar kencang.

"...Kalo Akasaki-kun bilang itu keren, maka aku tidak punya pilihan lain."

Dengan detak jantung yang berdentum dan tubuh yang terasa hangat, suara Rin bergetar.

"...Jika ini adalah diriku yang asli... aku hanya bisa tersenyum seperti ini. Tapi aku akan mencoba menyukai diriku yang sebenarnya juga."

"......"

Senyuman alami yang muncul di wajahnya saat itu sangat indah, membuat Haruya terpana.


Di perjalanan pulang.

Setelah mengungkapkan rasa terima kasihnya, Rin akhirnya melepas topengnya sepenuhnya dan berkata,

".....Hei, Akasaki-kun?"

Suaranya terdengar alami, tanpa dibuat-buat.

"Ada apa?"

"....Tentang kopi buatanku. Dan juga...berenang. Suatu saat nanti, maukah kau mengajarkanku?"

Sepertinya dia khawatir kalo hubungan mereka akan berakhir setelah festival ini.

Memang, suasana menjadi agak canggung.

Meski ada resiko kalo identitas aslinya akan terungkap, tapi karena Rin sudah memiliki orang lain yang dia cintai haruya berpikir kalo itu tidak apa-apa.

Selain itu, mereka sering bertemu di kafe, jadi tidak ada alasan kuat untuk menjaga jarak.

Haruya mengangguk "Ya", dan melanjutkan.

"Kita komite eksekutif, kan?"

"....Iya!"

Rin menjawab dengan suara lantang, dengan senyum seolah ingin meresapi kebahagiaannya.

Saat mereka hampir mencapai tempat di mana mereka telah menaruh tikar piknik—

Sosok Kazamiya dan yang lainnya mulai terlihat.

Lalu, di saat itu juga, ujung bajunya ditarik pelan.

".....Um, soal Sara-chin, ada sesuatu yang ingin kukatakan."

"....Himekawa-san?"

"Iya. Sepertinya dia agak berbeda dari biasanya, jadi Akasaki-kun, tolong perhatikan dia baik-baik ya..."

Dengan bisikan pelan itu, waktu berdua mereka pun berakhir.


★★★


"────Aku ingin makan sedikit apel karamel dulu, boleh?"

"Eh, ah...ya."

Setelah menghabiskan waktu berdua dengan Rin, kini tiba saatnya Haruya berkeliling stan festival bersama Yuna.

Ketika Haruya dan Rin kembali ke tikar piknik, Kazamiya, Sara, dan Yuna sudah duduk di sana, masing-masing memegang makanan dari stan dan menikmatinya. Mereka sepertinya hanya menghabiskan waktu hingga kembang api dimulai.

Begitu mereka tiba, Yuna langsung berdiri dan berkata, "Sekarang giliranku", yang membawanya ke situasi saat ini.

Pesan yang dikirimkan Yuna dari toko pakaian tradisional sebelumnya berbunyi seperti ini:

『....Akasaki-kun. Aku ingin membicarakan soal naskah, tapi selain itu, aku juga ingin mengucapkan terima kasih. Jadi, maukah kau berkeliling stan berdua bersama ku?』

Sama seperti dengan Rin, sepertinya Yuna juga ingin menyampaikan rasa terima kasihnya.

Tapi tetap saja, Haruya merasa ini agak berlebihan, karena dia sendiri tidak merasa telah melakukan sesuatu yang pantas mendapat begitu banyak rasa terima kasih.

Tanpa memedulikan perasaan Haruya, Yuna menarik ujung lengan bajunya sambil berkata, "Ayo pergi."

"....Kau pasti berpikir ini kekanak-kanakan, kan?"

Begitu mereka sampai di stan apel karamel, Yuna tiba-tiba berkata seperti itu.

"....Tidak, bukan begitu."

Haruya buru-buru menyangkalnya.

Melihat itu, ekspresi Yuna melunak, lalu dia menambahkan, "Itu Bohong, kan?"

"...Jadi, suoaya aku tidak terlihat kekanak-kanakan, aku akan membeli satu untukmu juga."

"Eh?"

"Kalau kita berdua makan apel karamel, maka tidak akan terlihat kekanak-kanakan, kan?"

Dengan ekspresi puas, Yuna berkata begitu.

Sebenarnya, Haruya tidak pernah menganggap apel karamel sebagai sesuatu yang kekanak-kanakan... Tapi justru cara berpikir Yuna yang terasa kekanak-kanakan. Tapi, kalo Haruya mengatakan itu, mungkin Yuna akan marah, jadi lebih baik dia diam saja.

Tanpa sadar, senyum pun muncul di wajahnya.

Ketika Haruya mengeluarkan dompetnya untuk setidaknya membayar bagiannya sendiri, Yuna buru-buru menghentikannya.

"....Ini untuk menyampaikan rasa terima kasihku, jadi terimalah traktiran ini dengan senang hati."

Melihat ekspresinya yang seperti sedang berdoa, Haruya tidak punya pilihan selain menyerah dan berkata, "Baiklah. Terima kasih."

Bahkan hanya dengan berdiri sambil memegang apel karamel di tangannya, Yuna terlihat begitu anggun.

Haruya menggigit apel karamelnya sambil terpana oleh aura Yuna.

Seperti saat bersama Rin, mereka berpindah ke tempat yang lebih sepi untuk menikmati apel karamel bersama.

Untuk beberapa saat, keheningan yang nyaman menyelimuti mereka.

Yuna sama sekali tidak bertanya tentang apa yang Haruya dan Rin bicarakan sebelumnya. Mungkin itu adalah janji yang sudah mereka sepakati, atau semacam aturan tak terucapkan di antara mereka.

"Hei."

Saat apel karamelnya tinggal setengah, Yuna memanggilnya.

"Setelah kita selesai makan, aku ingin membicarakan sesuatu tentang naskah. Jadi dengarkan baik-baik, ya..."

"Eh, ah...iya."

Jawaban Haruya terdengar ragu-ragu, membuat Yuna terkikik dan bahunya sedikit bergetar.

"Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan. Kau bertanya-tanya apakah naskahnya sudah selesai, dan juga kenapa aku tiba-tiba berhenti bertindak seperti seorang heroin dalam proses penulisannya... Kedua hal itu yang sedang kau pikirkan, kan?"

"......"

Haruya menahan napas.

Seperti yang diharapkannya dari Yuna—dia benar-benar bisa membaca pikirannya dengan tepat.

Saat ini, Yuna sepertinya menunjukkan dirinya yang paling alami.

Dia bukan lagi Yuna yang mendekat dengan menarik ujung baju atau lengan baju Haruya.

Haruya berpikir dia lebih terasa seperti Nayu saat mereka bertemu di acara offline biasa mereka.

Melihat Haruya menahan napas dan bahunya sedikit bergetar, Yuna menyadari kalo dugaannya benar.

Sambil menggigit apel karamel yang hampir habis, dia mulai berbicara.

"....Oh, sebagai informasi, naskahnya belum selesai, tapi aku sedang merangkumnya. Dan soal bagaimana aku...um..."

Di titik itu, Yuna menutupi wajahnya dengan satu tangan, seolah tidak ingin Haruya melihat ekspresi sampingnya.

Suara yang sedikit bergetar, dia melanjutkan.

"....Alasan aku berhenti mendekatimu seperti sebelumnya adalah karena kupikir, setidaknya saat aku mengungkapkan rasa terima kasihku, aku ingin tetap menjadi diriku yang sebenarnya."

Melihat kembali bagaimana dia bertindak sebelumnya—sebagai bagian dari peran dalam penulisan naskah—sepertinya membuatnya malu.

Haruya hampir saja menggoda Yuna seperti yang biasa dia lakukan sebagai Haru, tapi saat ini dia adalah dirinya yang lain—Akasaki Haruya, sosoknya di dunia nyata.

Dia harus menahan keinginannya untuk bercanda.

Terlebih lagi, ada kemungkinan Nayu sudah mengetahui identitas aslinya. Meskipun Haruya masih ingin percaya kalo itu hanya kesalahpahaman.

Selama acara menginap, ada 2 kali momen di mana Haruya merasa Yuna memanggilnya 'Haru.'

Sekali di kereta menuju perjalanan pagi kemarin. Dan sekali lagi saat barbekyu.

Dengan ini, totalnya menjadi 2 kali.

Meskipun Haruya telah mencoba untuk tidak memikirkannya karena hanya akan membuatnya semakin bingung, dia tetap tidak bisa memastikan kebenarannya.

Tapi, melihat Nayu dalam wujudnya yang alami seperti ini membuatnya tidak bisa menghindari pikiran itu, dan jantungnya tiba-tiba berdebar lebih kencang.

"....Jangan abaikan aku begitu saja."

Saat Yuna menatapnya dengan mata menyipit, Haruya buru-buru bereaksi dengan gerakan tangan yang kikuk.

Pipi Yuna terlihat sedikit memerah.

"A-aku minta maaf. Aku tadi hanya sedikit melamun."

"Kau melamun saat seorang gadis sedang berbicara denganmu. Akasaki-kun, itu bukan hal yang baik, kan?"

Itu adalah argumen yang begitu masuk akal hingga Haruya tifak bisa membantah.

Dia menundukkan bahunya, merasa bersalah.

"Maaf. Tapi memang, aku merasa lebih nyaman saat Takamori-san bersikap seperti ini."

"Begitu. Kalo begitu, tidak masalah."

Dengan nada suara dinginnya yang biasa, Yuna bergumam sebelum menggigit apel karamelnya dengan keras.

Sepertinya itu adalah gigitan terakhirnya... Dia menatap tusuk sate itu dengan ekspresi sedikit menyesal.

Seakan-akan dia masih ingin makan lebih banyak.

Melihat Yuna yang terlihat sedikit kecewa, Haruya mengulurkan apel karamelnya padanya.

"Aku baru makan setengahnya, dan bagian ini belum kusentuh. Kalo kau mau, maukah kau memakannya?"

"....Heh. Aku memang sudah tahu, tapi kau memang baik ya, Akasaki-kun."

Dengan nada lembut, Yuna melanjutkan,

"Tapi, itu kan sudah kubelikan untukmu, jadi habiskan sendiri, ya. Tapi aku akan menerima niat baikmu. Terima kasih."

"Begitu ya. Baiklah."

Sejujurnya, Haruya sudah merasa cukup dengan apel karamelnya.

Tapi, karena dia tidak bisa berkata, sudah cukup terhadap sesuatu yang telah diberikan padanya, dia pun buru-buru menghabiskan sisa apel karamel itu.

"Kau makan dengan cukup lahap juga ya."

Yuna menatapnya dengan mata terbelalak, sambil berkedip beberapa kali.

Saat Haruya masih mengunyah apel karamelnya, tidak ada percakapan di antara mereka.

Ada keheningan sejenak.

Namun, itu bukan keheningan yang canggung.

Mungkin karena hubungannya dengan Nayu bukanlah sesuatu yang baru. Atau bisa jadi karena suasana festival dan kemeriahan pesta kembang api membuat segalanya terasa lebih alami.

Suara sandal geta yang tak terhitung jumlahnya datang dan pergi, aroma menggugah selera dari gerobak makanan, obrolan ceria orang-orang di sekitar.

Lingkungan sekitar dipenuhi dengan hiruk pikuk kegembiraan. 

─── Gari, Gari, Gari.

Sambil menikmati rasa itu, Haruya memasukkan suapan terakhirnya ke dalam mulut.

"Hei."

Begitu memastikan Haruya sudah selesai makan, Yuna pun membuka mulut.

".....Sebelum kita membahas soal naskah, apa kau mau minum dulu?"

Dengan sedikit ragu, Yuna bertanya.

Sepertinya sejak tadi dia ingin pergi membeli minuman, tapi dia tetap menunggu dengan sabar sampai Haruya selesai makan.

Haruya merasa hal itu cukup manis sekaligus menggemaskan, dan dia pun mengangguk.

"Aku juga haus, jadi itu akan membantu..."

Sambil berkata begitu, Haruya menatap wajah Yuna.

(Eh, Takamori-san...ada sisa apel karamel di dekat bibirnya.) 
 
Saat itulah Haruya menyadarinya.

Ada potongan kecil apel karamel yang menempel di bibir merah merona Yuna.

"Kalo begitu, Akasaki-kun...ayo pergi."

Tanpa menyadari hal itu, Yuna bersiap berjalan ke arah stan makanan.

Tapi, Haruya buru-buru menghentikannya.

"Tunggu!"

Karena tidak ingin merusak yukata yang dikenakan Yuna dengan rapi, Haruya hanya menggenggam tangannya.

"....Tunggu, tu-tunggu sebentar."

Ditahan seperti itu, Yuna mengeluarkan suara malu-malu.

Saat dia berbalik, Haruya bisa melihat dengan jelas ekspresi terkejut dan bingung di wajahnya.

"Me-meski aku paham kalo suasana festival bisa membuat seseorang terbawa suasana..."

Yuna terlihat gelisah, wajahnya sedikit memerah.

Saat Haruya melihat sekeliling, entah kenapa...

"Ayo, buka mulut~ Aaa~n." "Jangan manjain aku seperti ini di depan orang banyak..."

Orang-orang di sekitar mereka kebanyakan adalah pasangan.

Kalo dia benar-benar memperhatikan, dia bisa mendengar lebih banyak percakapan serupa.

".....Eh, ti-tidak! Bukan begitu!"

Saat itulah Haruya menyadari kalo situasi ini bisa menimbulkan kesalahpahaman.

"....Di...di sini"

Alih-alih langsung memberi tahu, dia hanya menunjuk ke bibirnya sendiri, memberi isyarat kalo ada sesuatu di tempat yang sama pada Yuna.

Yuna sempat memiringkan kepalanya sebentar, lalu mengusap bibirnya di tempat yang ditunjukkan Haruya.

"....Ah."

Saat Yuna menyadari sesuatu, dia langsung menahan napas, dan wajahnya seketika berubah merah.

Sepertinya bukan karena noda di mulutnya, melainkan karena kesalahpahaman yang terjadi barusan.

"....Katakan lebih cepat dong. Baka..."

Sambil menutupi mulutnya, Yuna menggerutu kesal.
 
Setelah itu, mungkin karena merasa bersalah, Yuna berkata saat mereka sedang dalam perjalanan untuk membeli minuman.

"...Aku minta maaf karena mengatakan hal seperti itu sebelumnya. Terima kasih."

"Tidak apa-apa kok. Kalo begitu aku akan membelikanmu minuman.. Lihat sepertinya stan-nya sudah dekat."

Melihat Yuna yang begitu sopan, Haruya tidak bisa menahan senyumnya.



Minuman di stan tenda harganya sangat mahal.

Meskipun hanya minuman yang didinginkan dengan air es di dalam kotak pendingin, minuman itu terlihat sangat menyegarkan.

Ditambah dengan suasana stan tenda dan festival, minuman itu terlihat sangat lezat.

Seperti ada sihir yang bekerja.

Berbagai botol plastik terlihat seperti permata, dan kotak pendingin itu bagaikan kotak harta karun.

"...Sayang sekali, Aizaki-kun. Sepertinya tidak ada kopi."

Saat Haruya sedang memikirkan hal itu, Yuna bergumam pelan di belakangnya.

"Eh?"

Sebenarnya Haruya tidak terlalu ingin kopi.

Tapi dia tidak bisa tidak merasa penasaran dengan Yuna yang begitu yakin mengatakan hal itu.

Tanpa sengaja, dia mengeluarkan suara yang terdengar bodoh.

"Tidak, tapi kau kan selalu minum kopi."

"Itu...tidak selalu..."

Haruya hanya minum kopi saat dia sedang dalam mode "wajah aslinya" yang sebenarnya.

Tentu saja, di sekolah pun Haruya minum kopi, tapi itu tidak bisa dikatakan kalo dia selalu melakukannya.

Tapi, Yuna mengatakan kata 'selalu' dengan penuh keyakinan, sehingga Haruya merasa terganggu.

Dia melanjutkan ke Haruya yang bingung.

"Di kafe atau restoran keluarga pun, sepertinya kau selalu minum kopi."  

"...!"
  
Jantung Haruya berdebar kencang.

Sosok yang dia tunjukkan hanyalah dirinya sebagai pelanggan tetap di kafe yang sering dikunjunginya,  
dan dirinya yang ditunjukkan kepada Nayu saat acara pertemuan offline. 
 
Hanya itu saja. Keringat dingin mulai mengucur deras.

"Kalo begitu, aku akan pesan ramune saja."
  
Tanpa mengetahui perasaan Haruya, Yuna memesan ramune dengan suara yang tenang.  

"Ah, ini kan kesempatan untuk berterima kasih kepada Akazaki-kun, jadi biar aku yang membayar kali ini juga."
  
Perasaan bersalah dan kekhawatiran apakah identitasnya terbongkar membuat hati Haruya menjadi rumit.

"Tidak... A-aku juga akan pesan ramune. Aku juga sering minum ini kok."
  
Berusaha tenang, Haruya menjawab dengan suara yang sedikit keras.  

"...Oh, itu kebetulan yang aneh. Tapi kurasa itu bohong kalo kau sering minum Ramune."  

Yuna tersenyum dengan senyuman yang terlihat dewasa.  

Ekspresinya seolah-olah bisa melihat menembus melalui diri Haruya yang membuat Haruya secara perlahan mengalihkan pandangannya.
 


Setelah memesan ramune, Haruya dan teman-temannya kembali berpindah ke tempat yang lebih tersembunyi.

Ketika dia melihat sekeliling, ada banyak pasangan kekasih, sehingga perasaannya menjadi agak rumit.

Hanya gelembung soda yang menyegarkan tenggorokan dan juga hati mereka.

"......Hei, bolehkah aku berbicara tentang naskah itu? Meskipun hanya secara lisan, maukah kau mendengarkannya?"

"......(Mengangguk)"

Haruya mengangguk diam-diam dan mendorongnya untuk melanjutkan.

Yuna mengambil seteguk ramune sebelum mulai bercerita.

"......Pertama-tama, tentang karakter utama..."

───Secara langsung, konten yang diungkapkan setelah itu membuat Haruya membeku.

Karakter utama perempuan dan karakter laki-laki yang menjadi target perhatian.

2 karakter ini adalah tokoh utama, dan ceritanya menggambarkan dunia yang hanya berisi mereka berdua.

Temanya adalah kisah cinta yang manis dan asam.

Mereka menemukan kalo hobi mereka cocok di internet... dan akhirnya memutuskan untuk bertemu.

Setelah itu, meskipun mereka bertemu secara langsung, pembicaraan tentang hobi mereka sangat cocok, dan mereka akhirnya berkencan selama liburan musim panas.

Secara singkat, itulah isi naskah yang diceritakan oleh Yuna.

Di tengah-tengah, jantungnya berdebar kencang sehingga sia sulit untuk memahami isi ceritanya.

......Tolong hentikan.

Meskipun ada perbedaan dalam detailnya, garis besar naskah yang diceritakan itu sangat mirip dengan hubungan antara Haru dan Nayu......

Isi kencan liburan musim panas juga mirip dengan pendekatan yang dia lakukan terhadap Haruya selama menginap, membuat Haruya tidak bisa lagi berpura-pura tenang.

"......Ini hanya pembicaraan tentang pengaturan sementara."

"Be-begitukah. Ini hanya tentang naskah, ya?"

Apa ini sudah ketahuan?

Dalam hati, dirinya yang tenang berbisik begitu, tapi masih ada kemungkinan kalo ini hanya kebetulan.

Dia berusaha menenangkan diri dengan menarik napas dalam-dalam berkali-kali di dalam pikiran.

"......Aku memikirkan naskah seperti ini. Hanya itu yang ingin kusampaikan. Aku tidak akan mengatakannya lagi. Karena ini membuatku malu..."

"He-he. Begitu ya. Itu bagus, kok."

Dia memberikan tanggapan yang biasa-biasa saja... sambil tetap berpura-pura tenang.

Yuna tampak tidak puas dengan reaksinya yang datar, tapi dia sepertinya menerimanya sendiri, "Yah, ini sudah diperkirakan, jadi tidak apa-apa."

"Begitu. Kalo begitu, ayo kita akhiri pembicaraan tentang naskah, dan dari sini aku ingin menyampaikan rasa terima kasihku."

Dia meneguk ramunenya dan membersihkan tenggorokannya sekali.

Yuna menatap Haruya dan mulai berbicara. Dia duduk tegak dan menatap lurus ke arahnya.

Suasana serius mulai terasa di sekitar mereka.

Seperti saat dengan Rin, dia merasa tidak melakukan apa pun yang layak untuk dihargai oleh Nayu-san, tapi...

Suasana saat ini tidak memungkinkan untuk mengungkapkan hal itu.

Haruya juga mempersiapkan diri dan mengambil sikap untuk mendengarkan Yuina berbicara.

Setelah memastikannya, Yuina mulai berbicara.

"......Ini akan menjadi pembicaraan yang serius, dan karena aku malu, aku hanya akan mengatakannya sekali saja."

Dia memberikan pengantar sebelum melanjutkan.

"Aku memiliki trauma yang sangat besar dalam basket. Selama ini, aku hidup dengan berpikir 'ini sudah cukup' aku menjalani hidup ku tanpa menganggap memberikan yang terbaik. Basket menjadi alasan kenapa aku mulai berpikir seperti itu. Tapi sekarang, aku bisa mengembalikan cara hidupku dan merasa sangat bahagia. Sekarang hidupku terasa jauh lebih mudah."

Dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan.
 
"Aku tidak pandai mengungkapkan perasaanku secara langsung... tapi ini berkat Akazaki-kun. Terima kasih selalu... sungguh, terima kasih banyak."

Meski ada sedikit keraguan dengan kata 'selalu', ekspresinya sangat menggemaskan.

Haruya terpana dan dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Yuina.

"......Jangan terlalu menatapku sekarang. Aku agak malu."

Setelah mengatakan itu, Yuina menghela napas.

"......Aku tidak selembut Sara, dan juga tidak bisa menunjukkan senyum cerah seperti Rin... tapi karena kita sekarang duduk bersebelahan, jadi aku menantikan dukunganmu yang berkelanjutan."

"Eh, ah... tentu."

Tanpa sengaja, Haruya terlambat merespons.

Ini adalah hari terakhir sebelum liburan musim panas.

Setelah pengumuman pembagian tempat duduk, Haruya duduk di sebelah Yuina.

"Eh, apa kau terpesona olehku? Hanya bercanda."

Yuna mengejek Haruya dengan nada setengah bercanda dan setengah malu, yang tidak bisa mengalihkan pandangannya darinya.

"......Yah."

Merasa tidak nyaman, Haruya akhirnya mengalihkan wajahnya dan menggaruk pipinya.

"Eh... sudahlah... jangan seperti itu."

Yuna juga mengalihkan wajahnya dari Haruya.

Karena di sekitar mereka banyak pasangan, Haruya dan Yuna memutuskan untuk berpindah agar tidak terbawa suasana aneh.

"Ayo, kita pergi," gumam Yuina, dan Haruya mengikutinya menuju ke tempat Kazami dan yang lainnya berada.

......Pada akhirnya, tidak ada kepastian apakah identitasnya sudah terbongkar atau belum.

Yah, meskipun kalo itu sudah terbongkar, itu akan merepotkan, dan Haruya juga takut akan dimarahi karena selama ini dia diam saja... jadi dia tidak berani mengungkapkannya sendiri.

 

Dalam perjalanan pulang.

Di tengah perjalanan kembali ke tempat Kazamiya dan yang lainnya berada, Yuna bergumam, "Kalau dipikir-pikir", seolah dia teringat sesuatu..

"......Akazaki-kun. Tentang Sara, tolong hadapi dia dengan baik, ya."

Mata Haruya membelalak mendengar pernyataan Yuna dengan nada serius.

(......Kohinata-san, Kazamiya, dan sekarang Yuna juga membicarakan tentang Himekawa-san. Sebenarnya apa yang terjadi?)

Dengan pertanyaan itu... Haruya akhirnya menghabiskan waktu berdua dengan Sara.


★★★



"Yang terakhir adalah aku, kan."

"......Eh, yah, begitulah."

Waktu sudah lewat pukul 19.00. Keramaian festival kembang api mungkin sudah mencapai puncaknya, karena area sekitar venue dipenuhi lebih banyak orang daripada sebelumnya.

Tanpa sengaja, Haruya mengerutkan kening melihat kerumunan orang, tapi di sisi lain, dia memandang Sara yang berada di sebelahnya dengan penuh pertanyaan di dalam hatinya.

(......Apa maksud mereka kalo aku harus menghadapi Himekawa-san dengan baik?)

Dari Kazamiya, Rin, dan Yuna... selama menginap ini, semua orang telah mengatakan hal yang sama pada Haruya.

"......Akazaki-san, apa kau sudah makan?"

"Ah~ aku belum makan, kalo dipikir-pikir. Mungkin karena aku makan banyak saat makan siang tadi, jadi sepertinya aku tidak terlalu lapar.”

".........Kau makan tortilla bawang putih yang sama dengan Yuna-san, kan? Kau makan dengan lahap sekali."

"Ah, benar. Kalo Himekawa-san sendiri bagaimana?"

"Aku juga sudah makan di stan makanan tadi. Di toko dekat tempat duduk kita."

......Ah, begitu.
 
Jadi, itulah sebabnya kami tidak bertemu dengan Kazamiya dan yang lainnya saat berdua berkeliling.

Haruya mengangguk sendiri, memahami situasinya.

Mereka belum mengunjungi toko di dekat tempat duduk mereka.

Mungkin mereka sengaja menghindari bertemu saat berdua saja.

"Akazaki-san, apa kau benar-benar tidak apa-apa tidak makan?"

"Yah, aku benar-benar baik-baik saja. Himekawa-san, jangan ragu. Apa kau sudah makan?"

"......Ya, aku baik-baik saja."

Sara tersenyum kecil dan mengangguk.

Haruya merasa ada yang aneh dengan ekspresi Shara.

(......Apa Himekawa-san selalu memiliki tatapan seperti ini......)

Ekspresi Sara terlihat 'biasa' sekilas, tapi Haruya bisa merasakan ada sesuatu yang dingin di dalam matanya.

Melihat Haruya yang terdiam dan berpikir, Sara melanjutkan.

"Kalo begitu, ayo kita mengunjungi beberapa stan di festival kembang api yang belum Akazaki-san nikmati... lalu biarkan aku menyampaikan rasa terima kasihku. Setelah itu, kita bisa kembali ke yang lain."

Dengan tenang, Sara mulai berjalan menuju jalan utama yang dipenuhi stan makanan.

Jalan utama itu adalah area di mana banyak stan makanan berkumpul.

Mungkin dia ingin membawa Haruya ke stan yang belum sempat dikunjungi bersama Rin dan Yuna.

Tangannya yang mengepal terlihat sedikit gemetar.

Begitu Haruya menyadarinya, ekspresinya yang sebelumnya terlihat biasa kini terlihat lesu.

(......Ah, begitu rupanya.)

Jadi, itulah yang dimaksud dengan 'menghadapinya'......

Setelah dia memahami apa yang mereka maksud, Haruya menghela napas kecil.

(......Aku benar-benar bodoh.)

Lalu, dia menampar pipinya sendiri dengan keras.
 
Setelah itu, Haruya berbicara kepada Sara, yang terlihat sedih dan membelakangi dia.

"Tunggu sebentar...!"

"Ada apa?"

Sara memiringkan kepalanya dengan bingung, sementara Haruya tersenyum dan berkata.

"......Bagaimana kalo kita keluar sebentar dari stan-stan ini?"



★★★


Saat Haruya mengatakan itu kepada Sara, di tempat lain───.


Kazamiya, yang telah mengamankan tempat terbaik untuk melihat kembang api, sedang berbicara dengan Rin dan Yuna.


"......Apa ini benar-benar baik-baik saja? Memberi waktu pada Himekawa-san untuk menonton kembang api bersama. Mereka berdua──"


Kembang api akan dimulai pukul 19:20.


Sekarang, Sara sedang berkeliling bersama Haruya dan akan menonton kembang api bersama.


Rin dan Yuna saling memandang dan mengangguk. Rin kemudian membuka mulut.


"Kami sudah cukup menghabiskan waktu berdua, jadi tidak masalah. Sara-chan terlihat agak tidak bersemangat, dan ini sudah kami rencanakan sebelumnya."


"......Begitu rupanya. Jadi ini sudah kalian rencanakan dari awal."


Kazamiya tertawa sambil menggoyangkan bahunya.


Kazemiya kemudian memberikan komentar ringan terhadap mereka berdua.


"......Tapi, kalian berdua. Apa pantas kalian mengatakan itu padaku? Kedengarannya kalian tidak mencoba menyembunyikan perasaan kalian pada Akazaki."


"Bukankah sudah terlambat untuk itu?"


Yuna-lah yang langsung menanggapi.


Kazemiya mengalihkan pandangannya langsung ke arahnya, dan dia menggelengkan kepalanya dengan panik.


"Tidak, bukan berarti aku menyukainya... tapi ini tentang menyampaikan rasa terima kasih kepada Akazaki-kun."


"Be-begitulah! Kazamiya-kun."


Yuna dan Rin saling menghindari pandangan sambil menekankan kalo itu bukan berarti mereka menyukainya.


Kazemiya tidak bisa menahan senyum kecut.


Karena mereka sama sekali tidak bisa menyembunyikannya.


"Yah, semoga Akazaki bisa menghadapinya dengan baik. Berbeda dengan dulu."


Dia bergumam pelan, seolah tidak ingin ada yang mendengar.


Yuna dan Rin tidak mendengar kata-kata Kazamiya, tapi mereka berdua saling mengangguk lagi.


"Tapi kalo itu Akazaki-kun... pasti tidak apa-apa."


"Kalo itu Akazaki-kun, Sara-chin pasti akan kembali bersemangat!"


Melihat Yuna dan Rin yang saling meyakinkan, Kazami berpikir dalam hati.


(......Hei, Akazaki. Ada banyak orang baik yang peduli padamu. Mereka pasti bisa menghilangkan masa lalumu yang kelam. Aku mungkin tidak cukup kuat, tapi......)


Merasa tidak mampu, Kazamiya kembali ke sikapnya yang biasa dan berkata.


"Yah, aku bisa menonton kembang api bersama Takamori-san dan Kohinata-san────seperti memiliki 2 bunga di tanganku, ini pasti akan menyenangkan!"


Yuna menyipitkan matanya ke arah Kazamiya yang sedang nyengir memperlihatkan gigi putihnya.


"Eh, Rin dan aku berdua... jadi Kazamiya-kun sendirian, kan?"


Suaranya terdengar seperti bercanda. Sepertinya dia sudah memahami cara menggoda Kazamiya selama menginap ini.


"Ya. Aku juga berpikir begitu."


Rin langsung menanggapi.


"Bukankah itu kejam sekali!?"


Candaan Kazamiya menghilang ke dalam langit malam musim panas.


★★★


Mereka berhasil keluar dari deretan stan dan tiba di tepi sungai yang agak jauh.


"Ah, Akazaki-san... tangan."


Dengan suara kecil, Sara berbicara dengan ragu-ragu.


Salah satu tangan Sara digenggam erat oleh tangan kiri Haruya.


Karena kerumunan yang sangat padat, Haruya berusaha menghindari agar mereka tidak terpisah.


Di hadapan Haruya yang menarik tangannya tanpa banyak bicara dan membawanya keluar dari stan, Sara tidak bisa berkata apa-apa.


Lagipula, ini adalah kesempatan yang diberikan mereka untuknya menyampaikan rasa terima kasih kepada Haruya───.


"Ah, maaf."


Sesampainya di tujuan, Haruya melepaskan tangan Sara.


Tempat yang sepi dan cocok untuk melihat kembang api dengan jelas.


Dengan 2 kriteria itu, Haruya memutuskan untuk keluar dari keramaian.


Meskipun tidak sepenuhnya sepi, mereka berhasil menemukan tempat yang relatif tenang.


Itulah tepi sungai ini. ...Haruya merasa mereka sudah cukup jauh berjalan, dan dia merasa agak bersalah kepada Sara.


"Aku mencoba menyesuaikan langkahku, tapi apa kakimu tidak lecet? Apa kau baik-baik saja?"


Sara mengenakan geta yang tidak biasa dia pakai.


Dengan suara lembut yang penuh perhatian, Haruya bertanya, dan Sara menjawab.


"A-aku baik-baik saja. Terima kasih atas perhatiannya. Ngomong-ngomong, Akazaki-san... tolong dengarkanaku."


Setelah menarik napas, Sara mulai berbicara dengan pipi yang memerah.


"Aku sangat bersyukur bisa bertemu dengan Akazaki-san───"


"Tunggu."


Haruya memotong perkataan Sara.


Mata Sara membelalak.


Pasti muncul pertanyaan di benaknya.


Mereka tiba-tiba meninggalkan stan tanpa penjelasan dan pergi ke tepi sungai yang sepi.


Seharusnya ada yang ingin dia tanyakan, tapi dia langsung mencoba menyampaikan rasa terima kasihnya.


Pasti dia ingin mengakhirinya dengan cara yang sama seperti Yuna dan Rin saat menyampaikan rasa terima kasih mereka.

 

Tidak peduli bagaimana, ini terlalu tidak wajar. Seolah-olah dia sedang terburu-buru untuk sesuatu.


"......Tidak, biarkan aku menyampaikannya."


"Tidak boleh."


Haruya kembali menyela Sara yang terlihat sangat bersemangat.


Melihat ekspresi Sara yang seolah ingin mengatakan sesuatu, Haruya melanjutkan, "Karena..."


"......Aku tidak bisa menerima rasa terima kasih dari seseorang yang tidak bisa tersenyum dan terlihat sedih seperti itu."


Mata birunya terbuka lebar, dan dia kehilangan kata-kata.


Dia mencoba mengatakan sesuatu, tapi tidak bisa merangkai kata-kata.


Pandangan dan kata-kata Haruya yang langsung menusuk tepat pada titik lemahnya.


Sara menunduk sejenak dan mencoba membuat senyuman.


"......Biarkan aku menyampaikan rasa terima kasihku. Setelah itu, ayo kita kembali ke yang lain."


Ah, jadi begitu rupanya.


Haruya yakin sekarang.


Dia melepas kacamatanya, menyisir rambutnya ke belakang, dan memperlihatkan matanya.


"Eh........."


Sara terlihat tidak mengerti tindakan Haruya.


Dia mengeluarkan suara bodoh.


"Maaf sebentar."


Setelah meminta maaf, Haruya mengeluarkan Hp-nya.


Kemudian, untuk beberapa saat... dia bermain-main dengan Hp-nya, mengetik pesan, menekan tombol kirim, dan menyimpan Hp-nya kembali ke dalam saku.


"Apa yang Himekawa-san khawatirkan adalah tentang kembang api, kan?"


"......"


Sara menghela napas sejenak.


Sebelum dia bisa mengatakan apa pun, Haruya melanjutkan.


"Ini festival kembang api, jadi kau pasti berpikir kita harus menonton kembang api bersama semua orang, kan?"


"......Benar. Kita sudah membuat yang lain menunggu. Kalo kita pergi sejauh ini, saat kita kembali, kembang api pasti sudah dimulai. Jadi..."


"Maaf, Himekawa-san..."


Haruya tahu kalo dia adalah orang yang sangat sopan dan cenderung menyimpan perasaannya.


Tapi sampai saat-saat terakhir seperti ini Haruya tidak menyadarinya.


Kalo bukan karena kata-kata Kazamiya, Rin, dan Yuna, dia mungkin tidak akan pernah menyadarinya.


Sambil mengutuk dirinya sendiri yang tidak berguna, Haruya menatap Sara dengan penuh ketulusan.


"Eh..."


Sara mengeluarkan suara kebingungan melihat Haruya menundukkan kepalanya.


Haruya berbicara dengan suara lembut yang tenang.


"Ayo kita menonton kembang api berdua."


"Ti-tidak boleh."


Sara langsung memprotes.


Haruya mengeluarkan Hp-nya dan menunjukkan layarnya kepada Sara.


Pesan yang dia kirim ke yang lain: 『Maaf. Aku akan menonton kembang api dengan Himekawa-san. Sepertinya kita tidak akan bisa kembali tepat waktu.』


Ini adalah pesan yang dia kirim beberapa menit yang lalu.


"Jadi, kita sudah memutuskan untuk menontonnya berdua."


"......Kenapa?"


"Karena aku juga punya sesuatu yang ingin kukatakan kepada Himekawa-san. Aku ingin menyampaikan permintaan maaf dan juga rasa terima kasih. Aku akan malu kalo tidak berdua saja. Jadi, tolong, Himekawa-san."


Tatapan yang langsung ditujukan padanya.


Mungkin karena kacamatanya dilepas dan matanya terlihat jelas, keseriusannya langsung terasa oleh Sara.


Terhadap pertanyaan Haruya, tidak ada jawaban yang kembali.


Meski begitu, Haruya terus melanjutkan.


"......Himekawa-san juga pasti tidak hanya ingin menyampaikan rasa terima kasih padaku, kan? Benar, kan?"


Setelah menggoyangkan poninya dan memberikan tekanan pada wajahnya sejenak, Shara akhirnya membuka mulut.


"Bagaimana kau bisa tahu? Bagaimana kau bisa menyadarinya......"


Mata Sara mulai berkaca-kaca saat dia meluapkan emosi yang selama ini dia pendam.


"Maaf, sungguh."


Sara mengangguk pada Haruya yang meminta maaf.


Merasa didorong untuk melanjutkan, Haruya bergumam.


"......Aku tahu kalo Himekawa-san sudah mencoba mendekatiku dengan aktif. Sebelum menginap ini dimulai, dan bahkan setelahnya......"


Faktanya, saat berbelanja atau bermain voli di pantai, dia menerima pendekatan dari Sara sebagai lawan jenis.


"Tapi, aku merasa ada yang berubah sejak aku menjawab pertanyaanmu tentang apakah baju renangnya yang kau pakai imut saat bermain voli."


Tubuh Sara bereaksi sejenak.


───Aku tahu, pikir Haruya dalam hati.


Saat itu, ketika dia didekati dengan cara yang manis dan aktif, Haruya menjawab dengan nada yang hampir seperti menolak, 'imut', dengan setengah hati. Trauma dari hubungan masa lalunya terpicu.


Mimpi tentang kejadian yang menjadi sumber trauma pagi itu mungkin juga berpengaruh.


Setelah tenang, dia sempat memikirkan Sara, tapi dia terlihat biasa-biasa saja.


......Tapi, itu salah.


"Aku sempat memikirkannya sejak saat itu...... tapi karena Himekawa-san terlihat sama sekali tidak peduli, aku pikir itu hanya kekhawatiranku saja dan mengabaikannya, tapi ternyata sama sekali tidak begitu."


Kemudian, setelah jeda sejenak, Haruya melanjutkan.

 

"Himekawa-san berada dalam posisi di mana dia harus bertindak normal."


Dialah yang merencanakan acara menginap ini.


Mengundang mereka ke rumah kakeknya, menyusun jadwal, mengatur kegiatan sehari-hari...


"Jadi dia harus bertindak normal. Agar tidak membuat orang lain khawatir..."


"......"


Shara terkesiap.


Apa yang dikatakan Haruya mungkin benar.


Dia tetap menunduk, tidak ingin wajahnya terlihat.


"Tapi, tiba-tiba harus berdua denganku, yang pernah membuatmu merasa ditolak, dan tiba-tiba diminta untuk menyampaikan rasa terima kasih, tentu itu membuatmu bingung. Himekawa-san yang bertanggung jawab pasti berpikir untuk memastikan semua orang bisa menonton kembang api bersama..."


Sara tetap diam.


Haruya melanjutkan.


"Maaf, sungguh. Sebenarnya aku... masih memiliki masa lalu yang belum bisa aku hadapi. Tentang hubungan asmara. Aku masih sulit untuk menjelaskannya secara detail. Tapi saat itu, saat bermain voli, aku teringat masa lalu itu... dan bersikap buruk padamu. Maafkan aku."


Haruya membungkuk dalam-dalam kepada Sara, yang masih menghindari tatapannya.


Tidak ada jawaban yang kembali.


Bekas luka dari kehidupan cinta masa lalunya terasa sakit ketika dia melihat ke arah Sara, tapi Haruya tetap angkat bicara.


"...Menurutku Himekawa-san adalah wanita yang luar biasa. Tapi aku terus terbelenggu oleh masa lalu dan menggunakan itu sebagai tameng, sehingga menyakiti Himekawa-san.Aku tahu sekarang sudah terlambat, tapi aku ingin dia menarik kembali Kata-kataku saat itu..."


Setelah menarik napas, Haruya berkata.


"...Baju renang itu sangat cocok untukmu... dan, dan, menurutku itu imut."


Suaranya gemetar di tengah, tapi dia tetap menyelesaikan kalimatnya.


"Jadi, bisakah Himekawa-san juga menyampaikan perasaanmu yang sebenarnya padaku?"


Bukan sekadar kata-kata terima kasih yang dibuat-buat.

 

Perasaan yang tulus terhadap Haruya yang apa adanya. Emosi itu.


────Apa boleh menyentuhnya?


Dengan nada suara yang sangat lembut, Haruya berkata.


Sara langsung tahu dari nada suaranya dan sikapnya saat ini kalo dia tidak berbohong.


Sara tidak bisa menahan diri lagi. Matanya berkaca-kaca, dan dia langsung memeluk Haruya.


Dia tidak pantas memeluknya...


Meski tahu itu, Haruya tetap memeluk Sara dengan lembut.


"Sebagian besar seperti yang Akazaki-san katakan. ......Aku takut. Sangat takut."


"Ah."


"Aku sama sekali tidak pandai dalam hal itu, dan meskipun aku belum terlalu terbiasa, aku mencoba yang terbaik karena aku ingin Akasaki-san melihat ke arahku. Tapi sejak Akasaki-san menatapku seperti itu...... aku tidak bisa lagi mendekatimu."


Perasaan yang terpendam itu meluap tanpa henti.


Emosinya memuncak, dan suaranya ikut gemetar.


"Tidak hanya itu! Tapi Akazaki-san terlihat dekat dengan Yuna-san dan Rin-san, dan aku merasa seperti hanya aku yang ditolak. Seperti ada garis yang ditarik..."


Haruya memegang bahunya yang gemetar dengan lembut tetapi erat.


Setelah dipikir-pikir, memang begitu.


Dia menghabiskan banyak waktu berdua dengan Yuna dan Rin, tapi selama menginap ini, dia hampir tidak pernah menghabiskan waktu berdua dengan Sara. Tapi itu wajar.


Sara adalah orang yang merencanakan acara menginap ini dan dia berada di posisi memandu orang-orang yang tidak mengenal daerah ini.


Meninggalkan itu dan menghabiskan waktu berdua dengannya adalah hal yang sulit secara realistis.


"......Aku...aku...aku telah ditolak oleh Akasaki-san berkali-kali sebelumnya..."


Itu terjadi saat makan siang di atap.


Haruya beberapa kali diajak bermain, tapi dia menolaknya berkali-kali.


Salah satu alasan dia ikut menginap kali ini adalah karena merasa bersalah akan hal itu.


"......Atap itu sekarang sudah ditutup dan setelah ganti tempat duduk, aku duduk di sebelah Yuna-san. Aku sangat berharap pada acara menginap ini... Tapi, tapi........."


Dia menepuk dada Haruya dengan kuat.

 

"Aku sangat khawatir tentang Akazaki-san, aku tidak ingin orang menganggapku kalo aku orang yang merepotkan, dan tentu saja aku tidak bisa mengatakannya kepada siapa pun, apalagi Akazaki-san────"


Itulah kenapa perasaannya menumpuk sampai sejauh ini.


Dia adalah gadis yang kuat. Entah bagaimana, Haruya telah mencapnya seperti itu.


Ini bukan hanya tentang acara menginap ini. Akumulasi dari semuanya telah membuatnya terjepit seperti ini.


Haruya dipenuhi rasa bersalah.


"Maaf. Maafkan aku."


Setiap kali Sara memukul dadanya dengan kuat, Haruya terus meminta maaf.


Berapa menit berlalu saat dia terus menangis?


Sebelum mereka menyadarinya, kembang api mulai meluncur ke langit dan meledak.


Sekarang mereka duduk bersama.


Meskipun mereka duduk bersebelahan, mereka tetap menjaga jarak satu sama lain dan berusaha untuk tidak saling menatap.


Mungkin ada sedikit rasa malu, tapi dia mungkin tidak ingin wajahnya yang bengkak karena menangis terlihat.


Haruya juga berusaha untuk tidak memperhatikannya.


"......Aku belum meminta jawaban atau apa pun."


Untuk sementara, tidak ada percakapan di antara mereka, tapi akhirnya dia berkata.


"Tapi, suatu hari nanti aku akan meminta jawaban yang sebenarnya."


"Ah."


Haruya mengangguk, seolah meyakinkan dirinya sendiri.


"......Kembang apinya indah, ya."


"Ya. Sangat indah."


Mereka menatap ke langit di mana kembang api warna-warni meluncur dan menghilang.


"Aku akan menyampaikan rasa terima kasihku dengan baik."


Sara tiba-tiba mengatakan itu, seolah dia merasa tenang setelah melihat kembang api.


"Aku senang bisa bertemu dengan Akazaki-san."


"......Terima kasih."


Rasa terima kasihnya sangat sederhana.


Mungkin ada suasana yang agak emosional, tapi dia sudah meluapkan semua perasaannya sebelumnya.


Nyatanya, hal sederhana seperti ini sangat membekas di hatinya saat ini.


"Indah sekali. Kembang api itu sangat besar."


"Ya. Sangat besar."


Keduanya terpaku pada langit malam.


Berbagai jenis cahaya yang semakin terang, bersinar, dan kemudian menghilang.


Sambil saling menunjuk ke langit dan meningkatkan suasana hati, jarak di antara mereka perlahan-lahan menyempit.


"──Kembang api berikutnya akan berwarna apa ya..."


Pada saat itu, tanpa sengaja Haruya melihat ke sampingnya dan dia melihat Sara sedang menatapnya dengan intens.


"Eh..."


"Ah..."


Saat mata mereka bertemu, kembang api meledak dan kemudian menghilang.


Kembang api adalah salah satu keajaiban musim panas.


Wajah Sara yang diterangi cahaya kembang api terlihat lebih cantik dari biasanya.


Suasana romantis tercipta di ruang ini.


"Ma-maaf..."


Sara, yang tidak tahan, mengalihkan pandangannya dan memainkan rambut depannya dengan tangannya.


"Ti-tidak..."


Setelah mendengar suaranya, Haruya juga mengalihkan wajahnya dan menggaruk telinganya.


"A-aku..."


Pada momen ini, Sara menggeliat sambil melanjutkan.


Dia menggerakkan getanya seolah ingin mengatakan kalo itu bukan masalah besar.


"......Aku tau ini tiba-tiba...tapi saat kita berdua, bisakah aku memanggilmu... Ha-Haruya-kun?"


"......"


Mungkin dia terpengaruh oleh suasana romantis ini.


Dengan perasaan yang meluap, Sara mengajukan pertanyaan seperti itu.


Sambil menatap kembang api yang meluncur ke langit dan menghilang, Haruya mengangguk.


Haruya sendiri mungkin juga terpengaruh oleh ruang ini.


Selain itu, kejadian itu baru saja terjadi.


Tidak ada alasan untuk menolaknya.


──Lambat laun, kemegahan kembang api semakin cepat.


Mungkin ini yang disebut klimaks.


Memasuki paruh kedua, hanya kembang api besar yang ditembakkan ke langit.


Langit terus dihiasi tanpa henti dengan frekuensi tinggi.


Keduanya menatap dengan mata berbinar, sekali lagi terpaku pada langit malam.


"Sangat besar dan luar biasa!"


"Ah, ini pasti menghabiskan banyak uang."


"......Haruya-kun, suasana yang sudah bagus jadi rusak."


"Maaf, maaf."


Sara terlihat cemberut dengan bibir yang sedikit mengerucut.


Meski dia terkejut dipanggil dengan nama depannya secara tiba-tiba, kekuatan kembang api memang luar biasa.


Dengan perasaan yang berdebar-debar, Haruya bisa menerimanya dengan natural.


───Setelah itu, mereka berdua menikmati kembang api dengan perasaan yang meluap-luap.


★★★


"Sungguh menakjubkan..."


"Ya, benar sekali."


Setelah menikmati kembang api besar yang membuat mereka kehabisan kata-kata.


Haruya dan Sara berjalan berdampingan kembali ke tempat Kazemiya dan yang lainnya berada.


Saat lentera yang bersinar merah indah mulai terlihat, rasa lega menyebar di dada mereka.


"A, aku... Haruya-kun."


"......Eh. A, apa?"


Tiba-tiba lengan bajunya ditarik, dan Haruya mengeluarkan suara aneh.


Tentu saja, dipanggil dengan nama depannya juga membuatnya merasa agak malu.


"Aku jadi ingin bermain kembang api bersama semua orang... Apa menurutmu set kembang api itu ide yang bagus?"


"Eh, aku tidak masalah."


"Begitu ya... hehehe."


Meski kualitasnya jelas akan turun, mungkin dia hanya ingin melakukan sesuatu yang menyenangkan bersama semua orang.


Pasti dia masih merasa bersalah karena tidak bisa menonton kembang api bersama semua orang.


Tidak ada alasan bagi Haruya untuk menolak.


Dia mengangguk dan melanjutkan berjalan.


...Tapi, kaki Sara berhenti, dan sekali lagi lengan Haruya ditarik.


"Maaf. Sepertinya kita sudah sampai di area yang sangat ramai, jadi satu hal terakhir."


"A,l-ah."


 "Sebenarnya", kata Sara, tersipu.


"Aku pikir Haruya-kun mungkin lebih malu daripada yang aku kira karena kau melihat ku berlatih mengedipkan mata, dan ada banyak hal yang tidak berjalan dengan baik... Aku benar-benar terpengaruh oleh itu."


"Lihat, seperti ini", kata Sara, mencoba mengedipkan matanya.


(Kau bilang kau malu kalo qku melihatmu melakukan itu...)

 

Meski dalam hati Haruya ingin menyela, mungkin sihir festival belum sepenuhnya hilang.


Sara mengedipkan matanya di tempat itu, tepat di depan Haruya.


"......"


Haruya membuka matanya lebar-lebar dan terkejut.


Kedepannya berhasil.


Kedepannya yang begitu alami, seolah tidak aneh melihatnya di halaman pertama photobook seorang idola..


"......Seperti ini, eh?"


"Kau berhasil... mengedipkan mata."


"......Eh!? Kenapa justru sekarang..."


Sara mengeluarkan Hp-nya dan memeriksa wajahnya menggunakan kamera depan.


"Ya, aku berhasil, Haruya-kun! Aku benar-benar berhasil!"


Sara bersemangat dan tersenyum lebar.


"Baguslah. Sungguh."


Haruya menepuk tangan Shara yang meminta tos.


(......Tampilan saat dia mengedipkan mata ternyata lebih cantik dari yang kubayangkan.)



Dalam perjalanan pulang.


Ketika Haruya memikirkannya kembali dia merasakan kesan itu.


★★★


"Akazaki. Kau melakukan pekerjaan dengan baik."


"......Hm? Kenapa kau tiba-tiba bersikap seperti itu?"


Dengan satu tangan memegang kembang api kecil, Kazamiya mendatangi Haruya.


Setelah bertemu dengan yang lain, begitu mereka kembali ke rumah kakek Sara, mereka memutuskan untuk menikmati kembang api lagi dengan set kembang api yang ada... dan sekarang mereka sampai di sini.


Dari beranda, para pria bisa melihat Sara, Rin, dan Yuna bersenang-senang dengan kembang api.


"Kau benar-benar memperhatikan Himekawa-san, ya, Akazaki."


"Ah. Terima kasih."


Di sini, Haruya benar-benar bersyukur.


Kazamiya berkata, "Tidak masalah", sambil menatap kembang api yang ada di tangannya.


"......Akazaki, kau juga. Hadapi itu dengan baik."


Tiba-tiba dengan suara serius, Kazamiya bergumam seperti itu.


Kemudian, sambil menatap mereka yang sedang bersemangat dengan kembang api, dia berkata.


"Kau yang menentukan apakah akan melindungi atau menghancurkan senyuman mereka."


"......Ah."


Haruya mengerti.


Dia tidak bisa terus menghindari masa lalunya selamanya setelah menerima rasa terima kasih dari ketiganya.


Tapi tetap saja, sulit untuk menghadapinya, dan itu membuatnya merasa frustrasi.


"Yah, hanya itu yang ingin kukatakan."


Setelah melihat Haruya mengangguk, Kazamiya kembali ke sikapnya yang biasa, penuh canda.


"Lagipula, masa laluku────"


"Sudahlah, sekarang mari kita pergi ke tempat mereka."


Dengan senyum tegas, Kazamiya menarik tangan Haruya.


"Ah, ini obrolan antar pria, ya?"


Yuna-lah adalah yang pertama bersuara.


Dengan nada mengejek, dia mengatakan hal itu.


"Ha, ini yang disebut BL yang sering kudengar?"


Rin bereaksi dengan mata berbinar.


Haruya ingin segera menyangkalnya, tapi Kazamiya lebih dulu merangkul bahunya dan berkata.


"Begitulah."


"Tidak, bukan begitu."


"Jangan malu-malu."


"Kalian berdua benar-benar seperti orang bodoh."


Sara tertawa melihat percakapan itu, dan Yuna serta Rin ikut tertawa.


(Hmm, bisakah kita anggap hanya Kazamiya yang bodoh, Himekawa-san?)


───Setelah menikmati pertunjukan kembang api, meski berat hati, mereka memutuskan untuk bermain set kembang api bersama.


Dengan perasaan seperti berdoa, mereka menatap cahaya kecil dari api itu.


───Semoga, mereka bisa menikmati kembang api seperti ini bersama lagi.


Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال