Kamu saat ini sedang membaca Tsukushita garina uchi no yome ni tsuite derete mo ī ka? volume 1, chapter 4 cerita 1. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makinsemagat+buat dana untuk beli raw
APAKAH MENJADI SERAKAH ITU SESUATU YANG SALAH...?
CERITA 1 KEINGINAN ISTRIKU YANG TIDAK AKU KETAHUI
Setelah acara karyawisata selesai, rutinitas sehari-hari kembali seperti biasa.
Tapi, ada sedikit yang berbeda kali ini.
Misalnya, ketika aku berpapasan dengan Riko di lorong, dia kini mulai melambaikan tangannya dengan sedikit rasa malu. Ketika mata kami bertemu di dalam kelas, dia pun tersenyum padaku.
Memang, kami belum sampai pada tahap mengobrol saat istirahat atau pergi dan pulang sekolah bersama, tapi bagi ku, interaksi kecil itu sudah cukup membuatku bahagia.
Yah aku sendiri tidak tahu apa yang Riko rasakan.
★★★
Kejadian malam itu.
Aku sedang menonton film di sofa ruang tamu, dan mulai mengantuk setelah tengah malam. Karena posisiku sudah posisi PW rasanya aku merasa sangat malas untuk pindah ke kamar tidur.
Sambil bermalas-malasan, ingatanku perlahan mulai menghilang.
Ini pasti akan berakhir dengan aku tertidur di sini.
Tepat setelah aku berpikir begitu, sesuatu perlahan bersandar padaku.
Ada sesuatu yang lembut menyentuh lengan kiriku.
Aku mengenali sensasi ini. Kelembutan yang pernah ku rasakan ketika Riko menyelinap ke tempat tidurku pada malam yang berguntur.
Apa mungkin Riko melihatku tidur di sofa dan memutuskan untuk meringkuk padaku?
—Tidak mungkin hal seperti itu terjadi di dunia nyata.
Saat itulah aku menyadari bahwa aku berada di dalam mimpi.
Jika ini hanya mimpi, haruskah aku membuka mata dan memastikan siapa yang ada di sampingku?
Tapi, aku tidak mau terbangun hanya karena melakukan itu.
Mimpi seindah ini jarang terjadi, jadi aku tidak ingin bangun sekarang.
Saat aku mencoba bertahan dalam mimpi itu, Riko yang sedang bersandar padaku berkata dengan suara berbisik.
"...Hei, Minato-kun. ...Kamu tertidur, kan?"
"......"
"Maaf ya, aku tiba-tiba mendekat seperti ini. Sebenarnya, aku ingin bisa melakukan ini saat kamu bangun juga."
"......"
"Aku benar-benar tidak baik, ya... Setelah kamu menikahiku, setelah aku menjadi istrimu, setelah kita tinggal bersama... Bahkan meskipun ini hubungan palsu, seharusnya cukup bagiku hanya berada di sisimu. Tapi aku semakin serakah..."
"......"
"Aku berharap bisa lebih banyak berbicara denganmu di sekolah... Dan yang lebih dari segalanya... Aku ingin mengungkapkan perasaanku... Meskipun aku tahu jika aku melakukannya, kamu akan menjauh dariku. Aku benar-benar bodoh..."
Riko mengucapkan kata-kata yang begitu nyaman di hatiku, membuatku merasa sangat bahagia.
Ah, sial. Aku benar-benar tidak ingin bangun dari mimpi ini!
Mungkin karena perasaan itu begitu kuat, aku tanpa sadar mengerahkan tenaga di tubuhku. Tiba-tiba, Riko yang ada di sampingku pergi menjaih.
Ah, tunggu. Jangan pergi.
Meskipun aku berpikir begitu, tapi itu sudah terlambat.
Kehangatan di sampingku perlahan menghilang, dan suara lembut penuh kasih itu tidak terdengar lagi.
Sebelum aku benar-benar terbangun, yang terdengar di telingaku hanyalah suara langkah kaki yang menjauh seolah sedang melarikan diri.
Aku membuka mata dengan cepat dan melihat sekeliling ruang tamu yang kosong. Kredit akhir sebuah film diputar di TV, yang ku biarkan menyala.
Saat itu, terdengar suara pintu yang tertutup dari kejauhan.
Riko...?
"Tunggu, ini tadi mimpi, kan...?"
Aku bergumam linglung sambil menatap pintu yang menuju ke lorong.
Tentu saja. Tidak mungkin Riko yang nyata akan mengatakan hal seperti itu.
Meskipun aku mengetahui itu, tapi aku tetap berharap kalo itu nyata. Suara keinginan egois dan kenyataan yang menyuruhku menerima keadaan berdebat dalam kepalaku.
Aku terdiam, menatap pintu itu tanpa bisa bergerak untuk beberapa saat.
★★★
Sampai keesokan paginya, perasaan gelisah di dalam hatiku masih terus bertahan.
Apa itu hanya mimpi, atau...
Jika aku bertanya pada Riko, jawabannya pasti langsung aku dapatkan, tapi kenapa aku tidak bisa menanyakannya?
Lagipula, meskipun aku tahu itu hanya mimpi, seharusnya aku tidak akan merasa terluka. Bahkan saat ini, aku lebih dari 99% yakin itu hanya mimpi.
Tapi, bagaimana jika, dalam satu dari sejuta kemungkinan, itu adalah kenyataan...?
...T-tidak, itu tidak mungkin...tidak mungkin...tidak...!
...T-tidak mungkin...
Membayangkan kemungkinan bahwa Riko mungkin menyukaiku sama sekali tidak bisa aku lakukan, dan kegembiraan yang tidak masuk akal ini membuat otakku berhenti berpikir. Mempertimbangkan kemungkinan bahwa kejadian kemarin bukanlah mimpi adalah sesuatu yang terlalu sulit bagiku.
Haruskah aku mengakhiri ini dengan berpikir, 'Itu mimpi yang indah, ya, kan?'
Jika itu aku yang dulu, pasti aku akan memilih pilihan itu tanpa ragu.
Karena dengan begitu, aku bisa tetap menjaga harapan kecil yang tersembunyi di dalam pikiranku yang lebih dari 99% tetap menyangkalnya. Terkadang, aku bisa memikirkan kemungkinan bahwa itu bukan mimpi dan merasa bahagia sendirian.
...Aku tahu bahwa cara itu lebih cocok untuk diriku yang pengecut. Atau, setidaknya, aku pikir aku tahu.
"──Minato-kun? Kamu terlihat melamun hari ini, ada apa?"
Kami berdiri berdampingan di depan wastafel untuk menyikat gigi. Riko bertanya sambil melihat ke arahku melalui cermin.
Aku juga menatap Riko di cermin. Dan kemudian─.
"Riko, tadi malam, apa kamu datang ke sampingku saat aku tidur?"
Sebelum aku menyadarinya, mulutku bergerak dengan sendirinya.