> CHAPTER 4

CHAPTER 4

Kamu saat ini sedang membaca   Inkya no ore ga Sekigae de Skyubishojo ni kakomaretara Himitsu no kankei ga hajimatta    volume 1,  chapter 4. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw

APA DATANGNYA MASA POPULER ADALAH SEBUAH LANGKAH MENUJU KEHANCURAN?




Halo semuanya. Aku adalah Ryota, seorang otaku-yinkya.  


Biasanya, setelah pulang sekolah, otaku-yinkya seperti ku cuma pergi ke Animate atau mengurung diri di kamar sambil main game dan nonton anime, kan?  


Aku juga sampai beberapa waktu lalu hidup seperti itu, tapi... yah, ada beberapa hal yang terjadi dan sekarang...  


"Astaga, balasan LINE... harus dipikirkan."  


Aku sedang mengerjakan balasan LINE.  


Begitu pulang dari SMA, aku langsung duduk di kursi gaming di kamarku dan bermalas-malasan sambil memainkan Hp-ku dan sebelum aku menyadarinya, aku mendapat setumpuk pesan LINE.


Biasanya, hanya orang tua atau Onee-chan yang mengirimiku LINE, jadi aku akan mengabaikannya. Tapi kali ini, yang mengirim adalah...  


『Ichinose: Hei, aku ingin membicarakan tentang film yang akan kita tonton nanti.』  


『Umiyama: Hei, Ryota, lihat ini! Aku menemukan kutu kayu saat akia pulang kerja!』  


『Kuroki mengirim gambar.』  


3 gadis cantik yang menduduki hirarki puncak di kelaski mengirimiku LINE berturut-turut.  


Tentu saja aku tidak bisa mengabaikan ini.  


『Ichinose: Aku malu pergi sendirian menonton film terbaru Nyuukyun-chan... Tapi kalo dengan Izumiya, kau mau menemaniku, kan?』  


『Umiyama: Ah! Kali ini ada kecebong! Imut tapi agak aneh!』  


『Kuroki mengirim gambar.』


Pesan LINE dari 3 gadis cantik ini terus mengalir tanpa henti.  


Hanya 3 hari yang lalu, aku hanya bertukar pesan LINE dengan teman otaku-ku, Tanaka. Tapi sekarang, dalam waktu 3 hari, aku mendapat pesan dari 3 gadis. Situasinya seperti aku jadi pria yang sedang merayu atau sesuatu.  


'Seorang pria tidak boleh dinilai sama setelah 3 hari', mungkin ini maksudnya.  


[TL\n: maksudnya manusia tu terus berkembang, sehingga tidak boleh meremehkan perubahan yang bisa terjadi bahkan dalam waktu singkat. Btw tu pepatah dari Tiongkok]


Ah, merepotkan juga harus membalas semuanya...  


Atau lebih tepatnya, aku lebih khawatir kalo aku akan mengirim balasan yang aneh karena aku yang seorang yinkya.  


Mungkin lebih baik menggunakan lebih sedikit emoji? Juga, untuk Ichinose dan yang lainnya, sebaiknya tidak menggunakan stempel anime...  


Aku, seorang yinkya yang bahkan tidak bisa menggunakan LINE dengan benar, tiba-tiba dikirimi pesan oleh 3 gadis cantik top kelas seperti ini. Sungguh, hidup ini tidak bisa ditebak.  


『Ichinose: Setelah menonton film, aku ingin pergi ke Animate. Aku malu kalo aku masuk sendirian ke sana.』  


『Umiyama: Wah~! Lihat ini! Pelangi! Ryota, apa kau juga bisa melihatnya dari jendelamu? Hujan sudah berhenti, dan ada pelangi di langit!!』  


『Kuroki mengirim gambar.』  


Emm... Ichinose sedang membicarakan film yang akan kami tonton, Umiyama seperti anak kecil dengan obrolan sehari-harinya, dan terakhir Kuroki... apa ini?


Sejak tadi, Rui Kuroki terus mengirimkan gambar secara misterius.


Dari semua orang, dia adalah satu-satunya yang selalu membawa aura mencurigakan. Tapi kenapa kali ini dia mengirim pesan LINE seperti ini...?


Jangan-jangan ini gambar aneh yang akan membuatku kena masalah kalo aku melihatnya?


Untuk berjaga-jaga, aku menekan dan menahan pesan itu agar bisa melihat tanpa membuatnya terbaca...tapi, huh!?


Begitu aku menekan dan menahan ruang obrolanku dengan Kuroki, mataku langsung melebar karena terkejut.


"A-Apa-apaan ini...!?"


Gambar yang dikirim Kuroki ternyata adalah foto selfie dirinya sendiri, mengenakan seragam klub atletik.


Mungkin dia mengambilnya setelah turnamen. 


Rambut hitamnya yang biasanya tergerai kini dikuncir kuda, dan kulitnya terlihat lebih terbuka dibanding biasanya.


Tubuhnya yang ramping terbungkus seragam atletik berwarna hijau yang ketat. 


Karena desain seragamnya, bagian perutnya tidak tertutup kain, sehingga memperlihatkan betapa rampingnya pinggangnya dan lekukan tubuhnya yang luar biasa indah.


Seharusnya kulitnya sedikit kecokelatan karena sering latihan di luar, tapi perutnya terlihat sangat putih dan kencang.


Dan yang paling mencolok—pusarnya yang sedikit terlihat.


Entah kenapa, mataku tidak bisa lepas dari pusar itu.


Kalo ini hanya foto biasa seorang anggota klub atletik, aku tidak akan tertarik. 


Tapi...melihat sedikit 'pusarnya' itu membuatku tanpa sadar menelan ludah.


Karena itu, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak ingin menyentuh pusar Kuroki dengan jariku. 


Bentuknya yang memanjang itu begitu menggoda.


Memang, bagian tubuh yang biasanya tersembunyi, seperti pusar dan puting, memiliki daya tarik tersendiri saat terpapar sedikit saja.


Jadi, wajar kalo aku merasakan hal seperti ini.


Apa, itu sangat erotis...


Padahal sebelumnya, aku tidak pernah melihat Kuroki dari sudut pandang seksual. tapi saat aku melihat foto ini, itu membuatku merasakan perasaan aneh pada pusar Kuroki.


Garis lengkung pusarnya yang indah benar-benar menggelitik hasratku. Aku sampai menggertakkan gigi.

 

"Tidak boleh, tidak boleh. Aku tidak boleh terangsang hanya dengan melihat selfie seperti ini..."


Tanpa sengaja, aku menekan layar lagi dan membuka chatroom. 


Sial, sudah terbaca!


Terlambat... pesan dari Kuroki masuk.


『Kuroki: Oh, sudah dibaca ya♡ Aku pakai seragam olahraga, menurutmu bagaimana? Cantik, kan?』 


Kuroki bertanya dengan nada riang.


Sial... dengan membaca pesan ini, artinya aku sudah terjebak dalam rencananya...

 

Kuroki Rui, karena perfeksionismenya, berusaha untuk 'menjatuhkan' aku, satu-satunya teman laki-laki dari SMP yang tidak pernah menembaknya. Dia ingin membuatku jatuh cinta padanya dan membuatku menembaknya.


Dengan kata lain, dia tidak boleh tahu kalo aku terangsang melihat pusarnya di foto itu. 



『Kuroki: Aku tidak keberatan kok kalo 3 foto itu, kau simpan secara khusus loh? Aku tidak tahu kau akan menggunakannya untuk apa, jadi tenang saja♡』 


Jadi, ini semacam 'selfie erotisi' ya? 


...Terlepas dari penggunaan foto ini, untuk sementara aku akan mematikan notifikasi LINE dari Kuroki.


"Aku tidak menyangka... Kuroki Rui yang itu akan sebegitu aktifnya mencoba menjatuhkan aku."


Pertama-tama, fakta kalo aku dan Kuroki Rui berbagi payung bersama pasti merupakan peristiwa yang sangat membahagiakan untuk orang lain.

 

Aku penasaran apa yang akan terjadi pada kami kalo Ichinose tidak memanggil kami saat itu.


Eh, kalau dipikir-pikir, sebelum Ichinose memanggilku, Kuroki sepertinya mengatakan sesuatu..."Karena sejak hari itu, aku selalu───" atau semacamnya.


'Hari itu' yang dimaksud Kuroki itu apa ya?


Apa ada sesuatu yang terjadi saat kami masih SMP...?


"Aku benar-benar tidak tahu...tapi, mungkin Tanaka tahu sesuatu."


Haruskah aku bertanya pada Tanaka besok?


★★★


──Dini hari keesokan harinya..


Sambil berjalan di bawah langit mendung yang suram, aku berangkat ke sekolah lebih awal dan menuju tempat di mana 'dia' berada.


Tujuanku adalah bertemu dengan Tanaka Kanade, teman otaku sekaligus teman seangkatan dari SMP yang sama.


"Tanaka selalu datang ke sekolah lebih awal dan sebelum HR dimulai, dia pasti ada di sana, kan...?"


Tanaka Kanade adalah seorang otaku sekaligus seorang yinkya sepertiku. 


Dia bertubuh pendek, menyembunyikan matanya di balik poni panjangnya, dan selalu berbicara pelan saat berhadapan dengan anak-anak yokya.


Taoi, saat berbicara denganku tentang dunia otaku, dia bisa bicara tanpa henti seolah-olah seorang komedian.


Sama seperti Kuroki, Tanaka adalah salah satu dari sedikit orang yang berasal dari SMP yang sama denganku, selain itu, dari segi akademik, dia adalah siswa yang sangat pintar, bahkan bisa menyaingi Kuroki Rui.


Selama 3 tahun di SMP, aku dan Tanaka berada di kelas yang sama dan sering berbicara santai tentang hobi kami sebagai sesama yinkya.


Tapi, setelah masuk SMA, kami 2 tahun berturut-turut berada di kelas yang berbeda, sehingga obrolan kami pun semakin jarang.


"Baiklah, aku sudah sampai."


Aku tiba di atap sekolah yang dikelilingi pagar kawat.


 Ini adalah tempat yang populer saat istirahat makan siang, tapi tidak ada orang di sana pada pagi hari, jadi ini adalah tempat yang sempurna untuk para yinkya.


Aku menaiki tangga menuju atap menara di atas gedung.


Di atas menara itu—seorang siswi bertubuh mungil sedang duduk sambil memainkan Hp-nya.


"Ohhooo~! Bukankah ini Ryota-kun! Lama tidak bertemu!"


"Jangan langsung mengeluarkan suara bodoh seperti itu, saat pertama kali setelah sekian lama kita bertemu Tanaka."


"Ehh?! Suara bodoh maksudmu?! A-aku tidak bermaksud melakukan itu...!"


Poni panjangnya menutupi sebagian wajahnya, memperlihatkan kacamata berbingkai merah.


Meskipun tubuhnya kecil, sepertinya dia sengaja membeli seragam yang lebih besar dengan harapan bisa tumbuh lebih tinggi (atau mungkin hanya ingin terlihat keren). Tapi, hingga tahun keh2, lengan bajunya masih terlalu panjang, menyerupai moe-sleeves yang menjuntai.


Dia terlihat seperti gadis loli, tapi kepribadiannya seorang otaku...benar-benar seperti Kudou Shin● yang tidak memiliki harapan.


"Sudah lama tidak bertemu, Ryota-kun."


Tanaka Kanade—dia adalah satu-satunya teman otaku yang kumiliki.


"Ngomong-ngomong, hari ini mendung, ya."


"Ah. Kalo terus seperti ini, mungkin sore hari akan turun hujan."


"Begitu, ya."


Sekarang masih pukul 7:30. Masih ada 1 jam sebelum jam HR pagi dimulai, jadi kupikir aku bisa bersantai bersama Tanaka—tapi tunggu!


"BUKAN ITU MASALAHNYA!!"


"Eh?! Kenapa kau tiba-tiba berteriak? Apa kau sedang tidak stabil secara emosional?"


"Bukan itu! Aku ke sini bukan untuk berbincang seperti pasangan suami-istri yang sudah lama menikah!"


"Pa-pasangan suami-istri? Menikah dengan otaku-yinkya seperti Ryouta-kun...uh, rasanya iyu cukup sulit, ya."


"KAMU JUGA SEORANG OTAKU-YINKYA, KAN?!"


Tanaka menjulurkan lidahnya sedikit.


"Baiklah, kalo begitu, cukup bercandanya. Ada keperluan apa?"


Karena Tanaka adalah orang yang mudah diajak bicara, jadi rasa gugupku berkurang. 


Tapi sudah saatnya masuk ke topik utama.


"Begini..."


"Hm?"


Tanaka merapikan poninya sambil sedikit memiringkan kepala.


"A-apa yang akan aku katakan ini bukan kebohongan, jadi jangan salah paham."


"Kenapa terdengar begitu dibuat-buat?"


Bukan karena aku ingin bertele-tele.


Aku mengatakan ini hanya untuk memastikan karena menurutku dia tidak akan percaya kalo dalam waktu 1 minggu terakhir, aku berhasil menjalin hubungan dengan seluruh anggota kelompok gadis populer di kelasku.


"Di kelasku ada kelompok yang terdiri dari Ichinose, Umiyama, dan Kuroki, kan? Tahun lalu mereka satu kelas denganmu."


"Ah, 3 gadis cantik yang sama sekali tidak ada hubungannya denganku. Kalo tidak salah, tahun ini mereka sekelas dengan Ryota-kun, ya?"


"I-iya, benar."


"Heeh...tapi mereka ber-3 dan kita para otaku-yinkya tidak akn pernah berinteraksi satu sama lain, kan? Jangan-jangan...kau dihina oleh mereka?"


Wajar saja kalau dia berpikir begitu, kan? 


Tapi, bukan itu masalahnya, Tanaka.


"Se-sebenarnya... entah bagaimana, aku jadi berteman dengan mereka ber-3."


"...Hah?"


Tanaka bereaksi dengan cara yang persis seperti yang kuharapkan.


Dia melepas kacamata berbingkai merahnya, mengelapnya dengan seragam, lalu memasangnya kembali.


"Dengan 3 gadis cantik itu? Berteman? Kau, Ryota-kun?"


"Ya. Terserah kalo kau mau menganggapnya bohong. Awalnya gara-gara pergantian tempat duduk, aku jadi dikelilingi mereka, lalu entah bagaimana akhirnya kami jadi dekat."


"He-heh...?"


Tanaka mengerutkan kening, menggerakkan mulutnya seolah baru saja memasukkan sesuatu yang aneh ke dalamnya, lalu menatapku dengan wajah penuh keheranan.


"Umm, boleh aku menanyakan sesuatu yang sepele? Apa kebiasaan berkhayalmu makin parah akhir-akhir ini, Ryota-kun?"


"Sudah kuduga, kau tidak percaya, kan?!"


"Aku benar-benar tidak bisa percaya! Bagaimana mungkin Ryota-kun, yang seharusnya menjalani hidup sebagai otaku penyendiri, perjaka seumur hidup, dan calon pengangguran penyihir, bisa akrab dengan gadis-gadis cantik dan menawan seperti mereka itu!?"


Kesan orang ini terhadapku terlalu buruk... Bahkan orang asing sekalipun mungkin akan menilaiku lebih baik darinya.


"Ja-jangan-jangan, Ryota-kun sedang diancam oleh mereka ber-3? Apa mereka memaksamu mentraktir mereka, mengambil barang-barangmu, atau mengirimi sesuatu yang aneh!?"


Yah, aku memang pernah dipaksa mentraktir Katsukare untuk Umiyama, hadiah UFO catcher-ku diambil oleh Ichinose (walaupun aku yang memberikannya), dan Kuroki mengirimkan hal-hal aneh...


"Po-pokoknya! Aku tidak bisa menjelaskan secara rinci, tapi yang jelas, aku memang sudah akrab dengan mereka! Setidaknya, sebagai teman, percayalah padaku!"


"...Sebagai teman dengan Ryota-kun... Ba-baiklah. Aku akan percaya untuk sementara waktu, jadi lanjutkan ceritanya."


Tanaka sedikit mengangguk dengan ekspresi masih setengah ragu.


Padahal, yang awalnya mengalihkan pembicaraan itu dia sendiri.


"Jadi, di kelompok gadis cantik itu ada Kuroki, yang juga teman sekelasku di SMP. Sepertinya, dia pernah menerima pengakuan cinta dari semua anak laki-laki di angkatan kami."


"Ah, soal itu? Memang sempat beredar rumor ringan saat itu kalo hanya Ryota-kun yang belum menembaknya."


"R-rumor!? Kenapa ada orang yang tahu kalau cuma aku yang belum menembaknya!? Apa ada yang bertanya satu per satu kepada semua teman sekelas laki-laki apakah mereka sudah menembak Kuroki?"


"Sebenarnya, saat SMP dulu, di antara para siswi, ada sebuah aturan tertentu."


"A-aturan?"


"Pada waktu itu, di antara para siswi yang seangkatan dengan Kuroki Rui, ada yang namanya 'Daftar Laki-laki yang menembak Kuroki Rui.' Saat SMP, hampir semua anak laki-laki di angkatan kita tergila-gila pada Kuroki-san, dan itu sepertinya cukup merepotkan bagi para siswi lainnya. Fenomena di mana semua anak laki-laki di angkatan kita jatuh hati pada Kuroki-san memang agak tidak masuk akal."


"Itu...ya, memang benar sih..."


Sebagai laki-laki, aku pun sangat menyadari betapa anehnya hal itu.


"Lalu, maksud dari 'merepotkan' itu apa?"


"Kalo Kuroki-san terlalu populer, berarti bagi siswi lainnya, laki-laki yang mereka suka akan sulit untuk menoleh ke arah mereka, kan?"


"Itu...benar juga?"


Berikut terjemahan dalam bahasa Indonesia yang lebih formal:


"Jadi, untuk mengetahui apakah pria yang mereka incar sudah ditolak oleh Kuroki-san, para gadis itu ternyata menulis dan menyusun informasi yang mereka dengar di grup LINE dan membuat daftar. Secara umum, para gadis ini memeriksa daftar tersebut sebelum mereka mencoba mendekati pria yang mereka incar, sepertinya begitu."


"Ha, serius?"


Aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku melihat hal yang sangat mengejutkan, yang sepertinya tidak biasa dilakukan oleh siswa SMP.


Jadi, para gadis itu sampai melakukan sejauh itu!? 


Itu...terlalu menakutkan...


Tapi, kenyataannya adalah Kuroki Rui itu sendiri sangat langka dan luar biasa, sehingga mungkin itulah alasan mengapa para gadis lain menggunakan cara seperti itu.


"Yah, aku? Aku kebetulan mendengar rumor tentang daftar itu saat pelajaran olahraga. Juga, aku secara kebetulan mendengar rumor kalo Ryouta-kun satu-satunya yang belum menembak Kuroki-san...karena Ryouta-kun itu tipe orang yang lebih pendiam dan penyendiri, jadi rumor itu cepat hilang tanpa menarik perhatian siapa pun."


Aku merasa diriku terluka sebagai pria, tapi aku tidak bisa menyangkalnya...


"Ngomong-ngomong, kalo kau mendengar rumor itu, berarti kau sendiri belum pernah melihat daftar pengakuan itu?"


"Hah? Aku?"


"Meskipun kau seorang otaku-yinkya, saat SMP kau juga sedang dalam masa pubertas, kan? Pasti ada satu atau 2 anak laki-laki yang kau suka. Apa kau tidak pernah ingin tahu lebih banyak tentang mereka?"


"Ti-tidak... Aku... itu..."


Tanaka melepas kacamatanya lalu mulai mengelapnya lagi sambil menatapku.


Sejak dulu, Tanaka selalu punya kebiasaan mengelap kacamatanya setiap kali dia terkejut atau gugup. 


Sepertinya dia sedang menyembunyikan sesuatu dariku.


"A-aku... Sebenarnya, aku tidak perlu bertanya, bisa dibilang. Bahkan tanpa bertanya pun, aku sudah tahu."


"Hah?"


"Jadi... U-umm, begini! A-aku ini hanya tertarik pada karakter 2 dimensi! Dulu aku menyukai karakter dari gim otome, tapi sekarang aku mendukung seorang VTuber! Tentu saja, Ryota-kun juga termasuk!"


"A-ah, begitu ya."


Jadi Tanaka sejak dulu hanya mengidolakan karakter 2 dimensi, ya.


Kalo dipikir-pikir, ini mungkin pertama kalinya aku berbicara dengannya tentang hal-hal seperti ini. 


Aku sempat mengira kalo dia mungkin diam-diam menyukai anak laki-laki populer di kelas... 


Tapi kalo dia sudah terbiasa melihat pria tampan di dunia 2 dimensi, jadi wajar saja kalo dia tidak tertarik dengan yang ada di dunia nyata.


"Pada akhirnya, aku dan kau tetap tidak berubah, ya?"


"....."


"Hm? Tanaka?"


"....Muu."


"Eh? Kenapa kau mengembungkan pipimu begitu? Apa aku mengatakan sesuatu yang membuatmu marah?"


"Bukan apa-apa! Lebih penting lagi, kita kembali ke topik utama. Bukankah kau ingin menanyakan sesuatu padaku tentang Kuroki-san?"


"Ah, iya benar juga."


Sekarang bukan waktunya untuk memikirkan hal lain.


"Sebenarnya, si Kuroki ini ternyata sudah mengawasi ku sejak SMP hanya karena aku tidak pernah menyatakan perasaanku padanya. Dia itu perfeksionis, jadi sepertinya dia tidak suka karena hanya aku yang tidak pernah menembaknya. Lalu, saat kami membicarakan itu, dia sempat mengatakan, 'Sejak hari itu,' dan aku jadi penasaran. Apa kau tahu sesuatu tentang 'hari itu' yang dia maksud?"


"Yo ndak tau kok tanya saya! Lagipula, hubunganku dengan Kuroki-san hanya sebatas nama kami terpampang di papan pengumuman sebagai peringkat 2 dan 2 saat ujian, atau berpapasan ketika aku bertugas di siaran sekolah dan dia menyampaikan salam sebagai ketua OSIS!"


"B-Benar juga."


"Ryota-kun, apa 'hari itu' benar-benar membuatmu penasaran?"


"Iya. Rasanya aneh kalo hanya Kuroki yang tahu sesuatu sementara aku tidak tahu apa-apa. Aku tegaskan, di antara aku dan Kuroki, tidak pernah ada kejadian yang bisa disebut sebagai momen romantis selama SMP. Lagipula, aku tidak pernah sekalipun mengalami kejadian di mana aku menyelamatkan seorang gadis cantik dalam hidupku."


"Seperti yang kuduga... Tidak mungkin Ryota-kun menyelamatkan Kuroki-san... Hm?"


"Kenapa, Tanaka?"


"Ah, tidak... Rasanya aku hampir mengingat sesuatu. Itu... kalo tidak salah..."


Tanaka bergumam pelan, seakan mencoba mengingat sesuatu.


Apa dia memang mengetahui sesuatu? 


Aku sama sekali tidak bisa menebaknya...


"Ryota-kun. Mungkin aku punya satu petunjuk."


"Hah? Serius?"


"Waktu SMP, aku kan anggota tim siaran sekolah. Kami bertugas sebagai pembawa acara setiap acara sekolah, termasuk mengurus peralatan di belakang panggung. Jadi, saat ada acara seperti pertemuan seluruh siswa, biasanya aku ada di sisi panggung. Nah, saat kita kelas 2, ada kejadian tertentu yang terjadi saat upacara kelulusan..."


"Ke-Kejadian?"


"Ya. Tepat sebelum penyampaian pesan perpisahan, Kuroki-san yang saat itu menjadi perwakilan siswa, ternyata dia melupakan kertas yang bertuliskan pidato yang akan dia sampaikan dalam perpisahan di ruang OSIS."


"Apa...? Kuroki yang seperti itu bisa lupa?"


"Ya. Meskipun Kuroki-san, saat itu masih di tahun ke-2, dia juga sibuk dengan klub atletik dan berbagai hal lainnya, jadi sepertinya sulit baginya untuk membacakan pidato perpisahan tanpa kertas... Di belakang panggung, itu menjadi kekacauan besar."


Jadi ada kejadian seperti itu...


Memang, saat kelas 2 SMP, Kuroki Rui menjabat sebagai ketua OSIS sekaligus kapten klub atletik, jadi dia terlihat sangat sibuk. 


Tapi untuk seseorang yang hampir sempurna, itu adalah kesalahan yang cukup mengejutkan.


"Topiknya berubah di sini, saat upacara kelulusan saat kita di tahun ke-2, ada satu insiden lagi, kan? Ryota-kun."


"Ah, ah... Aku tentu saja mengingat yang itu."


Itu adalah kejadian yang terjadi saat aku masih kelas 2 SMP, di upacara kelulusan para Senpai.


Sebagai murid kelas 2, kami tidak memiliki tugas khusus, jadi aku hanya duduk di kursi pipa tanpa melakukan apa-apa. Karena itu, aku akhirnya tertidur.


Tidur saja sebenarnya tidak masalah, tapi tepat saat aku tertidur—entah bagaimana, aku merasakan tubuhku tergelincir dan terbalik, saat aku tersentak dan membuka mataku, aku sudah terjatuh dari kursiku.


Kebetulan, kejadian itu terjadi tepat setelah nama-nama lulusan selesai dipanggil, ketika suasana sedang sunyi, sehingga aku langsung menjadi pusat perhatian semua orang di ruangan itu.


Aku yakin kalo aku telah memberikan kesan yang buruk saat itu, tapi entah kenapa wali kelasku bergegas menuju kearah dan mengira kalo aku kurang sehat, jadi aku langsung dibawa ke rumah sakit dengan ambulans, meskipun tidak ditemukan masalah serius, aku tetap didiagnosis mengalami gejala dehidrasi ringan.


Padahal itu hanya karena aku ketiduran, tapi malah disalahartikan sebagai kondisi medis yang membuat orang-orang di sekitarku khawatir, kebenaran tentang kejadian itu hanya aku ceritakan kepada Tanaka.


"Tapi, apa hubungannya insiden aku yang ketiduran sampai dibawa ke rumah sakit dengan kejadian Kuroki?"


"Kasus 'ketiduran sampai dibawa ke rumah sakit' milik Ryota-kun dan insiden kertas pidato Kuroki-san. Sekilas, keduanya terlihat seperti 2 kejadian yang tidak berkaitan, tapi sebenarnya itu saling terhubung. Karena Ryota-kun tertidur, insiden Kuroki-san berhasil dicegah sebelum terjadi."


".....Apa?"


"Ryota-kun pingsan setelah pemanggilan nama selesai, kan? Nah, karena insiden itu, upacara kelulusan terhenti selama beberapa menit. Dalam waktu itu, seseorang berhasil mengambil kertas pidato yang tertinggal di ruang OSIS."


Jadi...meskipun secara tidak langsung, aku telah menyelamatkan Kuroki?


"Kalo.begitu...'hari itu' yang dia maksud adalah..."


"Ini hanya dugaanku, tapi bukankah itu tentang upacara kelulusan waktu itu?"


Kuroki mungkin berpikir aku telah menolongnya di upacara kelulusan, lalu sejak saat itu dia mulai memperhatikanku...dan akhirnya dia sadar kalo aku satu-satunya yang belum menembaknya?


...Tunggu, tunggu. 


Upacara kelulusan itu terjadi di akhir tahun ke-2. Kalo benar sejak saat itu aku sudah menjadi targetnya, berarti selama 2 tahun penuh aku terus diawasi oleh Kuroki?


"Ah! Sepertinya sudah waktunya untuk kembali ke kelas. Ryota-kun, ayo kita turun."


"Ah, iya."


Meskipun masih merasa sedikit gelisah, aku meninggalkan atap bersama Tanaka.


Saat kami tiba di lantai tempat kelas tahun kedua berada, Tanaka menghentikan ku dan bertanya, "Boleh aku minta waktumu sebentar?" sebelum dia kembali ke ruang kelasnya sendiri.


"Kita sudah membicarakan banyak hal, tapi pada akhirnya, Ryota-kun tidak akan menembak Kuroki-san, kan?"


"Hah? Te-tentu saja tidak mungkin aku melakukan itu!!"


"Iya, kan! Tidak mungkin Ryota-kun yang culun berani menembak Kuroki-san!"


Entah kenapa, aku merasa seperti kalo aku sedang di olok-olok...tapi apa yang dia katakan itu benar..


Seorang seperti aku, yang seorang yinkya dan kurang menonjol, mana mungkin aku berani melakukan hal seperti itu, itu mustahil untuk ku sejak awal. 


"Kalo begitu, aku kembali ke kelaski dulu, ya!"


"O-oh. Terima kasih, Tanaka."


Dengan itu, aku berpisah dengan Tanaka.


Berkat Tanaka, perasaanku menjadi jauh lebih lega.


Aku tidak tahu apa ini ada hubungannya dengan upacara kelulusan itu, tapi setidaknya, pikiranku terasa lebih jernih sekarang. Aku harus berterima kasih kepada Tanaka lain kali.


Dengan perasaan yang lebih ringan, aku kembali ke kelas dengan wajah yang lebih segar. 


Tapi...


"Hei, untuk ujian sastra klasik, apak Airi dan Rui sudah belajar?"


"Aku sudah belajar. Airi bagaimana?"


"Aku tidak belajar~ Rui-chan, bolehkah aku mencontek punyamu?"


"Tidak boleh."


Di dalam kelas, 3 gadis cantik duduk berdampingan sambil mengobrol, dan kursiku ditempati oleh Umiyama.


Hei, bukankah ini fenomena 'Itu tempat dudukku...' yang paling membuat seorang yinkya merasa tidak nyaman?


"Haruskah aku menghabiskan waktu di suatu tempat?"


Tapi, tinggal 2 menit lagi sebelum HR pagi dimulai. Aku harus segera duduk...


Kalau itu hanya Umiyama, dia pasti akan menyingkir kalo aku datang.


Saat aku perlahan berjalan menuju kursiku, tiba-tiba aku melakukan kontak mata dengan Umiyama.


Tolong menyingkirlah, Umiyama...!


Sambil berharap begitu aku sampai di depan tempat dudukku, seolah merasakan perasaanku, Umiyama membuka matanya lebar-lebar.


"Ah, benar juga! Kursi ini adalah kursi Ryota! Maaf, maaf~"


Umiyama pun mulai berdiri dari kursi—tunggu, Ryota!?


H-hey bodoh! 


Aku sangat panik sehingga aku hampir berteriak dengan lantang


Memanggilku dengan nama depan di depan Ichinose dan Kuroki itu gawat!


"──Ryota? Eh? Airi, kau memanggil Izumiya-kun dengan nama depannya...?"


" " ".....!" " "


Reaksi Kuroki secepat kilat, dan suasana di ruangan itu membeku saat dia menanyakan itu.


Kalo ini hanya kesalahan bicara biasa, mungkin masih bisa diabaikan dan dilupakan begitu saja, tapi, orang yang ada di sini adalah Kuroki Rui, gadis jenius yang terkenal dengan kecerdasannya.


"──Hei, kenapa, Airi?"


Tidak mungkin Kuroki Rui yang telah dikaruniai segalanya dari langit—kecuali, payudara besar dan paha besar akan melewatkan kesalahan itu begitu saja.


Selain itu, Kuroki juga sudah mendengar dari anggota klub atletik kalo aku dan Umiyama pernah makan bersama di kantin sekolah.


Tentu saja hal itu membuatnya semakin curiga...


Kuroki Rui terlihat lebih curiga dari biasanya, matanya gelap, stagnan, dan keruh, seperti langit mendung hari ini.


"Ah! Airi memang selalu memanggil anak laki-laki dengan nama depan mereka! Ini cuma kebiasaan yang terbawa dari saat dia punya pacar!"


Umiyama dengan sigap memberikan alasan spontan.


N-nice! Umiyama! Untuk ukuran dirinya, ini adalah jawaban yang cukup cerdas.


Dengan ini, seharusnya masalah bisa beres—


"Oh begitu? Kalo begitu, bagaimana Airi memanggil pacarnya?"


"Eh? U-umm..."


Umiyama baru saja berhasil mengelak dengan baik, tapi sekarang dia tiba-tiba malah terdiam.


"Y-youta, mungkin...?"


Hei! Kenapa justru kau memilih nama yang mirip dengan namaku (Ryota)! 


"Ryota dan Youta... Hmm, itu terdengar cukup mirip, ya?"


Tatapan Kuroki kini beralih ke arahku.


T-tidak! Bukan aku! Jangan membuat tebakan aneh!


Aku segera menggelengkan kepalaku seolah ingin mengatakan itu. 


Tapi, Kemudian Ichinose, yang sejak tadi hanya mengamati ku, mulai menatapku dengan tajam.


Eh, sampai Ichinose juga...?


"Aku tidak percaya Airi memberi tahu kita nama pacarnya."


"Soalnya aku pikir Yuria tidak terlalu tertarik dengan hal-hal seperti ini."


"...Ya, terserah. Tapi Airi, kalo kau tidak segera duduk di tempatmu, wali kelas akan memarahimu."


"U-uh, iya!"


Berkat Ichinose, akhirnya percakapan itu terhenti.


Haa... Ichinose ini seperti pelumas yang menjaga kelancaran grup gadis-gadis cantik ini.


Karena terlalu pintar, Kuroki cenderung ingin tahu tentang segala hal, sedangkan Umiyama ceroboh dan selalu asal-asalan.


Kalo hanya ada mereka berdua, pasti akan terjadi perdebatan terus-menerus. Jadi, keberadaan Ichinose memang tidak tergantikan.


Aku menghela napas lega dan duduk di kursiku.


Mungkin karena tadi Umiyama yang telah duduk di sini beberapa waktu yang lalu, masih ada aroma parfum manis Umiyama, dan kursinya masih terasa hangat.


Selain payudaranya yang besar, Umiyama juga punya pantat yang cukup lebar...tidak heran kursinya tetap hangat...


"...."


Saat aku sedang memikirkan hal yang kurang pantas, aku mendapat tatapan tajam dari Kuroki di sebelah kananku.


Jangan-jangan dia tahu kalo aku sedang memikirkan ukuran pantat Umiyama...!?


Saat aku mulai panik, aku juga merasakan tatapan lain dari sisi kiriku.


"Hah... Dasar, kau terlalu besar kepala. Kenapa sih kau bisa dekat dengan Airi juga?"


Ichinose berbisik pelan sambil menghela napas.


Bahkan Ichinose...tidak, apa kali ini mungkin memang sepenuhnya kesalahanku sendiri? 


Aku pun menyadari betapa beratnya tanggung jawab untuk memegang rahasia masing-masing dari ke-3 orang ini.


★★★


──Sepulang sekolah.


Sepanjang hari, aku merasakan tatapan tajam dari kedua sisi tempat dudukku...tapi akhirnya, hari ini berlalu tanpa ada kejadian khusus.


Hari ini hari Jumat.


Aku punya kencan nonton film dengan Ichinose (menurutku) pada hari Minggu, jadi aku berpikir untuk membeli beberapa pakaian saat perjalanan pulang hari ini.


Tidak mungkin aku pergi dengan hoodie jelek dan celana jeans longgar yang biasa kupakai.


Walaupun aku ini seorang yinkya, kalo aku aku akan berjalan di sebelah Ichinose Yuria—siswi paling populer di sekolah—setidaknya aku harus berpenampilan lebih rapi.


Untuk sekarang, mungkin aku bisa mampir ke pusat perbelanjaan di dekat stasiun...


"──Oh! Ryota, akhirnya kau datang juga~!"


Begitu aku sampai di depan gerbang sekolah, tiba-tiba Umiyama muncul dari luar gerbang dengan senyum cerah (dan, seperti biasa, payudaranya yang besar ikut berguncang).


"U-Umiyama? Kenapa kau ada di sini?"


"Aku menunggumu! Aku mau coba Frappuccino baru di Starbucks!"


"Frappuccino baru?"


"Iya, kan kita sudah janji! Kau bilang akan menemani ku ke Starbucks sepulang sekolah! Dan tentu saja, kau yang traktir~♡"


Oh...sekarang aku ingat. Waktu itu dia mencari-cari alasan agar aku mentraktirnya lagi, kan?


Sepertinya dia memang sudah terbiasa ditraktir. Seperti waktu makan katsukare dulu.


Tapi...sesuatu yang imut itu selalu benar. Dan, payudaranya yang besar juga adalah keadilan.


Mengingat situasi yang dialami Umiyama, kalo mentraktir makan bisa membantu 'pertumbuhannya', bukankah itu juga bisa dianggap sebagai tugas mulia bagiku...?


Lagipula, aku berencana membeli beberapa pakaian hari ini, jadi aku punya banyak uang di dompetku, jadi tidak apa-apa.


Oke! Aku akan membuat payudara besar itu menjadi lebih besar lagi dengan memperlakukannya dengan mentarkturmu sesuatu!!


"Ada apa, Ryota? Kenapa kau melamun? Apa mungkin kau tidak ingin pergi ke Starbucks bersama Airi?"


"Tentu saja, aku ingin kau bergabung dengan ku!!"


"Pfft...Ahaha! Kenapa kaj tiba-tiba berbicara seperti bawahan begitu?"


Umiyama tertawa sambil memegangi perutnya.


"Haha, tetap saja, Ryota memang menyenangkan. Kau selalu memberikan reaksi yang menarik."


"A-apakah begitu?"


Padahal aku hanyalah seseorang ginkya dan tidak menonjol.


"Tadi aku memang meminta traktiran♡, tapi kemarin kau sudah mentraktirku katsukare, kan? Jadi, sebaiknya hari ini aku yang mentraktirmu."


"Tidak! Aku yang akan mentraktir! Aku yang akan 'membesarkannya'!"


"Membesarkannya? Apa maksudmu?"


Sial, aku keceplosan! Aku ingin membuat ukuran payudara Umiyama yang sudah besar menjadi 'payudara super besar'!


"E-er... Kaj kau sampai berkata seperti itu, baiklah, aku akan menerima traktiranmu. Terima kasih."


Umiyama tersenyum sedikit canggung sambil mengucapkan terima kasih, lalu berjalan mendahuluiku.


Kalo pergi ke Starbucks, kemungkinan besar kami akan pergi ke tempat yang dekat dengan sekolah...


Tempat itu sering dikunjungi oleh siswa-siswi dari SMA yang sama dengan kami, aku khawatir kalo akan muncul rumor buruk yang beredar...


Starbucks yang paling dekat dengan SMA kami selalu ramai, terutama kalangan para siswi. 


Suasana tenang khas Starbucks berpadu dengan kehadiran para gadis SMA yang tampil menarik dan modis.


Tidak ada seorang yinkya yang tidak menonjol seperti ku. Bahkan, tipe gadis otaku seperti Tanaka, yang hanya mengunjungi kafe kolaborasi, juga tidak terlihat di sini.


Apa tempat seperti ini benar-benar cocok untuk seseorang sepertiku? Seorang otaku-yinkya yang canggung? Tidak, jelas saja aku merasa tidak pantas berada di sini.


"Airi mau memilih rasa matcha dan persik, lalu bagaimana dengan Ryota?"


"Eh? Eh?"


"Bagaimana kalo Ryota memilih yang rasa matcha dan melon?"


"Eh, a-ah... O-oke!"


"Moo, kenapa kau terlihat begitu gugup?"


Sejak memasuki kafe, aku sudah menunjukkan gerak-gerik yang mencurigakan. Bahkan saat memesan, aku berdiri kaku di sebelah Umiyama.


"Jadi, satu Frappuccino matcha dan persik, serta satu Frappuccino matcha dan melon. Benar begitu?"


"Ya, tolong."


Meskipun aku sangat gugup, berkat Umiyama, proses pemesanan berjalan dengan lancar, dan aku yang akhirnya membayar semuanya.


Seperti yang sudah kuduga, bagi seseorang yinkya sepertiku, Starbucks adalah wilayah asing—tempat yang didominasi oleh mereka yang percaya diri dan mudah bergaul.


"Sungguh, Ryota. Kenapa kau sampai setegang itu hanya karena berada di Starbucks?"


"K-Kau tidak memahami perasaan seseorang yinkya! Tempat ini dipenuhi oleh orang-orang yokya, ini benar-benar lingkungan yang asing bagiku!"


"Hah? Yinkya, yokya...Airi tidak terlalu memahami hal seperti itu."


Haa... Beginilah kalo berbicara dengan seorang gadis dari kelompok populer.


"Kalk Airi termasuk yokya, berarti Ryota juga termasuk yokya, kan? Kita berteman baik, kan?"


"Tidak. Aku tetap seorang yinkya."


"Kenapa begitu?"


Saat kami sedang berbincang, Frappuccino pesanan kami akhirnya diletakkan di atas nampan di area pengambilan.


Sambil membawa nampan tersebut, aku mencari tempat duduk bersama Umiyama. 


Saat kami berkeliling mencari tempat, tanpa disadari, tatapan para siswi dari SMA yang sama degan kami mulai tertuju pada kami.


Kumohon, jangan sampai ada yang mengira kalo aku adalah pacarnya.


"Bagaimana kalo kita duduk di sini saja, Ryota?"


"Eh? A-ah, baiklah."


Umiyama memilih tempat duduk untuk 2 orang di dekat jendela. 


Aku meletakkan nampan di atas meja, lalu duduk berhadapan dengannya.


"Selamat menikmati."


Dengan kedua tangannya, Umiyama memegang cangkir Frappuccino dan mulai menyeruputnya dengan wajah yang terlihat begitu bahagia.


Apa minuman ini benar-benar seenak itu?


Lihat saja tampilannya, ada banyak sekali krim kocok di atasnya hingga hampir meluap dan potongan buah melon bercampur dengan matcha hingga warnanya sangat hijau...terlihat cukup berbahaya.


"Hei, kau tahu anak-anak di sekitar kita sepertinya mengira Ryota adalah pacarku."


"Ya...sepertinya begitu."


"Aku tidak pernah punya pacar, jadi aku kurang paham, tapi aku penasaran apakah Airi dan Ryota terlihat memang terlihat seperti pasangan yang sedang berpacaran?"


Tentu saja tidak...itulah yang ingin kukatakan, tapi, orang-orang di sekitar biasanya hanya ingin bersenang-senang dengan buat keributan.


Singkatnya, mereka hanya mencari topik pembicaraan, dan bahkan seseorang yiniya sepertiku yang pendiam dan tidak menonjol bisa saja dijadikan bahan obrolan mereka sebagai pacar dalam rumor mereka.


Meskipun aku adalah pria yang lebih jelek dan tidak pantas untuk Umiyama, mereka pasti akan mengira kalo aku adalah pacarnya.  


"Ngomong-ngomong, Umiyama kau benar-benar tidak punya pacar, ya?"  


"Tentu saja! Settingan punya pacar itu cuma untuk menutupi soal kerja paruh waktuku!"  


Mengingat spesifikasi Umiyama, sebenarnya tidak aneh kalo dia benar-benar punya pacar, jadi sampai sekarang sulit untuk menentukan apa itu bohong atau tidak.  


Dia sampai berbohong sejauh itu karena dia tidak ingin orang lain tahu tentang pekerjaan peruh waktu-nya...  


"Waktu pagi tadi di depan Kuroki, saat kau bilang 'Youta', aku sampai merinding, tahu."  


"Ah, itu? Waktu itu Rui-chan bertanya nama pacarku, dan aku benar-benar panik saat itu, dan nama yang langsung terlintas di benakku adalah 'Youta'."


"Apa-apaan itu?"  


"Airi juga tidak mengerti! Eh, ngomong-ngomong! Tujuan kita hari ini bukan cuma minum Frappuccino, lho!"  


"Eh? Apa ada lagi yang ingin kau makan?"  


"Bukan itu maksudku! Bukan! Ini tentang 'ide bagus' yang ku pikiran waktu kita makan siang di kelas kosong kemarin!"  


Idea bagus... Ah, yang itu ya.  


Aku kira 'ide bagus' yang Umiyama maksud adalah memancing Kuroki dan aku untuk berbagi payung, tapi ternyata itu adalah skenario yang dirancang oleh Kuroki, ya?  


Artinya, 'ide bagus' yang Umiyama maksud adalah hal lain, ya?


Umiyama meletakkan Frappuccino-nya sejenak, lalu mengeluarkan Hp-nya dari tas sekolah.


"Airi ingin Rui-chan juga bisa akrab dengan Ryota!"


"H-hah?"


"Dan kalau Rui-chan juga punya keinginan yang sama, hal yang paling penting adalah mulai berkomunikasi dengan Ryota dulu!"


"Komunikasi, maksudmu?"


"Iya, itu dia!"


Entah kenapa, suasana mulai terasa agak bodoh.


Tapi... komunikasi? Maksudnya apa?


"Jadi! Ide bagus yang Airi pikirkan adalah—jreng! 'Operasi Besar-Besaran kominikeshon Lewat LINE!'"


"Makanya, itu bukan 'kominikēshon', tapi 'komunikasi'..."


Sambil membuka aplikasi LINE di Hp-nya, Umiyama mengumumkan idenya.


Tunggu, dia barusan bilang 'Operasi Besar-Besaran Komunikasi Lewat LINE'!?


"Kalo pakai LINE, Ryota dan Rui-chan pasti lebih mudah ngobrol, kan? Pertama akrab lewat LINE dulu, dan kemudian secara bertahap menjadi teman di kehidupan nyata!"


"O-ooh..."


Itu jelas tidak mungkin. Dan lebih dari segalanya... ada satu masalah besar.


"Jadi, ayo mulai dengan saling bertukar kontak LINE!"


Sebenarnya, aku sudah bertukar kontak dengan Kuroki, dan itu saja sudah cukup menjadi masalah...


Tapi yang lebih parah lagi adalah isi percakapan antara aku dan Kuroki di LINE.


Di sana ada—foto selfie cabul Kuroki!!


"Ayo, Ryota juga keluarkan Hp-mu!"


Kalo Umiyama sampai melihat gambar itu...


Aku... benar-benar tamat!


"Aku sudah mengirimkan ID LINE Rui-chan, lho! Tambahkan sebagai teman dan coba langsung ajak ngobrol dia!"


Umiyama benar-benar salah paham.


Perhatian yang Kuroki tunjukkan padaku sama sekali bukan karena perasaan suka, melainkan hanya karena obsesinya dalam menegakkan kesempurnaan.


Buktinya, dia bahkan mengirimiku foto selfie dirinya yang memamerkan pusarnya, hanya untuk memastikan aku tertarik padanya, bagaimanapun caranya.


Dan kalk foto itu sampai terlihat oleh Umiyama... semuanya akan berakhir. Aku harus segera mengalihkan pembicaraan ini.


"Kenapa kau diam saja, Ryota? Ayo, coba ngobrol dengan Rui-chan di LINE!"


Umiyama Airi benar-benar gadis yang sederhana—atau lebih tepatnya, polos dan agak ceroboh.


Lihat saja soal pekerjaannya. Dia bahkan pernah berbohong dengan mengatakan punya pacar, meskipun kebohongan seperti itu jelas akan segera terbongkar. Dan saat dia berusaha menutupinya, dia juga tidak terlalu pandai.


Pertama-tama, tidak mungkin hubungan antara pria dan wanita akan berkembang meskipun mereka berkomunikasi melalui LINE!


[TL\n; bro belum pernah melihat remaja di indo, di indo org yg chattan di fb aja bisa langsung jadian padahal mereka baru chattan selama 1 jam dan bahkan mereka belum pernah ketemu, btw gua pernah kek gitu.]


Kalo sudah begini...


"Baiklah, Umiyama. Aku akan berkomunikasi dengan Kuroki...lain kali."


'Lain kali' ini adalah ungkapan yang sering digunakan, bukan hanya dalam kehidupan sehari-hari, tapi juga di dunia otaku.


Ini adalah pola umum tidak hanya bagi otaku,tapi juga di mana-mana. Seperti saat seseorang merekomendasikan anime atau karakter tertentu, lalu mendapat jawaban, "lain kali aku akan menontonnya." Padahal kenyataannya, mereka tidak akan pernah benar-benar menontonnya—

Baik, jika aku bisa mengalihkan pembicaraan ini begitu saja dan menghindari masalah. 


"Tidak! Lakukan sekarang juga!"


Hari ini, Umiyama sepertinya lebih gigih dari biasanya.


I-Ini merepotkan...


Apa yang harus aku lakukan? Kalo terus begini, aku mungkin akan terpaksa memperlihatkan percakapanku dengan Kuroki pada Umiyama!


Kalo sampai itu terjadi…


『Eh? Ryota, apa ini?』


『Tu-Tunggu, Umiyama! Ini bukan seperti yang kau pikirkan!』 


『Jangan-jangan...kau menerima foto ini dari Rui-chan, dan kau menggunakan foto itu setiap malam untuk bahan—!? Menjijikkan sekali. Jangan pernah mendekatiku lagi, dasar cabul! Dasar otaku menyedihkan!』


...Begitulah kemungkinan terburuknya.


Kalo gadis sepolos Umiyama sampai mengatakan hal seperti itu kepadaku...aku pasti akan terpukul dan memilih untuk mengurung diri seumur hidup.


Untuk menghindari hal itu terjadi, aku harus berpikir cepat. Aku harus menemukan cara untuk bertahan dalam situasi ini agar Umiyama tidak melihat foto selfie pusar Kuroki di percakapan LINE kami...!


"Oh benar...! Pertama-tama, bukankah Kuroki sedang ada di kegiatan klubnya saat ini?


"Oh, benar juga. Rui-chan mungkin memang sedang latihan sekarang."


"Yah, meskipun aku mencoba mengiriminya LINE saat dia sedang melakukan kegiatan klub, aku tidak langsung mendapat balasan, jadi aku akan mencoba megirimi LINE padanya lagi lain kali."


"Eeh, tapi—"


"Jangan khawatir! Aku akan mengirimkan bukti kalo aku sudah berbicara dengannya nanti. Jadi bagaimana kalo kita tunda itu dulu?"


"Hmm...yah, itu masuk akal juga. Rui-chan memang sempat bilang kalo turnamen sudah dekat... Baiklah, kita lakukan lain kali saja."


Akhirnya, Umiyama memahami maksudku.


Kalo saja Kuroki bukan anggota klub atletik, aku pasti sudah benar-benar dalam masalah.


Merasa lega, aku meneguk Frappuccino-ku sekali lagi.


"Aku sebenarnya ingin melihat percakapan kalian secara langsung... Sayang sekali."


"Kenapa sih kau begitu ingin menjodohkanku dengan teman-temanmu? Kasus Ichinose juga begitu."


"Itu... Kali ini, alasannya karena Rui-chan sepertinya memang menyukaimu."


"Lalu?"


"Tapi lebih dari itu, Airi hanya ingin semua orang bisa akrab."


Kita semua...bisa akrab?


"Kalau Ryota bisa lebih dekat dengan Yuria dan Rui-chan, aku pikir kita bisa menjalani kehidupan sekolah yang lebih menyenangkan bersama. Selama di sekolah, kau selalu membaca light novel sendirian dan tidak terlihat terlalu menikmati waktu di kelas. Padahal, tempat duduk kita berdekatan, jadi aku ingin kau juga bisa bersenang-senang bersama kami."


Umiyama mengatakan itu dengan malu-malu dan dia mulai meminum Frappuccino-nya lagi.


Sekarang aku merasa perlu mengoreksi pemikiranku sebelumnya. 


Umiyama bukan hanya sekadar gadis yang ceroboh dia sebenarnya cukup baik hati.


Mungkin justru karena dia begitu baik, dia jadi terlalu memikirkan orang lain.


"Jangan khawatir, Umiyama. Aku tidak perlu memaksakan diri untuk dekat dengan Ichinose atau Kuroki. Selama aku bisa berbicara denganmu seperti ini, aku sudah merasa cukup senang."


"Benarkah? Kau senang berteman denganku?"


"Y-Ya... Aku tidak bisa menjelaskannya secara rinci, tapi...aku menikmatinya."


Mungkin 'kesenangan' yang Umiyama bayangkan berbeda dengan yang kumaksud. 


Tapi duduk di sebelahnya dan melihat payudaranya yang besar bergerak setiap kali dia berbicara...itu jelas cukup menghibur. (Dalam berbagai makna).


"Begitu, ya... Kalo begitu, bagaimana kalo kita batalkan saja pembicaraan tadi?"


"Apa?"


"Soal LINE. Kau tidak perlu memaksakan diri untuk berbicara dengan Rui-chan. Memang kita tidak akan tahu bagaimana perasaannya, tapi aku rasa itu tidak masalah. Selama kau tetap bisa berteman baik denganku, itu sudah cukup! Lagipula, kau bilang kau merasa senang saat bersamaku, kan?"


"Itu...memang benar, tapi..."


"Kalo begitu, mulai sekarang, aku yang akan membuat kehidupan sekolahmu menjadi lebih menyenangkan!"


Umiyama mengatakannya dengan senyuman cerah, seolah-olah dirinya adalah matahari.


Aku benar-benar kagum dengan caranya berbicara begitu jujur, tanpa sedikit pun rasa malu atau ragu.


"Lagipula, kita berdua ini sudah berbagi rahasia, kan? Jadi, wajar saja kalo kita menjadi lebih dekat!"


"E-eh? O-oh..."


Tapi, kemungkinan besar, Umiyama tidak memiliki perasaan romantis terhadapku.


Seandainya aku bukan seorang otaku-yinkya yang selalu berpikir logis dan sedikit pesimis, mungkin aku sudah jatuh cinta pada ketulusan dan keceriaannya.


"Kau akan menjaga rahasiaku, dan aku akan memastikan kau bersenang-senang. Bukankah itu saling menguntungkan?"


Dari sudut pandang mana pun, sepertinya hanya aku yang diuntungkan dalam situasi ini... Tapi, ya sudahlah.


"Ngomong-ngomong, boleh aku minum melon punyamu juga?"


"Hah? Punya—hei, tunggu!"


Sebelum aku sempat menghentikannya, Umiyama sudah meraih Frappuccino matcha-melon milikku dan meneguknya tanpa ragu sedikit pun.


H-hey! Itu...itu kan ciuman tidak langsung!


"Mmhh~! Melon ini juga enak! Ryota apa kau mau mencoba punyaku? Ini rasa persik dan matcha!"

"Ti-tidak perlu! Itu kan...ciuman tidak langsung!"

"Eh? Ryota apa kau tipe orang yang peduli denga hal-hal seperti ini?"

"Jelas saja! Mana ada orang yang mau berbagi sedotan begitu saja!"

"Aku sih tidak keberatan..."

Umiyama Airi, baik dalam arti positif maupun negatif, adalah seseorang yang benar-benar polos.

Begitu menganggap seseorang sebagai temannya, dia tidak menunjukkan rasa canggung atau menjaga jarak sedikit pun.

Tapi tetap saja, meskipun begitu, seharusnya dia lebih berhati-hati dalam berbagi minuman dengan lawan jenis!

"Aku juga sering bertukar minuman dengan Yuria atau Rui-chan, jadi aku tidak terlalu memikirkanya. Tapi kalo kau keberatan, aku bisa menggantinya dengan sedotan lain?"

"Tidak, tidak usah! Silakan tetap gunakan yang itu!"

"Kenapa mendadak kau bicara pakai bahasa formal?"

Dia mengembalikan Frappuccino melon dan matcha itu kepadaku.

Jadi ini...sedotan yang sudah dipakai oleh Umiyama.

Bahkan, aku baru saja meminumnya, lalu Umiyama menggunakannya, dan sekarang kembali lagi padaku...artinya, ini sudah ciuman tidak langsung!

Sedotan ini sempat menyentuh bibir Umiyama yang terlihat lembut...kalo aku menempelkan bibirku di tempat yang sama, maka...

Dalam hidupku selama belasan tahun ini, aku belum pernah mengalami first kiss sekalipun.

Dan sekarang, kesempatan ciuman tidak langsung dengan seorang gadis cantik berpayudara besar muncul begitu saja di hadapanku.

Aku menelan ludah, lalu bersiap untuk meneguk Frappuccino itu—

Tapi...

"Tunggu sebentar. Kalian berdua sedang apa?"

Dari belakang, terdengar suara seorang gadis dengan nada santai namun tajam.

Aku bahkan tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa pemilik suara itu.


Dari aura keberadaannya saja—atau lebih tepatnya, dari kehadiran pahanya yang begitu mencolok—aku sudah tahu.


Ke-kenapa... Ichinose Yuria ada di sini?


"Oh, Yuria! Kenapa kau ada di sini?"


Umiyama sedikit terkejut, tapi dia tetap berbicara dengan sikapnya yang biasa.


"Kenapa, ya...? Dari luar, aku melihat orang ini menerima minuman yang sudah Airi minum, jadi aku datang ke sini."


Tatapan tajam Ichinose langsung menusuk ke arahku.


"Itu disita! Aku yang akan meminumnya."


"A-ah..."


Ichinose langsung mengambil Frappuccino milikku dan tanpa ragu meneguknya dalam sekali minum.


Kesempatanku untuk lulus dari status ciuman pertama tidak langsung...sirna begitu saja.


"Ngomong-ngomong, kenapa kalian berdua terlihat begitu dekat di Starbucks? Ditambah lagi, pagi ini kau memanggilnya 'Ryouta' begitu saja... Jangan bilang kalo kalian pacaran?"


"Tidak, tidak! Ryota hanya mentraktirku Frappuccino sebagai tanda terima kasih, itu saja!"


"Tanda terima kasih? Benarkah begitu, Ryota?"


"Eh? A-ah...ya, semacam itu... Hah?"


R-Ryota!?


A-ada apa dengan Ichinose!?


Awalnya, aku tidak menyadarinya, tapi ternyata secara alami Ichinose mulai memanggilku dengan namaku tanpa embel-embel.


"Kalo begitu, baiklah... Airi, ayo pulang."


"U-uh, baiklah!"


Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, Ichinose langsung berbalik dan keluar dari Starbucks.


"Ryota, terima kasih untuk hari ini! Sampai jumpa!"


"O-oh..."


Umiyama terlihat sedikit bingung, tapi dia tetap mengikuti Ichinose dan pergi meninggalkanku.


Kencan pertamaku setelah sekolah dengan seorang gadis...berakhir begitu saja.


Setelah ditinggalkan sendirian di Starbucks, aku merasa tidak nyaman dan saat aku mulai tengelam dalam pikiran sendiri.


Tiba-tiba, sebuah notifikasi LINE muncul di Hp-ku.


『Ichinose: Sepertinya Airi memaksamu mentraktirnya, maaf ya. Oh, dan mulai sekarang, aku juga akan memanggilmu 'Ryota'. Kau juga boleh memanggilku 'Yuria'.』 


Sepertinya Ichinose berpikir kalo Umiyama telah memaksaku mentraktirnya, dan dia bahkan meminta maaf untuk itu. 


Aku tidak keberatan dengan kesalahpahaman itu, tapi kenapa dia juga mulai memanggilku 'Ryota'!?


Bahkan, dia mengatakan kalo aku boleh memanggilnya 'Yuria' juga...


"Dan besok aku akan pergi menonton film dengannya...Aku ingin tahu apa yang akan terjadi besok"


★★★


Akhirnya, hari Minggu yang menegangkan pun tiba.


Hari ini...aku akan pergi berkencan dengan seorang gadis di hari libur.


Kami telah berjanji untuk bertemu pukul 10 pagi. 


Karena ini adalah kencan dengan Ichinose, aku lebih memperhatikan penampilanku dibandingkan biasanya, setelah aku bersiap lebih awal, aku pun meninggalkan rumah.


Kami akan bertemu di stasiun kota sebelah.


Bagi Ichinose, kota sebelah mungkin adalah tempat yang penuh kenangan buruk, karena di sanalah aku mengetahui rahasianya.


Meskipun begitu, dia tetap memilih bioskop di kota itu untuk tempat pertemuan kami.


Akan berbahaya jika seseorang mengetahui kalo gadis sekaliber Ichinose sedang menonton film (yang dianggap tidak senonoh) seperti 'Nyukyun' di bioskop setempat, hal tersebut tentu akan menimbulkan masalah serius.


Sambil memikirkan berbagai hal, aku naik kereta dari stasiun terdekat menuju kota sebelah, kemudian menunggu Ichinose di depan stasiun. 


Beberapa menit kemudian, muncul seorang gadis yang aku kenal dari stasiun.


"Maaf, Ryota, apa kau sudah menunggu lama?"


Hari ini, Ichinose tampil dengan mengenakan kaos potongan pendek berwarna putih yang memiliki kesan tembus pandang, dipadukan dengan kardigan monokrom berwarna hitam dan putih. 


Selain itu, celana pendek denim dengan potongan high-waist itu dengan jelas memperlihatkan pahanya yang sangat montok, terlihat sangat seksi. 


Busana yang ditampilkannya sungguh sempurna—atau lebih tepatnya, betapa sempurnanya dan betapa erotisnya tampilan paha yang ditampilkan dengan berani tersebut, sehingga hampir menyerupai keadaan telanjang.


"Itu sebabnya! Kau telah menatap pahaku secara berlebihan. Padahal aku sudah menyuruhmu untuk berhenti sebelumnya!"


Ichinose kemudian dengan kedua tangannya membungkus pipiku dan dengan tegas mengangkat wajahku. Secara alami, pandanganku mengarah ke wajah Ichinose.


"Jangan hanya memandang pahaku, lihatlah wajahku ketika berbicara."


"Maaf.”


«Pertama-tama, kenapa kau memandang pahaku? Apa itu disebabkan oleh fetish semacam itu?"


"Ya."


"Jawaban yang langsung, menjijikkan!"


Tentu saja, dia juga punya kebiasaan mengumpat, jadi tanpa sadar aku justru tersenyum. Aku sendiri bahkan merasa hal ini cukup aneh.

"Haa... Yah, sebaiknya hal seperti itu hanya kau lakukan kepada ku saja. Kalo Rui atau Airi sampai mengetahui fetish aneh mu, kaj bisa kehilangan tempat di antara kami."

"O-oh... Baiklah..."

"Itu sebabnya, jangan langsung melihat ke bawah!"

Setiap kali pandangan ku turun, Ichinose akan segera meraih pipi ku dengan kedua tangan dan mengangkatnya.

Tangan Ichinose terasa lembut dan indah, sehingga, kalk dipikir-pikir, ini sebenarnya tidak terlalu buruk.

"Saat menonton film nanti, kalo kau terus-menerus melirik paha ku, aku tidak akan segan-segan mencolok mata mu."

"H-haah..."

Aku bersyukur karena Ichinose adalah seorang gyaru yang cukup pengertian.

"Ayo, kita pergi ke bioskop sekarang, Ryota."

Kami telah berjanji untuk bertemu di depan stasiun pada pukul 10 pagi, lalu berjalan menuju bioskop.

Jarak dari stasiun ke bioskop terdekat cukup jauh, sehingga aku berjalan di samping Ichinose.

Saat melewati banyak orang di jalan, aku menyadari kalo dibandingkan dengan perempuan lain yang kami lewati, wajah Ichinose terlihat lebih kecil, dan pinggangnya juga jauh lebih ramping.

Kalo diperhatikan lebih saksama... Ichinose memang memiliki daya tarik yang berbeda.

Terlebih lagi, dia memiliki sifat sebagai seorang 'otaku', menjadikannya sosok yang langka—seorang gyaru yang sepenuhnya memenuhi kriteria sebagai gyaru yang baik terhadap para otaku.


"Ada apa, Ryota? Kenapa kau terus menatapku seperti itu? Apa kau lagi-lagi melihat pahaku?"


"Ti-tidak! Menurutmu aku ini apa!"


"Seorang otaku mesum yang suka melirik paha."


"A... aku tidak bisa menyangkalnya..."


"Biasanya, di situlah seharusnya kau membantahnya, kan?"


Aku tidak dapat menyangkalnya berdasarkan apa yang telah aku lakukan selama ini...


"Ryota, boleh aki bicara sebentar?"


"A-ada apa?"


"Hari ini... entah kenapa, kau terlihat agak... keren, kan?"


Aku... keren?


Seumur hidup, mungkin ini pertama kalinya seorang perempuan selain ibuku mengatakan hal seperti itu padaku.


Terakhir kali aku mendengar pujian seperti ini adalah... ya, saat upacara masuk sekolah dasar.


『Ryo-kun, ayo kita ambil foto di depan gerbang sekolah!』 


Saat itu, ibuku mengajakku berfoto untuk mengenang hari pertama masuk sekolah.


『Ya! Ryō-kun kau sangat keren! Ayo, bilang cheese~』 


Waktu itu, saat aku masih di kelas bawah SD, ibuku masih sangat fokus dalam membesarkanku.


Sekarang, memang dia lebih sibuk dengan permainan sepak takraw bersama teman-temannya, tapi dulu dia adalah ibu yang sangat penyayang.


Tapi, ibu, bergembiralah! Anakmu yang seperti ini akhirnya dipuji keren oleh gadis paling populer di sekolah!


Aku merasa begitu bahagia sampai mataku mulai berair.


"Eh? Kenapa matamu berkaca-kaca?"


"Soalnya... aku..."


"Ah, sudahlah. Ini, pakai saputangan ini untuk menghapus air matamu."


Ichinose mengeluarkan saputangan putih dari tas tangannya dan menyerahkannya padaku.


"Aku benar-benar terlalu banyak mengurus orang lain, kau hampir seperti Airi. Sebagai laki-laki, bersikaplah lebih tegas. Astaga, kau ini bukan bayi, kan?"


"Bayi... play?"


"Bukan! Kenapa kau menafsirkan seperti itu? Apa kau sudah membersihkan telingamu dengan benar?"


"Ear cleaning ASMR!?"


"Hah...benar-benar tidak ada harapan untuk otaku satu ini."


Ichinose menghela napas panjang sambil menurunkan bahunya.


"Yah, aku juga seorang otaku, jadi sebenarnya aku tidak jauh berbeda."


"Jadi, Ichinose juga suka ASMR pembersih telinga?"


"Bukan itu maksud ku!"


Jadi Ichinose tidak mendengarkan ASMR pembersih telinga...?


"Ngomong-ngomong, aku baru kepikiran sekarang. Saat kau tahu kalo aku juga seorang otaku, apa kau tidak merasa jijik atau semacamnya?"


"Ichinose menjijikkan? Kenapa?"


"Karena... dari sudut pandangmu, aku biasanya terlihat seperti seorang gyaru, tapi ternyata aku sejenis denganmu. Itu seperti 2 hal yang bertolak belakang. Bukankah itu membuatku terlihat menyebalkan?"


Menyebalkan? Aku tidak pernah berpikir seperti itu sama sekali.


"Jadi, saat aku memikirkannya lagi, aku jadi penasaran... Sebenarnya, bagaimana perasaanmu tentang aku?"


Ichinose pernah menyebutkan kalo dia memiliki pengalaman buruk dengan teman-temannya di masa lalu.


Mungkin karena itu, dia merasa gelisah dengan hubungan sosialnya sekarang.


Kalo begitu, aku harus menyampaikan perasaanku dengan jujur, tanpa menyembunyikan apa pun.


"Aku justru merasa bersyukur."


"Bersyukur? Pada aku?"


"Ya... soalnya, tidak banyak perempuan yang bisa memahami budaya otaku seperti aku ini. Hanya dengan kenyataan kalo Ichinose adalah seorang gyaru yang pengertian saja, aku sudah sangat senang."


"Begitu ya?"


"I-iya."


Setelah mendengar jawabanku, Ichinose mengerucutkan bibirnya dan bergumam pelan, "Hmph..."


"Lebih dari itu, aku sudah bilang padamu untuk memanggilku dengan 'Yuria', tapi kau malah kembali memanggilku 'Ichinose' lagi."


"Ah, maaf, Ichi—"


"Yuria!"


"Yu... Yuria... chan?"


"Jangan pakai 'chan'. Itu aneh."


Banyak sekali permintaannya... Tapi entah kenapa, aku merasa jarak di antara kami semakin dekat.


Suasananya cukup baik, tapi... film yang akan kami tonton setelah ini adalah Nyuu-Kyun, sebuah film aksi dengan tema pertempuran yang—jujur saja—tidak lain dan tidak bukan adalah tontonan bertema fanservice yang berlebihan.


[TL\n: menurut gua gak enek bet jir nonton filem\anime yang banyak fanservice alurnya serasa jadi ancor, contohnya DXD, jujur alurnya bagus bet tapi fanservice ganggu.]


"Aku sangat senang bisa melihat ASI Milk-tan di layar sebesar itu!"


Ichinose mengungkapkan kegembiraannya begitu dia tiba di bioskop.

 

Dia mungkin satu-satunya gadis di dunia yang tertarik dengan ASI.


Kami pun duduk di kursi yang sudah dipesan.


Orang-orang yang duduk di sekitar kami semuanya adalah otaku yang terlihat normal, jadi dengan keberadaan Ichinose di sini, kami berdua terlihat begitu mencolok.


"Sepertinya kita agak menonjol, ya?"


"Y-ya, memang begitu..."


"Ryota, biasanya kau juga seperti mereka?"


Ichinose menoleh ke arah pria bertubuh besar yang duduk di barisan paling depan, mengenakan kaus bergambar karakter moe dan dia terlihat terengah-engah dengan penuh semangat.


Tentu saja, menyebutnya sebagai 'stereotip otaku' mungkin terdengar seperti prasangka, tapi kenyataannya, mayoritas penonton di dalam bioskop memang terlihat seperti itu—para pria paruh baya dengan kaus bergambar karakter favorit mereka.


"Aku tidak sampai seperti itu... tapi kadang-kadang, aku juga memakai kaus bergambar karakter moe."


"Serius? Lalu kenapa kau tidak memakainya hari ini?"


"I-iya, itu..."


Aku kesulitan menjawab.


Bagaimana mungkin aku mengakui kalo ini adalah pertama kalinya aku pergi bersama seorang perempuan, sehingga aku terlalu bersemangat dan menganggapnya seperti kencan? 


Kalau aku mengatakannya, pasti aku akan langsung dianggap aneh...


Sekarang setelah kupikirkan lagi, sebelum datang ke sini tadi, aku memang merasa sedikit terlalu senang.


"Jadi, kenapa?"


"U-uh, itu karena... aku berjalan di sebelahmu."


"Di sebelahku? Maksudmu?"


"A-aku pikir... tidak pantas kalk seorang otaku berjalan di samping perempuan secantik dirimu sambil mengenakan kaus seperti itu. Selain itu, kalo rambutku berantakan, rasanya tidak sopan terhadapmu."


"......"


Ichinose tiba-tiba terdiam dan mengalihkan pandangannya ke arah layar bioskop.


Eh? Apa aku baru saja membuatnya marah...?


"A-anu...? Ichinose?"


"Ryota, kau benar-benar menganggapku seorang wanita cantik?"


"Tentu saja! Jangan bilang kau tidak menyadarinya!?"


"A-aku sadar! Maksudku, aku tahu kalo aku lebih menarik dibanding orang-orang di sekitarku. Itu sudah jelas. Aku juga menyadarinya... tapi tetap saja..."


"Tetap saja...?"


"Aku hanya merasa aneh kalo ternyata kau juga berpikir seperti itu."


A-apa maksudnya itu...?


Jangan-jangan, kalo aku menganggapnya cantik, dia malah merasa jijik...?


"Dan lagi! Kau kembali memanggilku 'Ichinose' lagi!"


"Ah, maaf... u-uh, Yuria."


"Ya, begitu lebih baik."


Meskipun dia terlihat seperti sedang menyembunyikan sesuatu, Ichinose tampak cukup puas dan mengangguk dengan penuh keyakinan.


Entah bagaimana, rasanya dia juga punya sifat sedikit merepotkan, mirip dengan Umiyama...


★★★


Setelah 120 menit berlalu, film akhirnya selesai dan itu meninggalkan kesan yang sulit dijelaskan.


Awalnya, aku mengira isinya hanya akan penuh dengan unsur fanservice, tapi ternyata film ini memiliki alur cerita yang mengejutkan. Ada alasan yang jelas mengapa para heroine bertarung menggunakan oppai mereka, serta latar belakang bagaimana mereka bisa memiliki ukuran seperti itu. 


Ternyata, film ini bukan sekadar tontonan tanpa makna.


Tapi, setelah melihat begitu banyak adegan yang menampilkan berbagai karakter dengan oppai besar, otakku mulai tidak berfungsi dengan baik. 


Aku bahkan sempat berpikir, kenapa Ichinose yang duduk di sebelahku masih mengenakan pakaian...?


"Itu benar-benar luar biasa. Aku tidak menyangka alasan di balik perubahan Milk-tan begitu dalam, sampai bagaimana ASI-nya bisa menjadi senjata. Semua petunjuknya dikumpulkan dengan begitu rapi... aku hampir menangis."


"O-oh... begitu ya."


Setelah film selesai, tujuan berikutnya adalah toko Animate di dalam pusat perbelanjaan dekat stasiun.


Sejak sebelum pergi hari ini, kami memang sudah sepakat untuk mampir ke Animate setelah menonton film.


Di dalam kompleks perbelanjaan tersebut, selain ada arcade tempat aku pertama kali bertemu Ichinose, juga terdapat berbagai macam toko, termasuk Animate.


Begitu kami naik ke lantai 6 dan melihat papan nama Animate yang sudah tidak asing bagiku, Ichinose langsung masuk dengan mata berbinar-binar, seperti anak kecil yang baru saja memasuki taman hiburan.


"Wah... ini benar-benar surga."


"Ini pertama kalinya kau datang ke Animate, kan?"


"Ya. Selama ini, rasanya terlalu sulit kalo harus masuk sendirian."


Aku sangat memahami perasaannya.


Ichinose, dengan penampilannya sebagai seorang gyaru, pasti akan terlihat mencolok kalk masuk ke tempat seperti ini sendirian. 


Taoi, meskipun aku adalah seorang otaku, saat pertama kali datang ke Animate, aku juga merasakan kesulitan yang sama. 


Ada semacam perasaan seolah-olah aku sedang melangkah ke dalam dunia yang benar-benar milik para otaku sejati.


Yah, setelah terbiasa, masuk ke sini rasanya seperti pergi ke restoran cepat saji.


"Hari ini aku merasa lebih tenang karena ada Ryota bersamaku."


"Be-benarkah?"


Gawat... Seumur hidupku, aku hampir tidak pernah menjadi seseorang yang diandalkan oleh orang lain, dan ketika tiba-tiba ada seseorang yang bergantung padaku rasanya aku bisa menangis karena terlalu senang...


"Ah! Ada sudut khusus Nyuu-Kyun!"


Ichinose menemukan sudut khusus yang penuh dengan berbagai merchandise dari Nyuu-Kyun, dia langsung mendekat dan melihat barang-barang yang dipajang dengan penuh semangat.


Belakangan ini, Animate lebih banyak dipenuhi dengan merchandise untuk penggemar perempuan, tapimelihat adanya sudut khusus seperti ini, sepertinya Nyuu-Kyun memang sedang naik daun.


"Ada oppai mouse pad bergambar Milk-tan, bahkan ada botol oppai yang didesain berdasarkan ukuran oppai Milk-tan!"


"Serius!? Jadi Nyuu-Kyun sampai merilis merchandise seperti itu juga?"


Aku benar-benar terkejut. Aku tidak menyangka mereka punya produk sekonyol itu.


Maksudku, siapa yang kepikiran membuat botol oppai berdasarkan ukuran karakter ber-oppai besar!? 


Baik yang menjual maupun yang membeli, rasanya ada yang tidak beres...


"Ryota, bolehkah aku memilih barang yang akan kubeli di sini dulu?"


"Te-tentu. Pilih saja sesukamu."


Sepertinya ini akan memakan waktu cukup lama... Baiklah.


Sambil menunggu Ichinose memilih barang, aku memutuskan untuk melihat-lihat rak light novel di seberang sudut Nyuu-Kyun.


Novel yang kubeli sebelumnya, 'Oppai-Sui', sudah selesai kubaca, mungkin ini saatnya mencari sesuatu yang baru.


Aku mengambil satu novel berdasarkan ilustrasi sampulnya dan memutuskan untuk membelinya. 


Setelah itu, aku kembali melihat ke arah Ichinose, yang masih sibuk menyeleksi merchandise di sudut Nyuu-Kyun.


"Jadi, apa kau sudah menentukan barang yang akan dibeli?"


"Hmm... Menurutmu, Ryota, mana yang lebih bagus? Botol oppai atau oppai mouse pad?"


Biasanya, saat kencan dengan seorang gadis, mungkin akan ada momen seperti ini di toko pakaian, di mana dia bertanya, "Menurutmu, baju mana yang lebih imut?" tapi dalam kasus kami, pilihannya adalah antara botol oppai dan oppai mouse pad...


Pilihan macam apa ini?


"Umm... menurutku oppai mouse pad lebih berguna, kan?"


"Iya sih, tapi tetap saja, aku ingin menikmati Milk-tan's Milk Splash secara maksimal..."


Sebagai seseorang yang tahu tentang anime Nyuu-Kyun, aku bisa memahami apa yang dikatakan Ichinose.


Taoi, kalo Umiyama atau Kuroki mendengar ini, mereka pasti akan terkejut sampai rahangnya terlepas.


Pada akhirnya, Ichinose memutuskan untuk membeli baik oppai mouse pad maupun botol oppai.


"Fuuuh~ Aku berhasil berbelanja dengan baik hari ini."


Dengan wajah puas, Ichinose keluar dari Animate, dia terlihat sangat senang.


Dia benar-benar seorang otaku yang menyamar sebagai seorang gyaru.


Melihat seorang gyaru bertubuh seksi dengan paha besar membawa kantong belanja biru khas Animate adalah pemandangan yang cukup unik.


"...Eh, tunggu. Kantong ini..."


"Hmm? Ada apa? Apa ada lubang di dalamnya?"


"Ah, bukan, bukan. Bukan apa-apa."


Hah? Ada apa tadi?


"Jadi, selanjutnya kita mau ke mana? Kalo aku, aku masih punya satu tempat yang ingin kudatangi."


"Tempat yang ingin kau datangi?"


Ichinose mengangguk penuh semangat lalu mulai berjalan.


"Tentu saja, itu arcade!"


★★★


Atas usulan Ichinose, kami memutuskan untuk singgah di arcade yang sama seperti sebelumnya.


"Ryota, coba mainkan UFO catcher lagi."


"Baik, Ichinose apa ada figurine tertentu yang ingin kau dapatkan?"


"Tentu saja."


Setelah tiba di depan mesin yang dimaksud, Ichinose menunjuk hadiah yang diincarnya.


Seperti yang sudah kuduga, yang dia inginkan adalah figurine karakter gadis dari anime.


Aku mulai memainkan mesin tersebut, mengikuti langkah-langkah yang sudah biasa kulakukan.


"Ryota."


"Ada apa, Ichinose?"


"Bukankah sudah kukatakan untuk memanggilku Yuria? Dari tadi, kau terus kembali menggunakan 'Ichinose'."


"Aku...tidak terbiasa memanggil seorang gadis dengan nama depannya, jadi ini bukan hal yang mudah bagiku."


"Kalo begitu, biasakanlah denganku. Aku lebih nyaman kalo dipanggil dengan Yuria."


"Benarkah?"


Yuria... Yuria...


Memanggil seorang gadis dengan nama depannya tetap terasa canggung untukku.


Tapi, kalo itu adalah keinginannya, maka aku harus berusaha untuk membiasakannya.


"Y-Yuria... Apa seperti ini sudah oke?"


"Ya, seperti itu lebih baik."


Yuria mengangguk dengan puas, meskipun sepertinya ada sesuatu yang sia sembunyikan.


"Kalo dipikir-pikir, saat pertama kali kita bertemu di sini, kita benar-benar masih orang asing. Tapi hanya dalam beberapa hari, kita sudah menjadi teman dan kembali lagi ke tempat ini. Rasanya itu cukup aneh, kan?"


"Itu benar. Aku juga tidak pernah membayangkan kalk aku akan bisa berbicara denganmu sedekat ini, Yuria."


Tidak hanya dengan Yuria, tapi juga dengan Umiyama dan Kuroki, aku tidak pernah membayangkan kalo hubungan kami bisa sedekat ini.


"Yuria...kenapa kau menjadi otaku?”?"


"Kenapa aku menjadi otaku?"


"Ya. Aku sedikit penasaran, bagaimana kau mulai menyukai anime dan hal-hal seperti ini."


Sebelumnya, aku memang berusaha untuk tidak menanyakan masa lalu Yuria karena dia terlahir memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan.


Tapi, kali ini, aku memutuskan untuk bertanya sedikit lebih dalam.


"Sebenarnya, aku tidak pernah menceritakan ini kepada siapa pun...dan karena ini terjadi saat aku masih kecil, ingatanku juga agak samar."


Yuria tersenyum kecil dengan sedikit rasa malu, lalu mulai bercerita.


"Ini terjadi ketika aku masih duduk di SD, kelas rendah."


"Sejak saat itu!?"


Aku cukup terkejut mendengar kalo semuanya bermula sejak dia masih sangat kecil.


"Iya. Waktu itu, hampir setiap hari aku bermain di taman dekat rumahku. Suatu hari, seseorang memberiku sebuah manga, dan dari situlah semuanya dimulai."


"Sebuah manga?"


"Ya, manga dari majalah shounen. Isinya sedikit...cabul. Tapi sejak saat itu, aku jadi sangat menyukai manga. Selain itu, aku juga sangat mengidolakan karakter heroine bergaya 'gyaru' di dalamnya, dan mungkin itu yang membentuk diriku yang sekarang."


Jadi, bisa dibilang kalk Ichinose Yuria—gadis paling populer di sekolah dengan wajah cantik, tubuh sempurna, dan gaya gyaru—ternyata berasal dari pengaruh sebuah manga? Ini benar-benar di luar dugaanku.


"Jadi, berkat manga itu, lahirlah 2 sisi dalam dirimu, Yuria si gyaru dan Yuria si otaku?"


"Kalo dipikir-pikir, mungkin memang begitu, ya?"


Aku hanya bisa bersyukur kepada orang yang memberinya manga itu karena dia telah memberikan kombinasi unik antara 'gyaru' dan 'otaku' pada sosok Yuria.


"Orang dewasa yang memberikan manga bernuansa cabul kepada anak SD di taman...terdengar seperti sosok yang mencurigakan."

 

"Bukan begitu. Yang memberikan manga itu adalah anak SD yang seumuran denganku."


"Anak SD!?"


"Anak itu terus duduk sendirian di bangku taman sambil membaca manga, jadi aku mengajak 'bermain'. Akhirnya kami bermain bersama, dan saat dia pulang, dia memberiku manga itu."


"Begitu, rupanya..."


Anak SD sudah membaca manga cabul... Aku tidak menyangka ada siswa SD lain yang seperti itu di dunia ini selain aku.

 

Dulu waktu SD, karena aku tidak bisa membaca manga cabul di rumah, aku sering membacanya di luar... Mungkin anak SD itu juga sama.

 

Mendengar cerita Yuria, aku pun ikut bernostalgia.

 

"Lalu, kenapa Ryota menjadi otaku?"

 

"A-aku? Aku... ya, bagaimana mengatakanya ya..."

 

"Hmm?"

 

"E, eh, tapi Yuria! Boneka itu sepertinya akan jatuh!"

 

"Benarkah? Padahal ini baru 400 yen. Kau sungguh luar biasa."

 

Aku dengan cepat mengalihkan pembicaraan ke mesin capit UFO.

 

Aku tidak mungkin menceritakan alasan kenapa aku menjadi otaku.

 

Karena alasan kenapa aku menjadi otaku adalah sesuatu yang bahkan tidak bisa aku bandingkan dengan Yuria.

 

Sejak TK, setelah duduk di pangkuan sepupuku yang memiliki payudara besar, aku menjadi sangat menyukai payudara besar, berpaha besar dan akhirnya terjerumus ke dunia 2 dimensi... Aku tidak mungkin menceritakan kisah memalukan seperti itu padanya.


Aku juga anak kecil yang nakal dan suka hal-hal dewasa sejak dulu. 


★★★


Merchandise nyu-kyun dan figurine gadis cantik—Yuria membawa semuanya dalam pelukannya saat dia tiba di peron stasiun.


"Hari ini benar-benar luar biasa. Terima kasih banyak, Ryouta."


"A-Aku senang kalo kau menikmatinya..."


Ini adalah kencan pertama kami... Kalo Yuria terlihat puas, apa itu berarti semuanya berjalan dengan baik?


"Di depan Airi dan Rui, kau tidak boleh memanggilku Yuria."


"Kau sendiri yang menyuruhku memanggilmu begitu, lalu sekarang kau melarangku? Merepotkan sekali."


"Aku sih tidak keberatan kalo kau tetap memanggilku Yuria. Tapi kalo sampai Airi atau Rui salah paham, itu bisa jadi masalah besar, lho."


"Tolong izinkan aku memanggilmu Ichinose saja."


"Fufu, aku sudah menduganya."


'Insiden Ryota' dengan Umiyama tempo hari saja sudah cukup membuat Kuroki banyak bertanya. 


Kalo aku mulai memanggilnya Yuria dengan nama depannya, sudah pasti keadaan akan semakin rumit.


"Minggu depan kita akan sibuk dengan persiapan festival budaya, tapi... ayo bermain lagi denganku, Ryota."


Yuria mengatakan itu dengan senyuman lembut di wajahnya.


Berbeda dari sebelumnya, setelah kencan ini, ekspresinya terasa jauh lebih lembut.


Begitulah akhirnya kencan pertamaku dalam hidup ini berakhir.


Kami naik kereta bersama, tapi karena Yuria turun satu stasiun sebelumku, kami pun berpisah di dalam kereta.


Setelah Yuria turun, barulah aku benar-benar sendirian.


"Haa... rasanya tegang sekali..."


Tapi, kalo dipikir-pikir, kencan ini benar-benar menyenangkan...


Sambil merasakan kepuasan dari hari ini, aku pun turun di stasiun berikutnya.


—Atau setidaknya, itulah yang aku rencananya.


Saat kereta berhenti di stasiun tempat aku turun, aku melihat ada seorang gadis cantik duduk di bangku peron sambil membaca sebuah buku kecil.


Saat kereta tiba, angin kencang berembus saat melintasi peron stasiun dan angin itu menerpa gadis cantik itu. 


Seorang Yamato Nadeshiko dengan bulu mata panjang dan rambut hitam indah yang berayun kencang tertiup angin.


Halaman bukunya berdesir, lembar demi lembar terbuka dengan sendirinya.


Awalnya, dia hanya menunduk, memperhatikan buku di tangannya. Tapi perlahan, tatapannya mulai naik, hingga akhirnya matanya bertemu denganku yang baru saja keluar dari kereta.


Jarsy dan celana pendek khas klub atletik.


Tidak perlu dikatakan lagi, Yamato Nadeshiko yang duduk di sana adalah Kuroki Rui.


"Oh... fufu."


Kuroki, yang sepertinya baru saja pulang dari latihan klub atletik, duduk di bangku tepat di depan gerbong tempat aku turun.


Saat diaa melihatku, dia menutup bukunya dan perlahan berdiri.


"Kebetulan sekali, ya? Ryota-kun?"


Suara psshh terdengar di belakangku saat pintu kereta tertutup.


Kenapa Kuroki ada di sini...?!


"Kau berdandan rapi sekali. Aku ingin tahu apakah Ryota-kun sedang berkencan dengan seseorang?"


"Ti-tidak! Aku tidak berkencan!"


"Benarkah? Tapi entah kenapa, ada sedikit aroma perempuan darimu..."


"I-itu... aku hanya pergi ke Maid Cafe!"


“Maid cafe?"


"Se-seorang otaku itu memang menghabiskan hari Minggu di Maid Cafe! Karena mereka biasanya tidak mendapat perhatian dari perempuan, mereka pergi ke sana demi mendapatkan sedikit kasih sayang dari para pelayan! Itulah takdir menyedihkan mereka! Paham?!"


Aku berusaha keras merendahkan diri sendiri, berharap Kuroki akan kehilangan minat padaku.


D-dengan begini, bahkan Kuroki pun pasti akan mundur...


"Oh... kasihan sekali, Ryota-kun."


"Iya, kan? Kalo kau merasa kasihan, tolong jangan pedulikan otaku menyedihkan seperti aku—"


"Fufu. Kalo begitu, bagaimana kalo kau pergi berkencan denganku sekarang?"


"Ke-kencan?!"


Sepulang dari maid café (atau setidaknya itulah yang aku buat seolah-olah itu terjadi), Kuroki tiba-tiba mengajakku berkencan.


Mungkin dia merasa kasihan padaku, yang satu-satunya cara untuk berinteraksi dengan perempuan hanyalah dengan pergi ke maid café (lagi-lagi, itu hanya anggapan), sehingga dia berpura-pura tidak punya pilihan lain selain berkata, "Kalau begitu, mau bagaimana lagi, aku akan menemaninya kencan." Tapi, justru dengan cara seperti itu, dialah yang mengajakku berkencan.


Jangan-jangan... Kuroki memang sengaja melakukan semua ini?


"Sudahlah, Ryota-kun. Kau tidak perlu sekaku itu, kok. Lagipula, sekarang sudah sore, jadi kita hanya akan berjalan-jalan sebentar di sekitar stasiun."


"Ke... Kenapa kau sampai sejauh ini melakukan ini, Kuroki?"


"Sejauh ini?"


"A-Aku ini cuma anak yang paling tidak menonjol di kelas, seorang penyendiri. Bukankah ini terlalu berlebihan, bahkan untuk seseorang yang perfeksionis sepertimu?"


"Apa kau senang?"


"H-Hah?"


"Saat aku duduk di bangku tadi, apaa kau senang melihatku di sana?"


Kuroki kembali duduk di bangku dan tersenyum lembut.


Makin lama, aku semakin yakin kalo dia memang sengaja melakukan semua ini.


"Jadi, ayo kita jalan-jalan berdua."


Aku masih belum bisa sepenuhnya memahami alasan di balik kegigihannya. 


Tapi, bagaimanapun juga, aku tidak cukup berhati dingin untuk menolak ajakan seorang gadis begitu saja dengan mengatakan "Baiklah, sampai jumpa."


Atau lebih tepatnya, kalk dia sudah sampai sejauh ini, rasanya aku tidak bisa menolaknya begitu saja...


"Baiklah. Aku tidak tahu apa ini bisa disebut kencan atau bukan, tapi toh kita sedang dalam perjalanan pulang dari stasiun yang sama..."


"Fufu."


"Kenapa kau tertawa?"


"Tidak, bukan apa-apa. Ayo, kita pergi."


★★★


Setelah melewati gerbang tiket stasiun, aku berjalan berdampingan dengan Kuroki di sepanjang jalan utama di depan stasiun.


Berbeda dari biasanya, kali ini aroma manis parfum Kuroki tidak tercium. Sebagai gantinya, ada wangi segar seperti deodoran yang samar-samar tercium darinya.


Seperti biasa, wajahnya dari samping terlihat begitu indah—hidungnya mancung, bulu matanya panjang.


Saat melihatnya dari samping seperti ini, aku benar-benar bisa memahami kenapa banyak orang menyebutnya sebagai gadis tercantik.


Meskipun dia sedikit perfeksionis dan terkadang agak sulit dimengerti, tapi tetap saja, Kuroki memiliki daya tarik yang luar biasa.


"Ah, lihat, ada kucing."


Ketika kami hampir melewati taman di pinggir jalan utama, Kuroki melihat seekor kucing liar yang masuk ke dalam taman, tanpa ragu, dia langsung melangkah ke sana untuk mengejarnya.


"H-Hey, Kuroki!"


Aku pun buru-buru mengikutinya ke dalam taman.


Kuroki kemudian berjongkok dan, dengan gerakan yang sudah terlihat begitu terbiasa, dia bersuara 'nya nya', berusaha memanggil kucing itu agar mendekat.


Seekor kucing calico yang gemuk dan bulat.


Dari penampilannya saja, sulit untuk menyebutnya lucu.


Tapi, bahkan dengan kucing yang seperti itu, Kuroki tetap bisa dengan mudah menarik perhatiannya dan mulai membelainya dengan lembut.


"Kuroki apa kau suka kucing?"


Tanyaku sambil berjongkok di samping Kuroki yang sedang bermain dengan kucing itu.


"Hmm... Kalo harus memilih antara Ryota-kun atau kucing, mungkin aku lebih suka kucing."


A-Apa!? Aku kalah dari seekor kucing!?


"Ah, wajahmu kelihatan kecewa."


"Aku tidak merasa kecewa! Tentu saja tidak!"


"Ryota-kun, apa kau cemburu pada kucing? Atau mungkin... Ryota-kun kau ingin aku mengelus perutmu juga?"


"Tentu saja tidak!"


Sebenarnya, aku justru ingin melihat pusarnya... Tapi pikiran tidak senonoh itu hanya kusimpan dalam hati.


"Fufu. Tapi bagiku, kucing itu… spesial


"Spesial?"


"Iya... Dulu aku pernah memelihara kucing. Tapi dia sudah mati."


Tiba-tiba pembicaraannya jadi berat... Apa aku baru saja menginjak ranjau?


"Tapi berkat kucing itu, ada satu hal istimewa lainnya yang lahir. Karena itu, aku sangat berterima kasih padanya, dan aku sangat menyukai kucing."


Satu hal istimewa lainnya...? Aku tidak terlalu mengerti, tapi sepertinya misteri tentang Kuroki justru semakin bertambah.


"Hei, Kuroki. Aku tahu kau suka kucing, tapi sudah itu cukup, kan? Ayo kita pulang."


Aku mencoba membujuknya, karena sejak tadi Kuroki terus saja mengelus perut kucing itu.


"Ryota-kun... Apa kau cemburu karena aku hanya terus memperhatikan kucing ini?"


"Bukan itu! Hanya saja...hari ini banyak hal terjadi, aku sudah cukup lelah. Lagipula, kau juga pasti lelah setelah latihan atletik, kan?"


"Itu...mungkin benar juga."


Setelah aku mengingatkannya, akhirnya Kuroki berdiri.


"Sampai jumpa, kucing kecil."


Dengan sedikit enggan, dia memberikan elusan terakhir sebelum dia mulai berjalan.


Kuroki memang aneh.


Biasanya, dia selalu terlihat tenang, tidak terlalu ceria tapi juga tidak terlalu pendiam. Tapi, saat bersamaku, dia sering menunjukkan senyum lembut seperti ini.


Mungkin karena dia seorang perfeksionis, dia hanya ingin menarik perhatianku... Tapi apakah benar hanya itu alasannya?


"Ngomong-ngomong soal kucing yang tadi kau ceritakan, apa maksudmu dengan 'satu hal istimewa lainnya yang lahir'?"


"...Apa kau ingin tahu?"


"A-ah, iya. Aku jadi penasaran."


Kuroki memiliki kebiasaan (atau sesuatu seperti itu) untuk mulai berbicara dengan cara yang seolah memiliki makna mendalam, tapi kemudian dia menghentikan ceritanya di tengah jalan. Karena itu, kalk aku tidak menanyakannya sekarang, cerita ini pun akan tetap menjadi misteri.


Kuroki mengangguk pelan, lalu mulai berbicara dengan tenang.


"Saat aku masih SD, aku punya kucing peliharaan yang tiba-tiba jatuh sakit. Kami membawanya ke dokter hewan yang terkenal handal di kota sebelah."


Oh, jadi kucing yang dia bicarakan tadi—kucing yang sudah mati—adalah kucing yang satu ini.


"Pada akhirnya, berkat dokter hewan itu, kucingku cepat sembuh dan masalah penyakitnya terselesaikan. Tapi... masalahnya terjadi saat perjalanan pulang."


"Perjalanan pulang?"


"Kau tahu tempat parkir bertingkat besar di depan stasiun kota sebelah, kan? Saat ibuku sedang memindahkan mobil ke sana, kucingku yang sudah kembali sehat itu tiba-tiba melompat keluar dari jendela mobil."


"A-Astaga, itu sangat gawat."


"Iya. Itu sebabnya aku menjadi sangat panik dan menangis saat mencari kucing itu bersama ibuku. Ada mobil yang terus berlalu-lalang dari atas ke bawah di tempat parkir bertingkat itu. dan kupikir kucing itu mungkin sudah tertabrak di suatu tempat...tapi..."


Kuroki menatapku lekat-lekat.


A-apa, kenapa tiba-tiba dia menatap seperti itu...?


"Seorang anak laki-laki muncul di hadapan ku dan ibuku."


"Anak laki-laki...?"


"Dia membawa kucing peliharaanku di bahunya, sambil makan wafer dengan tangan kanannya, dan di tangan kirinya dia memegang kantong berwarna biru."


"Cukup... lihai juga anak itu."


"Fufu, benar. Tapi bagiku, dia terlihat sangat keren."


Kuroki menutup mulutnya dengan tangan, dia tersenyum kecil seolah mengenang kejadian itu.


T-tidak, bukankah itu sama sekali tidak keren...?


"Anak itu datang ke kota sebelah karena urusan ibunya... Setelah mengembalikan kucingku, dia segera pergi tanpa mengatakan banyak hal, jadi aku tidak sempat mengetahui namanya. Tapi justru karena sikapnya yang tidak banyak bicara itu, dia terlihat begitu keren dan cool."


Itu yang disebut cool? Sepertinya selera Kuroki agak berbeda...


"Itulah alasan kenapa anak laki-laki itu adalah salah satu hal yang spesial bagiku. Bagaimana? Apa sekarang semuanya terasa lebih jelas bagimu?"


"Ah... Terima kasih sudah menceritakannya."


"....Hanya itu saja?"


"Eh? U-uh, ya."


Sambil berbicara, kami terus berjalan hingga akhirnya rumah besar keluarga Kuroki mulai terlihat.


"....Ryota-kun, kalo kau membiarkanku pergi begitu saja, kau mungkin akan menyesal nanti."


"Itu maksudmu—"


"Terima kasih sudah mengantarku. Menyenangkan membicarakan berbagai hal di kencan jalan-jalan kita."


Kuroki membuka gerbang menuju rumahnya, lalu melangkah masuk.


"Aku juga akan mengirimimu foto ku hari ini juga♡"


Sambil menoleh ke belakang dengan gaya kemiringan kepala yang dramatis, Kuroki melemparkan sebuah kedipan padaku sebelum akhirnya dia menghilang ke dalam rumah besar itu.


Aku tidak bisa mengatakan 'Itu tidak perlu' dalam situasi seperti ini... 


Apa aku memang hanya seorang pria mesum pada akhirnya...? 


Meskipun, kurasa itu bukan sesuatu yang baru lagi bagiku.  



Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال