> CHAPTER 4—SARAN HIYODORIBANA SENSEI JUGA TIDAK BURUK

CHAPTER 4—SARAN HIYODORIBANA SENSEI JUGA TIDAK BURUK

 Kamu saat ini sedang membaca Tensai Hiyodoribana Sensei no Oshigoto volume 1 chapter 4. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw.  






Liburan musim panas tahun pertama SMA hampir berakhir.

Pada hari itu, Utsugi datang ke sekolah pada siang hari untuk proyek klub sastra super.

Di lantai ruang klub yang ber-AC, mereka membentangkan kertas gulung yang disambung-sambung. Mereka bertiga, anggota klub, sedang melukis gambar dedaunan musim gugur.

Utsugi mendapatkan ide untuk proyek ini lima hari sebelumnya.

"Musim panas tahun ini juga terlalu panas, dan meskipun liburan musim panas berakhir, tetap saja cuaca masih akan panas. Jadi, mari kita membuat semua orang merasa sedikit lebih sejuk. Kita buat lukisan besar bertema musim gugur, dan tulis dengan huruf besar 'Musim Gugur Dimulai Hari Ini,' lalu kita gantung dari jendela ruang klub pada pagi hari pertama sekolah, bagaimana menurut kalian?"

Begitulah dia mengusulkan idenya.

"Idenya bagus sih, tapi kalau soal proyek menggambar, Utsugi kau tidak bisa begitu banyak membantu, ya..."

Fujihakama sempat mengeluh begitu saat Utsugi mengajukan usul itu, tapi sekarang dia ikut berpartisipasi tanpa masalah.

Waktu telah berlalu cukup lama, dan jam menunjukkan pukul 17.30. Meskipun begitu, cuaca di luar hampir sama terangnya dengan siang hari. Suara jangkrik yang nyaring terdengar bahkan dari balik jendela yang tertutup rapat, benar-benar menunjukkan suasana musim panas. Saat pintu geser ruang klub dibuka, Utsugi dan teman-temannya menghentikan pekerjaannya. Pengunjung itu adalah seorang siswa laki-laki.

"Ah, ternyata kalian masih di sini. Baguslah, Utsugi."

Sambil memandang kembali ke kertas gulung, Utsugi berkata,

"Maaf, saya tidak tahu Anda siapa, tapi kami sedang berlatih klub sekarang..."

"Itu aku, Odamaki! Kau tahu itu!"

Ternyata itu adalah Odamaki, teman sekelas Utsugi.

Utsugi menghela napas.

"Ada apa?"

"Jangan lihat aku dengan wajah jijik begitu. Kita kan teman."

"Teman kah... Yah, aku tidak punya... Atau lebih tepatnya, aku tidak terlalu menyukaimu..."

"Kau luar biasa bisa mengatakan itu langsung kepada teman sekelasmu. Ada hal penting yang ingin kubicarakan. Bisakah kau meluangkan waktumu sebentar?"

"Kalo aku bilang tidak, kau pasti tetap akan berbicara."

"Ini urusan penting. Karena aku tidak punya kontakmu Utsugi, awalnya aku berpikir untuk menitip pesan lewat seseorang yang tahu kontakmu. Tapi sepertinya itu tidak akan berhasil. Jadi, aku pikir mungkin kau ada di sini."

Odamaki masuk ke ruang klub dan duduk di salah satu kursi yang berjejer di sepanjang dinding. Dia duduk diam seperti patung sambil memainkan ponselnya di sebelah Tachibana.

"Kau tahu kan, pagi ini klub sepak bola mengadakan pertandingan persahabatan? Setelah itu, beberapa anggota yang akrab dan beberapa teman mereka mengadakan semacam pesta kecil. Aku juga diundang. Lalu, kami memutuskan untuk mengadakan acara kembang api sebagai kenangan terakhir liburan musim panas. Nah..."

Odamaki berbicara dengan gaya bertele-tele.

"Kau juga mau ikut, Utsugi?"

"Tidak mau. Sampai jumpa di kelas pada semester baru."

"Keputusanmu terlalu cepat... Mungkin kau salah paham, jadi aku beri tahu. Ayame dan Fujihakama-senpai juga boleh ikut."

Tachibana tiba-tiba bertanya dengan wajah penuh antusias.

"Kalau aku gimana?"

"Sensei tidak boleh..."

"Utsugi-kun, kau tidak perlu ikut. Odamaki-kun, sampai jumpa di sekolah semester baru. Cepat pergi dari sini."

Tapi, Odamaki tidak pergi. Dengan wajah yang tampak serius, dia memulai pembicaraan penting.

"Baiklah, aku akan bicara terus terang. Utsugi, kau tahu Yamabuki, kan?"

"Yah, tentu saja. Kami sekelas."

"Ya, dan mungkin kau belum tahu, tapi kakak perempuan Yamabuki yang lima tahun lebih tua darinya itu sangat seksi! Aku pernah melihatnya saat festival sekolah."

Utsugi saling bertatapan dengan Ayame dan berkedip beberapa kali.

Odamaki mengepalkan tangannya di atas lututnya.

"Aku... Utsugi, aku ingin sekali bisa berkencan dengan kakaknya. Aku ingin dia mengajariku banyak hal dengan sangat rinci! Yamabuki juga ikut di acara pesta tadi, jadi aku memohon padanya. Aku meminta agar dia mengajak kakaknya ke acara kembang api. Tapi Yamabuki mengajukan syarat. Kau belum sadar? Yamabuki menyukaimu, Utsugi. Dia berkata kalo kau tidak hanya tampan, tapi juga memiliki banyak kelebihan. Dia bahkan memuji wajah, mata, hidung, bibir, bentuk wajah, dan tanganmu..."

Fujihakama mengerang dengan ekspresi tak nyaman.

"Terlalu berlebihan melihat dari penampilan fisik."

"Yamabuki bilang kepadaku, 'Odamaki kan dari kelas khusus, kau teman sekelas Utsugi, kan? Kalo kau bisa membawakan Utsugi, aku juga akan membawakan kakakku untukmu.'"

"Hah? Odamaki-kun, ingat ini baik-baik, perempuan yang menggunakan orang lain seperti itu benar-benar busuk dari dalam hatinya. Itu perempuan yang memanfaatkan orang lain."

"Aku paham, Fujihakama-senpai. Yamabuki memang perempuan yang licik dan meyebalkan. Tapi... tetap saja! Kakaknya itu adalah 'sexy dragon'! Aku sangat ingin mendekatinya...! Bagaimana, Utsugi, anggap saja ini sebagai bantuan untuk cinta murni teman sekelasmu...!"

"Ugh... nafsu teman sekelas..."

Fujihakama semakin menunjukkan reaksi tidak suka.

Utsugi mengerutkan kening.

"Aku bilang, aku tidak mau pergi."

Ayame, yang tampaknya sudah menduga jawaban itu, tampak setuju. Tapi, Fujihakama tampak sedikit ragu dengan jawaban Utsugi.

"Utsugi, kau terlihat seperti tipe orang yang akan mengayunkan kembang api ke sana kemari."

"Mau bagaimana lagi ketika aku mendengar cerita Odamaki tidak membuat otakku bereaksi. Kalo ini proyek yang dipikirkan oleh orang lain selain aku, Ayame, atau Fujihakama, dan aku sama sekali tidak tertarik, rasanya sulit sekali. ... Odamaki, pesta kembang api itu mulai sore, kan?"

"Ya, tapi bukan cuma itu. Rencananya kita akan karaokean dan bermain dari siang, makan bersama, lalu mengakhiri hari dengan pesta kembang api. Hari yang sempurna!"

"Kalo begitu, aku makin tidak mau ikut. Siang hari aku ingin melanjutkan proyek ini agar selesai tepat waktu sebelum hari pertama sekolah, dan sore harinya aku sudah ada janji dengan nenekku."

Odamaki bertanya.

"Janji apa?"

"Nenekku sekarang tinggal di panti jompo untuk menjalani rehabilitasi. Pasti dia merasa kesepian, jadi aku mengunjunginya beberapa hari sekali. Besok aku juga sudah janji untuk datang sore-sore. Jadi, secara fisik aku tidak bisa ikut."

"Eh... itu sebenarnya tidak masalah kan!? Kau bisa saja menundanya jadi lusa, dan tidak ada masalah sama sekali!"

"Bisa saja aku menundanya jadi lusa, tapi aku ingin bertemu nenekku. Sedangkan untuk bermain dengan kalian, aku sama sekali tidal tertarik..."

"Utsugi kau punya kekuatan mental yang luar biasa ya?" 

Fujihakama mengatakan itu dengan nada kagum. Bagi Utsugi, dengan ini pembicaraan sudah selesai. Dia melambaikan tangan ke arah Odamaki dan kembali ke pekerjaannya. Tapi, pandangannya segera tertarik kembali. Sebab, Tachibana tertawa riang, "Hahaha," seolah sedang menikmati sesuatu yang sangat lucu.

Saat Utsugi berbalik ke arah Odamaki, dia pun terkejut.

Fujihakama berteriak kecil, "Ugh," dan Ayame juga tampak membeku karena terkejut. Hanya Tachibana yang terlihat sangat senang.

"Otsugi, lihat ini!"

Ternyata Odamaki turun dari kursinya, dan sekarang dia sedang bersujud dengan kepalanya menyentuh lantai, melakukan 'dogeza.'

[TL\n: Dogeza (土下座) adalah tindakan berlutut dan membungkuk sangat rendah hingga kepala hampir menyentuh tanah atau lantai, yang merupakan salah satu bentuk penghormatan atau permintaan maaf yang sangat dalam dalam budaya Jepang. Tindakan ini digunakan untuk menunjukkan rasa penyesalan yang mendalam, permintaan maaf yang tulus, atau rasa hormat yang sangat besar terhadap seseorang yang dianggap memiliki status atau otoritas lebih tinggi.]

Utsugi sendiri belum pernah melihat dogeza yang seserius ini sebelumnya.

"Odamaki, kau ini..."

"Aku tidak merasa malu! Inilah yang disebut cinta sejati... Manusia, demi cinta sejati, kadang harus rela mengorbankan harga diri! Ayo, Utsugi, kumohon!"

"...Aku tetap tidak akan pergi."

"Kumohon, kumohon!"

"... Serius? Aku sudah lama sekali tidak merasa jijik dengan orang lain. Kau tidak punya perasaan sedikit pun soal harga diri?"

"Tidak apa-apa meskipun memalukan! Justru dengan melakukan hal memalukan ini, aku merasa keren! Utsugi-san, tolonglah! ...Oh iya, Ayame!"

Sambil masih bersujud, Odamaki berbalik ke arah Ayame, yang langsung terkejut.

Dengan nada kebingungan, Ayame bertanya.

"Apa... apa itu?"

"Kau bawa Hp, kan? Tolong rekam aksi dogeza ini."

Ayame tampak kebingungan, seolah melihat makhluk asing yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

"Kenapa? Apa yang sedang kau bicarakan? Kau baik-baik saja?"

"Rekam seluruh aksi dogeza ini! Kepalaku yang pernah mendapat rata-rata nilai ujian akhir semester pertama 93 poin ini, kini sedang terhempas di lantai ruang klub yang kotor ini...! Kalo kau rekam dan tunjukkan ini, mungkin Yamabuki akan tersentuh hatinya, meskipun Utsugi tidak ikut! Aku ingin kenangan manis di akhir musim panas! Aku ingin bermain dengan si 'sexy bunny'...! Ayame!"

Odamaki, sambil terus menempelkan kepalanya ke lantai, kembali memohon kepada Ayame.

"Cepat rekam!"

"Ti... tidak, aku tidak mau..."

"Tolong, sekali saja!"

"Ah..."

Ayame berkeringat dan dalam kesulitan. Fujibakama, sebaliknya, memiliki wajah yang mengatakan, "Orang ini luar biasa." Tachibana sepertinya akan mulai mengambil gambar dengan Hp-nya.
 
Kebetulan pada saat itu, kicauan puluhan Tsukutsukuboushi yang sudah lama berkicau, semuanya terhenti. Suara AC. Ini akhir musim panas. Selama liburan musim panas ini juga, Utsugi menyuruh Ayame dan Fujibakama menemaninya dan melakukan apapun yang dia inginkan. Berkat mereka, kemarin dia berhasil menyelesaikan satu cerita pendek. Dia juga sudah punya banyak cerita untuk dibagikan kepada neneknya.

[TL\n: Jangkrik pejalan kaki (ツクツクボウシ, Tsukutsuku-boushi) adalah nama dalam bahasa Jepang untuk serangga jangkrik Meimuna opalifera. Nama ini diberikan karena suara yang dihasilkan serangga ini. Serangga ini sering terlihat dari suaranya yang berdenging dan perlahan menghilang.]

Utsugi menghela napas panjang, lebih besar dari sebelumnya.

"Baiklah."

"Hah?"

Odamaki mengangkat wajahnya.

Utsugi berkata. 

"Oke, aku akan ikut. Asalkan Ayame dan Fujibakama juga ikut."

"Serius?" 

Ayame berkata dengan nada terkejut. Dia tahu betapa jarangnya Utsugi mau melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin dia lakukan.

Utsugi tersenyum pahit dan menunjuk Odamaki, yang masih terdiam, dengan ibu jarinya.

"Itu terlalu memalukan bahkan untukku."

"Yah, benar juga. Aku juga, sejujurnya, tidak mau membuang-buang memory Hp ku hanya untul merekam dogeza itu..."

"Yesss!!" 

Odamaki berdiri dan berteriak. Fujibakama, yang awalnya tidak terlalu antusias, malah bergumam, "Hmm, jadi kita akan main kembang api ya." Sementara itu, Tachibana, mungkin karena merasa tidak ada hubungannya, terlihat tidak senang dan mendengus. Benar-benar guru yang tidak layak.
 
Sambil mendengar suara Tsukutsukuboushi yang kembali ribut, Utsugi berpikir, sebaiknya dia menghubungi neneknya untuk memberitahukan kalo dia akan datang lusa, bukan besok. Neneknya pasti tidak akan marah, dan memang begitu.

Setelah Utsugi mengirim pesan ke Hp neneknya, beberapa menit kemudian dia mendapat balasan.

Baiklah, tidak apa-apa. Jangan khawatir, bersenang-senanglah. Nenek akan menunggu besok lusa. Nenek juga sebentar lagi bisa pulang ke rumah.

Dan pada hari berikutnya, Utsugi akhirnya ikut bermain bersama Ayame dan yang lainnya dari siang hari. Dia melakukan berbagai kegiatan yang menurutnya membosankan bersama orang-orang yang sama sekali tidak menarik minatnya, dan seperti yang sudah diduga, tidak ada yang meninggalkan kesan mendalam.

Saat acara kembang api dimulai, Utsugi merasa muak dengan Yamabuki yang terlalu sering melakukan kontak fisik, dan Odamaki mengalami penolakan pahit dari 'Sexy bunny'. Selain itu, proyek 'Selamat Datang Musim Gugur' juga tidak selesai. Dengan hasil seperti itu, Utsugi merasa sudah cukup menyesal karena memenuhi permintaan Odamaki.

Tapi, itu bukanlah akhir dari semua hal.

Keesokan harinya, tepat di hari terakhir liburan musim panas.

Ketika Utsugi sedang bersiap makan siang dengan ramen instan buatannya sendiri dan berpikir untuk segera pergi ke klub, ibunya, yang sedang libur kerja, menerima panggilan telepon dari panti jompo. Ibu Utsugi, yang tampak bingung, mengangkat telepon.

"Eh? Ada apa ya?" 

Utsugi masih ingat jelas bagaimana wajah ibunya berubah drastis setelah menerima kabar itu.

"Ya, terima kasih atas kabarnya, maaf merepotkan... Apa? ...Benarkah...? Baiklah, kami akan segera ke sana. Rumah sakitnya di mana? ...Baik, saya mengerti. Terima kasih."

Ibu Utsugi menutup telepon dan menatap Utsugi dengan wajah pucat.

"Itsuki, nenekmu pingsan dan dibawa ke rumah sakit."

Pingsan? Apa dia jatuh? Itu adalah pikiran pertama yang terlintas di benak Utsugi, meskipun dia tahu, dari ekspresi ibunya, kalo masalahnya bukan sekadar itu.

"Kondisinya sangat kritis... ini sangat berbahaya." 



Sesampainya di rumah sakit, Utsugi dan ibunya diperbolehkan menemui nenek mereka yang berada di ruang perawatan intensif. Hal pertama yang Utsugi rasakan saat berada di samping neneknya adalah bau darah yang sangat menyengat, mirip dengan bau ketika membersihkan isi perut ikan. Bau dari dalam tubuh.

Aroma itu, serta penampilan neneknya yang terbaring koma di ranjang, memberi gambaran nyata tentang kematian yang seolah semakin mendekat.

Utsugi berbicara pada neneknya, menggenggam tangannya, mengelus pipinya, dan setelah itu dokter memanggil mereka.

Bersama ibunya, Utsugi mendengarkan penjelasan dokter. Ada pendarahan di bagian batang otak, dan operasi sangat sulit dilakukan, serta tidak akan memberikan banyak hasil. Ibunya memohon kepada dokter, berulang kali bertanya kenapa ibu mertuanya, yang tekanan darahnya tidak terlalu tinggi, bisa mengalami kondisi seperti itu. Tapi Utsugi mengerti, seberapa keras pun mereka berusaha, penjelasan dokter pada dasarnya hanya mengatakan satu hal—neneknya tidak beruntung, dan tidak ada yang bisa dilakukan untuk menyelamatkannya.

Tak lama kemudian, ayah Utsugi juga datang setelah pulang kerja lebih awal. Dia menemani ibu Utsugi untuk masuk kembali ke ruang perawatan intensif. Tapi, kali ini Utsugi memilih untuk tidak ikut. Dia berjalan keluar dari ruang gawat darurat yang dekat dengan ruang perawatan intensif, dan menghubungi Ayame.

"Maaf, aku tidak bisa datang ke klub hari ini."

Setelah meminta Ayame menyampaikan pesan itu ke Fujibakama, Utsugi menutup telepon dan duduk bersandar di dinding.

Dia sempat berpikir untuk kembali ke ruang perawatan intensif, tapi dia tidak punya cukup kekuatan untuk melakukannya. Sejujurnya, dia merasa takut.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Utsugi merasakan ketakutan yang begitu besar akan sesuatu.

Meskipun Utsugi paham dengan akalnya kalo tidak ada lagi harapan, entah bagaimana manusia akan tetap berdoa untuk sebuah keajaiban sampai saat terakhir. Tapi melihat kondisi neneknya, Utsugi tahu kalo keajaiban itu tidak akan datang. Dan menghadapi kenyataan itu membuatnya merasa sangat takut.

Entah berapa lama dia duduk di sana. Meski berada di bawah naungan atap beton, kelembapan yang tinggi membuat udara terasa sangat panas dan menyesakkan.

Keringat yang mengucur terasa mengalir di bawah pakaian dalamnya. Suara Tsukutsukuboushi terdengar di sekitar. Seekor lebah besar melintas di dekat telinga Utsugi dengan suara dengungan keras.
 
Utsugi termenung, berpikir ingin berbicara dengan neneknya. Sudah lama neneknya belum membaca cerpen baru yang baru saja ia tulis.

Lalu, tiba-tiba dia teringat sesuatu.

...Kemarin.

Jika kemarin dia pergi menemui neneknya, bukankah dia bisa berbicara dengannya?

Sekarang, tidak peduli seberapa besar keinginannya, seberapa banyak uang yang dia habiskan, seberapa keras usahanya, seberapa besar pengorbanannya, dia tidak akan pernah bisa lagi berbicara dengan neneknya. Itu adalah keinginan yang tidak mungkin terwujud.

Tapi, andai kemarin Utsugi bertindak sesuai rencananya──.

Tanpa perlu banyak usaha, keinginannya akan terwujud.

Tentu saja, itu tidak akan mengubah kondisi neneknya. Dalam setengah hari, bahkan efek kecil seperti Butterfly Effect pun tidak bisa diharapkan. Hasilnya tetap sama: neneknya berada di ruang perawatan intensif, menunggu kematian yang mungkin datang dalam hitungan menit, jam, atau hari.

[TL\n: Butterfly Effect intinya tu suatu kejadian kecil bisa berdampak besar untuk masa depan.]

Tapi begitu, Utsugi setidaknya bisa berbicara dengan neneknya sekali lagi.

Dia bisa memperdengarkan satu cerita lagi kepada neneknya.

Jika saja, seperti biasanya, dia melakukan apa yang ingin dia lakukan.

Tapi, karena dia kalah oleh permintaan spontan dari teman sekelasnya, dan berpikir mungkin sesekali tidak masalah mengikuti kemauan orang lain, Utsugi melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya, mengabaikan hatinya sendiri, dan membuang-buang harinya.

Dunia yang penuh dengan panasnya akhir musim panas terasa membeku.

Tubuhnya mulai gemetar. Apa ini? Ha ha, tawa kecil lepas dari bibirnya. 

Apa yang sudah kulakukan? Hahaha. Padahal aku sudah berjanji. Kemarin, aku sudah memutuskan untuk menemui nenek, hanya karena aku benar-benar ingin melakukannya. Itu adalah perasaan yang lebih penting bagiku daripada apa pun. Lalu, kenapa justru kemarin aku tidak melakukannya? Kenapa semua ini terjadi? Ahaha, betapa bodohnya aku, hahahaha──.

"──Utsugi!"

Seseorang memanggilnya dari taksi yang baru saja berhenti di tempat parkir ruang gawat darurat.

"Ayame?"

Utsugi mengira dia sedang bermimpi di siang bolong, dan menggosok matanya.

Tidak ada yang berubah. Ayame, yang terlihat panik, berlari ke arahnya. ...Dia benar-benar datang karena khawatir padaku, pikir Utsugi. Oh iya, rumah Ayame memang cukup dekat dari rumah sakit ini──. Utsugi membuka mulutnya, hendak mengucapkan sesuatu.

Tapi, yang keluar hanyalah suara yang tak berarti di hadapan sahabatnya.

"...Ah──"

Begitu Utsugi menyadari suaranya bergetar karena tangis yang tertahan, air matanya pun mengalir deras.

Emosi dan teriakan pun tumpah bersamaan.

"Ah, aaaaahhhhhhh────!!"

Utsugi sadar kalo berteriak di sini hanya akan mengganggu orang lain. Meski pikirannya berkata begitu, dia tidak bisa menahan diri. Dia pun merangkul Ayame dan menangis tersedu-sedu. Dengan tangan yang gemetar, Ayame memeluk punggung Utsugi sambil berkata, "Tidak apa-apa." Tidak apa-apa, tidak apa-apa──. Meskipun baik Utsugi maupun Ayame tahu kalo tidak ada yang benar-benar baik. Tapi, mungkin itu satu-satunya hal yang bisa dikatakan Ayame saat itu, dan bagi Utsugi, itu lebih baik daripada tidak mendengar apa pun.

Seperti yang diduga oleh dokter dan juga Utsugi, neneknya meninggal sekitar tiga jam kemudian. Tidak pernah membuka mata lagi, bahkan tidak memberikan reaksi sekecil apa pun.



Sinar cahaya tipis menembus sela-sela tirai anti cahaya dan menyentuh pipinya. Utsugi membuka matanya perlahan. Dia merasa seolah-olah baru saja bermimpi tentang Hiyodoribana, tapi ingatannya tentang mimpi itu dengan cepat hancur berkeping-keping dan tidak bisa dia ingat lagi.

Ini pagi hari di hari Sabtu. Udara yang agak gelap disebabkan oleh cuaca buruk. Utsugi meraih Hp di samping bantalnya. Semalam, dia begadang, dan sekarang dia bangun lebih siang dari yang direncanakan. Pesan dari Hiyodoribana sudah masuk dua jam yang lalu.

Hari ini aku akan berbicara dengan Fujibakama.

Hanya itu. Tidak ada keterangan tentang jam berapa, atau bagaimana dia akan berbicara dengannya. Utsugi bangkit dari tempat tidur dan meregangkan tubuh. Dia melirik tablet PC yang ada di meja. Alasan dia begadang adalah karena dia baru saja selesai membaca naskah revisi dari 'Ryuu no Kago Tsuri' dari awal hingga akhir.

...Penyesalan mendalam yang dialaminya pada akhir musim panas tahun lalu terasa seolah terukir di setiap sel tubuhnya.

Kesalahan semacam itu, pengalaman yang membuat dunianya terasa seperti terbelah, tidak akan pernah diulanginya lagi.

Dia tidak akan menyia-nyiakan waktu dan pikirannya untuk hal-hal yang tidak ingin dia lakukan atau yang dia anggap tidak menarik. Dia tidak akan menulis novel yang tidak bisa dia rasakan sebagai miliknya sendiri lagi, tidak akan pernah.


     ★★★


Hiyodoribana merasa gugup.

Akhir-akhir ini, dia merasa cemas memikirkan Fujibakama. Jika dia berpikir dari posisi Fujibakama, dia merasa seperti penghancur yang tak bisa disangkal.

Kemungkinan besar, dia telah merusak apa yang dianggap biasa oleh Fujibakama hanya demi kepentingan dirinya sendiri. Setelah mulai berpacaran dengan Utsugi, saat berbicara satu lawan satu dengan Fujibakama, dia merasa lega ketika Fujibakama menolak perasaannya terhadap Utsugi, yang sebenarnya hanya harapan semata.

Dia tahu kalo Fujibakama mungkin memiliki perasaan terhadap Utsugi.

Dia hanya ingin menghindari pertengkaran.

Dia terlalu bahagia dan tidak ingin memikirkan hal-hal yang tidak perlu. Tapi, kebiasaan manja ini mungkin telah menyebabkan Fujibakama terluka.

"Hiyo-chan."

Rumah Fujibakama benar-benar dekat dengan rumah Utsugi.

Keduanya adalah rumah pribadi, dan meskipun ada gang di antara keduanya, jaraknya mungkin hanya sekitar 7 atau 8 rumah.

Karena merasa kemungkinan ditolak, Hiyodoribana datang tanpa janji terlebih dahulu.

Yang menjawab interkom adalah ibunya, tetapi yang membuka pintu dan menyambutnya adalah Fujibakama sendiri. Kemudian dia dibawa ke kamar Fujibakama dan sekarang mereka duduk saling berhadapan di meja tengah. Rak buku yang tidak terlalu besar diisi 80% oleh manga, 10% oleh kamus dan sebagainya, dan 10 % terakhir oleh light novel dan buku-buku lainnya.

Hiyodoribana merasa tegang dan mempersiapkan diri.

"Ya."

Fujibakama bertanya.

"Kalo aku meminta untuk bertaruh pada Utsugi dan berkata, 'Jika aku menang, kau harus putus dengan Utsugi,' bagaimana?"

"... Gugh."

"Ini hanya bercanda, jadi jangan membuat wajahmu begitu cemas. Apa kau sedang berpikir untuk menerima tantangan?"

"... Tidak, tidak sama sekali. Maaf, aku hanya bingung tentang bagaimana menolak. Bahkan jika itu bukan bercanda, kemungkinan aku akan menerima tantangan yang mempertaruhkan posisi sebagai pacar Utsugi adalah nol."

"Kenapa? Bukannya kau tidak percaya diri, kan?"

"Ini bukan soal percaya diri atau tidak... Aku tidak ingin putus dengan Utsugi, dan hubungan antara aku dan Utsugi tidak ada hubungannya dengan tantangan antara aku dan Fujibakama. Cinta itu tentang perasaan orang-orang yang terlibat..."

"... Itu benar-benar argumen yang masuk akal. Tadi kau membuat suara gugh, tapi aku tidak bisa berkata apa-apa."

Fujibakama menghela napas dan menatap mata Hiyodoribana, sementara Hiyodoribana juga berusaha menatap kembali.

Aroma kopi yang dibawa oleh ibunya Fujibakama sangat harum. Melihat Fujibakama dari jarak dekat dan langsung setelah sekian lama, dia tampak sedikit kurus.

Membayangkan bagaimana perasaan Fujibakama sejak dia bergabung dengan Klub Sastra super dan berpacaran dengan Utsugi membuat hatinya sakit.

Tapi, meski begitu, meninggalkan kehidupannya bukanlah suatu pilihan.

Dari jendela, terdengar suara hujan.

... Setelah beberapa saat, Fujibakama tertawa. Tawa yang lemah, namun tidak berpura-pura, itu adalah tawa yang menghangatkan hati.

Hiyodoribana merasakan suasana tegang yang mengendur.

Fujibakama mengambil boneka kucing besar di atas tempat tidurnya. Boneka kucing itu adalah karakter dari anime yang baru-baru ini populer, yang sudah tentu diketahui Hiyodoribana.

Fujibakama memeluknya dan berkata.

"Maaf ya, Hiyo-chan."

"Kenapa kau minta maaf Fujibakama?"

"Aku mengerti. Sebenarnya. ... Hiyo-chan mungkin datang menemuiku karena karena kau merasa kalo aku terluka dan kau merasa kalo itu salahmu, tapi aku juga melakukan hal yang sama. Reaksiku mungkin telah melukaimu. Menurutku begitu. Aku harap kita bisa menganggap kejadian ramen yang mengenai wajah itu sudah selesai. ... Aku juga telah berkata hal buruk pada Utsugi."

"Utsugi tidak terlalu peduli."

"... Kalau begitu baguslah. Aku sempat berpikir untuk meninggalkan Klub Sastra super karena canggung, tapi sebenarnya aku juga menikmati klub itu, jadi aku tidak ingin pergi."

Pipi Hiyodoribana Uruka sedikit mengendur. 

"Itu akan membuat Utsugi tersenyum dan sangat bahagia jika dia mendengarnya."

"Itu sedikit membuatku frustrasi... Aku tidak bisa membuat Utsugi tertarik sebagai wanita, dan meskipun aku tidak punya peluang, untuk menang dari Hiyo-chan aku tetap menyukai Utsugi dalam berbagai arti...Menurutku Ayame adalah seorang orang yang baik, dan Hiyo-chan juga gadis yang baik, jadi aku menyukainya...tapi Tachibana benar-benar mustahil...!!"

"Aku juga menyukaimu Fujibakama, dan... Tachibana-sensei memang ketat."

"Benar, benar, tapi hanya karena penampilannya yang seperti orang dewasa yang menyegarkan, beberapa siswi kadang tertipu. Dulu ada siswi di kelas yang bertanya tentang Tachibana-sensei dengan nada romantis, dan aku bingung harus bagaimana..."

"Ya... aku juga bingung tentang apa yang harus dilakukan dalam situasi seperti itu..."

"Tachibana-sensei, tahun lalu, dia sempat bercerita dengan semangat tentang betapa menawannya kostum cosplaying seorang gadis SMA bernama Marin-chan yang dia temui di bar cosplay, kan? Ini benar-benar bisa membuat dia dipecat dari jabatannya!"

"Wow, keras banget...Tapi, jika dia punya banyak cerita seperti itu, bukankah itu mempermudah untuk mengancamnya agar kita bisa menggunakan mobilnya saat kita membutuhkannya untuk kegiatan klub?"
 
"Ah, Hiyo-chan kau ternyata cukup licik juga, ya. ...Hmm, sebenarnya, aku memang menyukai kegiatan Klub Sastra super ini. Meskipun aku mencoba untuk tidak memikirkan perasaan cintaku, berada di sekitar Utsugi tidak pernah membosankan. Meskipun seringkali membuatku heran, tapi itu tetap menyenangkan... Yah, mungkin aku butuh waktu untuk menerima semua ini."

Fujibakama menghela napas dengan keras.

"Jadi, sebenarnya, kalo aku sangat menyukai Utsugi sampai-sampai merasa hancur, seharusnya aku sudah melakukan sesuatu sebelum Hiyo-chan muncul. Tidak peduli hasilnya, aku bahkan tidak melakukan itu, jadi aku tidak punya hak untuk mengeluh. Ini adalah hasil dari tindakanku sendiri. Semua ini hanya kecemburuanku terhadap Hiyo-chan...Ah!"

Fujibakama memeluk boneka dengan erat seolah-olah ingin menghancurkannya.

Suaranya terdengar tulus, bukan sekadar berpura-pura.

"Aku merasa malu karena aku melampiaskan kemarahanku pada orang lain di sekitarku!"

Ekspresi saat itu kembali seperti biasanya.

Hal ini sedikit menenangkan Hiyodoribana. Tapi, tidak sepenuhnya. Fujibakama tampak lebih tenang dan seperti sudah meresolusi masalahnya, tapi Hiyodoribana merasa berbeda. Dia tidak berniat menyelesaikannya hanya dengan percakapan.

Hiyodoribana ingin membuat Fujibakama benar-benar memahami.

Perasaan cintanya ini bukan hanya tentang bersenang-senang berdua, tetapi juga sesuatu yang sangat penting bagi Hiyodoribana dan Utsugi.

Ketegangan Hiyodoribana berasal dari kenyataan kalo, meskipun dia yakin sebagai Hiyodoribana-sensei, penilaian terhadap karya tetap didominasi oleh subjektivitas. Bahkan jika Hiyodoribana merasa karyanya sangat menarik, banyak pembaca bisa saja tidak setuju dan karya tersebut bisa saja gagal terjual. Sebaliknya, hal yang sama berlaku jika karya tersebut dianggap buruk oleh sebagian orang. Hiyodoribana menyadari kalo ketidakcocokan pandangan tersebut tidak selalu berarti Hiyodoribana benar.

Hiyodoribana meraih tasnya.

Dia merasa jantungnya berdegup kencang, seperti saat menunggu hasil seleksi akhir untuk 'The Funeral Story'— atau bahkan lebih. ...Karena ini adalah pertama kalinya karyanya akan dilihat oleh orang lain selain Hiyodoribana dan Utsugi.

"Fujibakama, aku punya satu permintaan."

Saat Hiyodoribana mulai berbicara, Fujibakama langsung mengangguk tanpa menunggu penjelasan.

"Aku membuatmu khawatir, jadi aku akan melakukan apa pun yang diminta Hiyo-chan dariku."

Kemudian Hiyodoribana menambahkan dengan senyum nakal.

"Tapi aku juga punya permintaan, jadi mari kita barter."

"Apa permintaan Fujibakama?"

"Aku sudah berusaha membayangkannya berkali-kali, tapi aku tidak bisa. Gambaran cintaku dengan Utsugi tidak benar-benar nyambung di kepalaku...Tapi Hiyo-chan, pasti pernah melihat Utsugi kehilangan senyum sok kuasanya dan wajahnya memerah serta matanya berkeliaran sekali, kan?"

Tanya Fujibakama dengan nada yang agak misterius dan nakal.

"Bagaimana ekspresi Utsugi saat dia merasa cemas dalam cinta? Ceritakan padaku."

Permintaan itu membuat ketegangan Hiyodoribana mereda.

Saat mengambil naskah dari tasnya, dia menjawab.

"—Ah, baiklah."

Akhirnya, Hiyodoribana bisa tersenyum.

★ ★ ★

Ibunya Fujibakama menjawab interkom, dan dari ucapannya yang mengatakan, "Oh, Utsugi-kun juga," bisa disimpulkan kalo Hiyodoribana memang sudah datang terlebih dahulu.

Setelah diundang masuk, Utsugi berjalan menuju kamar Fujibakama sendirian, dan meskipun dia tidak ingin mengakuinya, ada sedikit rasa tegang. Dia tidak yakin kata-kata apa yang tepat untuk diucapkan pada Fujibakama.

Tapi, dia berniat menyampaikan perasaannya yang tulus, kalo kehadiran Fujibakama sangat penting bagi Klub Sastra Super, meskipun keputusan akhir ada di tangan Fujibakama. Utsugi ingin menyampaikan hal yang jujur dan tidak berpura-pura.

Setelah mengetuk pintu dan mendengar jawaban "Silakan masuk," Utsugi membuka pintu.

Utsugi merasa terkejut, bukan karena bertemu tatap muka dengan Fujibakama, tapi karena dia belum pernah masuk ke kamar ini sejak mereka naik ke tingkat SMA. Di tengah ruangan, di atas meja bundar yang tampaknya tidak berubah, ada tumpukan kertas fotokopi yang mencolok.

Di lembar pertama tertulis judul 'Ryuu no Kago Tsuri’. 

Senyuman kecil di wajah Hiyodoribana yang duduk di sudut ruangan dan tatapan Fujibakama yang tampak berbeda dari biasanya memberi petunjuk pada Utsugi kalo Fujibakama mungkin telah membaca versi revisi dari 'Ryuu no Kago Tsuri'. 

Saat itu, Utsugi merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

...Hmm? Apa ini? 

Rasanya campur aduk antara harapan dan kecemasan yang mengalir di dalam dadanya.

Apakah ini... dia merasa penasaran dengan apa pendapat Fujibakama tentang 'Ryuu no Kago Tsuri'?

Utsugi sendiri merasa bingung. Bahkan saat dia mempublikasikan novelnya di internet atau menerbitkannya di majalah klub, dia tidak pernah merasakan perasaan seperti ini.

Dia tidak pernah merasakan perasaan ini sebelumnya.

...Mungkin perasaan ini muncul karena Utsugi sendiri baru-baru ini membaca kembali 'Ryuu no Kago Tsuri' dan mulai merasakan sesuatu terhadap novelnya sendiri. Malam sebelumnya, Utsugi berpikir, "Hmm, novel ini..."

Kata-kata pertama Fujibakama menghilangkan kebingungan Utsugi.

"—Kalau kau bisa menulis seperti ini, kenapa kau tidak melakukanya dari awal saja!?"





Bachin!

Sebuah kejutan listrik menyambar otak Utsugi.

Bachin, bachin, bachin, seperti sekumpulan bunga yang bermekaran satu per satu.

Setiap percikan api itu, satu demi satu, memberikan warna baru dalam pandangan hidup Utsugi. Wajah setengah menangis Fujibakama yang berteriak, serta senyuman bangga Hiyoribana, semuanya adalah benih dari percikan tersebut.

Seluruh tubuh Utsugi merinding. Tubuhnya sedikit bergetar.

Fujibakama berteriak dengan nada protes.

"Ini menarik, bodoh! Meskipun karena ini ditulis oleh Utsugi ada sedikit keberpihakan, kalau dibandingkan dengan buku-buku bagus yang pernah kubaca, ini tidak kalah menarik! Johan itu keren, Nagi-chan sangat menggemaskan, meskipun gaya penulisannya terkadang sulit dibaca, tapi ceritanya terus membuatku merasa tegang dan penuh antisipasi! Jika Utsugi mempublikasikan karya seperti ini di majalah klub, pasti tidak akan ada guru atau siswa yang mengejek klub sastra lagi!”

...Aku tidak peduli. Penilaian mereka tidak penting. Aku hanya menulis sesuai dengan keinginanku.

Yang Utsugi rasakan hanyalah 'kesenangan', dan dia mengubahnya menjadi sebuah novel.

Itu sama sekali bukan kesombongan, melainkan murni dari hatinya.

Tapi...

"Jika saja kau tidak mendengarkan pendapat Hiyo-chan, kamu tidak akan bisa menulis seperti ini. Tapi jika kamu memiliki potensi dari awal, seharusnya kamu berusaha lebih keras!"

Utsugi tiba-tiba teringat. Komentar tunggal yang diterima saat pertama kali menerbitkan novelnya di internet, 'Umi wa afuremasen'. 

"Apa kau pernah membayangkan betapa sulitnya aku menahan kantukku saat membaca novel yang datar dan membosankan hanya karena itu tulisanmu, Utsugi...? Memang ada beberapa esai yang menarik, tapi novelnya, sungguh berat untuk dibaca!"

Belakangan, setelah Utsugi mengkonfirmasi dengan Hiyoribana, ternyata tulisan itu bukan miliknya. Itu adalah komentar yang ditulis oleh seseorang—seorang pembaca tak dikenal yang secara kebetulan menikmati novel Utsugi yang dianggap membosankan.

Sangat mengharukan! Aku menyukainya.

Ini adalah komentar pertama yang diterima Utsugi, selain dari neneknya, Fujibakama, atau Ayame.

Apa pada saat itu Utsugi merasakan sedikit kehangatan di hatinya?

Apa saat menatap layar, bibir Utsugi tanpa sadar sedikit tersenyum?

"Kau akan menulis komedi romantis tentang hubunganmu dengan Hiyo-chan, kan? Menjadi pasangan yang bodoh, saling pamer kemesraan, menikmati kegiatan klub yang konyol, dan merangkum semua itu dalam sebuah cerita, kan?"

Padahal, sebenarnya dia tahu perasaan itu mulai tumbuh, tapi dia sengaja menolak untuk memahaminya.

"Aku akan membantumu, jadi aku akan menantikan hasilnya. Maka cepatlah menyelesaikannya, dasar bodoh!!"

"Hai, Utsugi."

Tiba-tiba, aroma Hiyoribana tercium. Hiyoribana sudah berdiri di samping Utsugi. Dengan penuh kegembiraan dan senyuman ceria, seolah-olah dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, Hiyoribana berbisik.

Sesuatu yang kini tak bisa dibantah.

"Matamu berkilau, loh."

Api sudah menyala. Dalam sekejap, api itu menyebar dengan cepat dan tak dapat dipadamkan. Utsugi kini memahami hal-hal yang sebelumnya tidak dia sadari.

Di bagian terdalam hatinya, dia merasakannya. Tentu saja, dalam novel yang dia tulis sesuka hati, Fujibakama tidak mungkin mengucapkan kata-kata seperti itu.

Tidak mungkin menunjukkan ekspresi seperti itu.

Merinding. Utsugi menundukkan kepala. Tanpa sadar, sudut bibirnya sedikit tertarik ke atas. Dia merasa otaknya terhubung dengan dunia, seolah-olah ada aliran listrik yang menyatukan semuanya. Sel-sel otaknya membuka jalur baru. Salah satu dari kemungkinan tak terbatas telah terwujud. 

Utsugi merasa, sekarang dia pasti bisa menulis apa saja. Dapat menulis lebih baik lagi. Seperti memahat Pietà dari marmer yang kokoh, dia merasa dapat mengukir cerita dari dunia ini...

[TL\n: Pietà adalah sebuah istilah dalam seni rupa yang merujuk pada representasi Bunda Maria yang sedang memangku jenazah Yesus setelah penyaliban. Salah satu versi Pietà yang paling terkenal adalah patung karya Michelangelo yang berada di Basilika Santo Petrus, Vatikan.]

Karena itulah, dia ingin menulis 'Tensai Hiyodoribana Sensei no Oshigoto!!'

Baginya, itu adalah hal yang paling menyenangkan.

Utsugi mengangkat wajahnya dengan senyum segar dan menyuarakan ide yang tiba-tiba muncul.

"Kalau begitu, besok kita rayakan kembalinya Fujibakama dengan melanjutkan tur Menyusuri Neraka Ramen, Oke."

"Tidak, kami tidak akan melakukannya."



──── Eh, tunggu, bukankah novel ini sebenarnya menarik...?

Itulah yang Utsugi rasakan setelah membaca revisi dari 'Ryuu no Kago Tsuri' yang telah diselesaikannya.

Arah yang diberikan oleh Hiyoribana tidak diragukan lagi sudah tepat.

Semua saran, kritik, dan arahan yang diberikan begitu akurat.

Dibandingkan dengan versi sebelumnya, meskipun judulnya tetap sama dan inti cerita yang ingin ditulis Utsugi tidak tercemar, serta alur dasarnya mirip, hasilnya adalah karya yang berbeda.

Ada kaitan yang kuat yang tidak ada pada draf pertama. Ceritanya memiliki dinamika dan kejutan. Drama karakter-karakternya terasa lebih mendalam. Ada rasa empati terhadap tokoh utama, serta pertumbuhan yang nyata. Selain itu, ketika Utsugi mengingat proses menulisnya, dia merasa yakin akan sesuatu.

Saat menulis, Utsugi tidak pernah merasa bosan.

Artinya, dia menikmati prosesnya. ...Meskipun Fujibakama pernah marah besar di ruang klub sastra dan menyebutkan tentang nenek Utsugi, serta setelah interaksi yang terjadi di rumah Hiyoribana, perasaan senang saat menulis tetap tidak berubah.

Itulah kenyataannya.

★ ★ ★

"Gadis itu adalah mantan artis cilik ya. Memang benar, kalau dilihat langsung, dia terlihat lebih cantik dibandingkan saat di TV," 

Kata ibu Fujibakama yang baru saja masuk ke kamar dengan nada kagum.

"Ngomong-ngomong, Utsugi-kun sudah lama tidak datang ke rumah kita, ya... Eh, Kiriko, kenapa kau tampak kelelahan?"

Fujibakama, yang sedang memeluk boneka Mr. Norwegian Forest dari anime favoritnya belakangan ini, 'Maju! Gurun Kucing', hanya bergumam sambil tetap terbaring di lantai.

"Aku lelah... Jiwaku terkuras..."

"Eh, kenapa? Apa yang terjadi?"

"Anak muda juga punya banyak hal yang harus dihadapi."

Ibunya mengangguk dengan wajah seolah mengerti dan berkata, "Oh, begitu."

"Kiriko, kau sudah lama jatuh cinta pada Utsugi-kun, ya. Sepertinya kau ditolak, ya?"

"...Aku tidak pernah menceritakan hal itu pada Mama."

"Dari caramu bertindak, Mama bisa tahu kok... Lagipula, tidak ada yang namanya persahabatan antara laki-laki dan perempuan. Pasti begitu!"

Ibu Fujibakama berkata dengan nada yakin yang aneh.

"Meskipun ada banyak teman laki-laki dan perempuan di luar sana, tetap saja orang bilang persahabatan antara laki-laki dan perempuan itu tidak mungkin. Itu adalah bukti. Untuk persahabatan sejati, harus ada rasa hormat yang mendalam. Jika ada anak laki-laki yang benar-benar bisa membuatmu kagum, apakah menurutmu seorang gadis bisa tidak jatuh cinta padanya? Mama dulu semasa kuliah juga menghadapi situasi rumit gara-gara hal itu...!”

"...Ada benarnya. Aku juga penasaran apa yang terjadi pada masa lalu Mama. Tapi, aku tidak ingin mendengarnya sekarang, jadi bisakah Mama keluar sekarang?”

Ibu Fujibakama tertawa kecil sambil menyeringai.

"Selama kalian bermain di kamar, Mama tadi pergi berbelanja dan membawa pulang Sachertorte dan kue kering dari Pâtisserie Salamander. Tapi kalau kau tidak mau, ya tidak apa-apa juga."

"...Aku mau!!"

Gula adalah sumber kehidupan.

Tenaga dan semangat harus diisi kembali. Hari Senin nanti, kehidupan yang penuh kesibukan akan dimulai kembali.

★ ★ ★

Setelah keluar dari rumah Fujibakama, Utsugi berniat mengantar Hiyoribana hingga halte bus.

Mereka berjalan di sepanjang jalan yang masih basah sehabis hujan. Meski awan masih menyelimuti langit, suasana mulai terlihat cerah.

Utsugi melangkahi genangan air, lalu bertanya.

"Hiyoribana. Selain soal novel, apa lagi yang kau bicarakan dengan Fujibakama?"

"Tidak banyak, sejujurnya. Aku ingin memastikan Fujibakama mengerti maksudku, tapi ternyata itu tidak terlalu diperlukan. Dia sudah memikirkan semuanya sendiri, tanpa perlu bantuan dari anak kecil dua tahun lebih muda seperti ku... Ah, tapi ada satu hal menarik yang kami bicarakan."

"Hal menarik apa?"

"Tentang ekspresimu, Utsugi."

Hiyoribana tersenyum lebar.

Dia dengan tepat menembak sasaran kecil bernama rasa malu Utsugi.

"Waktu di rumahmu, saat aku hampir menjatuhkanmu di sofa..."

"....Ah, yang, itu."

Utsugi berusaha menjawab seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tapi, Hiyoribana tampaknya bisa menangkap sedikit rasa malu yang terpancar dari ekspresi Utsugi yang memalingkan pandangannya.

"Oh?"

Hiyoribana melangkah ke depan Utsugi, lalu berbalik menghadapnya sambil berjalan mundur. Sambil tersenyum lebar, dia melanjutkan.

"Setelah mengingatnya, kamu sedikit malu, kan? Wajar saja, karena itu adalah momen paling mendebarkan yang pernah kulihat dari Utsugi! Ekspresimu seolah-olah hampir kehilangan kendali, terpesona oleh segalanya tentangku. Saat itu aku berpikir, 'Mungkinkah dia menyukaiku?' dan..."

"Dan begitu kau menyadari perasaan itu, kau tidak bisa menahan diri dan langsung menciumku, kan?"

Rasa malu Hiyoribana bukanlah sasaran kecil sama sekali.

Dia langsung terdiam, terkalahkan oleh serangan balik Utsugi.

Entah bagaimana, langkah mereka berdua terhenti dengan sendirinya. Angin hangat berhembus pelan. Dari sarang burung walet di bawah atap sebuah toko kecil di tepi jalan, terdengar suara anak-anak burung yang hampir siap meninggalkan sarang. ...Utsugi memikirkan hal ini. Perasaan berada di samping Hiyoribana seperti ini. Perasaan ini. Hubungan ini. Ekspresi yang mereka bagikan.

Dunia yang hanya ada untuk mereka berdua.

Utsugi tahu Hiyoribana juga memikirkan hal yang sama, dan begitu pula sebaliknya.

"──Hei."

Hiyoribana memulai pembicaraan lebih dulu.

"Kalo kita berpisah begitu saja, apa kita akan merasa lega...?"

Utsugi menggelengkan kepalanya. 

"...Jujur saja, aku merasa tidak tenang. Sangat gelisah, sekarang."

"Kan? 'Ryuu no Kago Tsuri' sudah selesai, dan idenya sudah jelas, kan? Kalo begitu, kenapa kita tidak kumpulkan ide untuk logline-nya sekarang, mumpung kita sedang merasa berdebar-debar seperti ini? Berdua. Bersama-sama."

"Apa itu Logline?"

"Kalo begitu, aku akan menjelaskannya... Boleh kita melakukan itu di rumahmu? Tenang saja. Utsugi pasti bisa membuat logline dengan cepat. Aku bahkan lebih memahami kemampuan menulismu daripada dirimu sendiri. Percayalah pada arahanku?"

"Baiklah. Hiyoribana adalah editorku yang luar biasa."

"Jangan samakan aku dengan manusia pemalas seperti serangga kentut itu!"

Utsugi tertawa, lalu menggenggam tangan Hiyoribana. Hiyoribana menggenggamnya erat kembali.

Utsugi dapat merasakan dengan jelas panas yang membara di dalam hatinya, dan dari genggaman tangan itu, dia yakin Hiyoribana merasakan hal yang sama. Ah, Utsugi berpikir, sesuatu yang kini sudah menjadi hal yang wajar.

Hiyoribana sungguh menawan. Aku sangat menyukai gadis yang emosinya berputar-putar dengan warna yang begitu cemerlang ini.

Setiap gerak-gerik Hiyoribana tampak bersinar di mata Utsugi.

Perasaan itu terus memberikan Utsugi semangat. Seperti sambaran listrik yang semakin kuat.

Perasaan terhubung dengan dunia ini takkan segera sirna.


★★★



Logline.

Sebuah pernyataan singkat yang menggambarkan inti konflik dari cerita dan merangkum keseluruhan alur dalam satu kalimat, begitulah penjelasan Hiyodori Hana.

"Imajinasi tentang cerita biasanya sangat luas, sehingga pada awalnya penulis sendiri tidak bisa melihat gambaran keseluruhannya. Tapi, begitu diringkas dalam satu kalimat, kita bisa mengukur sejauh mana cerita itu bisa menarik perhatian pembaca."

Hiyodoribana berbicara dalam kamar sambil membingkai Utsugi dalam ruang imajinernya, menggunakan jari-jarinya seperti membuat frame.

"Aku menganggap logline sebagai cara untuk memberikan bentuk yang jelas pada ide-ide yang masih samar. Itu juga bisa menjadi panduan saat kita tersesat. Logline adalah jiwa dari cerita yang akan kita tulis."

Pada hari itu, logline yang dibuat berdasarkan karakter Hiyodoribana yang ingin Utsugi tulis, dan yang akhirnya disetujui oleh Hiyodoribana, berbunyi seperti ini:

"Sang protagonis, seorang penulis amatir yang menjabat sebagai ketua klub sastra yang sangat aktif. Sang heroin Gadis cantik yang jenius, yang juga seorang penulis sekaligus editor, berusaha merebut kendali klub, tapi adalah penggemar merepotkan yang menginginkan sang protagonis untuk memulai debutnya sebagai penulis profesional, tapi protagonisnya aneh.... dan malah si heroin malah terjebak dalam cinta yang tak terduga."

Cerita ini lebih difokuskan pada komedi daripada realita.

Tapi, seperti yang dikatakan Hiyodoribana, kalimat pendek itu memberi kerangka pada ide cerita yang selama ini masih samar. Judul 'Tensai Hiyodoribana Sensei no Oshigoto!' pun seolah-olah mendapatkan nyawa kecil sebagai sebuah cerita.

Setelah itu, bulan berganti dan setengah bulan berlalu hingga hari ini.



Ruangan Klub Sastra Super di Sore Hari.

Kata-kata Fujibakama yang samar-samar terdengar, "Eh, ini apa ini beneran tidak apa-apa?" sampai ke telinga Utsugi, dan mungkin juga terdengar oleh Hiyodoribana. Tapi, keduanya terlalu tenggelam dalam diskusi panas mereka hingga mereka tidak punya waktu untuk mempedulikan hal itu.

"Apa? Hiyodoribana, apa yang barusan kau katakan? Ulangi lagi."

"Begini, Utsugi, kita berdua kan sudah membahas logline komedi habis-habisan? Tapi aku tanya, apa maksudmu memasukkan bagian ini dalam plot?"

"Bagian ini? Maksudmu bagian yang mana? Daripada menunjukkan sikap kesal, lebih baik kau tunjukkan dengan jelas."

"Eh? Kau tidak megerti dari konteks pembicaraanku? Tentu saja aku berbicara tentang bagian aku dan wanita sialan itu—ibuku. Deskripsi tentang aku yang terluka karena wanita sialan itu bisa merusak suasana ceria komedi. Apa, kau berubah pikiran? Apa kau nau bilang kalau cinta kita tidak seperti itu gitu?"

"Kau tidak paham kenapa aku memasukkan bagian itu ke dalam plot? Bukankah kau sendiri yang sombong bilang kalau kau lebih mengerti tentang karyaku dibanding aku? Ada alasan jelas kenapa aku melakukan itu!"

"Oh? Benarkah? Alasannya apa? Katakan padaku. Coba yakinkan aku. Tentu saja ini bukan soal emosi saja kan? Aku bosan mendengar hal-hal seperti, 'Aku ingin melakukan ini.' Utsugi...Aku ingin diyakinkan dari lubuk hatiku yang paling dalam, daripada harus mundur karena tidak mau menyerah."
 
"Baiklah, aku akan menjelaskanya. Alasan kenapa aku memasukkan itu adalah... Aku ingin menulis tentang pesona Hiyodoribana dengan kemampuan terbaikku!!"

Hiyodoribana tampak terkejut.

"Ah, sepertinya tidak masalah, Fujibakama, malah ini terkesan kalo mereka sedang pamer." 

Kata Ayame, dan Tachibana yang sedang sibuk dengan smartphone-nya mengeluh, "Ah, jangan bilang..."

Dengan penuh keyakinan, Utsugi melanjutkan.

"Kalo kau bilang kau lebih paham karyaku daripada aku sendiri, aku juga lebih paham tentang pesonamu lebih dari dirimu. Hiyodoribana wanginya... itu benar, ekspresimu yang terus berubah sepanjang waktu tidak pernah membuatku bosan... itu juga benar, semangatmu memukau... itu benar, bagian-bagianmu yang sedikit aneh itu manis... itu juga benar. Tapi bukan hanya itu. Variasi kepribadianmu yang luas itulah yang terus membuatku terkejut, dan aku tidak punya pilihan selain menulis tentang itu!"

Hiyodoribana tidak tampak malu.

Sambil mendengarkan Utsugi, dia menunduk, menyentuh dagunya, dan terdiam.

Dengan kata lain, dia sedang memikirkan dengan serius apa yang dikatakan Utsugi.

"Pada usia yang seharusnya tidak mungkin, dia menulis novel seperti itu dan memenangkan penghargaan penulis baru, tetapi penilaian dirinya sebagai penulis sangat rendah. Meskipun dia pernah bersinar di dunia hiburan yang gemerlap, kini dia menjalankan saluran video yang berfokus pada ulasan buku, genre yang sangat membosankan. Semua ini sangat menarik bagiku, hingga membuatku tertawa. Dan tentu saja, dia benci ibunya, memiliki semangat untuk melawannya, dan meskipun kemungkinannya kecil, dia bertekad untuk tidak kalah. Oleh karena itu──!"

"──Kalau begitu, bagaimana jika kita lakukan ini?"

Hiyodoribana tiba-tiba mendongak seolah mendapat ide.

Matanya yang tadi terlihat tidak senang, kini bersinar dengan semangat.

"Rentang perbedaan—kontras memberikan kedalaman pada karakter. Pendapatmu ada benarnya. Tapi tidak hanya ke arah yang lebih suram, bukan? ...Dalam cerita, aku akan digambarkan sebagai seseorang yang mengagumi ibuku yang merupakan penulis besar. Hingga aku bertemu dengan novelmu, aku percaya bahwa karya ibuku yang sebenarnya adalah orang tua beracun, adalah yang terbaik di dunia. Tapi, nilai-nilai itu dihancurkan olehmu. Dalam cerita, aku tidak akan terluka oleh kehadiran ibuku, tapi aku akan berperilaku seperti ini."

Hiyodoribana mengeluarkan Hp-nya dari saku seragam. Dia mengetik cepat dan memperlihatkan layarnya pada Utsugi, Fujibakama, dan yang lainnya.

Itu adalah daftar kontak. Nama yang terlihat jelas di layar adalah 'Hiyodoribana Setsuko.'

Tiba-tiba, Hiyodoribana mulai menelepon.

Dia menelepon seseorang yang sebelumnya sudah dua kali meneleponnya, dan Utsugi melihatnya tidak pernah diangkat. Kali ini, Utsugi terkejut saat Hiyodoribana mengaktifkan speakerphone, menunggu orang di ujung telepon untuk menjawab.

Setelah lima kali dering, panggilan diangkat.

"Ada apa?"

Suara Hiyodoribana Setsuko, seorang penulis yang jumlah buku terbitannya hampir mencapai 10 juta eksemplar.

Suaranya mirip dengan Hiyodoribana, sedikit lebih rendah dan terdengar tidak senang.

"Chinatsu, kau sudah lama mengabaikan teleponku, kan? Tahukah kau betapa khawatirnya aku...? Kudengar kau belum menulis novel baru sama sekali? Debut pertamamu memang laku meskipun gaya tulisan dan struktur cerita hanya bernilai 40 poin. Jadi, untuk yang selanjutnya─"

"──Kau tahu kan kalau aku sengaja tidak menjawab teleponmu karena aku marah!"

Hiyodoribana memotong omelan ibunya dengan teriakan keras.

"Sebenarnya aku merasa terganggu, jadi jangan meneleponku lagi! Berhenti juga mencoba menghubungi editorku, itu sangat menjijikkan! Aku tidak perlu mendengar kata-kata 'khawatir' dari mulutmu yang menjijikkan! Tidak lama lagi, aku akan menulis novel yang jauh lebih menarik daripada karya sampah teknis tanpa jiwa milikmu, jadi pergilah tidur dengan ketakutan dan menggigil, dasar...bodoh!"

Klik.

Hiyodoribana menutup telepon secara sepihak dan tertawa.

"Aku terinspirasi oleh ucapan tajam Fujibakama beberapa waktu lalu. Intinya adalah, dalam cerita, aku sepenuhnya terpaku pada Utsugi, hingga aku benar-benar kehilangan minat pada ibu yang selama ini aku percayai tanpa alasan. Ini menciptakan kontras yang lebih menyenangkan, di mana karaktermu secara komedi terlepas dari pengaruh orang tua beracun. Kita tetap bisa menjaga kontras karakterku tanpa memasukkan elemen cerita yang terlalu berat ke dalam 'Tensai Hiyodoribana Sensei no Oshigoto!!'"

Kikikik, kikikikik, kikikikikik.

Utsugi tak bisa berhenti tertawa. Dia sudah sering mendengar cerita tentang Hiyodoribana dan ibunya, tapi telepon barusan sama sekali tidak terbayangkan olehnya.

Hiyodoribana Setsuko segera menelepon kembali, dan Hp Hiyodoribana Setsuko terus berbunyi, namun Hiyodoribana sama sekali tidak berniat menjawabnya.

Dengan sikap percaya diri yang seolah berkata, Bagaimana menurutmu?

Utsugi merasa pikirannya berkobar.

Benar-benar, seberapa cocok gadis ini dengan seleraku?

"Aku mengerti. Baiklah, aku mengaku kalah. Gambarannya sekarang sangat jelas bagiku. Bukan Hiyodoribana yang terluka oleh trauma ibunya dan akhirnya bisa melepaskan diri setelah bertemu denganku, tapi Hiyodoribana yang tadinya mengagumi ibunya secara berlebihan, bertemu denganku, dan perlahan mulai lepas dari pengaruh itu. Kita akan mengarah ke situ. ...Meski sulit, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menulis novel yang lebih bagus dari karya Hiyodoribana Setsuko."

Fujibakama bergumam, "Sepertinya masalah besar Hiyo-chan baru saja terselesaikan..." dan Ayame mengangguk, "Ya, ternyata mereka memang sedang pamer kasih sayang."

Tachibana, yang tampaknya tidak menyadari pangilan Hiyodoribana ke ibunya, jatuh berlutut sambil bergumam, "Jangan-jangan...Sayaka-chan memblokirku..."



Minggu terakhir di bulan Juni adalah hari cerah di tengah musim hujan, dengan langit yang benar-benar bersih tanpa awan, dan suhu yang mendekati puncak musim panas.

Dengan mobil Tachibana, mereka menuju ke daerah pegunungan, sebuah lembah di daerah wisata yang indah. Di dekat pintu masuk jalan setapak, mereka berjalan ke tepi sungai berbatu besar di sungai pegunungan. Tidak ada suara serangga Tsukutsukuboushi yang mulai terdengar di rumah Utsugi dan Akademi AIA.

Sebagai gantinya, suara serangga Minminzemi terdengar.

[TL\n: Minminzemi (ミンミンゼミ) adalah sejenis jangkrik atau serangga sikada (cicada) yang dikenal dengan suara khasnya, terutama selama musim panas di Jepang. Namanya berasal dari suara yang dihasilkan oleh serangga ini, yang terdengar seperti "min-min" berulang-ulang. Suara minminzemi sering kali menjadi latar belakang yang ikonis selama musim panas di Jepang, terutama di daerah pedesaan atau taman-taman kota.]


Ini benar-benar tampak seperti musim panas.

...Semuanya berawal dari celotehan Fujibakama beberapa hari sebelumnya.

"Belakangan ini, kalo cerah, cuacanya panas sekali ya. Pasti seru kalo kita main air."

Karena itulah, Utsugi duduk di atas batu besar sebesar bayi naga di tepi sungai, memperhatikan anggota klub.

Bayangan jembatan yang melintasi lembah jatuh di atas batu, dan dengan perpaduan udara dingin dari tepi sungai, suasana terasa sangat menyegarkan.

"Heh, lihat, Ayame-kun, ada beberapa ikan aneh yang mirip dengan Kajika!"

[TL\n: Kajika (カジカ) adalah nama ikan air tawar dari keluarga Cottidae, yang sering ditemukan di sungai-sungai pegunungan Jepang. Ikan ini dikenal dengan tubuhnya yang pipih dan hidup di perairan dingin dan jernih. Ikan kajika sering kali menjadi bagian dari ekosistem sungai di Jepang. Btw Kajika juga merupakan judul manga pendek karya Akira Toriyama, pencipta Dragon Ball. Manga ini bercerita tentang seorang anak bernama Kajika yang berusaha menebus dosa-dosanya setelah membunuh seekor rubah, dan ia dikutuk menjadi setengah manusia setengah rubah.]

Suara riang yang terdengar adalah dari seorang pria berusia 34 tahun yang sedang asyik dengan "berburu" di antara rerumputan. Ayame yang asyik mencari makhluk di tepi sungai terdiam namun matanya bersinar saat melihat mangsa yang ditangkap Tachibana. Utsugi menyadari kalo Ayame sebenarnya juga ikut bersenang-senang.

Suara Tachibana kembali terdengar.

"Bagaimana kalau kita bawa ini pulang dan menggorengnya sebagai camilan dengan alkohol? Ikan misterius ini tidak termasuk dalam ikan yang perlu izin memancing, kan? ...Baiklah! Ayame-kun, ayo kita tangkap ini dan kepiting sungai. Kalau digoreng, pasti enak!"

"Siap."

Di sisi lain, Fujibakama dan Hiyodoribana sedang berendam hingga lutut mereka di air.

"Hei, Hiyo-chan, ah, hahahaha, air ini dingin sekali, lucu. Rasanya enak! Nih, rasakan ini!"

Fujibakama bercanda dan mencipratkan air sungai.

Hiyodoribana menghindarinya sambil tertawa dan memprotes.

"Fujibakama! Meskipun airnya bersih, itu tetap air mentah, jadi jangan kena wajahku. Benar-benar... hei!"

"Ah, kau berhasil melakukannya, ya? Nih, rasakan ini!"

"Haha, kau tidak akan kena! Hei, hei!"

"Uhehe, hahaha—"

"Hahaha, ahahaha—"

Mereka berdua berjalan mondar-mandir di air dangkal sungai. ...Sampai akhirnya, ketika mereka tiba di depan Utsugi, Hiyodoribana berbalik dan bertanya dengan serius.

"...Hei, bagaimana dengan plotnya!?"

"Aku melihat kalian benar-benar menikmati diri kalian... Yah, revisi terbaru dari plot yang dulu kalian kritik seperti lipan pengeluh, sampai ke titik perubahan kedua sudah selesai. Tidak perlu khawatir, sebentar lagi selesai... Oh, benar."

Ini saat yang tepat untuk membicarakan sesuatu.

"Hiyodoribana, bolehkah aku konsultasi soal titik perubahan kedua?"

"Tentu, boleh. Apa itu?"

"Alur titik perubahan kedua kurasa sudah bagus seperti yang ada di draf kedua."

Pada draf kedua, Utsugi, sebagai karakter utama, menyatakan perasaannya dengan mencium Hiyodoribana, yang menjadi titik awal untuk masuk ke babak ketiga, puncak cerita yang penuh dengan adegan menulis.

"Tapi saat menulis, aku merasa ciuman ringan saja tidak cukup untuk membangkitkan perasaan cinta yang berkembang setelahnya. Bagaimana kalau bukan ciuman ringan, tapi ciuman yang lebih kuat, lalu mereka berdua jadi malu dan terganggu saat menulis, dan membuat adegan puncaknya jadi lebih kacau?"

Hiyodoribana berpikir sejenak. Seekor capung terbang melintas di atas kepalanya, tapi dia tidak menyadarinya. Bahkan ketika Fujibakama menyela, "Ini tentang kalian kan? Utsugi, kau tidak sedang berpikir mesum, kan?" Hiyodoribana tetap tidak mendengarnya.

Akhirnya, Hiyodoribana menjawab.

"Menurutku itu bagus. ...Aku pasti bisa membayangkan momentum klimaksnya akan meningkat. Kalo kau bisa menulisnya dengan baik, ayo kita pakai ide itu."

Saat itu, terdengar teriakan "──Wap!?" dari Tachibana, disusul suara air cipratan ketika dia jatuh terduduk di air dangkal. Tapi, itu tidak terlalu penting.



Itu bukan karena niat mesum. Utsugi murni merasa, kalo dengan begitu, dia akan lebih lancar menulis, dan ide itu tiba-tiba muncul di benaknya dengan penuh keyakinan.

Utsugi mengangkat wajahnya dari tablet PC dan berkata pelan.

"Hiyodoribana, ayo kita ciuman."

".....Hah?"

Bahkan Hiyodoribana, yang sudah terbiasa dengan usulan-usulan spontan Utsugi, kali ini terkejut. Dia membeku selama beberapa detik. Saat itu, Hiyodoribana mengenakan earphone yang terhubung ke laptopnya secara nirkabel, jadi mungkin dia tidak mendengar dengan jelas apa yang Utsugi katakan.

Mereka saat ini berada di ruang klub sastra.

Setelah jam pelajaran berakhir. Waktu tidak lama setelah semua pelajaran selesai.

Hari ini, hanya ada Utsugi dan Hiyodoribana hanya mereka berdua di sana. Hiyodoribana akhirnya melepaskan earphone-nya dan bertanya sambil tersenyum.

"Ehm...apa? Maaf. Apa kau bisa mengatakannya lagi?"

"Ciuman. Sekarang. Aku dan kamu."

"...Jadi aku tidak salah dengar."

Pipi Hiyodoribana memerah.

Entah karena pekerjaan, pengeditan video, atau hal-hal yang berhubungan dengan klub sastra super, Hiyodoribana menghentikan aktivitasnya dan mulai berkata dengan nada menggurui.

"Kau tahu, Utsugi. Dengan cara yang sama sekali tidak romantis, seperti memakai pakaian dalam lusuh, apakah kau pikir kau bisa membuat hati seorang gadis meleleh?"
 
"Pakaian lusuh..."

"Aku mengerti, aku mengerti kok. Utsugi adalah anak SMA dengan hasrat seksual yang tinggi. Apalagi, aku, pacarnya, sangat cantik. Dan aku berada dalam jangkauanmu. Utsugi mungkin mengalami hari-hari yang lebih berat dari yang bisa dibayangkan para gadis. Tapi biar onee-chan-mu ini akan mengajarkan sesuatu padamu."

"Kau lebih muda dariku."

"Dengan cara yang sangat tidak romantis seperti itu, tidak ada gadis yang akan bilang, ‘Ya, ayo kita ciuman.’ Kau tahu burung Cendrawasih? Kalau kau lihat videonya, mungkin kau akan paham. Burung jantan itu bahkan menari untuk menarik perhatian burung betina. Utsugi juga harus, meskipun sekarang kau sudah pacaran denganku, tetap berusaha dan menunjukkan ‘tarian’ yang lebih memikat—”

"Apa kau membencinya?"

Dengan jeda sejenak, Hiyodoribana memalingkan pandangannya dengan penuh penyesalan.

"──...bukan berarti aku benci...!”

Utsugi terkekeh, lalu mengangkat pinggulnya sedikit dari kursi.

Dia kemudian bertanya pada Hiyodoribana, yang raut wajahnya tampak terkejut.

"Selain itu, Hiyodoribana, mungkin kau salah paham? Kau berpikir aku mengusulkan ciuman ini karena ada niat tersembunyi, kan?"

"Apa itu salah? ...memangnya ada ciuman dari seorang pria yang tidak punya maksud tersembunyi?"

"Kita sudah membicarakan ini dua hari yang lalu, kan? Ini soal plot. Aku berpikir, bagaimana kalo kita membuat emosi antara aku dan Hiyodoribana dalam cerita menjadi lebih berantakan setelah titik balik kedua."

Bukankah Hiyodoribana-sensei setuju sepenuhnya dengan arahan itu?

"Lalu, saat membayangkan kondisi hati keduanya saat itu, aku merasa lebih baik jika aku sendiri mengalami perasaan serupa di sini. Dengan begitu, meskipun hanya plot, aku bisa menulis sesuatu yang lebih baik."

"...Begitu. Dengan kata lain, ini demi penciptaan karya. Apa maksudmu ini untuk versi yang lebih baik dari 'Tensai Hiyodoribana-sensei no Oshigoto!'? yang lebih baik? Kamu ingin sekali menciumku di sini sekarang, dan kemudian menggunakan pengalaman itu untuk memperbaiki plot di bagian akhir revisi. Kamu ingin menyadari secara mendalam emosi Utsugi yang harus dituangkan ke dalam cerita, kan?”

Hiyodoribana terlihat seperti sedang mempertimbangkan dengan seksama.

"...Ya. Kalo itu adalah gaya Utsugi, yang mengubah ‘kesenangan’ yang dirasakannya sendiri menjadi cerita, aku mengerti maksudmu... dan kalau itu demi menulis novel yang tidak kalah dari wanita brengsek itu... apalagi kau sudah menyiapkan alasan seperti itu... ya, ku pikir..."

Utsugi berdiri dan memiringkan kepalanya.

"Jadi, apa itu artinya boleh?"

"... Fujibakama dan yang lainnya belum datang?"

"Fujibakama bilang hari ini dia fokus di klub manga, dan kalau ada waktu luang, dia akan datang. Ayame diminta bantuan oleh guru sebagai petugas kelas, jadi dia akan datang nanti, tapi dia pasti akan lama. Tachibana-sensei, setelah kejadian dua hari yang lalu ketika Hp-nya rusak kemasukan air karena dia jatuh di sungai, katanya akan hanya mengurus hal-hal penting untuk sementara waktu."

"Begitu. ...kalo begitu, tidak apa-apa."

Setelah mengatakan itu, wajah manis Hiyodoribana semakin memerah. Meski begitu, dia masih mampu tersenyum. Utsugi mendekatinya dan meskipun matanya tampak tegang, Hiyodoribana masih duduk dengan tenang di kursinya.

"Kalo dipikir-pikir, hahaha, ini mungkin ciuman pertama dari Utsugi, ya──"

Tapi, sebelum Hiyodoribana selesai berbicara, Utsugi memegang kedua bahunya dan menciumnya.

Rasa lembut dan sedikit lembap dari bibirnya. 

Hiyodoribana bergerak sedikit, menutup matanya perlahan. 

Meskipun sedang berciuman, Hiyodoribana masih sempat membelai lembut lengan Utsugi. Artinya, dia salah paham. Apakah dia tidak membayangkan hal seperti ini sama sekali?

Ketika mereka membicarakannya kemarin lusa, Utsugi bilang itu 'cukup kuat'.

Utsugi melakukan apa yang dia rencanakan.

Dia menggigit bibir bawah Hiyodoribana dengan lembut. Hiyodoribana tampak sedikit terkejut. Ketenangannya menghilang, tubuhnya kaku, dan desahan halus keluar. Tapi dengan penuh keberanian, Hiyodoribana membalas dengan menggigit bibirnya kembali.

Seolah-olah Hiyodoribana ingin mengatakan, Apakah kau pikir aku akan gentar hanya dengan ciuman seperti ini? Atau mungkin kau meremehkan betapa aku sudah lama menyukaimu?

... Masih belum paham.

Apa yang dipikirkan Utsugi, adegan yang ditambahkan di draf ketiga plot, seharusnya menjadi gambaran menyenangkan—itulah yang sedang terjadi.

Tubuh Hiyodoribana bergetar. Setelah membalas gigitan lembut, Utsugi menyelipkan lidahnya ke celah bibir Hiyodoribana yang sedikit terbuka.

Utsugi menemukan lidah Hiyodoribana dan saling mengaitkannya.

Warna dunia yang mengelilingi Utsugi dan Hiyodoribana menjadi semakin cerah.

Dengan cepat, suhu tubuh Hana meningkat. Napasnya terganggu dan jantungnya berdebar sangat cepat, tangannya memegang erat lengan Utsugi dan ujung seragamnya.

Utsugi merasakannya. Pada tahap pertama dan kedua saat lidah mereka saling berkaitan, Hiyodoribana mungkin tidak sepenuhnya memahami apa yang terjadi, hanya merasa kebingungan.

Semua ini adalah reaksi refleks.

Baru pada ciuman ke-3, tampaknya Hiyodoribana mulai benar-benar menyadari.

Bahwa dia sedang dicium oleh Utsugi.

"...nnnnn!? ...nnn──"

Hiyodoribana sedikit berusaha melawan, itu adalah bukti. Tapi, pada ciuman ke-4, saat lidah Utsugi membelai dengan sangat lembut, perlawanan itu lenyap dalam sekejap.

Kekuatan dari tubuh Hiyodoribana menghilang. Seolah dia akan jatuh jika Utsugi tidak menopang bahunya.

Setelah ciuman ke-5, desahan penuh kepuasan keluar. Pada ciuman ke-6, Hiyodoribana mulai menggosok-gosokkan paha dalamnya. Pada ciuman ke-7, sudah tidak jelas lagi apakah itu dari Utsugi atau Hana.

Pada ciuman ke-8, ketika Utsugi mengakhiri ciuman, Hiyodoribana terjatuh dengan benang air liur bercampur yang tergantung di udara, membungkuk dan terjatuh di meja.

Hiyodoribana terlihat seperti permen yang meleleh. Suaranya serak, seolah-olah dia melayang dalam mimpi.

"... Utsugi, tulislah sesuatu yang bagus... ya..."

Dengan desahan seperti orang yang akan mati, Hiyodoribana berhenti bergerak hampir sepenuhnya. Hanya pahanya yang masih terus bergerak. Utsugi merasa darahnya mendidih, bahkan denyut jantungnya terasa sampai ke telinga. Tapu, dia tetap tersenyum.

Rasa tanggung jawab yang luar biasa, baik terhadap perasaannya sendiri maupun reaksi Hiyodoribana.

"Aku akan mengurusnya."

Dengan jawaban itu, Utsugi kembali ke kursinya dan melanjutkan bekerja dengan tablet PC-nya. Hanya tinggal sedikit lagi untuk menyelesaikan draf ketiga plot 'Tensai Hiyodoribana-sensei no Oshigoto!'.... Bahkan dia merasa draf ke-4 tidak diperlukan, sebuah keyakinan yang sangat kuat.



15 kemudian, Ayame masuk ke ruang klub.

"Ada apa ini... Hiyodoribana berbaring di meja sambil menggosok-gosokkan kakinya seperti sudah mati?"

Ayame bergumam saat melihat Hiyodoribana yang masih terbaring di meja.


★★★


Matahari senja yang merah menyala menerangi kamar Utsugi. Meskipun saat ini adalah musim ketika matahari tetap terbenam paling lama dalam setahun, sudah lewat dari waktu pulang sekolah. Tentu saja, ada alasan mengapa Hiyodoribana diundang ke rumah Utsugi pada waktu seperti ini.

Hiyodoribana sedang menatap layar tablet PC milik Utsugi.

"Sejak aku mengunjungi rumahmu, aku terus memikirkan hal ini. Kau bilang kalo kau ingin aku menulis novel yang lebih baik daripada karya Hiyodoribana Setsuko. Itulah sebabnya, keraguan itu terus mengganggu pikiranku.”

Utsugi meminum sedikit kopi dan melanjutkan.

"Kau ingin membalas dendam pada ibumu. Kalo begitu, bukankah aku hanya digunakan untuk balas dendammu? Bahkan lebih jauh lagi, apakah novel yang aku susun berdasarkan dendammu benar-benar novelku?"

Utsugi mengira Hiyodoribana akan membantah, tapi tidak ada respons. Hiyodoribana hanya terus menatap layar tablet PC dengan tatapan serius yang tertutup oleh bulu mata panjangnya.

Melihat tatapan Hiyodoribana yang begitu serius, Utsugi merasa seperti ada kilauan kecil, seperti bintang yang berkelip, muncul di pikirannya.

"Ada janji yang aku buat dengan nenekku waktu aku masih SD── aku ingin nenekku membaca novel yang tidak terganggu oleh orang lain, tanpa dipengaruhi oleh norma atau pendapat orang lain, yang menggambarkan perasaanku yang aku nikmati. Itu adalah sesuatu yang ingin aku tulis secara konsisten. ...Kata-kata Fujibakama juga mengingatkanku akan hal itu."

Hiyodoribana akhirnya bertanya dengan lembut.

"──Apa maksudmu?"

Tapi matanya tetap terfokus pada layar tablet-pc, tidak berhenti bergerak.

"...Saat nenekku meninggal, aku sangat menyesal. Itu adalah sesuatu yang telah berlalu, dan bukan salah siapa-siapa, hanya kesalahanku sendiri. Tapi aku merasakan penderitaan yang membakar. Aku merasa bahwa apa yang aku inginkan dan putuskan tidak boleh tergantikan dengan hal yang tidak penting. Ketika sesuatu terjadi, penyesalan yang tak tertandingi akan muncul. Jadi, baik 'Ryuu no Kago Tsuri' maupun 'Tensai Hiyodoribana-sensei no Oshigoto!' yang ku tulis dengan niatmu, dalam arti tertentu, juga bisa dianggap kalo aku dipaksa menulisnya."

Dari luar jendela, terdengar suara serangga musim panas yang ramai, dengan beberapa suara Tsukutsukuboushi yang sedikit lebih awal.

Saat ini masih sedikit. Tapi setelah musim hujan berakhir dan musim bergeser, Tsukutsukuboushi akan mendominasi.

Seperti setiap tahun, ... seperti musim panas tahun lalu.

"Ini adalah karya ku yang pasti, tanpa keraguan. Novel yang aku janjikan kepada nenekku, dan jika nenekku masih hidup, dia pasti akan sangat senang membacanya terlebih dahulu."

Hiyodoribana tampaknya merasa bahwa penjelasan Utsugi tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan.

Hiyodoribana mengangkat wajahnya, mencoba memahami maksud sebenarnya Utsugi, sambil memiringkan kepalanya.

"Apa maksudmu? Tolong jelaskan lebih lanjut."

"Aku menikmati menulis draf kedua 'Ryuu no Kago Tsuri' dan plot'Tensai Hiyodoribana-sensei no Oshigoto!'. Itu adalah bukti kalo aku menulisnya dengan penuh semangat. Rasanya seperti ada cahaya yang berkelip. Tidak berbeda dengan saat aku pertama kali menulis novel untuk nenekku."

Utsugi tersenyum dan melanjutkan.

"Aku tidak mau mengalami penyesalan seperti itu lagi. Memang, terkadang aku berpikir apakah aku melanggar janji dengan nenekku. Tapi, aku merasa senang. ... Bukankah itu yang penting? Aku menulis dengan penuh kepuasan dan senang. Jika apa yang sangat aku nikmati tidak dianggap sebagai novelnya, lalu apa itu?"

pertama kali meminum air mineral dari gelasnya. Es-ès bergemerisik, dan irisan lemon lokal yang dipotong oleh ibu Utsugi ada di dalamnya. Tatapannya tidak lagi tertuju pada tablet PC dan dia bertanya.

"Utsugi, setelah kau bersinar di kamar Fujibakama, kau terlihat semakin senang. Apakah cara pandangmu tentang penciptaan karya sedikit berubah?"

"Aku rasa tidak berubah ... Tapi aku merasakan kalo cara pandangku, yang ingin menulis apa yang aku anggap menyenangkan, mungkin tidak selalu bertentangan dengan apa yang kau sebut hiburan yang menyenangkan bagi orang lain. Itu adalah sesuatu yang kurasakan dari reaksi Fujibakama."

"Utsugi, hiburan memiliki kekuatan untuk membuat orang bahagia."

Hiyodoribana tersenyum.

"Aku yakin akan hal itu karena aku sendiri telah diselamatkan oleh hiburan. Cerita yang luar biasa dapat membuat kita melupakan hal-hal buruk sejenak dan memberi dunia warna penuh harapan. Hiburan adalah seni tertinggi yang hanya dapat diciptakan oleh Homo sapiens. Jadi, bakat harus diasah dan setiap cerita adalah bagian dari evolusi seni tertinggi itu ... Tapi..."

Dia menggaruk kepalanya.

"Aku tidak menghadapi Utsugi dengan perasaan yang begitu besar. Ketika kita berbicara di kamarku, aku merasa ada ekspresi canggung di wajahmu. Aku tidak menyangka itu diterima seperti itu ... Mungkin caraku mengungkapkan yang salah."

"Hiyodoribana?"

"Aku sebenarnya sangat senang, jadi aku berbicara tanpa berpikir. Maafkan aku. Sebenarnya, aku tidak ingin membalas dendam kepada orang itu. Dulu, memang aku sangat ingin mengalahkan wanita itu, tapi──"

Cahaya matahari di antara Utsugi dan Hiyodoribana sangat merah dan indah, sampai membuat ingin menangis.

"Keinginan balas dendam itu hampir selesai saat aku membaca novelmu dan menangis. Aku ingin kau menang melawan orang itu, dan itu adalah tujuan terbesarku dalam hidup, tapi menggunakan orang itu sebagai tolok ukur hanya sekedar ukuran."

Utsugi belum sepenuhnya payam maksudnya.

"Tolok ukur, maksudnya apa?"

"Novel orang itu sangat unggul sebagai hiburan, dan jika kita menjadikan itu sebagai target, pasti banyak orang akan membacanya. Dalam arti tertentu, itulah yang aku inginkan. Novel favoritku, karya Utsugi."

Kakak Hiyodoribana menyebutnya sebagai keajaiban.

Itu sangat berarti untuk Hiyodoribana, tapi sekarang juga berlaku untuk Utsugi. Keajaiban. Ditemukan oleh Hiyodoribana.

Menerima cinta yang begitu mendalam, kuat, dan melimpah seperti cahaya yang menyelimuti seluruh tubuh, mendukung novelnya dan perasaannya.

"Pada akhirnya, apa yang aku katakan pertama kali di ruang klub adalah perasaanku yang sebenarnya. Aku tidak memiliki impian muluk seperti membuat orang bahagia atau memajukan seni hiburan. Balas dendam pada ibuku bukanlah prioritas utama. Pada dasarnya, hanya ada satu hal── aku hanya ingin menyebarluaskan penulis favoritku pada sebanyak mungkin orang. Aku ingin membanggakan Utsugi yang begitu hebat."

──Ke depan, aku akan melakukan apa yang nenek katakan, menikmati sesuatu dengan bebas ... dan menulisnya sebagai novel untuk dibaca!

Perasaan yang tidak berbeda dari saat itu.

Dan perasaan yang tidak aku ketahui saat itu.

Dunia, semakin indah dan menyenangkan.

"Jadi Utsugi, aku akan lebih berusaha lagi. Aku akan memberikan seluruh jiwa dan ragaku untuk novelnya Utsugi. Semua kemampuanku, mentalku, tubuhku, semuanya akan aku curahkan untuk membantu Utsugi menyeimbangkan antara apa yang ingin ditulis dan kesenangan dalam menulis. Kau yang ambisius, yang ingin menikmati keduanya, bukan?"

Utsugi tersenyum lebar.

"Hiyodoribana, kau tampaknya sudah sangat siap, ya?"

"Kau tidak tahu, kan? —Bukankah itu yang di lakukan penyembah karya dan penulis."

Hiyodoribana juga tersenyum, perlahan menekan tablet PC di atas meja dan mengembalikannya kepada Utsugi.

"Draf k-3 bagus. Terima kasih atas kerjanya. Aku pikir ini menarik. Kami juga meninggalkan produksi majalah klub literatur super yang terabaikan, dan jadwal ke depan perlu dibahas, tapi apapun itu, kita bisa mulai menulis naskah 'Tensai Hiyodoribana-sensei no Oshigoto!' sekarang."

★ ★ ★

Saat istirahat siang di universitas, menyadari kalo ponselnya menerima pesan panjang sekali dari ibunya. Sebelum memeriksa isinya, dia sudah merasa cemas karena adiknya baru-baru ini melaporkan dengan gembira kalo dia telah mengerjakan ibunya dengan keras melalui telepon.

Adiknya berkata:

"Sebagai bagian dari proses penciptaan karya, walaupun hanya sekadar sambilan, aku merasa lega setelah melakukannya. Aku sudah lama sangat marah. Kalau dipikir-pikir lagi, apa sebenarnya yang terjadi dengan wanita menyebalkan itu, cuma karena dia memiliki sedikit bakat, jadi merasa hebat. Hei, Nee-chan, wanita itu benar-benar terdiam, ya. Sungguh memuaskan. Haha."

Tapi, dia tidak bisa menghindari membaca pesan dari ibunya.

Dengan hati-hati dia membaca pesan tersebut dan merasa lemas pada bagian akhirnya.

"Ngomong-ngomong, ini adalah hal kecil yang tidak penting, tapi baru-baru ini aku mendapat telepon dari Chinatsu dan benar-benar membuatku marah. Apa sih anak bodoh itu, hanya karena lahir dengan sedikit wajah imut dan kebetulan debut sebagai penulis lebih cepat dari aku, jadi merasa hebat."

"Bulan depan aku akan mengirimkan sekitar 50 eksemplar buku baruku ke sana, jadi pastikan Chinatsu membacanya. Buku kali ini sangat bagus. Kalau perlu, jadikan buku barunya itu sebagai bak mandi dan masukkan Chinatsu ke dalamnya. Anak itu pasti akan terdiam karena betapa menariknya buku ini. Aku akan merasa puas membayangkan ekspresinya."

"Ada apa, Hiyodoribana-san?"

Seorang teman sekelas dari seminar yang sama bertanya, dia lalu menghela napas panjang.


"... Sebenarnya ibuku yang sepenuhnya salah, tapi Ibu dan adikku sangat mirip dalam beberapa hal, jadi mereka semakin berbenturan dan hubungan kami menjadi semakin buruk..."

Temannya membelai kepalanya dengan penuh pengertian.

★ ★ ★

Pada istirahat siang, di kantin, Utsugi menemukan Hiyodoribana yang sedang makan bersama Fujibakama. Tidak jelas apakah mereka telah membuat janji sebelumnya atau mereka hanya kebetulan bertemu di sini, tetapi mereka duduk di dalam ruangan karena panas membuat tempat duduk di teras tidak nyaman.

Mereka belum menyadari kehadiran Utsugi dan Ayame, tapi Utsugi kalo tahu mereka ada di sana. Begitu Utsugi dan Ayame mengambil pesanan mereka, Utsugi memberi tahu Ayame untuk mengikutinya, dan mereka berjalan menuju meja Hiyodoribana.

Saat mereka mendekati, Hiyodoribana menyadari kehadiran mereka. Hiyodoribana kemudian melambaikan tangan sedikit, dan Utsugi duduk di sebelah Hiyodoribana lalu memulai percakapan.

"Hiyod—"

Utsugi mengingat kembali kalimat yang diucapkan Hiyodoribana sekitar tiga bulan lalu, di meja teras dengan dinding kaca di seberangnya.

"Aku dan Hiyodoribana akan mengguncang dunia ini. Kita akan mengalahkan berbagai jenius. Jalan ini tidak mudah, tapi hanya melalui neraka kita bisa menemukan kedalaman penciptaan. Hiyodoribana, apakah kau tertarik? —Menuntun ku menuju debut sebagai penulis profesional."

Hiyodoribana tampak terkejut pada awalnya, tapi segera tersenyum dengan tantangan dan kebahagiaan.

"Hei," katanya.

"Kalo 'Tensai Hiyodoribana-sensei no Oshigoto!' selesai dengan baik, ayo kita kirimkan ke salah satu penerbit light novel besar untuk lomba penulis baru. Meskipun mungkin kita perlu menggunakan nama palsu dan judul yang mengandung elemen fiksi, agar semangatmu tetap terjaga."

Hiyodoribana meletakkan sumpitnya yang digunakan untuk makan soba duck dan melanjutkan berbicara.

"Ku pikir kalo kau bisa menulis isi cerita sesuai dengan harapan dari plot tersebut dengan deskripsi yang penuh perasaan, aku rasa kita bisa mencapai tahap seleksi akhir. Mengingat usiamu, ada kemungkinan tinggi kalo kau akan mendapatkan editor yang bertanggung jawab."

Suara Hiyodoribana sangat bersemangat.

"Tapi, kau tidak perlu terlalu fokus hanya pada satu tujuan. Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, ada banyak pilihan untuk debut profesional, dan aku ingin kau terlebih dahulu mengembangkan keterampilan menulis dan variasi ide."

Hiyodoribana tampak sangat senang bahwa mereka akhirnya bisa berkomunikasi secara nyata.

"Biarkan aku mengatur jadwalnya. Aku akan merancang berbagai rencana, dan kamu bisa menilai dan memberikan pendapat jujur. 'Ryuu no Kago Tsuri' draft kedua juga cukup baik untuk sebuah latihan, jadi sayang sekali jika hanya disimpan begitu saja. ...Oh, akan ku jawab pertanyaanmu."

Hiyodoribana mengulurkan tangan ke arah Utsugi.

"Tentu saja. Itu adalah impianku. ...Tidak, lebih tepatnya, menjadi impian kita. Aku sangat senang. Melihat Utsugi selama tiga bulan terakhir, aku bisa mengatakan dengan jelas bahwa kamu bisa debut sebagai penulis profesional. Yang benar-benar sulit adalah setelah itu... ...Utsugi?"

Hiyodoribana tampaknya bingung karena Utsugi tidak menggenggam tangannya.

Ayame, yang duduk di kursi depan Utsugi di samping Fujibakama, sudah mulai makan Set C sambil tersenyum lebar, tampaknya memahami niat Utsugi. Fujibakama terlihat terkejut dan makan ikan goreng putih.

Utsugi menempelkan telapak tangan ke pelipisnya dan menggelengkan kepala dengan dramatis.

"Hiyodoribana...Ternyata memang begitu. Ini kesalahpahaman."

"Apa? Maksudnya apa?"

"Sebenarnya, aku tidak..."

"Huh? Apa maksudmu?"

"Sebenarnya, aku tahu aku telah menemukan perasaan dan kesenangan baru. Aku bersyukur atas itu. Aku menikmati menulis tanpa keraguan dan jika itu adalah novel yang disetujui oleh Hiyodoribana, aku ingin menulis sebanyak mungkin di masa depan. Semangatku sangat menyala. Tapi...tentang mengincar penerbit besar? Menyarankan penghargaan penulis baru? Itu..."

"Huh? Apa? Kenapa?"

Utsugi menghela napas.

"Hal seperti itu tidak pernah aku katakan atau setujui dari mulutku. Semakin banyak Hiyodoribana mengusulkan berbagai hal tentang bagaimana dan ke mana mengajukan diri atau membangun karir, semakin rendah semangatku rasanya..."

"Huh...Huh!? T-tapi, Utsugi? Utsugi-san? Meskipun begitu, aku memikirkan cara debut yang baik menurutku, dan tentu saja aku akan mempertimbangkan pendapatmu. Menentukan pilihan itu penting, bukan──"

"Di sinilah kesalahpahamannya... Begini,"

"Ya?"

"Aku tidak tertarik."

"Untuk apa?"

"Untuk debut profesional."

Hiyodoribana tampak terkejut.

Utsugi melanjutkan dengan ragu-ragu.

"Menulis novel yang bisa 'berjalan bersama' ketika plotnya sudah siap, itu sangat menyenangkan. Tapi, menulisnya dan mengejar debut sebagai penulis profesional itu dua hal yang berbeda, kan? Aku khawatir kalau kesenangan murni akan terpengaruh oleh uang..."

Kilat terlihat di mata Hiyodoribana, membakar dengan kemarahan dan semangat.

"Hah...!? Tu-tunggu, apa yang kau bicarakan!? Jangan bilang aku seperti orang yang hanya peduli uang—maksudku, uang memang penting karena tanpa uang sulit untuk terus menulis apa yang ingin kutulis!!"

Ayame mulai tertawa, dan Fujibakama juga tertawa kecil.

Hiyodoribana terus berbicara dengan panik.

"Pada dasarnya, tentu saja aku ingin banyak pembaca melihat novel yang bagus, dan aku bilang aku ingin menyebarkan novel Utsugi. Dalam segala hal, saat ini! Dengan semangat ini! Tidak ada pilihan lain selain mengejar karir profesional... Maksudku, huh!? Apakah kau benar-benar serius!? A-aku akan mulai dari awal! Dengarkan baik-baik!"

Semua perhatian di kantin tertuju pada mereka, dan Tachibana yang kebetulan membawa nampan makanan berhenti di dekat mereka, merespons hanya pada bagian yang berbicara tentang uang.

Utsugi merasakan hatinya berdebar-debar lagi dengan harapan dan firasat melihat ekspresi Hiyodoribana.

Utsugi dan Hiyodoribana.

Perburuan mereka baru saja dimulai.












1 Komentar

نموذج الاتصال