Kamu saat ini sedang membaca Eroge no Akuyaku ni Tensei Shitanode Mobu ni Narukotoshita volume 1 chapter 5. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
"Kaede, ini benar-benar gila!"
"Ada apa?"
"Eh!? Apa kau belum melihat papan pengumuman? Semua orang sangat heboh loh!"
"Maaf, aku biasanya tidak memeriksa papan pengumuman..."
"Lihat ini, aku meminjamkan Hp-ku supaya kau bisa melihat! Ini!"
Keesokan harinya, begitu aku tiba di sekolah, aku langsung didekati oleh Narita yang terlihat cemas.
Tapi, aku tidak pernah memiliki kebiasaan melihat papan pengumuman di kehidupan saya sebelumnya.
Di dunia ini, papan pengumuman sekolah sepertinya cukup sering digunakan.
Dalam cerita aslinya, ada beberapa kali di mana Saita mendapatkan informasi dari papan pengumuman.
"Eh...? Kanna Sasaki dari kelas 1-7, punya sugar daddy...!?"
Aku membaca kata-kata itu dengan suara keras, tapi kepala ku dipenuhi kebingungan dan aku tidak bisa memprosesnya lebih lanjut.
Tunggu dulu, apa maksudnya ini?
"Lihat, ada foto. Mungkin seseorang dari sekolah kita yang mengambilnya."
Narita mengatakan itu dengan suara pelan.
Di sekitar ku, orang-orang juga berbicara dengan berbisik, sebagian besar mungkin tentang Kanna.
Setelah memverifikasi itu, aku melihat Hp yang ditunjukkan oleh Narita.
Seperti yang dia katakan, di sana ada Kanna yang berjalan bersama seorang pria di yang sepertinya adalah daerah hotel cinta.
Yang lebih penting, dia terlihat dengan tidak biasa, belum sampai ke sekolah.
Kanna selalu mendapat informasi lebih dulu, jadi mungkin dia sudah tahu tentang hal ini.
Kalo benar begitu, mungkin dia tidak akan datang ke sekolah hari ini.
Tidak ada cerita seperti ini dalam alur cerita asli... yang berarti ini pasti karena kedatangan ku dan cerita ini telah ditulis ulang.
Semua ini terjadi karena aku hanya memikirkan perlindungan diri ku dan bertindak sendiri.
Saat aku menyesali hal ini, pintu ruang kelas terbuka tiba-tiba.
"Selamat pagi semuanya~♪"
Dengan suara itu, semua teman sekelas ku menoleh ke arah suara tersebut.
"Eh? Ada apa? Kok rasanya ada keributan?"
Tapi, Kanna sendiri terlihat bingung.
Dia tetap ceria seperti biasa.
Mungkinkah dengan suasana seperti ini, dia belum tahu apa-apa?
"Itu bukan keributan besar, tapi Kanna, ada yang ingin ku tanyakan... Ini kau, kan?"
"Eh? Mana?"
Kanna terlihat kaku saat melihat layar Hp.
"Jelas kalo ini kau, Kanna."
"Eh? Itu aku?"
"Cuma kau yang bawa tas dengan gantungan kunci panda, kan?"
"Tapi aku tidak ingat itu."
"Oh, ya sudah, tidak masalah, aku mengerti."
Kanna menjauh dari temannya.
Bukan berarti dia mengabaikan mereka, tapi dia tidak berbicara dengan normal.
Rasanya seperti ada dinding di antara mereka, yang menunjukkan adanya jarak.
Ini, bagaimana menjelaskannya...
Saat aku melihat Kanna, aku melihatnya kaku dengan senyum yang dipaksakan.
★★★
Aku mencoba mengingat bagaimana semuanya terjadi dalam alur cerita aslinya.
...Ada kejadian serupa sebelumnya.
Kalo aku tidak salah ingat, itu terjadi tidak lama sebelum liburan musim dingin.
Ditemukan kalo dia bekerja di maid café, dan orang tuanya dipanggil ke sekolah.
Tentu saja, dia tidak terlibat dalam masalah sugar daddy.
Hanya saja karena pekerjaan paruh waktunya juga dilarang oleh orang tuanya, mereka sangat marah, dan karena dia merasa tidak nyaman di rumah, dia akhirnya tinggal sementara di rumah protagonis.
Itu saja yang terjadi, kalo aku tidak salah.
Tidak... tunggu.
Kalo itu benar, apa yang sedang dilakukan Saita sekarang?
Aku melihat sekeliling ruangan, mencari Saita.
Kalo ada perubahan dalam cerita dan foto Kanna bocor, di dunia 'Sekai Ai' ini, seharusnya tidak mungkin untuk menghindari kejadian di mana Kanna dan Saita terlibat.
Karena Saita, baik dalam perjalanan atau di komite perpustakaan, jelas berusaha menjauhkan ku dari para heroine.
Koreksi alami dari cerita ini tetap berlanjut.
Setelah memeriksa beberapa kali, aku akhirnya melihat Saita tepat saat dia hendak keluar dari ruangan.
Kalo aku fokus, aku bisa mendengar dia menggumamkan sesuatu dengan suara pelan.
Perilakunya jelas sangat aneh.
"Maaf, Shunichi! Aku akan kembali!"
"Hah?"
Meninggalkan Narita dengan ekspresi "Mau kemana kau?", aku berlari mengejar Saita.
Akh mendekatinya dari belakang, berusaha mendengar gumamannya.
Aku masih belum bisa mendengar dengan jelas.
Kalo saja aku bisa mendekat sedikit lagi...
Saita terus berjalan tanpa berhenti, menjauh dari ruang kelas, hingga memasuki salah satu toilet di gedung sekolah, tempat yang hampir tidak ada orang yang pergi.
Aku beruntung.
Sekarang aku bisa mendengarnya tanpa Saita menyadarinya.
"...Tidak, ini benar-benar aneh. Ini terlalu aneh."
Karena Saita meninggikan suaranya, sekarang aku bisa mendengarnya dengan jelas.
"Perilaku itu... Nishikoji tidak ada hubungannya dengan ini, kan? Mungkin... dia terlihat jauh lebih pengecut. Aku rasa dia tidak punya keberanian untuk melakukan sesuatu seperti itu."
Mendengar nama ku di sebut, aku menahan napas.
Apa dia sedikit menghina ku?
"Dan aku juga tidak melakukan apa-apa... yang berarti ada orang lain yang bersalah, tapi siapa... bisa jadi...? Tidak ada adegan seperti ini dalam cerita utama."
Aku terkejut mendengar gumaman Saita.
'Cerita utama...'? Apa maksudnya...?
"Kanna-chan juga bukan tipe gadis yang punya sugar daddy. Di 'Sekai Ai' yang terjadi hanya dia ketahuan bekerja di maid café, di adegan ini."
Kata-kata Saita tidak berhenti.
Sepertinya dia sedang mencoba mengatur pikirannya.
─────Tapi yang lebih penting...
Aku meletakkan tangan di kepalaku.
Aku benar-benar bodoh.
Pandangan ku menjadi terlalu terbatas.
Setelah semua, sejak saat aku terlahir kembali ke dunia ini, aku seharusnya sudah memikirkannya.
─────Aku bukan satu-satunya yang terlahir kembali di sini.
'Cerita utama'.
'Sekai Ai'.
Fakta kalo ke-2 istilah itu muncul berarti Saita juga memainkan game itu.
Sama seperti ku.
Itu menjelaskan kenapa Saita telah berusaha menjauhkan saya dari para heroine.
Bagi dia, aku masih tetap menjadi penjahat.
Tapi, dari nada kata-katanya, sepertinya Saita sudah menyadari kalo aku adalah seorang yang terlahir kembali.
Jantung ku mulai berdebar kencang.
Keringat dingin terus mengalir karena situasi tak terduga ini.
Apa yang seharusnya aku lakukan sekarang?
Saat aku masih terbenam dalam kebingungannya, aku mendengar suara Saita bergerak setelah mengeluarkan keluhan panjang.
Aku segera menjauh dari tempat itu.
...Ini. Semakin rumit.
Sejauh ini, aaku berpikir kalo Saita tidak mengetahui skenario cerita, jadi aku bisa mengendalikan situasi.
Tapi mulai sekarang, aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan.
─────Dengan kata lain, arah cerita ini sepenuhnya tidak pasti.
"Apa yang akan terjadi dengan bendera kematianku...?"
Aku bergumam saat berjalan kembali ke ruang kelas.
★★★
Sejak insiden pagi tadi, alu telah sesekali mengamati Kanna, tapi para gadis tetap bersikap menjaga jarak.
Selain itu, bahkan saat waktu makan siang, keributan itu masih belum reda.
Rumor terus beredar, dan sepertinya para guru juga mulai curiga tentang sesuatu.
"Ah, Sasaki-san, dipanggil."
Saat kami berjalan menuju tangga tempat biasa kami makan siang, Narita tiba-tiba bergumam.
Benar saja, ada pengumuman yang memanggilnya.
"Apa ini karena kejadian pagi tadi?"
"Pasti."
Kanna memang memiliki kepribadian yang mencolok, tapi biasanya dia adalah siswa teladan, jadi tidak mungkin ini karena hal lain.
"Semua ini jadi masalah besar. Kenapa Sasaki-san sampai terlibat dalam hal seperti ini?"
"Yah, pasti ada alasan kenapa dia melakukannya, kan? Aku rasa dia tidak akan melakukannya tanpa alasan... maksud ku, dia tidak terlihat seperti orang yang akan melakukan itu begitu saja."
"Itu benar. Tapi siapa yang mengambil foto itu di tempat seperti itu?
"Hmm... satu kemungkinan adalah ketika sepasang murid dari sekolah kita pergi ke love hotel, mereka bertemu dengan Sasaki-san dan mengambil fotonya."
"Itu sepertinya opsi yang paling mungkin. Meskipun begitu, kalau pasangan itu benar-benar ada, mereka sangat tidak beretika."
"Benar... mereka juga sedang melakukan sesuatu yang disembunyikan, tapi malah berani mengekspos orang lain."
Aku menghela napas dalam-dalam.
Setelah makan siang, Kanna kembali ke ruang kelas seperti tidak ada yang terjadi.
★★★
Dalam perjalanan pulang, hujan tiba-tiba turun deras, dan aku mempercepat langkahku.
Itu hujan lebat yang mengingatkan ku pada hari perjalanan.
Meskipun sudah lewat waktu makan siang, Kanna masih diperlakukan seolah-olah dia adalah masalah yang sensitif, dan suasana di ruang kelas terasa canggung.
Biasanya, Kanna pergi bersama teman-temannya setelah pelajaran selesai, tapi aku tidak tahu apa yang dia lakukan hari ini.
Sambil berjalan cepat, aku terus memikirkan dia.
Dan kemudian, aku melihatnya.
Aku menemukannya.
─────Hari ini, kebetulan aku membawa payung.
Itu berarti, berkat payung, aku tidak basah kuyup di bawah hujan deras ini.
Meskipun kita sudah dekat dengan musim panas, basah kuyup oleh hujan pasti akan membuat tubuh terasa dingin.
Sebenarnya, terakhir kali aku kehujanan, aku merasa sangat kedinginan.
"Sasaki-san."
Aku mencondongkan payung ke arahnya, dan Kanna perlahan mengangkat wajahnya.
Meskipun dia tidak menangis, wajahnya terlihat seperti ingin menangis.
Kanna sedang duduk di bangku taman─────cukup dekat dengan rumah ku, sebuah taman yang sering aku lewati di jalan menuju sekolah karena itu jalan pintas.
Mungkin dia datang ke sini karena meskipun dekat dengan sekolah, tidak banyak orang.
Mungkin ada sesuatu yang sedang mengganggunya, atau dia hanya ingin sendirian...
"Kau kedinginan, kan? Kalo kau terus begini, kau akan sakit."
"A-Ah, iya, kau benar."
Lagi-lagi, reaksinya mengejutkan ku.
Seperti yang ki duga, itu bukan sikap cerianya seperti biasanya.
Sungguh, aku tidak tahu harus bagaimana berbicara dengannya dalam situasi seperti ini.
Dalam permainan, terkadang dia tampak cukup terpengaruh, tapi dalam konteks itu, ada pilihan yang bisa dipilih...
Ini pertama kalinya aku berhadapan dengan Kanna sebagai diri ku sendiri, dan itu membuat ku cemas.
Sambil terus mengulang "hati-hati, hati-hati" dalam pikiran ku, tiba-tiba Kanna mengeluarkan tawa kecil.
"Aku rasa situasi ini mengingatkan ku pada perjalanan pada hari itu."
"A-Ah, iya, kau benar."
Perubahan itu begitu tiba-tiba sehingga membuat ku bingung.
Kanna tertawa sejenak, tapi kemudian kembali serius dan menundukkan kepalanya.
"Apa kau tidak mau pulang...?"
"Kalo kau tahu dan sengaja mengatakannya, kau benar-benar kejam, Nishikoji-kun."
"Aku mengerti..."
Suasana terasa penuh dengan keputusasaan.
Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Kalo aki hanya berbicara dengannya begitu saja, itu akan terasa dingin dan tidak peka.
Sebenarnya, yang terbaik adalah tidak terlibat terlalu banyak dengan Kanna.
Lagi pula, semakin dekat aku dengan seorang heroine, semakin besar kemungkinan nasib buruk ku.
Dan bukan hanya itu, kejadian seperti hari ini bisa saja terulang.
Tapi...
"Sasaki-san, apa kau mau datang ke rumah ku? Aku tinggal sendirian, jadi tidak ada orang lain. Kau tidak bisa tinggal di sini sepanjang malam."
"Hah? Tapi itu akan merepotkan kau, Nishikoji-kun."
"Jangan pikirkan apa itu merepotkan atau tidak sekarang. Kalo kau tetap di sini, kau akan sakit, dan ini juga berbahaya. Kalo kau tidak bisa pulang, datanglah ke rumah ku. Aku tidak akan melakukan apa-apa padamu, aku janji."
Kanna terdiam.
Apa yang harus ku lakukan kalo dia menolak?
Kanna mungkin tidak punya orang lain yang bisa dia percayai selain aku.
Tapi, aku tidak bisa membiarkannya tinggal di sini terlalu lama.
Kalo hidup sendirian membuat ku menjadi pilihan yang kurang tepat, maka Narita akan menjadi pilihan yang lebih buruk lagi.
"Tolong, biarkan aku tinggal di rumahmu. Di rumahmu, Nishikoji-kun."
Ketika akhirnya aku mendengar jawabannya setelah beberapa detik hening, aku merasa lega.
"Pertama, apa kau ingin mandi? Ah, ruang ganti dan bak mandinya ada di sana. Kamar mandinya tepat di depan."
Kami akhirnya berbagi payung sampai tiba di rumah ku.
Sambil memberinya sedikit tur agar dia bisa menghangatkan diri, aku mulai mencari pakaian yang bisa dia pakai.
Hmm, sepertinya sweater ini akan pas untuknya... dan dia bisa memakai celana pendek olahraga ini yang entah kenapa aku punya di sini.
"Di mana aku harus meletakkan pakaian basah?"
"Hmmm... sebaiknya digantung agar bisa kering. Aku akan menjemurnya di kamar, jadi ketika kau selesai mandi, kasihkan ke aku. Ah, tapi... bagaimana dengan pakaian dalamnya? Kalo kau mau, kita bisa pergi beli yang baru di toko serba ada, kau pasti tidak mau memakai yang sama lagi, kan?"
"...Iya, kita akan lakukan itu."
Setelah kata-kata itu, dan setelah Kanna berganti pakaian, kami keluar lagi.
Untungnya, kami tinggal di daerah yang relatif ramai, jadi toko serba ada hanya 5 menit berjalan kaki.
"Ngomong-ngomong, apa kau tidak mau menanyakan tentang... apa yang terjadi?"
Kanna tiba-tiba bergumam.
Aki meliriknya sekilas, tapi rambutnya jatuh menutupi wajahnya, jadi aku tidak bisa melihat ekspresinya.
"Yah, aku rasa ada banyak hal yang mungkin tidak ingin kau bicarakan."
"Aku mengerti... Lalu, kenapa kau membiarkan ku tinggal di rumahmu?"
"Biasanya...kalo kau melihat seorang gadis sendirian di taman di bawah hujan, dengan ekspresi seperti itu di wajahnya, kau tidak bisa begitu saja mengabaikannya, kan? Entah itu karena alasan baik atau buruk."
"...Kau benar."
Kanna kembali terdiam.
Setelah itu, dia tidak mengatakan sepatah kata pun.
★★★
"Ah, benar juga."
Aku bergumam, tiba-tiba teringat sesuatu, dan Kanna menatap saya perlahan.
"Ada apa?"
"Aku sedang berpikir tentang apa yang akan kita makan malam nanti. Seperti yang kau tahu, aku hanya punya bahan makanan untuk satu orang. Kalo kau tidak terlalu kedinginan, bagaimana kalo kita ke supermarket? Kembali ke toko serba ada agak merepotkan."
"Ya, tidak apa-apa."
"Baiklah. Kalo begitu, ayo kita pergi. Supermarketnya ada di sana."
Rumah ku memiliki lokasi yang cukup strategis, setidaknya dalam hal ini.
Berkat itu, meskipun dalam situasi ini, aku masih punya cukup bahan makanan.
Mungkin akan lebih baik membeli makanan siap saji, tapi melihat ekspresi Kanna, aku merasa dia benar-benar ingin makan makanan yang dimasak oleh orang lain, dan yang masih segar.
"Sasaki-san? Apa yang ingin kau makan untuk malam ini?"
"Apapun terserah."
"Hmm, itu tidak membantu... Ayo, apa kau tidak punya makanan favorit? Aku tidak tahu apa aku bisa membuatnya atau tidak."
"Makanan favorit..."
"Ya."
"Aku tidak tahu apa itu makan favorit ku, tapi nasi goreng yang dulu dibuatkan ibu sangat enak."
"Nasi goreng, ya? Dengan bahan-bahan biasa?"
"Sepertinya begitu. Aku rasa itu dibuat dengan bahan yang ada di rumah... tapi rasanya enak."
"Baiklah, aku bisa membuat nasi goreng."
"Ya."
Kanna hanya mengangguk.
Aku tidak tahu apa yang membuatnya seperti ini, tapi jelas dia sedang sedih.
Semoga dia bisa mendapatkan kembali sedikit keceriaannya.
Sambil memikirkan Kanna yang seperti yandere di dalam permainan, saya masuk ke supermarket bersamanya.
Setibanya di rumah, aku mengeluarkan bahan-bahan yang ku beli dari tas belanjaan.
Beberapa aku simpan di lemari es dan sisanya ku letakkan di atas meja dapur.
"Baiklah, aku akan mandi dulu."
"Baiklah. Selama itu, aku tidak akan mendekati kamar mandi."
"Fufufu. Aku tahu kau bukan orang yang seperti itu."
Dengan itu, Kanna pergi ke ruang ganti.
Meskipun ekspresinya serius, kadang-kadang dia bisa tertawa tentang hal-hal aneh secara tiba-tiba...
"Baiklah, lupakan itu. Saatnya membuat nasi goreng."
Aku mengenakan apron yang baru saja ku beli.
Apa yang akan ku masak kali ini adalah nasi goreng yang cukup biasa.
Aku tidak tahu seperti apa nasi goreng yang sebenarnya, tapi ini adalah jenis hidangan yang orang bayangkan ketika mendengar 'nasi goreng'.
Di kehidupan ku sebelumnya, aku sering membuatnya saat malas memasak.
"Berapa lama dia akan selesai mandi, ya...?"
Tubuhnya pasti kedinginan, dan sebagai seorang gadis, dia juga pasti akan membutuhkan waktu lebih lama.
Satu jam? Itu terlalu lama, kan?
"Mungkin aku harus mulai memotong bahan-bahannya. Tidak akan lama untuk menumisnya."
Ketika Kanna selesai, aku seharusnya sudah bisa menyajikan hidangan yang baru dimasak.
Aku melihat jam dan mulai memotong bahan-bahannya.
Tepat ketika aku selesai mempersiapkan semuanya, aku mendengar suara pintu yang terbuka dengan cepat.
Sudah sekitar 10 menit sejak Kanna masuk ke kamar mandi, jadi sepertinya dia sudah selesai.
Saat aku sedang menumis nasi goreng di dapur, Kanna datang ke ruang tamu.
Dia mengenakan pakaian yang ku berikan.
Karena dia bertubuh kecil, kaos ku terlihat seperti gaun pendek yang sangat ketat... dan saat itu, hati ku berdebar kencang.
"Dan yang di... bawah...!?"
"Aku tinggalkan karena terlalu longgar."
"Tapi kalo terlihat bagaimana?!"
"Yah pakaian dalam ku tidak akan terlihat, jadi tidak masalah."
"Itu benar, tapi...!"
Pakaian dalamnya memang tidak terlihat.
Tapi, bagian bawah kaosnya cukup ketat.
Selain itu, hampir seluruh paha putih dan mulusnya terlihat.
...Ti-Tidak, ini agak...
Dia baru saja keluar dari kamar mandi dan baunya sangat harum, dan entah kenapa dia terlihat basah, memberi kesan seksi.
Singkatnya, kali harus dibilang dengan satu kata, ini cukup erotis.
"Apa kau perlu ikat pinggang? Dengan begitu kau bisa menyesuaikan kaosnya di pinggang dan bisa memakai celana pendek itu."
"Tidak, tidak perlu."
"Ah, aku mengerti. Tapi sepertinya pakain dalam mu akan terlihat, jadi hati-hati ya."
Dia mengangguk pelan.
Lalu, Kanna sedikit membungkuk dan melihat ke dalam wajan.
"Ini nasi goreng?"
"Iya. Karena itu permintaanmu, jadi aku membuatnya."
"Aromanya enak."
"Aku senang mendengarnya. Sudah lama aku tidak membuat nasi goreng. Akhir-akhir ini aku lebih sering membuat semur."
"Padahal hampir musim panas ya?"
"Ya, kalo aku bosan memasak, aku mulai membuat semur lebih banyak."
Dengan mengatakan itu, akhir-akhir ini aku agak lelah karena urusan dengan Saita, jadi aku lebih sering membeli makanan siap saji.
"Terima kasih, Nishikoji-kun."
"Kau tidak perlu berterima kasih. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan karena aku tidak bisa membiarkanmu begitu saja."
"...Ya."
Setelah beberapa saat, Kanna mengangguk.
Nasi gorengnya sudah siap, jadi saya membawanya ke meja bersama dengan salad sayuran.
Kanna duduk terlebih dahulu karena dia masih belum tahu bagaimana bergerak di rumah ini.
"Secara teori, ini sudah siap! Silakan!"
Aku meletakkan piring di depannya dengan nada ceria.
"Aromanya enak."
"Itu sudah kau katakan itu tadi. Apa benar aromanya semenyenankan itu?"
"Ya. Ada sesuatu yang... mengingatkan ku pada masa lalu."
Kanna, dengan mata sedikit terpejam, sepertinya dia sedang mengingat sesuatu dari masa lalunya.
Nasi goreng yang dibuatkan ibunya dengan bahan-bahan yang ada di rumah.
Aku membawa piring ku sendiri dan duduk di depan Kanna.
Aki tidak menyangka kalo memiliki 2 kursi di rumah, meskipun aku tinggal sendirian, ternyata sangat berguna.
"Kalo begitu, itadakimasu!"
"Itadakimasu!"
Kami ber-2 menyatukan ke-2 tangan kami dan mulai makan.
Kanna mengambil suapan pertama dan─────terdiam.
"Eh...? Apa rasanya buruk?"
Melihat ekspresi kosongnya dan bagaimana dia sedikit menggerakkan mulutnya, aku merasa cemas dan bertanya.
Tapi, Kanna hanya menggelengkan kepala dengan diam.
Lalu dia mulai memasukkan makanan sisa ke mulutnya dengan lahap.
Tiba-tiba, dia mengerutkan wajah.
"Karena sudah lama aku tidak membuatnya, kalo rasanya buruk, jangan ragu untuk memberitahuku."
Aku berkata itu dengan cepat, tapi Kanna kembali menggelengkan kepalanya dan terus makan nasi goreng.
"Ini sangat, sangat enak."
Saat aku masih merasa gelisah, Kanna berkata begitu.
Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak meletakkan sendok di piring.
"Serius? Kau tidak sedang memaksakan diri kan?"
"Aku tidak memaksakan diri sejak awal. Aku pikir ini enak. Karena..."
"Karena...?"
"Karena sudah lama aku tidak memakan sesuatu seperti ini."
Saat itu, aku mengerti.
Dia tidak mengerutkan dahi karena rasanya buruk, melainkan kemungkinan─────
"Kalo begitu, aku senang."
Dia seakan mau menangis.
Dalam informasi permainan, disebutkan kalo orang tuanya telah bersikap dingin padanya sejak kecil.
Hal itu mungkin ada hubungannya dengan fakta kaalo nasi goreng yang dibuat dari bahan-bahan yang ada di rumah menjadi hidangan penuh kenangan.
"Terima kasih, Nishikoji-kun. Apa yang harus kuberikan sebagai balasan?"
"Tidak, aku tidak berpikir kau kamu harus membalas apa pun atau hal semacam itu. Aku tidak tahu detailnya, tapi sepertinya kau telah melalui hal-hal sulit, kan? Yah... aku akan senang kalo kau merasa lebih baik, Sasaki-san."
"Itu saja? Benarkah?"
"Iya. Lagi pula, menurutku hal seperti ini tidak dilakukan demi imbalan."
"Begitu ya..."
Mata Kanna yang menunduk terlihat sedih.
Eh? Kenapa? Apa yang salah yang aku lakukan?
"Kalo begitu, Nishikoji-kun, apa kau melakukan ini dengan siapa saja?"
"Yah, aku tidak mengundang sembarang orang ke rumahku, hanya orang-orang yang kupercaya. Tapi, jika ada alasan yang sangat penting, mungkin itu berbeda."
"Begitu ya..."
Entah kenapa, Kanna tersenyum dengan canggung.
"Selamat malam."
"Selamat malam."
Pada akhirnya, aku menghabiskan waktu dengan menonton TV dan memainkan Hp hingga aku waktunya tidur.
Ada juga program varietas yang cukup menghibur.
Setelah memastikan kalo Kanna telah masuk ke kamar tamu, aku kembali ke kamarku.
Aku merasa lega, dan ketegangan di tubuhku menghilang.
Entah kenapa, aku merasa tegang selama ini.
"Tapi, apa sebenarnya yang terjadi...?"
Kalo Kanna benar-benar melakukan apa yang dikatakan dalam foto itu, dia seharusnya tidak merasa begitu tertekan.
Memang terdengar buruk jika dikatakan, tapi itu akan sedikit terasa seperti kesalahannya sendiri───yah, sebenarnya, itu adalah ungkapan yang tidak mempertimbangkan situasi.
"Aku bukan tipe orang yang melakukan hal seperti itu..."
Setelah bergumam seperti itu, aku teringat sesuatu.
Informasi dalam game.
Aku pikir rahasia Kanna bukan hanya tentang maid café, tapi juga kalo dia memiliki akun kedua.
Terkait hal itu, ada sebuah acara di mana dia bertengkar dengan protagonis dan kemudian berdamai.
"Itu bukan sesuatu yang dipaksa oleh siapa pun dia sendiri yang menciptakannya..."
Kalau begitu, apakah foto itu juga nyata?
Tapi...
"Ah, tidak ada gunanya memikirkannya! Lebih baik aku tidur."
Hal ini hanya bisa kutanyakan pada Kanna...
Aku mematikan lampu kamar dan membungkus diriku dengan selimut.
Banyak hal yang mengejutkan hari ini, dan aku merasa lelah.
Kupikir aku akan langsung tertidur, lalu menutup mata.
★★★
Suara pintu terbuka pelan membuatku membuka mataku.
Apa itu Kanna...?
Mungkin karena aku masih setengah tertidur, kepalaku belum sepenuhnya terjaga.
"...Nishikoji-kun, apa kau masih bangun?"
Suaranya, yang diucapkan dengan berbisik, sepertinya memeriksa apa aku sedang tidur.
Meski aku tidak yakin, menurutku sudah sekitar 15 menit sejak dia memasuki kamarnya.
Aku tidak tahu apa tujuannya, tapi aku memutuskan untuk tetap merespons.
"Aku masih bangun."
"Sungguh...?"
"Ya, sungguh."
Kanna mendekat dengan sikap hati-hati dan perlahan naik ke tempat tidurku.
Hah, apa yang sebenarnya kau rencanakan...?
"Kau tahu, Nishikoji-kun?"
"Hmm?"
"Masalahnya adalah...boleh aku tidur denganmu?"
Kata-kata yang dia bisikkan di dekat telingaku membuat pikiranku tersentak.
─────Benarkah?
Aku tidak perlu bertanya apa maksudnya.
Di ruangan redup ini, di malam hari, 2 remaja bersama...aku tidak sepenuhnya yakin, tapi aku mengerti.
Tapi kenapa?
Kenapa Kanna tiba-tiba mengatakan hal seperti itu?
Saat aku berdiri tertegun dan tidak mampu menjawab, sepertinya Kanna menganggap diamku sebagai jawaban ya.
Dia berjalan mendekat dan dengan hati-hati mengangkat selimut yang menutupi tubuhku.
Lalu, dia naik ke tempat tidur.
Sejak awal, dia sudah punya niat itu, karena dia hanya mengenakan pakaian dalam.
Rasa lembut di pahanya menular secara langsung, dan seluruh tubuh saya langsung menjadi hangat.
"Sasaki-san...?"
Kanna menyentuh pipiku.
Tangannya dingin dan lembut.
Saat dia semakin dekat, jantungku berdebar kencang.
Mungkin lewat sini...?
"Nishikoji-kun. Menurutku, aku punya gaya yang bagus. Aku tahu anak-anak di kelas membicarakan ku, dan aku juga tahu kalo foto itu tidak palsu. Aku belum pernah berhubungan seks, jadi ini pertama kalinya bagi ku. Itu sebabnya..."
"Sasaki-san."
"Aku ingin bersamamu, selalu Nishikoji-kun. Aku ingin selalu bersamamu, jadi...kalo kau tidak keberatan."
─────Haruskah kita melakukannya?
Aku memejamkan mata sejenak.
Perpaduan antara sensualitas, kerapuhan dan tekstur membuat ku merasa pusing.
Tapi, gambaran Kanna di sekolah, tersenyum dan cerah, muncul di benakku.
"Sasaki-san...!"
Aku meraih bahunya.
Kanna bergidik, terkejut.
Pakaian dalamnya, seperti yang diharapkan, itu indah.
Dia memiliki tubuh yang proporsional dengan payudara yang indah, meskipun langsing, dia tidak terlalu kurus.
Dia memiliki jumlah lemak dan otot yang pas, benar-benar seperti seorang idol gravure.
[TL\n: Idol gravure adalah istilah yang berasal dari Jepang dan merujuk pada genre fotografi atau video yang menampilkan selebritas, terutama idola wanita (sering disebut gravure idols atau グラビアアイドル, gurabia aidoru), dalam pose yang estetis, glamor, dan terkadang menggoda, namun tidak eksplisit. Biasanya, foto-foto atau video ini menampilkan para idola mengenakan pakaian renang, pakaian kasual, atau kostum tematik lainnya, dengan fokus pada daya tarik visual mereka. Media ini sering dipublikasikan dalam majalah, photobook, DVD, atau melalui platform digital.Meskipun tidak bersifat pornografis, idol gravure sering dianggap sebagai bagian dari industri hiburan dewasa ringan (softcore), karena kontennya yang lebih menonjolkan daya tarik fisik dibandingkan dengan karya seni atau dokumentasi formal.]
Tidak, bahkan lebih dari itu.
Dalam satu kata, dia sangat menggoda.
Meskipun merasa seperti kehilangan kesempatan, aku tetap berdiri.
Aku berdiri tepat di depan Kanna.
Kemudian, dengan hati-hati, aku membalutkan selimut yang jatuh di lantai ke bahunya.
"....Apa kau baik-baik saja? Jangan memaksakan dirimu."
Sambil mengingat pembicaraan sebelumnya, aku bergumam.
Kanna membuka matanya sedikit lebih lebar.
"Eh...? Apa yang terjadi?"
Saat dia bertanya, Kanna memalingkan wajahnya dengan ekspresi canggung.
Mungkin dia telah sadar kembali.
"Aku tidak tahu harus bilang apa... eh..."
"Ambil waktumu."
"Yah, aku... aku tidak pernah terlibat dalam hal seperti itu dengan sugar daddy."
"Begitu ya..."
Aku menghela napas lega.
"Fakta kalo aku berjalan di tempat itu hanyalah... kebetulan, atau lebih tepatnya sebuah insiden yang tidak terhindarkan."
"E-Eh?"
Tidak terhindarkan, tapi kebetulan...?
Aku sama sekali tidak mengerti jawabannya dan secara refleks mengeluarkan suara bingung.
"Yah, tujuan awal pertemuan kami bukan itu, dan orang yang seharusnya kutemui adalah seorang anak SMA, bukan pria dewasa."
"Ya."
"Ini... keluargaku sudah sangat ketat sejak lama, yah, ketat mungkin bukan kata yang tepat..."
"Ya."
"Orang tuaku..."
Saat itu, Kanna menghentikan kata-katanya.
Dia membuka dan menutup mulutnya beberapa kali, dan setelah mengulangi gerakan itu 2 atau 3 kali, dia berbisik dengan suara penuh tekad.
"Orang tuaku... mungkin tidak terlalu peduli padaku."
Suara itu begitu kecil, seperti dengungan nyamuk.
Di balik gemetar suaranya, ada esensi dirinya yang sepenuhnya.
"Itulah sebabnya, kurasa. Tapi mereka sangat menuntut dengan nilainya. Awalnya aku berusaha keras. Tapi, meskipun aku berusaha, mereka tidak pernah memuji, jadi... bagaimana ya? Aku meresa lelah."
"Begitu ya."
Sambil sesekali mengangguk mendengar kata-katanya, aku terus mendengarkan.
Pada saat yang sama, aku merasakan sesuatu di dalam hatiku───sebuah bagian yang mungkin tidak akan pernah bisa kusentuh terasa nyeri.
"Aku ingin seseorang mendengarkan masalahku. Bukan seseorang dari kelasku. Aku butuh tempat di mana aku bisa menunjukkan diriku yang sebenarnya, tanpa ada yang mengenalku. Jadi aku mulai di SNS, dan sejak awal aku berteman dengan seseorang yang tahu betul keadaanku, dan akhirnya kemarin kami memutuskan untuk bertemu."
"Dan dia adalah pria dewasa itu?"
"Dia memang pria dewasa, tapi seharusnya dia seorang anak SMA. Setidaknya, itu yang dia tunjukkan di SNS."
"Ah~, begitu ya."
"Jadi aku pikir orang itu sebenarnya seperti itu juga, dan saat aku pergi untuk bertemu dengannya, ternyata dia adalah pria dewasa. Tapi dia selalu mendengarkan ceritaku, jadi aku pikir aku bisa mempercayainya. Dia bilang dia akan mendengarkan aku dan mengajakku ke tempat terdekat untuk beristirahat, dan begitulah semuanya terjadi."
"Jadi itulah alasannya..."
Akhirnya aku mengerti.
Alasan kenapa dia berjalan dengan pria dewasa di area love hotel.
Dan kata-kata yang dia ucapkan sebelumnya di tempat tidur.
Pria dewasa yang berpura-pura menjadi anak SMA itu, tanpa diragukan lagi, adalah penyelamat baginya untuk menjaga hatinya tetap utuh, dan karena itu dia tidak bisa menolaknya.
"Ta-Tapi aku sadar di tengah jalan dan menolaknya. Jadi aku tidak melakukan apa-apa, dan aku memberi tahu Sensei tentang situasinya agar hukumanku dicabut."
"Begitu ya..."
"Mulai sekarang, aku tidak bisa lagi berbicara dengan orang itu di SNS. Sebenarnya, aku bertanya-tanya untuk apa dia berbicara denganku selama ini. Apa hanya untuk bertemu dan melakukan itu? Kalo memang hanya itu, maka..."
Ceritanya bergema dalam diriku dengan cara yang menyakitkan.
...Kenapa?
Aku tidak memiliki masa lalu di mana orang tuaku memperlakukanku dengan dingin, jadi kurasa itu adalah sesuatu yang sangat sulit untuk kumengerti.
Lalu, sebenarnya kenapa?
"Aku bertanya-tanya apa yang benar-benar kupercaya. Sekarang aku bahkan tidak tahu apa yang telah kupercayai sejak aku kecil. Aku yakin rumor itu juga telah menyebar ke seluruh sekolah, dan aku tidak punya tempat untuk berada, jadi karena itu aku ada di taman."
"Begitu ya."
Aku tidak tahu harus berkata apa.
Aku tidak pernah berada dalam situasi yang mirip dengan dirinya, dan aku tidak bisa sepenuhnya memahami rasa sakit orang lain.
Sambil menggertakkan gigi karena frustrasi, Kanna melanjutkan berbicara.
"Dan begitulah yang terjadi. Jadi, ya. Hanya kau yang bersikap baik padaku, dan itu menyelamatkanku. Aku juga berpikir kalo aku harus memberikan sesuatu kembali padamu, dan kalo aku bilang aku hanya ingin alasan untuk bersamamu, apa kau akan membenciku, Nishikoji-kun?"
"Tidak, aku tidak akan membencimu."
Aku segera menjawab kata-katanya.
Itu adalah sesuatu yang harus benar-benar kutolak.
Meski aku sangat terkejut, aku juga merasa simpati terhadap tindakannya yang tiba-tiba dan sama sekali tidak merasakan kebencian.
Tidak... Apa maksudnya 'simpati'...?
"Aku pasti tidak akan membencimu."
"U-Uh... terima kasih."
Tapi, Kanna mengangguk dengan ekspresi yang tampak tidak yakin.
Mungkin dia masih belum terbiasa dengan orang-orang yang menunjukkan kasih sayang padanya, bukan dalam arti romantis.
Bahkan persahabatannya tampak dangkal.
"Ah, tapi apa yang harus kulakukan mulai besok di sekolah atau di rumah? Aku sudah memberi tahu orang tuaku, jadi aku tidak bisa pulang hari ini."
"Begitu ya..."
"Mungkin aku akan mencoba pulang besok~. Tentang sekolah, kurasa itu akan selesai dengan sendirinya."
Sekolah adalah komunitas kecil, tetapi semua orang mudah bosan.
Seiring waktu, Kanna mungkin akan melupakan semuanya dan kembali seperti dirinya sendiri.
"Ya. Oh, benar, bagaimana kalo sesekali kau datang ke rumahku?"
Astaga, apa yang telah kulakukan?
Kata-kata itu keluar dari mulutku tanpa berpikir, dan aku terkejut.
Kalo aku mengatakan itu, dia mungkin akan semakin menjauh dari orang lain.
Tapi, aku tidak bisa membiarkan Kanna yang seperti sekarang sendirian.
"Eh?"
"Tidak, maksudku, kalo kau merasa tidak nyaman di rumahmu, kupikir kau bisa tinggal di sini... tapi memang benar. Tinggal satu apartemen dengan seorang anak laki-laki sekelas pasti tidak nyaman..."
"Tidak! Tidak tidak nyaman! Tidak nyaman, tapi...!"
"Tapi apa?"
"Kenapa kau melakukan begitu banyak untukku, Nishikoji-kun?"
"Kenapa...? Aku tidak tahu, aku hanya merasa ingin melakukannya."
"Begitu ya... Kau sangat baik, Nishikoji-kun."
"Aku tidak merasa aku sebaik itu."
"Ya, kau memang baik."
"Benarkah...? Oh, ngomong-ngomong, ada sesuatu yang ingin kukatakan."
Aku mengingat sesuatu yang sudah kupikirkan sejak lama.
"Apa itu?"
"Yah, mungkin kau tidak bisa menangis, tapi kurasa kau tidak harus memaksakan diri."
Mendengar ini, Kanna membuka matanya lebar-lebar.
Sejak kami makan nasi goreng, aku sudah bertanya-tanya tentang itu.
Di taman juga sama.
Kanna menunjukkan ekspresi seolah dia ingin menangis, tapi dia tidak pernah menangis.
Karena itu, aku merasa dia terus mengatakan pada dirinya sendiri untuk tidak menangis.
"Kenapa...?"
"Eh?"
"Kenapa kamu menyadarinya...?"
"Karena kau terlihat seperti ingin menangis, tapi kau tidak melakukannya. Kalo ada sesuatu yang sangat menyakitkan, bukankah kau ingin menangis?"
"Aku telah menyembunyikannya selama ini... karena itu terlihat seperti aku bukan manusia, kan?"
"Aku tidak berpikir begitu."
"Sejak kecil, orang tuaku selalu memarahiku setiap kali aku menangis, jadi aku jadi tidak bisa menangis. Mungkin ada bagian dari diriku yang berpikir kali menangis itu salah. Dan karena aku tidak bisa menangis, sekarang, saat aku benar-benar ingin melakukannya, rasanya sakit. Sakit sekali..."
Terdengar isakan kecil.
"Tapi, entah kenapa, saat kau mengatakan aku boleh menangis, air mataku mulai keluar."
Setetes air mata mengalir di pipinya.
Di momen yang terasa begitu tidak biasa, cahaya bulan yang masuk melalui jendela menerangi pipinya, menciptakan pemandangan yang terlalu indah.
Tapi, Kanna dengan cepat menghapus air matanya dan tersenyum.
"Tapi, tetap saja, aku tidak pandai menangis."
"Begitu ya."
"Iya. Itu bukan sesuatu yang mudah kulakukan, dan mungkin akan lebih mudah jika aku bisa menangis. Tapi sekarang aku tidak bisa, jadi aku hanya berharap di masa depan..."
Kanna menatapku dari bawah, dengan pandangan penuh harap.
"Aku ingin kau memberitahuku kalo tidak apa-apa menangis sedikit, di saat yang tepat."
Sepertinya perlahan dia kembali ke dirinya yang biasanya.
Dengan nada sedikit menggoda, aku menjawab...
"Iya, aku mengerti."
"Bagus! Jujur saja, aku masih merasa tidak enak, tapi... aku sudah lebih tenang, jadi aku akan kembali ke kamarku. Maaf sudah merepotkanmu. Sampai jumpa besok. Ah, dan juga..."
Kanna mendekatkan bibirnya ke telingaku.
"Aku tidak memaksakan diri untuk mencoba melakukan yang tadi."
Dia tertawa kecil dengan nada nakal dan keluar dari kamar.
Kata-kata tak terduga itu membuat jantungku berdetak lebih cepat.
Tapi, bertolak belakang dengan itu─────
"Kenapa aku menangis?"
Aku merasakan cairan hangat mengalir di wajahku.
Benarkah, kenapa?
Memang benar cerita Kanna sangat menyedihkan, tapi tetap saja...
"Ah, sekarang aku ingat."
Aku teringat pemilik asli tubuh ini.
Tentu saja, ini pasti─────
"Air mata Nishikoji."
Pertanyaan yang kutanyakan padanya tentang datang ke rumahku juga mungkin karena itu.
Kata-kata itu mungkin keluar begitu saja dari mulutku karena Nishikoji pernah mengalami hal yang serupa dengan Kanna.
Begitu pula dengan empati yang kurasakan.
"Nishikoji juga membawa banyak beban, ya?"
...Tapi, tetap saja, dia adalah orang bodoh dalam banyak hal.
★★★
"Selamat pagi~, Nishikoji-kun."
Seseorang berbisik di telingaku, dan kesadaranku mulai setengah terbangun.
Apa ini? Apa ini mimpi? Apa mungkin ini mimpi?
Bagaimanapun juga, dunia di mana ada Kanna pasti hanyalah mimpi, tanpa keraguan...
"Hm~, Nishikoji-kun, kau sama sekali tidak bangun. Kalo kau tidak segera bangun, aku akan masuk ke tempat tidurmu dan aku akan tidur bersamamu, oke?"
Tidur bersama?
Kalo itu Kanna, tentu saja aku akan sangat senang! Malahan, aku yang akan memintanya.
Sambil memikirkan itu, aku tetap memejamkan mata.
Karena dunia ini, pasti hanya mimpi...
"Kau benar-benar tidak bangun. Apa yang harus kulakukan? Tu-Tunggu, tapi apa yang tadi kukatakan hanya bercanda... Kau tidak mendengarnya, kan? Yah, kau pasti tidur nyenyak. Sepertinya kau benar-benar tertidur lelap."
Aku mendengar suara yang terdengar seperti sedang meyakinkan dirinya sendiri.
Apa yang sedang terjadi? Benarkah dia akan tidur bersamaku? Sungguh mimpi yang terlalu sempurna.
"Baiklah! Aku akan melakukannya! Eeeh!"
Sebuah benda hangat dan lembut masuk ke dalam selimutku.
"Wah, wah! Aku benar-benar masuk! Aku benar-benar masuk!"
Aku mendengar suara gugup dan cepat.
Bahkan, ini terasa sangat nyata.
Apa mungkin ini bukan mimpi?
Tidak mungkin.
"Fufufu, berada di sebelah seseorang di pagi hari itu rasanya menyenangkan sekali. Jadi begini rasanya Nishikoji-kun, ya. Fufufu."
Napasnya terasa di punggungku, membuatku geli, jadi aku membalikkan badan di atas tempat tidur.
Aku perlahan membuka mataku, dengan masih agak linglung.
"Eh!?"
Kanna mengeluarkan suara kecil, dan pada saat itu aku langsung sepenuhnya terbangun.
"Kanna...?"
"Ah! Kau akhirnya memanggil nama depanku... Maksudku, selamat pagi."
“Selamat pagi. Ah, i-ini, Sasaki-san."
Aku segera menyadari kesalahanku dan langsung memperbaikinya.
Aku sudah terlalu sering memanggilnya Kanna dalam pikiranku, sampai nama itu melekat di lidahku.
Lalu, apa yang harus kulakukan sekarang...?
Sementara aku merasa gugup, Kanna memandangku dengan ekspresi tidak senang.
"Kenapa kau memanggilku dengan nama belakangku lagi!?"
"Ma-Maaf? Kupikir memanggilmu dengan nama depan tiba-tiba akan terasa aneh atau semacamnya."
"Itu tidak aneh sama sekali! Lagi pula, kita teman sekelas, jadi itu hal yang normal... atau maksudku..."
"Itu hal yang normal!?"
Dunia orang-orang ekstrovert benar-benar luar biasa.
“Yah, bukan berarti itu hal yang normal, tapi... karena kita sudah lebih dekat, kenapa tidak saling memanggil dengan nama depan kita saja saat kita di rumah?"
"Benar juga. Ayo kita lakukan itu."
Untuk saat ini aku setuju, tapi kepalaku benar-benar kacau.
Orang-orang ekstrovert benar-benar terlalu berani.
"Ah, dan juga, bukan tanpa alasan aku di sini. Itu karena kau, Nishikoji-kun, tidak bangun."
"Ah, begitu ya..."
"Su-Sungguh! Tidak ada maksud lain! Aku akan menunggumu di ruang tamu, jadi datanglah untuk sarapan."
Setelah mengatakan itu, Kanna, dengan wajah merah padam langsung berlari keluar dari kamarku.
Meskipun dia sendiri yang masuk ke tempat tidurku, sekarang dia merasa malu.
Sepertinya semua kegugupannya tadi hanyalah cara untuk menutupi rasa malunya.
"...Dia seperti angin topan."
Sungguh, apa yang baru saja terjadi?
★★★
Sesampainya di ruang tamu, aroma yang lezat memenuhi udara.
"Ah, kau akhirnya sudah benar-benar bangun, Nishikoji-kun! Selamat pagi!"
Kanna tersenyum padaku sambil mencondongkan tubuh untuk melihat wajahku dari dekat.
"Selamat pagi."
"Aku meminjam apronmu tanpa izin! Oh, dan sarapannya adalah nasi, tamagoyaki, dan sup miso~. Setelah kau cuci muka dan sikat gigi, aku akan menyajikannya."
"Ah, baiklah."
Dia mendorongku dengan lembut ke arah kamar mandi.
...Entah kenapa, melihat Kanna memakai apron seperti itu membuatku berpikir kalo dia terlihat seperti pangantin baru... Apa yang kupikirkan!?
Aku mencuci muka untuk menghilangkan pikiran-pikiran itu.
Ngomong-ngomong, ada satu hal lagi yang terlintas di kepalaku, Kanna di dunia game.
Dalam game, dia adalah karakter yandere yang selalu berusaha menyenangkan, tapi kurasa dia tidak pernah melakukan sebanyak ini untukku.
Bahkan, yah... di game itu, ketika di rumah, kami hanya menghabiskan waktu dengan... yah, kau tahu.
Jadi, itu adalah jenis pikiran yang muncul.
Setelah apa yang terjadi kemarin, ingatan-ingatan romantis dari permainan itu kembali terbayang di pikiranku.
"Lupakan, lupakan, tolong..."
Kanna di sini berbeda dari Kanna di game itu.
Setelah mendengar cerita yang dia sampaikan kemarin, aku menyadari kalo dia adalah gadis yang jauh lebih sensitif dan kuat daripada yang kubayangkan.
"Haa~..."
Aku menghela napas sambil melihat wajahku yang masih dihiasi lingkaran hitam di bawah mata.
Aku mengambil napas dalam-dalam dan pergi ke ruang tamu.
"Selamat datang kembali! Ayo, mari kita sarapan!"
Meskipun matanya masih sedikit bengkak, Kanna menyambutku dengan senyum lebar, menunjukkan bahwa mungkin dia sudah sedikit lebih tenang setelah semua yang terjadi kemarin.
"Itadakimasu!"
Kami ber-2 menyatukan ke-2 tangan kami sebagai tanda terima kasih dan mulai mengambil tamagoyaki dengan sumpit.
Saat aku mencicipinya, rasa kaldu miso perlahan menyebar, memberikan rasa yang gurih.
"Ini enak sekali..."
"Benarkah? Aku senang mendengarnya, karena aku cukup pandai memasak."
Kanna tersenyum padaku dengan ekspresi cerah.
Nasi yang dimasak dengan sempurna, lembut, dan sup miso yang memiliki rasa dashi yang kaya sangat lezat.
"Aku tidak tahu kalo kau bisa memasak sebaik ini..."
"Sudah lama aku tidak memasak, tapi yah, orang tuaku biasanya pulang terlambat. Jadi sejak kecil aku sering memasak untuk diriku sendiri."
"Begitu ya."
"Ah, yah, itu bukan sesuatu yang terlalu serius. Sebenarnya, aku bersyukur karena itu membuatku jadi mahir dalam pekerjaan rumah tangga."
"Ya. Kau memasak dengan luar biasa. Serius, ini mungkin pertama kalinya aku mencicipi sesuatu yang seenak ini."
"Benarkah...? Kalau begitu, aku senang. Aku tidak tahu kalo memasak untuk orang lain dan melihat mereka menikmatinya bisa sangat menyenangkan. Apalagi kau, Nishikoji-kun, makan dengan begitu lahap."
"Ya... Aku pikir, kalo seseorang memuji masakanmu, pasti rasanya membahagiakan."
Aku teringat nasi goreng yang kubuat kemarin.
Dibandingkan dengan masakan Kanna, milikku jelas tidak sebaik itu, tapi tetap saja, dia terus mengatakan betapa lezatnya sambil memakannya.
"Eh, ini mungkin sedikit lancang, tapi..."
"Selama itu bukan soal berat badan atau ukuran tubuhku, tanyakan saja apa pun."
"Hah!? Aku tidak akan menanyakan hal seperti itu! ...Begini, aku ingin tahu apa yang akan kau lakukan soal sekolah hari ini."
Itu adalah sesuatu yang terus terlintas di pikiranku sejak tadi malam.
Situasinya belum sepenuhnya mereda, jadi mungkin akan tetap sulit di sekolah, terutama bagi para gadis yang lebih sensitif terhadap masalah seperti ini.
"Benarkah apa kau tidak tertarik dengan ukuran tubuhku? ...Yah, tidak apa-apa. Hmm, kurasa aku harus bersabar untuk sementara waktu."
"Apa kau tidak akan mengatakan yang sebenarnya sendiri?"
"Aku rasa tidak ada gunanya. Aku tidak peduli kalo itu bocor di SNS atau semacamnya, tapi... aku tidak yakin mereka akan mempercayaiku. Kemarin aku tidak bisa langsung menyangkalnya, jadi kalau tiba-tiba aku bicara hari ini, pasti mencurigakan, kan? Karena itu, lebih baik aku bertahan saja."
"Begitu ya..."
Benar kalk Kanna yang mengatakannya, mungkin saja mereka tidak akan percaya.
Meskipun menurutku ada kemungkinan lebih besar mereka percaya, melihat apa yang terjadi kemarin, tetap ada kemungkinan sebaliknya.
Jadi, apa yang harus kulakukan?
Hanya diam saja, sekadar mengamati? Membiarkan seseorang yang sedang kesulitan terus menderita?
"Aku mengerti. Setelah beberapa waktu, mungkin semuanya akan membaik."
"........? Ya, kau benar. Setelah beberapa waktu, semuanya akan baik-baik saja."
Kanna mengangguk.
Setelah melihatnya, aku menghabiskan sisa sup miso di mangkukku.
★★★
Begitu Kanna keluar dari rumah, aku pun pergi ke sekolah.
Tapi, jujur saja, suasana di kelas sangat buruk.
Berbeda dengan kemarin, tidak ada yang menjawab salam Kanna.
Bahkan aku, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah ini, bisa merasakan betapa tidak nyamannya suasana di ruangan itu.
"Serius, masalah Kanna benar-benar luar biasa, kan?"
"Berjalan dengan pria tua itu... menjijikkan."
Bahkan terdengar bisikan-bisikan jahat dari beberapa orang.
Kanna, yang duduk di tempatnya, membelai pelan gantungan kunci panda kesayangannya.
Di kelas ini, tempat orang-orang paling menonjol berkumpul, suasana dikuasai oleh kejahatan dari mereka yang berada di strata sosial tertinggi, orang-orang yang belum pernah aku ajak bicara sebelumnya.
Sepertinya, rumor itu tidak hanya beredar di kelas kami.
Saat waktu makan siang, siswa-siswa dari kelas lain yang tidak aku kenal datang secara diam-diam untuk mengintip, dan semakin banyak orang berkumpul.
Pada titik ini, rumor itu mungkin sudah membesar sedemikian rupa sehingga akan sulit untuk membantahnya.
Kanna, yang memahami situasinya, memilih diam dan tetap sendirian.
"Hei, Kanade, menurutmu apa yang akan dilakukan Sasaki-san?"
"Eh?"
"Yah, setidaknya dia datang ke sekolah hari ini, kan? Jadi, dia tidak diskors, kan? Itu berarti semua hal tentang sugar daddy itu bohong, kan?"
Sebenarnya, aku sudah lama berpikir kalo Narita cukup cerdik.
"Tapi lihatlah, begini jadinya. Aku tidak tahu apa yang harus kita lakukan."
"Ah... iya."
Kanna bilang dia harus bersabar untuk sementara waktu.
Tapi, apa benar dia bisa bertahan dalam suasana seperti ini...?
Ini terlalu berat...
"Ini terlalu sulit."
Aku bergumam pelan, dan Narita mengangguk.
★★★
Saat waktu makan siang hari itu, jumlah pengintip mencapai puncaknya, dan seorang anak nakal dari kelas sebelah menerobos masuk ke ruang kelas.
"Kau Kanna Sasaki, kan?"
Dia berdiri di depan Kanna dan bertanya dengan nada kasar.
Kanna, yang hanya mengangkat pandangannya tanpa mengangguk, diamati dengan tatapan meremehkan oleh anak itu.
"Berapa tarif untuk sekali ngewe denganmu?"
Pertanyaan itu membuat suasana di kelas membeku.
Meski para gadis sering berbisik di belakangnya, tak seorang pun berani mengatakan apa pun secara langsung, apalagi melontarkan pertanyaan vulgar seperti itu.
Kanna menatap anak itu untuk beberapa saat sebelum mencoba mengabaikannya dan berdiri.
Itu adalah tindakan yang masuk akal.
Tapi, anak itu mencengkeram lengan Kanna dan tertawa, mengatakan bahwa dia tidak akan membiarkannya pergi sebelum mendapat jawaban.
Suasana menjadi tegang, dan mata Kanna mulai memerah perlahan.
Padahal, kemarin dia berkata bahwa dia tidak bisa menangis.
Sebelum sempat memikirkan peringatan apa pun, tubuhku sudah bergerak lebih dulu.
Narita, yang duduk di bangku depan, berseru, "Eh?"
Sepertinya Kaede Nishikoji adalah masalah besar saat di SMP.
Dia tidak pernah kalah dalam perkelahian dan dianggap lebih kuat dari siapa pun.
Selain itu, di sekolah ini, dia dikenal sebagai orang yang paling ditakuti.
"A-Ah, maaf, maaf. Aku hanya penasaran."
Aku mencengkeram tangannya dengan kuat agar dia melepaskan lengan Kanna.
Dengan tekanan kuat itu, anak itu menunjukkan ekspresi ketakutan.
"Bagaimanapun juga..."
Aku berbicara dengan nada suara kesal, mencoba meniru Kaede Nishikoji yang lama.
Aku tidak peduli menjadi penjahat jika itu membuat situasi menjadi tenang.
"Kau benar-benar melakukan hal seperti itu? Sejak pagi, orang-orang ribut dan membuatku kesal."
"Eh, itu..."
Kanna menunjukkan ekspresi bingung sebelum akhirnya menjawab,
"Aku benar-benar tidak melakukan apa pun!"
Kelas menjadi hening, seolah semua orang berpikir kalo, setelah diancam oleh Nishikoji, Kanna akhirnya akan mengatakan yang sebenarnya.
Lalu, Kanna mulai menjelaskan situasi sebenarnya.
Awalnya, beberapa siswa yang sudah memutuskan kalo itu bohong mulai terlihat pucat seiring mereka mendengar penjelasan Kanna.
Tampaknya taruhanku berhasil.
"Terima kasih, Nishikoji-kun."
Akhirnya, di kelas yang mulai kembali normal, Kanna berbisik pelan agar hanya aku yang mendengarnya.
Begitulah, insiden heboh tentang sugar daddy-nya Kanna pun berakhir dengan tenang.
★★★
"Shunichi...?"
Saat memanggilnya, Narita muncul dari balik loker sepatu.
"Soal yang ingin aku bicarakan... Sebenarnya bukan hal besar. Aku hanya menunggu waktu yang tepat setelah selesai membersihkan. Maaf... Oh, bagaimana kalo kita buang sampahnya bersama dulu?"
"Ya, benar juga. Aku akan membuang ini."
"Tidak, mari kita bicara sambil berjalan."
Aku sama sekali tidak tahu apa yang ingin Narita katakan.
Aku juga tidak mengerti situasi di pihak Nishikoji, tapi apa ada alur serupa dalam cerita kehancuran itu?
Aku berjalan dengan gugup di samping Narita.
"Kaede makanan favoritmu apa?"
"Makanan favoritku...?"
Aku menjawab dengan ragu atas pertanyaannya yang tiba-tiba dan aneh.
"Ah, kurasa yakisoba."
"Aku sudah tahu itu."
Narita menghela napas pelan dan mengangguk.
"Ngomong-ngomong, makanan favoritmu adalah omurice, Nishikoji."
"Eh...?"
Aku terdiam seketika.
Aku menatap langsung ke mata Narita, tapi ekspresinya serius.
Sepertinya dia tidak sedang bercanda.
"Kau bukan Kaede Nishikoji."
Aku duduk di bangku dan menyerahkan jus yang kubeli dari mesin penjual otomatis terdekat kepada Narita.
Setelah itu, kami membuang sampah dan pergi ke taman terdekat yang tenang dan sepi dari orang-orang.
"Ini, ini jus yang kau suka, kan?"
"Ya, terima kasih."
Aku membuka tutup botol minuman itu dan meminumnya dalam sekali teguk.
Meski udara musim semi sedikit dingin, justru itu membuatku merasa sedikit tenang.
"Tapi tetap saja, bagaimana kau bisa menyadari kalo aku bukan aku?"
"Pertama kali aku merasa ada yang aneh adalah saat aku bicara denganmu di sesi bimbingan."
"Ah, ya, aku juga merasa itu mencurigakan."
"Kau bisa melakukannya dengan cara yang lebih baik."
Narita tertawa kecil sambil mengatakan itu.
"Ya, aku tahu. Aku pikir itu sudah mencurigakan pada saat itu, tapi yang lebih membuatku yakin adalah setelahnya. Cara kau berbicara, tindakanmu... semuanya berbeda. Nishikoji yang biasanya penuh dengan kenakalan tiba-tiba berubah, dan di dalam hati, aku benar-benar merasa marah."
"Yah, itu wajar kau punya alasan untuk marah."
"Kau lihat? Aku bertanya-tanya, 'Kenapa ini terjadi?' Aku sempat berpikir untuk memutus hubungan dan bertindak seperti Nishikoji yang lama."
"Jadi begitu ceritanya."
Sesaat, aku membayangkannya.
Narita yang tenggelam dalam kegelapan.
Aku dan Narita, dengan peran yang terbalik.
Mungkin aku sedang berusaha menyelamatkan hidup Narita, yang bisa saja menuju kematiannya bersama Nishikoji, tapi sebenarnya, mungkin aku sedang menghancurkan hubungan kami.
Gerakan hati seseorang tidak bisa dipahami oleh orang lain.
Pilihan Narita hanya bisa dia yang buat, dan pilihanku, hanya aku yang bisa memutuskan.
Ini bukan game.
Sejak aku terlahir kembali, ceritanya telah berubah dibandingkan dengan materi aslinya; ini bukan lagi game yang aku kenal.
─────Pilihan telah berubah menjadi sesuatu yang bisa dipilih oleh setiap orang dengan bebas.
"Tapi, saat aku berpikir, 'hanya 1 hari lagi, hanya 1 hari lagi',hubungan kita mulai semakin dalam... Dan ini, aku hanya akan memberitahumu, Kaede, tapi sebenarnya, ketika aku masih di SD, aku adalah korban bullying dari teman-temanku."
Suara Narita tiba-tiba berubah.
Aku meluruskan punggungku.
"Itu mengerikan, setiap hari, dan aku selalu berpikir suatu saat aku akan membalas dendam. Aku ingin mereka membayar atas apa yang mereka lakukan. Itu adalah satu-satunya keinginanku. Tapi karena aku pengecut, aku tidak bisa berbuat apa-apa, dan akhirnya aku kabur dan ikut ujian masuk SMA untuk masuk ke sekolah ini. Di SMP, aku berpikir untuk naik ke puncak hierarki, untuk menjadi seseorang yang kuat. Tapi tentu saja, aku tidak bisa mengubah kepribadianku dalam semalam dan aku tidak punya teman, jadi aku terperosok dalam kesedihan. Dan saat itulah Nishikoji muncul."
"Ah."
Masa lalu Narita, yang tidak pernah disebutkan dalam permainan.
Aku mendengarkan dengan seksama, itu jauh lebih berat daripada yang aku bayangkan.
"Sejak Nishikoji masuk sekolah, dia benar-benar berani, tidak takut, bahkan menghadapi para Senpai. Insiden pertama yang dia buat adalah ini, Pacar seorang Senpai jatuh cinta pada Nishikoji tanpa dia ketahui, dan Senpai itu marah dan datang ke kelas untuk memukulnya. Jadi aku berpikir, 'Apa yang akan dilakukan Nishikoji?' Dan, mengejutkannya, dia membalas pukulannya. Dia membuat Senpai itu terkapar dan dengan ekspresi tenang, dia merendahkan pacarnya dengan mengatakan, 'Aku tidak tertarik pada seseorang yang jelek seperti kamu'. Jujur, itu adalah tindakan yang sangat menjijikkan, tapi aku berpikir, 'Wow, dia sangat kuat.'"
Jadi itu yang dilakukan Nishikoji.
Sekali lagi, aku terkejut dengan betapa tidak rasional dan terkutuknya Nishikoji.
Narita menyipitkan matanya, memandang ke kejauhan dengan nostalgia, dan melanjutkan ceritanya.
"Aku ingin mendekatkan diri dengan Nishikoji dengan cara apapun. Sekarang aku tahu itu adalah pemikiran yang kekanak-kanakan, tapi saat itu aku sangat ingin menjadi kuat. Aku hanya berpikir kalo aku harus membalas pukulan kepada para pengganggu, itu satu-satunya hal yang penting bagiku. Jadi, saat aku melihatnya sedang berkelahi, aku datang dan memukul lawannya tanpa mengatakan apa-apa. Jujur, aku sangat takut, kakiku gemetar karena takut. Tapi lebih dari itu, ada semacam perasaan euforia. Ah, aku pikir, sekarang aku telah berubah dari seseorang yang hanya menerima pukulan menjadi seseorang yang bisa memberi pukulan. Begitu aku merasa."
Narita menghentikan percakapannya sejenak.
Dia meneguk jus yang aku berikan padanya.
"Dan apa yang dilakukan Nishikoji?"
Tahu betapa terkutuknya dia, mungkin dia akan melakukan sesuatu untuk menyelesaikan situasi itu.
Sebenarnya, aku tidak bisa membayangkan dia tidak melakukan apa-apa.
"Ah, dia hanya bilang, 'Kau orang yang sangat menarik.' Dan begitu hubungan ku dimulai dengan Nishikoji. Meskipun, sejujurnya, aku hanya mengikutinya ke mana-mana. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya dipikirkan Nishikoji. Dia tidak mengatakan kalau aku mengganggunya atau apa, dan ya, aku pikir jika itu benar-benar mengganggunya, dia pasti akan memberitahuku, jadi aku terus mengikuti dia. Saat itu, rasanya seperti aku sedang bermimpi, dan itu menyenangkan. Kami melakukan banyak kenakalan bersama, dan semua orang di tahun kami takut pada kami, tapi kami tidak menyesal. Di sekolah itu, kami adalah orang-orang yang benar-benar kuat... meskipun, tentu saja, Nishikoji jauh lebih kuat dan menakutkan."
Aku tidak menyangka hubungan antara Nishikoji dan Narita seperti itu.
Apa yang aku bayangkan adalah Narita akan menjadi muridnya atau semacamnya.
Dalam game, hanya disebutkan kalo Narita mengagumi Nishikoji, tapi itu tidak dijelaskan lebih dalam.
Aku pikir mereka punya hubungan antara bos dan bawahan, tapi mungkin tidak begitu.
"Tonemu yang di bimbingan itu agak aneh, Kaede. Kau sangat tenang, meskipun kau berada di kelas yang sama dengan Kanna Sasaki dan kau tidak terlihat tertarik padanya; kamu tampak lebih fokus pada presentasi. Yah, sejak hari upacara penerimaan sampai awal kelas di mulai, kau tidak membuat masalah sama sekali, jadi..."
Melalui cerita Narita, aku mulai yakin bahwa reaksi orang lain tidaklah berlebihan.
Mungkin, pertarungan hampir terjadi setiap dua hari sekali.
Kaede Nishikoji pada akhirnya adalah orang yang benar-benar tidak berguna, sama seperti dalam 'Dan dunia pun berubah menjadi cinta.' Tidak ada cara untuk menebusnya, tidak ada alasan.
Tapi perlahan, gambaran yang aku miliki tentang dia mulai memudar.
"Jadi, aku memutuskan untuk mencoba bertanya padamu tentang kencan buta terakhir. Dan ternyata kau tidak ingat apa-apa, kan? Nishikoji memiliki ingatan yang baik, dia tidak pernah melupakan orang yang pernah dia ajak bicara... Saat itu, aku pikir mungkin kamu hanya berubah kepribadian, tanpa mempertimbangkan kalo kau bisa saja menjadi orang yang berbeda. Tapi saat kau terus berbicara, kau jelas berbeda. Kau tahu hal-hal aneh dan melupakan hal-hal yang aneh. Jadi aku memutuskan untuk mencampur beberapa kebohongan dalam percakapan tentang masa lalu. Seperti yang aku duga, kau percaya semua itu. Saat itu, aku sadar kalo kau bukanlah Nishikoji. Dan pada titik itu, aku tidak bisa berhenti berpikir bagaimana caranya agar kau kembali seperti sebelumnya, atau apa yang harus aku lakukan jika itu tidak bisa... Yah, tidak perlu diceritakan itu."
"Tidak masalah, sungguhan, kan?"
"Ya... sejujurnya, aku berpikir untuk membalikkan posisi kita. Dengan begitu, aku bisa mewujudkan keinginanku untuk menjadi orang yang kuat di sekolah ini, dan lagi pula, aku sangat terganggu dengan bagaimana kau tiba-tiba berubah. Apa maksudnya berperilaku baik sejak SMA? Apa yang akan terjadi dengan 3 tahun yang aku habiskan bersamamu? Kalo kau berubah tiba-tiba, aku tidak tahu harus bagaimana. Apa yang harus aku lakukan untuk membalas dendam? Itu satu-satunya hal yang bisa aku pikirkan. Tapi membicarakan itu menakutkan, dan sebenarnya, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Sementara hubungan ini terus berlangsung dan aku terlalu banyak berpikir tentang itu, aku menyadari sesuatu... itu..."
"Bahwa aku adalah teman pertamamu yang sebenarnya, kan?"
"Eh...?"
Aku tidak menyangka dia akan mengatakan hal seperti itu.
Pertama-tama, aku hanya bisa mengandalkan Narita, jadi dia sebenarnya satu-satunya yang aku miliki.
Meskipun benar kalo di tengah-tengah itu muncul keinginan untuk berteman.
"Jadi, aku merasa sangat senang. Sudah lama sekali aku tidak memiliki seseorang yang memperlakukanku seperti ini, dan meskipun ada masalah tentang bagaimana kita memulai, aku ingin tetap menjadi temanmu, Kaede. Selain itu, saat aku bersamamu, aku merasa bahwa sebenarnya, kamu tidak berubah."
"Apa aku tidak berubah sama sekali...?"
"Terkadang, ketika aku melihatmu, Kaede, aku menyadari kalo ada saat-saat ketika kau bertindak dengan cara yang hanya bisa aku anggap sebagai cara berperilaku Nishikoji. Jadi, entah bagaimana, aku rasa Nishikoji sebenarnya tidak benar-benar menghilang. Tentu, Kaede, kau tidak tahu apa-apa tentang Nishikoji yang dulu dan mungkin tidak mengingat apa-apa, tapi..."
"Ah, aku mengerti. Ini memang topik yang rumit..."
"Ini lebih ke perasaan. Tapi aku benar-benar merasakannya, jadi intinya, apa yang aku dan Nishikoji lakukan itu cukup tidak sehat. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan saat melakukan hal-hal itu, tapi aku hanya lemah. Bullying yang aku alami di SD meninggalkan trauma yang tidak bisa aku atasi, dan akhirnya aku percaya kalo kekuatan adalah segalanya. Aku pikir nilai seseorang hanya diukur berdasarkan kekuatannya, dan aku berusaha menyelesaikan semuanya dengan kekerasan. Pada akhirnya, apa yang aku lakukan tidak jauh berbeda dari apa yang dilakukan para pengganggu... Tapi, yah, aku menyadari itu karena kau ada di sisiku, jadi aku berharap kita bisa tetap bersama di masa depan, Kaede."
Narita tertawa, sedikit merasa malu.
Jadi, itulah sebabnya Narita memilih untuk berada di sisiku.
[TL\n: gua salut ama si Narita dia bisa menyadari perubahan temanya+ gua juga merinding ama ni org, kek ni org roman-romanya punya flag pelangi dah.]
Aku merasa dadaku terasa hangat dengan lembut.
Narita telah menyadarinya.
Meskipun begitu, dia memilih untuk tetap berada di sisiku, dan itu membuatku berpikir kalo dia adalah orang yang kuat.
Aku pasti tidak akan bisa melakukan hal seperti itu.
"... Terima kasih."
"Ya."
Dengan gumaman itu, Narita mengangguk.
"Jadi, maaf sudah membuatmu mendengarkan cerita pribadiku dan untuk percakapan yang panjang ini."
"Tidak, aku senang mendengarkannya. Bagaimanapun, aku sedikit merasa tidak nyaman berada di dunia ini."
"Yah, itu wajar kalo semuanya berubah begitu saja. Apa kau tiba-tiba menjadi Nishikoji?"
"Ya. Aku bangun suatu pagi dan menjadi orang yang berbeda... Aku mengumpulkan informasi dari kartu pelajar dan kartu asuransiku. Yah, ada begitu banyak insiden sampai aku tidak bisa memikirkan itu."
Aku tidak bisa mengatakan bahwa dunia ini adalah latar belakang permainan 'Dan kemudian dunia dipenuhi dengan warna cinta.'
Narita tersenyum dengan pahit dan berdiri.
Aku juga bangkit dari bangku.
"Hahah, kau benar. Sejak upacara penerimaan, hanya ada insiden, kan? Lalu, apa kita harus kembali sekarang?"
Kita berdua meninggalkan taman itu.
Bunga sakura sudah mulai layu.
Musim panas akan dimulai dalam sebulan.