> CHAPTER 5

CHAPTER 5

 Kamu saat ini sedang membaca    Danjo Hi 1 : 5 No Sekai De Mo Futsu Ni Ikirareru to Omotta? Geki E Kanjona Kanojo Tachi Ga Mujikaku Danshi Ni Honro Saretara   volume 2  chapter 5. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw


APA KAU PIKIR KAU BISA MENJALANI KEHIDUPAN NORMAL?



───● KLUB BASKET JC IKUT TURNAMEN●○●


Hari Minggu.


Berada di bawah sinar matahari sejak pagi dan mendengarkan kicauan burung, kapan terakhir kali aku merasakan hal ini?


"Fuwaa..."


Aku mengusap mataku yang masih mengantuk.


Jam saat ini menunjukkan pukul 7 pagi.


Terakhir kali ketika aku bangun di jam seperti ini mungkin saat aku masih SMA.


Setidaknya, sejak aku berada di dunia ini, aku belum pernah bangun sepagi ini. 


Sejak aku masuk kuliah, pola hidupku benar-benar kacau.


Aku meregangkan tubuh ke atas dan mengembuskan napas panjang.


Udara terasa kering namun sangat menyegarkan. 


Rasanya seperti tanaman hijau segar di taman ini mengalir ke seluruh tubuhku!


Sesampainya di tujuan, aku meletakkan barang-barangku.


Ada beberapa orang yang mengenakan pakaian kerja yang tidak kukenal di sini. 


Ada beberapa orang yang mengenakan pakaian kerja yang asing, tapi apa yang mereka lakukan?

 

Yang jelas, sepertinya mereka tidak datang untuk berolahraga.


"Hmm...? Yah, baiklah, kurasa aku akan melakukan pemanasan dulu..."


Karena aku masih mengantuk dan tidak bisa memikirkan apa-apa, aku memutuskan untuk melakukan pemanasan ringan lebih dulu. 


Aku mulai dengan gerakan membungkuk dan meregangkan tubuh, lalu melompat beberapa kali.


Oke, tubuhku terasa cukup bugar.


Tentu saja, ada alasan mengapa aku datang ke tempat ini hari ini. Tanpa alasan, tubuhku pasti tidak akan bisa bangun sepagi ini.


"Masato-nii-san!"


Terdengar suara riang dari belakangku, saat aku menoleh, aku melihat seorang gadis yang sudah sangat akrab di mataku, dia berdiri di sana dengan tas enamel biru tua di punggungnya.


"Yuka, selamat pagi."


"Ya! Selamat pagi, Masato-nii-san!"


Pagi-pagi dia sudah penuh semangat. 


Senyumnya bersinar cerah.


Hari ini, aku memang sudah berjanji untuk latihan pagi bersama Yuka.


Katanya, setelah ini dia ada turnamen, dan dia memintaku untuk menemaninya melakukan pemanasan.


Sejujurnya, aku sempat ragu bisa bangun pagi, jadi aku mengirim pesan dengan nada agak memalukan, "Mungkin aku tidak bisa bangun sepagi itu..." Tapi, Yuka malah memberiku panggilan pagi jam 6 tepat.


Ah, betapa perhatian sekali dia—(nada datar).


Aku sendiri tidak ada keberatan untuk menemaninya pemanasan. 


Bahkan, kalo aku bisa membantu, tentu saja aku akan melakukannya dengan senang hati.


"Maaf ya, sudah repot-repot datang sepagi ini!"


"Tidak apa-apa, kok. Sesekali bangun pagi juga bagus untuk kesehatan, kan..."


Sambil membungkukkan badannya berulang kali, Yuka meletakkan barang-barangnya dan mulai melakukan pemanasan.


Kami merencanakan latihan ini hanya selama 1 jam. 


Kalo terlalu banyak, nanti malah mengganggu performanya di turnamen. 


Ini benar-benar sekadar pemanasan ringan.


"Bagaimana? Apa kau gugup?"


"Hmmm... sepertinya, tidak terlalu, sih. Menurutku dia tidak lebih kuat dari Onii-san."


Keberanian yang luar biasa...


Mungkin aku telah menciptakan seorang monster yang luar biasa...


Dalam hati, aku meminta maaf kepada sekolah lawan yang akan dihadapinya.


"Ha!"


"Wah, formasi yang bagus."


Bola yang dilepaskan oleh Yuka meluncur tajam dan langsung masuk ke dalam ring.


Sebuah tembakan dengan teknik yang sangat indah. 


Berapa banyak anak SMP yang mampu melakukan gerakan sebaik ini?


"Baik, sepertinya ini sudah cukup bagus."


Ekspresi Yuka, yang membuka dan menutup telapak tangannya, terlihat sangat serius.


Perbedaan ini, antara sisi serius dan sisi lembutnya sehari-hari, menurutku adalah salah satu daya tariknya.


Aku melirik jam yang terpasang di taman.


Sudah hampir pukul 8 pagi.


"Yuka, kita akhiri latihan ini, ya. Kalo terlalu berlebihan, itu juga tidak baik. Aku rasa cukup sampai di sini."


"....! Baik! Terima kasih banyak!"


Yuka terlihat terkejut ketika dia melihat jam, mungkin karena dia terlalu fokus pada basket sehingga dia tidak menyadari waktu yang berlalu.


Dasar, benar-benar penggemar basket sejati.


Setelah meminum minuman olahraga dari botolnya, Yuka mulai membereskan bola dan peralatan lainnya.


Tapi, aku merasa ekspresinya sedikit tegang. 


Meskipun tidak terlihat jelas, mungkin dia tetap merasa gugup.


Oh, benar juga.


"Yuka, boleh aku bicara sebentar?"


"....? Ada apa?"


Aku mengambil sesuatu dari dalam tasku.


Yang kuambil adalah wristband hitam yang dulu pernah kupakai.


Ini adalah wristband yang kubeli khusus untuk pertandingan, tapi karena suatu alasan, aku hampir tidak pernah menggunakannya.


"Kalo kau tidak butuh, tidak apa-apa untuk menolaknya. Tapi, kalo kau mau, kau bisa memakai ini."


"...! Be-benarkah aku boleh menerimanya!?"


"Tentu saja. Wristband ini hampir tidak pernah kupakai, jadi ini masih seperti baru. Ah, tapi di bagian belakangnya ada inisial ku. Kalau itu tidak masalah—"


"Aku akan memakainya!! Begitu saja!! Tolong izinkan aku memakainya!!"


Wah, dia sangat antusias sekali.


Setelah menyerahkan wristband itu padanya, Yuka langsung memakainya di pergelangan tangannya.


Matanya berbinar-binar, seperti baru saja menerima harta yang sangat berharga.


Padahal, sebenarnya ini bukan barang yang istimewa...


"Mungkin akan terlihat aneh kalo kau tiba-tiba menggunakannya saat pertandingan. Jadi cobalah memakainya saat latihan terlebih dahulu. Kalo kau meresa tidak nyaman, kau bisa melepasnya. Tapi kalo tidak ada masalah, silakan pakai."


"Baik...! Terima kasih banyak! Aku benar-benar akan menjaganya dengan baik...!"


Tekanan semangatnya luar biasa.


Padahal ini bukan barang yang istimewa... Tapi kalau dia senang, rasanya itu tidak buruk juga.


"Hari ini, aku akan berusaha sebaik mungkin!"


Senyum Yuka yang ceria benar-benar terlihat sangat manis.


Setelah Yuka melambaikan tangan dengan penuh semangat dan berangkat menuju turnamen, aku pun menarik napas dalam.


"Baiklah..."


Sebenarnya, aku sudah mencari tahu di mana turnamen Yuka akan diadakan.


Selain itu, aku juga memastikan bahwa turnamen tersebut terbuka untuk penonton umum.


"Kurasa, aku akan pergi menontonnya."


Aku ingin melihat bagaimana penampilannya di lapangan.


Aku merasa seperti seorang kakak laki-laki yang menonton pertandingan adik perempuannya.


Yah, tentu saja, aku tidak pernah punya adik perempuan.


Aku memutuskan untuk pulang dulu ke rumahku dan mandi.


Tapi, begitu aku selesai mandi, rasa kantuk yang sangat hebat menyerangku. 


Meski begitu, aku memaksakan diri untuk tetap terjaga.


Kalo aku tidur sekarang, pasti aoi akan bangun di sore hari. 


Hal itu jelas harus kuhindari.


Tempat turnamen yang diikuti Yuka berada di sebuah sekolah yang jaraknya bisa ditempuh dengan sepeda.


Aku bersyukur karena aku tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi. 


Setelah beristirahat sejenak dan sarapan yang terlambat, aku keluar rumah lagi.


Aku menaiki sepeda yang agak usang dan mulai mengayuh dengan semangat, tidak peduli panas terik matahari musim panas.


Setelah sekitar 30 menit bersepeda, aku sampai di tujuan dan memarkir sepeda di area parkir.


Selain suara bola yang memantul ke lantai, terdengar juga bunyi khas turnamen basket, suara buzzer dan decitan sepatu basket di lapangan.


Di pintu masuk, aku meminjam sandal lalu menuju lantai 2, tempat penonton bisa menyaksikan pertandingan.


"Wow, ternyata cukup luas..."


Gimnasiumnya ini lebih besar dari yang kubayangkan. 


Lapangan dibagi menjadi 2 bagian, dan 2 pertandingan sedang berlangsung secara bersamaan.


Kalo tidak salah, nama sekolah Yuka ada di...


"Oh, di sana rupanya."


Tepat waktu.


Timnya baru saja selesai pemanasan dan sedang berbaris untuk memulai pertandingan.


Yuka, yang tingginya cukup besar untuk ukuran siswa kelas 1 SMP, jadi kupikir akan sulit untuk mengenalinya hanya dari barisan pemain. 


Setidaknya, itu yang kupikirkan.


Tapi, kekhawatiranku tidak terbukti.


"Itu dia..."


Sebelum memperhatikan gaya rambutnya atau nomor punggungnya, ada satu hal yang langsung menarik perhatianku:


Wristband hitam di lengan kirinya.


Apa dia sudah memastikan tidak merasa tidak nyaman saat memakainya? 


Sebenarnya, dia tidak perlu memaksakan diri untuk memakainya...tapi melihat dia memakainya membuatku merasa sedikit senang.


Aku memilih tempat dengan sudut pandang yang jelas untuk menonton dan melihat ekspresi Yuka.


Wajahnya terlihat lebih serius dari biasanya. 


Dia terlihat benar-benar fokus.


Karena dia sedang berkonsentrasi, aku tidak ingin membuatnya gugup kalo dia menyadari keberadaanku. 


Maka, aku memutuskan untuk tidak duduk di bagian depan bersama para orang tua atau wali murid, dan memilih tempat duduk di bagian belakang untuk menyaksikan pertandingan dengan tenang.


Hasilnya, seperti yang kuduga, Yuka memang luar biasa.


Dia sangat jago. 


Sejak pertandingan dimulai, dia terus mencetak poin tanpa henti, sampai tim lawan harus melakukan double team untuk menghentikannya. 


Tapi, Yuka juga sangat baik dalam mengoper bola.


Teman satu timnya, terutama yang sudah kelas 3, juga sangat mahir, jadi kalo mereka mendapatkan bola dengan bebas, mereka bisa langsung mencetak poin.


Dulu, Yuka sempat dibuli oleh anak-anak kelas 2, tapi dia bilang kalo anak-anak kelas 3 itu baik-baik semua. 


Kelihatannya tim mereka juga sangat kompak.


Anak-anak kelas 3 pun tampaknya dengan senang hati menyerahkan bola kepadanya.


Melihat perbedaan skor yang semakin lebar, aku merasa terkejut.


Mungkinkah... anak ini terlalu kuat!?


Meskipun aku bukan kakaknya yang sesungguhnya, aku merasa sangat senang dan bangga melihat Yuka tampil begitu hebat.


"Eh, ehm..."


Saat asyik menikmati pertunjukan dominasi Yuka, tiba-tiba ada suara dari depan. 


Sepertinya itu adalah orang tua atau wali murid...?


Seorang pria yang terlihat agak cemas.


"...? Ada apa ya?"


"Apa kau mendukung tim SMP kami?"


"Ah, ya, kira-kira seperti itu."


"Syukurlah! Kalo begitu, silakan duduk di depan untuk menonton pertandingan!"


Ternyata itu sebabnya beberapa orang tua dan wali murid tadi sesekali menatapku. 


Hm, sepertinya tidak masalah lagi kalo aku pindah ke depan, mengingat selisih poin yang sudah begitu jauh...


Lagipula, aku juga ingin melihat permainan Yuka lebih dekat.


"Baiklah, kalo begitu, saya akan mengikuti kata-kata mu."


Aku bangkit dari tempat duduk dan pindah ke kursi di depan.


Dari sini, aku bisa melihat pertandingan dengan jelas.


"Eh! Anak yang tampan sekali! Kau mendukung siapa?"


"Wow, tampan sekali! Apa dia kakak dari seseorang?"


"Anak tampan seperti ini, apa ada yang punya kakak seperti itu?"


Apa-apaan ini, aku jadi dikerubungi banyak orang!


"Yuka... maksudku, aku kakaknya Yuka Maeda."


"Eh!? Yuka-chan punya kakak!?!"


"Makanya Yuka-chan juga sangat imut!"


Dengan sedikit merasa tertekan oleh perhatian besar dari para ibu-ibu, aku kembali fokus ke lapangan.


Masuk ke babak ke-2, selisih poin semakin jauh... tapi Yuka tidak mengurangi intensitas permainannya.


Dia masih terus mendapatkan double team.


Tapi, dengan crossover andalannya, Yuka berhasil membuka ruang di antara para pemain bertahan, lalu menggiring bola dengan kecepatan yang tajam untuk menerobos.


Setelah menarik perhatian pemain bertahan lawan yang datang membantu, dia siap untuk memberi umpan...tapu itu hanya sebuah fake pass.


Pemain bertahan lawan terpancing dan memberikan celah, yang dimanfaatkan Yuka untuk melakukan tembakan jumper dari jarak menengah.


Yuka melompat dengan ringan.


Posisi itu adalah salah satu posisiku yang paling aku suka. 


Dari posisi itu, aku sering mencetak tembakan menengah, karena akurasi tembakannya sangat bagus.


Aku tidak bisa menahan diri untuk membandingkan diriku dengan Yuka. 


Padahal, Yuka sudah jauh lebih hebat sebagai pemain dibandingkan diriku.


Formasi tembakannya sangat indah. 


Dia tidak mungkin gagal. 


Begitu dia melepaskan tembakan, aku yakin bola itu pasti masuk.


Dengan suara 'splat' yang menyenangkan, bola masuk ke dalam ring.


Di saat itu, aku bertemu pandangan dengan Yuka, yang tampak terkejut.


Buzzer berbunyi, menandakan time-out untuk tim lawan. 


Tapi, meskipun mereka merencanakan strategi, dengan selisih poin yang sebesar ini dan waktu yang tersisa, rasanya sangat sulit untuk membalikkan keadaan.


Kemenangan tim Yuka sepertinya sudah tidak bisa diragukan lagi.


...Tapi, saat Yuka kembali ke bangku cadangan, dia terus-menerus melirik ke arahku.


Aku melambaikan tangan dengan ringan, tapi sebenarnya aku bersyukur tidak duduk di tempat yang terlihat sejak awal. 


Kalo begitu, mungkin aku akan memberi tekanan ekstra padanya.


Yuka yang dengan jelas memperlihatkan tangan yang mengenakan wristband itu sangat menggemaskan.


 ──Ya, ya, aku mengerti. 


Tenang saja. 


Aku sudah menonton dengan baik kok.


Setelah menonton satu pertandingan lagi, aku memutuskan untuk pulang.


Aku sangat lelah karena dikerubungi oleh para orang tua yang terus-menerus mengajakku bicara dan dikepung oleh pertanyaan-pertanyaan ceria dari teman-teman Yuka yang dulu mengajarkan basket bersamanya selama waktu istirahat.


Sungguh menakjubkan bagaimana para siswi SMP ini bisa begitu bersemangat.


Pada pertandingan ke-2, Yuka juga tampil luar biasa.


Dengan 2 kemenangan hari ini, kabarnya masa pensiun para pemain kelas 3 bisa ditunda.


Melihat Yuka merayakan kemenangannya bersama para pemain kelas 3, aku merasa sangat terharu.


Pasti setelah ini, dia akan sibuk dengan rapat atau hal lainnya.


Setelah seharian beraktivitas sejak pagi, aku merasa lelah dan berpikir untuk pulang dan tidur...


Aku mengembalikan sandal ke lemari sepatu dan keluar...


"Masato-nii-san!"


...Tepat saat itu.


Ketika aku berbalik, di sana ada pahlawan hari ini.


"Yuka, terima kasih atas kerja kerasmu."


"Ah, e... eh, terima kasih sudah datang..."


"Tidak masalah, aku malah minta maaf karena datang diam-diam."


"Tidak! Aku senang sekali..."


Yuka sedikit menundukkan kepala dan terlihat ragu.


Setelah beberapa detik, Yuka mengangkat wajahnya dengan tekad.


"Um! Rapat tinggal 15 menit lagi... boleh kita pulang bersama?"


Sejujurnya, sebelumnya aku sangat lelah dan ingin cepat pulang untuk tidur. 


Tapi, ketika pahlawan hari ini meminta seperti itu, aku sama sekali tidak merasa ingin menolaknya.


Setelah itu, saat aku menunggu di dekat gerbang sekolah, Yuka berlari mendekat.


Aku mendengar suara keras dari par senpai-nya dan orang tua yang ada di belakang, sepertinya mereka sedang berteriak-teriak, dan Yuka datang dengan wajah merah padam, membuatku sedikit bingung tentang apa yang terjadi.


Karena Yuka dengan semangat mendorong punggungku, aku akhirnya tidak punya pilihan selain meninggalkan tempat itu.


Aku menaruh tas Yuka di keranjang sepeda dan kami ber-2 berjalan bersama di jalanan yang disinari senja.


"Pokoknya... kenapa kau tidak bilang padaku kalo kau datang?"


"Yah, kalo aku bilang aku takut malah memberi tekanan ke Yuka."


"Mu..."


Ekspresi cemberutnya itu sangat imut. 


Itu sangat berbeda dengan saat dia bermain basket.


Aku yakin dia terlihat seperti iblis bagi tim lawan...


"Eh, benar! Masato-nii-san, bagaimana kalo kita bermain basket sebentar sebelum pulang?"


"Eh!? Tapi Yuka pasti sudah capek, kan...?"


"Sedikit saja! Sedikit!"


Memang, dari sini ke taman jaraknya tidak terlalu jauh.


Tapi, Yuka sudah bermain 2 pertandingan.


Aku tidak ingin memaksanya untuk berolahraga lebih lagi ketika dia pasti sudah kelelahan... dan lagi pula,


Aku melihat langit yang diterangi cahaya senja.


"Sudah mulai gelap, kan?"


"Kalo begitu, ayo cepat-cepat!"


Begitu dia mengatakan itu, Yuka langsung menunjuk sepeda yang aku bawa.


"Aku yang akan mengayuh! Onii-san tinggal duduk di belakang!"


"Tunggu, kalau kita melakukannya, itu harus sebaliknya!"


"Eh, begitu ya? Kalau begitu, apakah kamu mau membawaku?"


Duh... dengan tatapan mata seperti itu, aku jadi susah menolak. 


Baiklah, Yuka sudah berusaha keras hari ini.


"Baiklah! Kalo begitu, ayo, naiklah!"


"Yey... Terima kasih!"


Setelah Yuka naik ke belakang, aku mulai mengayuh sepeda.


Aku merasakan suhu tubuhnya yang mendekat di punggungku.


Angin yang bertiup sepoi-sepoi terasa sangat menyenangkan.


"~~♪"


Meskipun aku tidak menoleh, aku tahu.


Yuka sepertinya sangat senang, dan tangannya yang melingkari pinggangku terasa cukup kuat.


──Yah, sesekali seperti ini juga tidak buruk.


Tapi, kejadian itu terjadi setelah kami sampai di taman.


Kami ber-2 akhirnya tiba di taman dengan selamat. 


Aku berhenti sejenak di tempat parkir sepeda, sementara Yuka sudah lebih dulu membawa bola dan berjalan menuju lapangan.


Tapi, di depan lapangan, Yuka berhenti.


".....Ada apa?"


Ketika aku menoleh, wajah Yuka terlihat pucat, dan aku tidak bisa menahan rasa khawatir.


Apa yang terjadi...?


"Masato-nii-san... ini..."


Suara Yuka terdengar agak terisak.


Di pintu masuk lapangan, ada sebuah pengumuman yang tertempel. 


Tadi pagi sepertinya ada sesuatu yang mirip...


Dari belakang Yuka, aku melihat isi pengumuman yang terpasang.


Tertulis di sana "Pemberitahuan Pembongkaran Lapangan Basket."



───● KLUB BASKET JC HARUS SIAP MENGHADAPI INI ●○●



《Masato》 "Itu sih tidak masalah, tapi aku rasa aku tidak bisa bangun pagi..."


《Yuka》 "Ah, ehm... kalo kau mau, aku bisa menelponmu di pagi hari?"


《Masato》"Oke! Tolong ya! Aku benar-benar minta maaf kali aku tidak bisa bangun! Aku akan berusaha!"


《Yuka》"Oke, jadi aku akan menelponmu jam 6 pagi besok! Selamat tidur!"


《Masato》"Iya! Selamat tidur!"


Setelah melihat percakapan SNS kemarin, aku menarik napas dalam-dalam.


Sekarang, tepat jam 6 pagi.


Aku sudah terbiasa bangun pada jam segini, tapi sepertinya Masato-nii-san tidak begitu. 


Biasanya, saat kami berkomunikasi, pesan datang sangat larut malam atau baru dibalas sampai siang, jadi aku pikir itu memang kebiasaannya.


Aku merasa agak bersalah membangunkan Masato-nii-san, tapi ini adalah permintaannya... Aku meyakinkan diriku sendiri, lalu menekan tombol panggil.


Panggilan pertama, tidak diangkat. Panggilan ke-2, juga tidak diangkat.


Aku merasa semakin gugup.


Kemudian, panggilan ke-3.


Panggilan tersambung.



"Ah, halo, selamat pagi, Masato-nii-san."


『....』


Satu-satunya suara yang terdengar selama beberapa saat adalah gemerisik selimut.


"Um, ......, Masato-nii-san?"


Apa ini buruk?


Saat itulah perasaan bersalah menghantamku.

 

『Yuka』


"....!!!"


Sebuah bom dengan ukuran yang luar biasa besar jatuh.


Masato-nii-san berbicara dengan sedikit cadel saat dia baru bangun tidur.


Jantungku berdebar kencang. Bukan seperti aku telah melakukan hal yang salah, tapi rasanya aku melakukan sesuatu yang salah.


"Oh, selamat pagi. Aku Yuka."


『Uhm......』


...Eh, itu terlalu merangsang...


Tidak, jangan bersuara seksi!!!


Setelah itu, aku berbicara dengan Masato-nii-san di telepon sampai dia sadar...

 

Kemudian, aku memutuskan sambungan telepon.


"Ini apa... kepalaku jadi pusing..."


Kekuatan penghancur Masato-nii-san luar biasa saat dia baru bangun tidur.


Jujur saja, itu hampir berbahaya. 


Dalam berbagai arti.


Aku menarik napas dalam-dalam, lalu berguling-guling di atas futon ku selama sekitar satu menit.


Setelah sesi latihan pagi dengan Masato-niisan, saya pergi ke tempat turnamen bersama anggota tim ku.


Kami semua melakukan pemanasan, dan sekarang kami akan memasuki pertandingan pertama.


Karena ini adalah turnamen, kalo kami kalah, maka kami akan selesai.


Aku rasa... aku tidak terlalu gugup. 


Meskipun kalo kalah, maka para anggota kelas 3 akan pensiun, itu yang tidak aku inginkan.


Tapi kalo lawannya tidak lebih kuat dari Masato-nii-san, aku merasa sedikit lebih tenang.


"Yuka, putar bola dengan cepat, oke!"


"Ya! Aku akan melakukan yang terbaik!"


Kapten yang memanggilku adalah orang yang sangat baik. 


Bahkan ketika aku tiba-tiba menjadi starter lineup, dia terus mengajakku berbicara dengan lembut.


Dia terlihat seperti pemain basket sejati dengan rambut ponytail yang keren.


Aku bangkit dari kursi pipa dan mengatur napasku.


Tangan kiriku menggenggam kuat wristband hitam yang dipasang di pergelangan tanganku.

 

Wristband hitam yang diberikan oleh Masato-nii-san.


Ketika aku membaliknya, aku melihat ada tulisan 'MK' dengan huruf kecil bergaya kursif.


...Aku sangat senang. 


Rasanya seperti Masato-nii-san sedang bertarung bersamaku, dan itu membuatku merasa lebih kuat.


"Silakan berbaris!"


Dengan kata-kata wasit, aku berdiri di lapangan bersama para senpai-ku.


Baiklah. 


aku akan melakukan yang terbaik...!


Pelatih bilang aku bebas untuk bermain dengan semangat, jadi begitu aku mendapatkan bola, aku langsung menyerang dengan penuh keberanian.


Pertahanan tidak menakutkan sama sekali, aku bisa mencetak banyak poin kalo terus begini.


Sambil menggabungkan pilihan antara tembakan dan umpan, aku terlibat dalam mencetak poin.


Meski tim lawan menempatkan 2 pemain bertahan untuk menghadapiku, itu tidak menggangguku sama sekali.


Ratusan kali lebih sulit mendapatkan skor hanya dengan Masato-nii-san!


"Yuka Nice! Kau bisa melangkah lebih jauh, loh!"


"Ya!!"


Sambil kembali ke pertahanan, aku sedikit memberi high-five dengan kapten.


Benar-benar menyenangkan bermain di pertandingan ini!


Meskipun tim kami masuk ke babak ke-2, kondisiku tidak menurun.


Hari ini aku merasa sangat, sangat bagus.


Tim lawan sedang melakukan serangan, tapi secara keseluruhan, tangan mereka saat menggiring bola terlalu tinggi. 


Aku langsung mengambil kesempatan untuk melakukan steal.


"Nice! Yuka, ke sini!"


Aku mengoper bola ke senpai dan langsung beranjak ke serangan.


Setelah memastikan lawan kembali ke posisi bertahan, aku menerima operan bola lagi.


Ada 2 pemain bertahan yang menghadapiku, tapi itu tidak masalah.


Seperti biasa, aku membuat ruang dan melewatinya... lalu mengelabui lawan yang datang membantu dengan fake pass.


Aku hampir bebas untuk melakukan tembakan lompat.


Baiklah, tembakan itu masuk──.


Pada saat itu,


Pandanganku teralihkan ke arah di luar ring.


Seorang pria yang duduk di kursi penonton.


Masato-nii-san ada di sana.


"Eh, sebentar, ada seseorang yang sangat tampan di tempat duduk penonton, ya?"


"Ya, aku juga melihatnya!"


"Itu siapa? kakak laki-laki seseorang?"


"Kenalkan dong~!!"


Kenapa ini bisa terjadi...?


Akhirnya, kami berhasil menyelesaikan 2 pertandingan dan meraih kemenangan di keduanya.


Itu tentu saja sangat menyenangkan.


Tapi, setelah pertandingan selesai di ruang ganti, topik pembicaraan di sana hanya tentang Masato-nii-san.


"Aku bertanya pada ayahku tentang dia, dan sepertinya dia adalah kakak laki-laki Yuka."


"Eh! Benarkah, Yuka!?"


Satu-satunya orang di sini adalah mereka yang hadir di pertandingan itu. Dengan kata lain, teman-teman sekelasku tidak ada di sini...


Sebagai siswa tahun pertama, aku merasa sangat canggung...


"Eh... um..."


"Hei, Yuka, Yuka, kenali aku dengan kakak laki-laki itu dong! Dia keren sekali!"


"Namanya siapa, namanya?!"


Masato-nii-san memang Onii-san-ku, tapi dia bukan 'kakak'-ku yang sebenarnya... kenapa aku jadi bingung seperti ini?


Lagipula, aku pasti tidak boleh mengenalkannya pada mereka!


Aku berhasil keluar dari ruang ganti dan kembali ke tempat di mana semua orang berada.


Di sana, ada ibuku yang datang untuk memberi dukungan.


Syukurlah, kalo ibuku ada di sini, seharusnya salah paham dari orangtua lain bisa diselesaikan...


"Yuka, apa aku pernah punya anak laki-laki yang tampan seperti itu...?"


"Sudahlah, ibu, kenapa kau bicara seperti itu?!"


"Karena kalo ada, pasti aku akan senang sekali..."


"Tidak boleh! Itu tidak boleh!"


Tapi ini bukan saatnya untuk membicarakan hal seperti ini.


Aku sudah berjanji untuk pulang bersama Masato-nii-san, jadi aku harus pergi.


Pertemuan terakhir sebelum bubar.


Kapten membahas evaluasi pertandingan dan meningkatkan semangat untuk pertandingan berikutnya.


Besok mereka akan kembali ke kegiatan klub.


Dan tepat pada saat kami merasa pembubaran sudah dekat,


Kapten dengan ekspresi serius menepuk tangannya sekali.


"Baiklah. Sekarang, kita akan memilih siapa yang akan memperkenalkan diri pada kakak Yuka."


"Eh!?"


Kapten baru saja mengatakan sesuatu yang luar biasa!?


"Yaayy! Aku, aku yang mencalonkan diri!"


"Aku juga!!"


"Aku juga ingin berdekatan dengan pria tampan!!"


Para senpai mulai mencalonkan diri satu per satu. 


Tidak, tidak boleh begitu!


"Ahh... itu hanya bercanda. Tidak akan seperti itu."


Legaaaa... Meskipun aku di digoda para senpaiku, aku benar-benar merasa lega.


Kapten membersihkan tenggorokannya sejenak sebelum melanjutkan.


"Aku satu-satunya yang akan memperkenalkan diri padanya."


Eh...?

 

"Kapten sampah!"


"Bajingan ini!"


"Kau kan punya pacar!!"


Kali ini, sang kapten mendapat banyak ejekan...


Tapi, kapten tetap tenang dengan ekspresi dinginnya dan menatap ku.


"Yuka, bisakah kau memperkenalkanku padanya?"


Bahkan kalo kau menjulurkan lidahmu seperti itu...


A-aku harus mengatakannya, kalo orang itu bukan kakak ku...


Lagipula, orang itu adalah... orang itu adalah──!


Aku menarik napas dalam-dalam.


"Orang itu adalah orang yang akan menjadi pacar ku, jadi tidak boleh!!!"


Merasa sangat malu, saya langsung berlari pergi.


"Undang kami ke pernikahanmu nanti, Yuka~!"


"Semangat ya, Yuka-chan~!"


"Benar-benar masa muda, ya~!"


Suara riuh dari belakang terasa sangat memalukan.


Di depan gerbang sekolah, aku melihat Masato-nii-san yang sedang menunggu.


"Ayo pergi, Masato-nii-san!"


"Eh...?"


Aku menahan rasa malu dan dengan penuh semangat mendorong punggung besar Masato-nii-san.


Aku duduk di belakang sepeda Masato-nii-san.


Aku menghabiskan waktu yang menyenangkan sambil memeluk punggung Masato-nii-san.


Aku senang bisa mengungkapkan keinginan ku.


Hari ini mungkin aku bisa menunjukkan sisi keren ki, dan bisa tetap dekat dengan Masato-nii-san seperti ini. 


Ini adalah hari yang sempurna.


Tanpa sadar, hati ku berdebar.


"Aku menyukaimu..."


Angin berhembus, dan suara ku yang berada di belakangnya tidak terdengar.


Perasaan yang aku gumamkan dengan suara kecil ini tidak sampai padanya.


Aku teringat apa yang ku katakan tadi di depan semua orang.


Aku benar-benar ingin berpacaran dengan Masato-nii-san.


Aku ingin menjadikannya pacar ku.


Tapi...aku yakin Masato-nii-san menganggapku seperti adik perempuannya.


Itu jelas, karena dia pasti mengatakan hal yang sama tadi di tempat penonton.


Aku merasa kesal.


Aku ingin dia menyadari perasaan ku.


Bagaimana caranya agar dia bisa menyadari perasaan ku?


Aku semakin mengeratkan pelukan ku.


Lebih erat, lebih erat lagi.


Aku tidak ingin melepaskannya.


Aku ingin tetap seperti ini selamanya.


Bagaimana caranya agar dia bisa menyadari perasaan ku?


Masato-nii-san.


Saat Masato-nii-san hendak memarkir sepedanya, aku menuju lapangan.


Karena mungkin sudah mulai senja, tidak ada orang di sana.


Dengan lega, aku berniat untuk masuk ke dalam lapangan dan...


"...?"


Aku menyadari ada pengumuman yang tidak ku kenal, tertempel di pintu masuk lapangan.


Aku membaca isi pengumuman itu.


"Eh..."


Di situ tertulis kalo lapangan ini akan 'ditutup dan tidak bisa digunakan mulai minggu depan.'


...Kenapa?


Tadi aku sangat bahagia, tapi sekarang suasana hati ku terasa seperti disiram air dingin.

 

Tempat ini akan hilang, begitu saja.


Di sini aku pertama kali bertemu dengannya.


Dia tampan.


Aku datang lagi karena ingin bertemu dengannya.


Aku pertama kali berbicara dengannya.


"A-aku... bisakah kita bertanding?"


"Eh!?"


Bermain basket dengan Masato-nii-san sangat menyenankan...


Aku jadi menantikan hari Jumat.


"Se-Sekarang aku pasti akan menang! Dan tempat ini...akan ku rebut darimu!!"


"Akhirnya datang juga, si kecil."


Adakalanya juga aku basah kuyup karena hujan, dan jantung ku berdebar.


"Ini, pakailah. Karena ini kaos lengan pendek, mungkin kurang, tapi ini lebih baik, kan?"


"Eh..."


Aku mendapat bantuan.


"──Latihan yang sangat menyenangkan ya."


"Kau sudah berusaha keras, Yuka. Keren sekali."


Berbagai kenangan berputar di kepalaku.


Selalu, selalu di sini.


Semua yang ada antara aku dan Masato-nii-san ada di sini.


Tapi, kenapa?


Hilang...?


Apa itu berarti aku tidak akan bisa bertemu dengan Masato-nii-san lagi...?


"Ada apa?"


Masato-nii-san yang sudah memarkirkan sepedanya, berdiri di belakangku tanpa ku sadari.


Aku berusaha menahan perasaan berat ini dan menoleh ke belakang.


"....Masato-nii-san... ini..."


Masato-nii-san juga menatap pengumuman yang sama.


"....Serius?"


Masato-nii-san yang membaca isinya juga tampak terkejut.


Ini benar-benar buruk.


Tempat yang penuh kenangan ini akan hilang.


Mulai minggu depan, aku tidak akan bisa bertemu dengan Masato-nii-san lagi──.


"Kita harus mencari tempat baru, ya."


"Eh...?"


"Eh? Maksudku, kalo tempat ini akan hilang, kita harus mencari tempat baru, kan?"


Butuh beberapa detik bagiku untuk memahami kata-kata Masato-niisan.


"S-segampang itu kau mengatakannya..."


"Tentu saja, kehilangan tempat ini sangat menyedihkan... Ini tempat di mana aku bertemu dengan Yuka. Tapi..."


Di kepalaku, aku merasakan sesuatu.


Telapak tangan besar Masato-nii-san.


"Kenangan tidak akan hilang, kan? Faktanya, meskipun begitu, aku dan Yuka masih bersama di tempat lain. Kenangan itu akan tetap ada dalam diri kita... dan kita bisa menemukan tempat baru untuk membuat kenangan baru, bukan?"


...Berbagai kenyataan mengaduk-aduk perasaanku.


Aku akan bisa bertemu dengan Masato-nii-san lagi, atau sesuatu seperti itu.


Aku senang karena dia mengatakan itu adalah kenangan pertama kami.


Dan dia berusaha untuk mencari tempat baru bersama, atau semacamnya.


Semua, semua, semua itu... aku tahu, dia mengatakannya untukku.

 

Aku merasa sangat senang.


Aku memeluk Masato-nii-san.


"Uwaa!?... Ada apa, Yuka?"


"Masato-nii-san, terima kasih... terima kasih banyak...! Sungguh, aku senang bisa bertemu denganmu...!"


"Jangan berlebihan..."


Kepalaku dielus.


Ini tidak berlebihan.


Aku benar-benar bersyukur bisa bertemu dengan orang ini.


Ternyata──aku sangat menyukainya.


Sedikit demi sedikit, perasaanku mulai tenang... dan aku sadar kalo aku sedang dielus.


Ini pasti karena Masato-nii-san menganggapku seperti seorang adik.


Aku perlahan-lahan melepaskan pelukanki.


Meski agak sayang, tapi...


Ini pasti langkah yang perlu diambil.


"Yuka...?"


Aku melangkah ke dalam lapangan.


Matahari sudah sangat condong, begitu silau.


Mungkin sebentar lagi hari akan gelap.


Aku memasuki lapangan dan kembali menatap Masato-nii-san.


Masato-nii-san tampak terkejut.


Bahkan ekspresi seperti itu pun sangat keren. 


Aku sangat menyukai semua tentangnya.


Karena itu.


──Hei, Masato-nii-san yang sangat ku cintai.


"Ayo bertanding, Masato-nii-san."


Aku sudah membuat keputusan.





───●PEMIKIRAN DARI KLUB BASKET JC ●○●



"Ayo bertanding, Masato-nii-san."


Dengan latar belakang matahari terbenam, Yuka mengatakan itu kepadaku.


Senyum lembut di wajahnya membuatnya tampak lebih dewasa dari usianya yang seharusnya, dan aku terdiam sejenak.


Ah, ini tidak baik.


Tidak peduli apapun dia masilah seorang siswi SMP.


Kalo aku berpikir, 'Dia cantik', rasanya itu terlalu aneh.


Aku mengusir pikiran-pikiran itu dan menghadapi Yuka.


"Bertanding? Apa kita akan bermain 1-on-1?"


"Ya."


Pertarungan 1 lawan 1. 


Itu adalah sesuatu yang selalu kulakukan dengan Yuka... dan sejauh ini, aku belum pernah kalah.


Sebenarnya, aku tidak bisa kalah dari seorang siswi SMP. 


Dari sisi harga diri juga.


Tapi, setelah melihat penampilannya hari ini, aku merasa kalo aku mungkin akan kalah dalam waktu dekat.


"Tapi, ini akan jadi pertarungan sekali jalan. Kita akan melakukan 1 kali serangan dan 1 kali pertahanan, dan kalo ada perbedaan, pertandingan akan berakhir. Bagaimana menurutmu?"


"...Aku mengerti."


Biasanya, kami bermain 1-on-1 dengan sistem meraih 5 poin terlebih dahulu, tapi kali ini dia mengusulkan pertarungan sekali jalan.


Memang, dengan cara ini, Yuka mungkin memiliki peluang untuk menang. 


Meskipun pemain yang sangat mahir, tidak ada yang bisa membuat tembakan 100% berhasil. 


Artinya, semakin sedikit percobaan yang dilakukan, semakin besar kemungkinan hasilnya tidak stabil.


Selain itu... meskipun aku tahu sebagian besar kemampuan Yuka, jika dia menyembunyikan sesuatu yang baru.


Aku tidak tahu apa aku bisa menghadapinya dengan baik pada percobaan pertama.


Tapi, meskipun aku kebobolan, rasanya sulit membayangkan kalo aku akan gagal mencetak poin.


Lagipula, dalam olahraga ini, tinggi badan adalah keuntungan yang tidak terbantahkan, dan itu ada di pihakku.


"Baiklah. Waktunya juga terbatas, jadi kita mulai begitu siap."


"Satu hal lagi."


Di depanku, Yuka mengangkat jari telunjuknya dengan tegas.


"Bagaimana Kalo 'yang kalah, harus memenuhi satu permintaan dari yang menang' bagaimana menurutmu?"


...Dia terlihat sangat percaya diri. 


Sepertinya ada sesuatu yang dia sembunyikan.


"...Baiklah. Aku terima."


Permintaan, ya? 


Kalo aku menang, apa yang akan aku minta dari Yuka ya?


Mungkin meminta dia untuk membangunkan aku di pagi hari. 


Aku memang kesulitan bangun pagi.


Aku menerima bola dari Yuka dan mulai pemanasan ringan.


"Kau kan lelah setelah pertandingan, jadi jangan memaksakan diri!, aku tidak mau kalo kau jatuh lagi seperti yang kemarin!"


"...!"


Yuka terdiam sejenak, tampak terkejut.


Hm? Apa aku mengatakan sesuatu yang aneh?


"Jadi kau ingat, ya?"


"Eh, ya tentu saja aku ingat. Itu bukan kejadian yang terlalu lama, kan?"


Sepertinya itu sekitar tiga bulan yang lalu, setelah kita mulai bermain basket bersama.


"Heheh..."


"Ada apa?"


"Tidak, aku cuma bahagia!"


Yuka tersenyum lebar.


Apa ini? 


Sepertinya dia tersenyum seperti orang yang lebih dewasa... Padahal wajahnya tampak muda dan imut, mau tak mau aku merasa gugup..


Ah, tidak boleh begitu. 


Anak ini masih SMP. 


Itu jelas salah.


Setelah pemanasan singkat, akhirnya kami akan memulai pertandingan.


Ah, benar juga. 


Ini mungkin menjadi kesempatan terakhir kami bermain di sini.


Memikirkannya membuatku sedikit terharu.


Yuka sepertinya sudah siap.


"Kalo begitu, ayo kita mulai. Masato-nii-san kau mau giliran yang pertama atau ke-2?"


"Seperti biasa, Yuka, kau yang tentukan duluan."


"Kalo begitu, aku pilih giliran pertama."


Biasanya, Yuka yang memutuskan siapa yang akan menyerang lebih dulu.


Meskipun sebenarnya tidak ada keuntungan atau kerugian yang jelas, seharusnya keputusan seperti ini memang ada di tangannya.


Aku menerima bola dari Yuka melalui bounce pass, dan aku mendiribel bola beberapa kali di tempat.


Begitu aku mengembalikan bola kepada Yuka, pertandingan pun dimulai.


Saat aku melihat ke arah Yuka, aku melihat dia telah memejamkan mata dan sedikit berkonsentrasi.


...Serius sekali dia? Tapi, ya, itu bagus sih...


Tidak sopan kalo aku tidak menganggapnya dengan serius juga.


Begitu aku mengembalikan bola dengan bounce pass, aku langsung mengambil posisi bertahan menghadapi Yuka.


Punggungku rendah. 


Posisi tubuhku besar, menutupi jalur pergerakan lawan.


Tentu saja, aku unggul dalam hal ukuran. 


Jika lawanku biasa saja, seharusnya aku tidak akan kalah.


Tapi, anak ini──.


"──Aku mulai."


Dia bukanlah pemain biasa.


Pertama-tama, Yuka melakukan fake shoot sebagai salam pembuka.


Aku tidak akan tertipu dengan itu. 


Dalam pertarungan sekali jalan seperti ini, aku rasa Yuka tidak cukup jago untuk memasukkan tembakan dari jarak jauh dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.


Meskipun, untuk seorang siswi SMP, kemampuannya luar biasa tinggi.


Yang menyenangkan, Yuka tampaknya sangat mengagumi gaya bermainku.


Gaya bermainku memang sering memasukkan tembakan dari luar, tapi aku lebih sering memotong ke dalam untuk mengacaukan pertahanan lawan.


Jadi, untuk situasi seperti ini, pilihannya jelas.


"Fuh──!"


Dribble drive!


Cross-over dengan perubahan kecepatan yang tajam.


Kalo Yuka adalah siswi SMP lain, mungkin tidak ada yang bisa mengikuti kecepatannya.


Bahkan saat aku masih SMP dulu, aku pasti tidak bisa mengikuti kecepatannya.


Tapi, aku sudah melihat kecepatan seperti ini berkali-kali, jadi aku tahu apa yang akan datang.


Aku berputar dan memposisikan diriku di depan Yuka, menghalangi jalannya.


Kalo dia terus menyerang, itu bisa jadi pelanggaran serangan.


"Belum──"


Tiba-tiba, dia mengubah gerakan dan meluncurkan langkah berikutnya.


Roll.


Dia berputar dengan kecepatan yang tetap ke arah yang berlawanan. 


Ini juga teknik yang dia kuasai sepenuhnya setelah berlatih bersamaku.


Sungguh, dia benar-benar menakutkan.


Tapi, itu juga teknik yang aku ajarkan padanya.


"Aku tahu!"


Aku pun mengikuti gerakannya. 


Karena perbedaan tubuh kami, tentu saja ada perbedaan besar dalam ukuran langkah.


Karena itulah aku bisa mengejarnya. 


Dalam olahraga, perbedaan fisik memberikan keuntungan yang sangat besar.


"──Seperti yang kuduga."


Dan Yuka juga tahu kalo aku bisa mengantisipasi roll tersebut.


Dia menghentikan roll di tengah jalan, kemudian menggiring bola di belakang tubuhnya dan mundur beberapa langkah.


Tidak diragukan lagi, ini bukan teknik dari seorang siswi SMP. 


Aku hampir tidak bisa menahan tawa.


──Pada saat itu, Yuka, yang telah menjaga jarak dariku, melompat dengan satu kaki.


(Maaf! Tapi dari sini, aku bisa mencapainya, Yuka!)


Begitu dia melompat, pilihan yang tersisa dalam pertarungan 1-on-1 ini hanya satu, shoot.


Memang, dengan langkah mundur, dia berhasil menjauh dariku, tapi dari sini, aku masih bisa menjangkaunya. 


Karena perbedaan tinggi badan kami.


Itulah yang kupikirkan.


Tapi, tangan yang kuulur──hanya menyentuh udara.


"Tidak mungkin──"


Dengan satu tangan, Yuka melemparkan bola ke udara.


──Overhand floater shot.


Sebuah tembakan yang digunakan dalam dunia profesional untuk menghindari blok dari lawan.


Untuk memastikan aku tidak bisa menjangkaunya, Yuka mengubah lintasan tembakannya.


Aku belum pernah melihatnya sebelumnya.


Bola yang melambung tinggi membentuk lintasan parabola, lalu langsung──masuk ke dalam ring.


"Ini, berarti aku yang unggul duluan, ya, Masato-nii-san."


"Eh, tidak mungkin..."


Aku tidak bisa berhenti merinding melihat senyum Yuka yang penuh kemenangan.


Tinggi badan Yuka, meskipun dia masih siswi kelas 1 SMP, dia sudah cukup tinggi.


Bahkan jika dibandingkan dengan siswi kelas 3 SMP, dia tetap lebih tinggi.


Artinya, Yuka seharusnya tidak perlu memikirkan cara untuk menghindari blok yang tinggi.


Tapi, tembakannya tadi sangat terkontrol dan itu terlihat seperti tembakan yang sudah biasa dia lakukan.


Itu berarti, dia berlatih secara rutin.


Dan itu berarti──.


"Aku berlatih untuk mengalahkan Masato-nii-san."


"Seriu...!?"


Apa dia berlatih tembakan itu saat aku tidak melihatnya, di latihan atau waktu lain?


Jadi, dia benar-benar ingin merebut tempat ini dariku sampai sejauh itu...?


"Haha, sekarang giliran Masato-nii-san untuk menyerang."


"O-Oh..."


Aku sedikit terintimidasi oleh senyum Yuka yang lebih percaya diri dari biasanya, lalu kembali ke posisi awal.


Tidak apa-apa, sejauh ini masih dalam perkiraan.


Karena Yuka, aku sudah tahu dia pasti punya sesuatu yang tersembunyi dalam serangannya.


Tapu, untuk pertahanan, itu tidak akan sama.


Serangan itu bisa berubah-ubah, tapi pertahanan berbeda.


Aku belum pernah diblok atau kehilangan bola oleh Yuka ketika aku benar-benar berniat untuk mencetak poin.


Meskipun aku merasa tidak enak, aku tidak bisa kalah dengan mudah di sini.


Aku memberikan bola kepada Yuka.


Jika bola itu kembali padaku, seranganku akan dimulai.


"He, Masato-nii-san."


"...Hm?"


Yuka mendiribel bola beberapa kali di tanah sambil menatap mataku.


Matanya yang jernih seperti giok.


Pandangan yang begitu murni, terasa seperti bisa menarikku masuk.


"Masato-nii-san, kau cedera, kan?"


Mau tak mau aku terkejut dengan apa yang dikatakan Yuka.


"...Kenapa kau berpikir begitu?"


"Aku sudah sering melihat permainan Masato-nii-san, jadi aku bisa tahu. Itu di siku kanan atau bahu kanan, kan?"


"..."


"Apa kau tidak bermain basket—atau olahraga lainnya—sekarang karena itu?"


"...Entahlah."


Apa yang Yuka katakan memang tepat sasaran.


Aku memang terluka di siku kanan. 


Itu tidak mengganggu kehidupanku, dan bukan karena kecelakaan atau hal buruk lainnya. 


Itu hanya akibat dari terlalu sering berolahraga dalam satu cabang olahraga tertentu.


"Aku... belum tahu banyak tentang Masato-nii-san. Tentang hal ini, dan juga tentang masa lalumu."


Dengan sedikit ekspresi sedih, Yuka berkata begitu.


Kemudian dia memegang bola dengan ke-2 tangannya.


"Aku ingin... tahu lebih banyak. Tentang Masato-nii-san."


"...!"


Itu sangat murni, dan dengan tatapan matanya yang sedikit ke atas, aku tidak bisa menahan perasaan terkejut.


Tu-Tunggu, tunggu, ini tidak baik, kan, berurusan dengan siswi SMP seperti ini!?


"Ka-kalk pertandingan ini selesai, ya!"


Sekarang, aku harus fokus! 


Apa ini juga semacam serangan mental?


Jika iya, berarti Yuka sekarang sudah menjadi wanita jahat yang sangat licik...


"Ya. Setelah ini selesai... banyak, banyak hal yang ingin kupelajari dari Masato-nii-san."


Bola diberikan padaku lewat bounce pass.


Sekarang giliranku untuk menyerang.


Dia berbicara seolah-olah dia sudah menang.... aku harus membuatnya mengubah pikirannya!


Yuka mengikuti dengan tepat.


Tidak ada celah dalam pertahanannya, benar-benar rapat.


Aku mencoba melakukan fake shot.


Yuka tetap mengikuti gerakanku tanpa kehilangan jejak.


Tentu saja. 


Dia tahu persentase tembakanku dari luar, dan jika tembakan itu masuk, maka keunggulannya yang sudah didapatkan akan sia-sia.


Dia pasti ingin menghilangkan kemungkinan itu. 


Ini sangat berbeda dari saat aku yang menjadi penjagaannya.


Karena itu, sedikit celah pun muncul──!


Tanpa ragu, aku melakukan drive ke kiri.


Aku juga cukup percaya diri dengan keterampilan dribble menggunakan tangan kiri.


Meskipun dia tahu kalo aku cedera di tangan kanan, itu bukan masalah.


Tapi, meskipun sedikit terlambat, Yuka tetap mengikuti gerakanku.


Dia tidak akan memberi jalan mudah menuju ring.


Tapi, kalo aku sudah cukup dekat dengan ring, itu sudah cukup.


Aku menangkap bola dengan ke-2 tanganku, berputar dan mencoba melakukan fadeaway──.


"Di sana!"


Begitu aku memegang bola dengan kedua tangan, tangan kanan Yuka yang terulur dengan tepat membelokkan bola yang aku pegang.


"Masato-nii-san, kau cedera di tangan kanan, kan. Jadi, saat kau memegang bola dengan ke-2 tanganmu, transisi ke form tembakanmu sedikit terlambat!"


"Seriu...!"


Bola yang dibelokkan itu melayang di atas kepalaku.


Dunia terasa seperti dalam gerakan lambat.


Jika aku tidak bisa menangkap bola ini, aku kalah.


Karena aku sedang berusaha melakukan fadeaway, posisiku sedikit condong ke belakang.


Aku mencoba meraih bola yang melayang di atas kepalaku──.


"Tidak bisa."


Bahkan itu pun, tangan kanan Yuka membelokkannya.


Bola itu dengan tak kenal ampun terlempar ke belakang.


...Jadi ini kekalahanku.


Dengan penuh usaha, Yuka berusaha sekuat tenaga untuk membelokkan bola, dan sekarang dia semakin mendekat padaku.


Tanpa daya, aku terjatuh ke belakang, berbaring telentang.


Yuka jatuh di atasku, dan kami ber-2 terjatuh bersamaan.


Dengan suara gedebuk, rasa sakit menghantam punggungku.


Duk,duk,duk. 


Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah suara bola yang menggelinding di belakangku.


Ketika aku membuka mataku, yang semula terpejam untuk menahan rasa sakit, aku melihat wajah Yuka tepat di depanku.


Dan itu terlalu dekat.


Ada sensasi di bibirku.


Eh──?


Saat aku memahami apa yang terjadi, semuanya sudah terlambat.


Secara perlahan, wajah Yuka menjauh dariku.


"Haah..."


"Ka-kau... apa yang sedang kau lakukan──"


Aku berada di bagian bawah, dan di atas ku terdapat matahari terbenam yang berwarna merah cerah.


Yuka masih muda, ......tapi dia memiliki wajah yang cantik dan tegas, dengan pipi yang merona.


"Aku tidak ingin..."


"Apa...?"


"Aku tidak ingin menjadi adikmu."


"......!"


Aku mendengar detak jantung yang keras.


Apa ini detak jantung Yuka? 


Atau...


"Aku tahu itu mustahil untuk saat ini. Tapi...kumohon tolong lihat aku. Bukan sebagai adik, tapi sebagai seorang gadis. Hanya itu yang aku minta."


"Jadi, ...... adalah..."


kal"Apa itu salah? Apa tidak cukup kalo aku hanya seorang siswa SMP yang kecil?"


Hal yang paling penting untuk diingat adalah kalo aku tidak bisa hanya melihat wajah seseorang dan berkata, "Maaf, aku tidak bisa melakukan itu."


Wajah Yuka yang familier dan imut.


Tapi kenapa rasanya wajahnya begitu menyihir dan memikat?


"Aku tidak akan mengizinkannya."


"Tunggu..."


Yuka dengan paksa melepaskan tangan kanannya dan menahannya dengan keras di tanah. 


Kekuatannya terlalu kuat...!


"Nnnn......!"


Sekali lagi, wajah Yuka ada di depanku.


Tidak ada cara untuk melepaskan diri.

Ciuman yang kuat, namun entah bagaimana—ciuman yang langka dan lembut.


"......!"


"Bagaimana? Apa ini masih belum cukup baik?"


Wajah Yuka menjadi merah padam.


"Aku mencintaimu, aku tidak bisa menahannya lagi! Aku tidak bisa menahannya lagi! ...... Tidak apa-apa kalo kau tidak bisa melakukannya sekarang......... Tapi tolong lihat aku sebagai seorang gadis, bukan sebagai adik perempuanmu.........."


Senyum penuh Yuka bercampur dengan air mata saat dia mengatakan itu.


Kekuatannya lebih dari cukup untuk mengoyahkan hatiku.


Suara jantung yang terus berdetak kencang.


Aku tidak tahu apakah tubuh ku yang terasa panas ini karena latihan atau karena situasi saat ini.


Aku malu setengah mati, dan meskipun aku berhasil menoleh ke samping agar aku tidak memperlihatkan wajahnya, tapi dia memaksaku untuk melihat lurus ke arahnya.


Aku bahkan tidak bisa menyembunyikan ekspresi ku.

  

Ke-2 tanganku sepenuhnya dikuasai oleh tangan Yuka.


"Hei, Masato-nii-san."


Aku hanya bisa melihat wajah Yuka.


"──Boleh aku melakukannya lebih lagi?"


Pada saat itu, aku akhirnya menyadari ekspresi wajah Yuka yang sangat bersemangat.


Siapa yang sekarang berada di posisi "atas."


Beberapa puluh menit kemudian──aku pun merasakannya dengan tubuhku sendiri.


───● OL TSUNDERE YANG MENGGODA ●○●


Belakangan ini, aku sering melamun.


Sudah 5 hari berlalu sejak kejadian yang sangat mengejutkanku...Terus terang, aku tidak terlalu bisa fokus pada perkuliahan. 


Suara dosen hanya terdengar seperti BGM yang masuk dari telinga kanan dan keluar dari telinga kiri.


Yang terus terulang di pikiranku adalah percakapan hari itu.


"Aku tidak butuh jawabanmu. Mulai sekarang, aku akan selalu bersamamu...dan membuktikan perasaanku padamu!"


Pasti, saat ini dia hanya mengidolakan sosokku sebagai orang yang lebih tua. 


Kalo dia bertemu dengan lebih banyak pria lain, mungkin perasaannya akan berubah, kan? 


Tapi, ketika aku mengutarakan hal itu, dia langsung menepisnya dengan kata-kata tersebut.


Wajah Yuka saat tersenyum dan pulang waktu itu...sepertinya terlihat sangat hidup dan bahagia.


Memang, aku benar-benar berpikir begitu. 


Dia masih seorang siswa SMP yang sedang dalam masa-masa penuh emosi. 


Kebetulan saja kali ini aku yang ada di hadapannya. 


Ke depannya, dia pasti akan mengalami berbagai kisah cinta dan kegagalan lainnya.


Tapi, kalo dia mengatakannya dengan wajah yang begitu bahagia, aku tidak bisa menepisnya. 


Dia memang manis. 


Dan aku juga seorang pria, bukan?


Sejak saat itu, Yuka cukup agresif menghubungiku.


Seperti yang dia bilang, selama ini aku hanya menganggapnya seperti seorang adik. 


Aku tidak pernah berpikir kalo dia menyimpan perasaan seperti itu padaku.


Ekspresi Yuka hari itu, tindakannya, terukir jelas di pikiranku dan tidak bisa kuhapus.


Dengan latar matahari terbenam, Yuka menindihku dari atas...


"Moo~ kau melamun lagi!"


".....Maaf, maaf."


Aku kembali sadar ketika mendengar suara Koumi yang duduk di sebelahku.


"Ini, minuman dingin untukmu."


"Oh, terima kasih. Tunggu sebentar, biarkan aku mengembalikan uangmu..."


"Tidak perlu! Biarkan aku yang membayar kali ini."


Hari ini, Koumi mengenakan celana pendek cokelat dengan aksen frill suede di bagian pinggang, dipadukan dengan atasan putih berleher persegi yang memberikan kesan segar. 


Dengan postur tubuhnya yang proporsional, setelan seperti ini semakin mempertegas kesan kaki panjangnya.


"Hanya mentraktir minuman dari mesin penjual otomatis, rasanya tidak terlihat keren sama sekali."


"Tapi bukankah Mizuho juga pernah membelikan ku sebelumnya?"


"Itu berbeda, itu di Starbucks! Aku tetap lebih unggul dalam hal ini."


Dari belakang Koumi, Mizuho, sahabat dekatnya, memperlihatkan wajahnya.


Meskipun sama-sama mengenakan celana pendek, Mizuho memilih warna hitam. 


Mizuho mengenakan celana pendek yang sama dengan Koiumi, tapi warnanya hitam dengan blus tembus pandang berwarna merah muda di atasnya berbahan sheer dengan detail renda di bagian lengan, memberikan kesan elegan sekaligus feminin.


Gaya busana Mizuho yang menonjolkan sisi imutnya menunjukkan kalo dia benar-benar memahami kelebihannya dan tahu cara memanfaatkannya dengan baik.


"Tapi, Masato, belakangan ini kau kelihatan kurang semangat. Apa terjadi sesuatu?"


"Tidak...tidak ada apa-apa kok."


Mizuho memiringkan kepalanya dengan manis, tapi ketika dia menyadari kalo aku hanya meminum jus yang diberikan Koumi dan dengan jelas tidak ingin membicarakan hal itu, dia pun menyerah.


Yah, pertanyaan ini sudah berulang kali mereka tanyakan selama 5 hari terakhir...aku bahkan sudah tidak tahu sudah berapa kali mereka menanyakan hal itu.


Mungkin, sebenarnya aku memang cukup terpukul.


Sudah hampir 4 bulan sejak aku tiba di dunia ini. 


Awalnya, aku pikir semuanya tidak jauh berbeda, dan aku bisa menjalani hidup seperti biasa. 


Tapi, perasaan kalo ini adalah dunia yang benar-benar berbeda menamparku dengan keras. 


Aku sungguh lengah. 


Aku terlalu senang bisa dekat dengan Yuka, merasa seperti punya adik perempuan yang imut tanpa banyak berpikir.


Aku memandang ke-2 orang di depanku yang mulai berbicara.


Aku cukup yakin kalo aku sudah berhasil menjalin hubungan baik dengan mereka ber-2, dan kalo ini adalah dunia sebelumnya, mungkin aku akan menjalani hari-hariku tanpa merasakan apa-apa. 


Mungkin aku akan terus senang hanya karena bisa akrab dengan gadis-gadis cantik ini.


Tapi, ini berbeda. 


Perasaan cinta... aku tidak tahu apa mereka memilikinya terhadapku, tapi setidaknya aku merasa keduanya memiliki perasaan positif terhadapku.


Karena itu, aku tidak boleh melangkah lebih jauh. 


Kalo sampai aku benar-benar menjalin hubungan dengan salah satu dari mereka, aku pasti akan melukai perasaan mereka.


Kalo dipikirkan sekarang, perjalanan menginap itu sebenarnya sangat berisiko. 


Setidaknya, seharusnya ada satu laki-laki lagi yang ikut. 


Tapi, sayangnya, selain teman-teman dari bar tempat aku bekerja, aku tidak memiliki teman laki-laki yang dekat denganku.


"Minggu depan pasti menyenangkan!"


"Y-ya, benar..."


Aku bahkan sempat kesulitan untuk menjawab.


Minggu depan. 


Liburan musim panas sudah semakin dekat, dan di awal liburan itu, kami telah merencanakan untuk pergi ke pantai.


Kalo aku yang dulu, aku mungkin akan ikut tanpa memikirkan apa pun. 


Tapi, kalo ini di duniaku yang sebelumnya, situasinya seperti 2 pria tampan dengan tipe yang berbeda bepergian bersama satu gadis. 


Kalo aku adalah teman gadis itu, aku pasti akan khawatir. "Apa ini benar-benar aman?" Dan jawabannya adalah, jelas tidak aman.


Oleh karena itu, aku harus menetapkan batas yang jelas. 


Walaupun sekarang rasanya sudah terlambat untuk melakukannya...


Lakukan apa yang bisa dilakukan.


"Hei, Masato, dengar. Mizuho bilang kalo dia mau mencoba memakai baju renang yang agak berani—"


"A—!! Tidak—!! Aku tidak mendengar apa-apa! Aku tidak mau mendengar apa pun!! Ini tidak menguntungkan siapa pun!!"


Koumi menyampaikan hal itu sambil tersenyum penuh arti, sementara Mizuho langsung menubruknya dengan panik.


Entah kenapa, pemandangan itu terasa cukup menghangatkan hati, membuat pikiranku sedikit lebih tenang.


Akhir-akhir ini, aku merasa hubungan antara mereka berdua kadang terlihat canggung. 


Aku sempat penasaran apa yang sebenarnya terjadi.


Jika kebekuan di antara mereka sudah mencair, itu sudah cukup bagiku.


"Kalo begitu, aku menantikannya, sampai minggu depan."


"Ugh...ini bukan seperti yang kau pikirkan... Ini benar-benar buruk... Aku bahkan tidak punya bentuk tubuh yang bagus..."


Yah, kalo hanya sebatas ini, sepertinya tidak apa-apa.


Aku sudah menyadari sebelumnya, tapi memang sulit untuk mengubah kepribadian yang sudah terbentuk selama 18 tahun. 


Bagaimanapun juga, inilah diriku yang sebenarnya.


Tapi, aku harus lebih memikirkan soal sentuhan fisik dan ruang pribadi...

 

Hari ini hari Jumat.


Saat aku bekerja paruh waktu, seperti biasa, sekitar pukul 18.30 Seira-san akan datang.


"Selamat datang, Ojou. Anda datang lagi hari ini.”


"Ya. Selamat malam, Masato."


Dia mengenakan blus putih berlengan pendek dipadukan dengan rok setelan.


Rambut hitamnya hari ini tidak diikat menjadi kuncir kuda, melainkan dibiarkan tergerai, memberikan kesan wanita profesional yang membuatnya terlihat semakin elegan.


Kalo aku berpikir dengan tenang, menjalin hubungan dengan orang ini adalah yang paling sulit.


Untuk sementara, aku mencoba mengurangi frekuensi komunikasi dengannya. 


Aku tidak tahu apa itu efektif atau tidak, tapi...


Masalah utamanya adalah, aku sendiri tidak merasa jengkel terhadap Seira-san.


Dia cantik, asyik diajak bicara...


Aku juga merasa senang karena dia menyukaiku. 


Sekarang kalo dipikir-pikir, sebenarnya dia cukup sering melakukan kontak fisik... Tapi, kalo aku seorang pria, hal seperti ini bisa membuatku merasa senang.


Setelah beberapa lama melayani pelanggan, Seira-san tiba-tiba mengeluarkan sesuatu dari tasnya.


"Sebenarnya... hari ini aku datang untuk memberimu sesuatu."


"Eh...?"


Melihat bungkusan yang dibungkus dengan rapi itu, aku langsung sadar kalo itu pasti hadiah.


...Tapi bukannya ulang tahunku masih jauh, ya?


"Tu-tunggu, Seira-san, ulang tahunku masih nanti..."


"Ulang tahunmu bukan untuk hadiah seperti ini... Ini hanya sebagai ungkapan terima kasih ku, karena kau sudah menemani ku pada kencan sebelumnya."


Tas yang diberikan itu tidak terlalu besar atau berat... tapi ada logo dari merek yang bahkan aku kenal.


Ah, aku agak takut untuk membukanya, tapi...


"Ah, boleh aku membukanya?"


"Tentu saja. Itu sudah menjadi milikmu sekarang."


Dengan hati-hati, aku mulai membuka bungkusannya. 


Begitu kantongnya dibuka, ada kotak persegi di dalamnya. 


Aku membuka pembungkusannya dengan hati-hati, dan di dalamnya terdapat sebuah set yang berisi dasi biru laut yang elegan, serta peniti dasi dan manset kemeja.


Warna dan desainnya sangat sesuai dengan seleraku.


Tapi, tetap saja, aku merasa penasaran dengan harganya.


"Wah, ini keren sekali... tapi ini pasti mahal, kan...?"


"Ah, sudah... Jangan pikirkan soal harga. Aku pikir ini akan cocok denganmu, jadi aku membelinya."


Senyuman Seira-san yang terlihat seperti dia berhasil melakukan sesuatu yang nakal itu sangat berbeda dengan dia yang biasanya, dan tanpa sadar aku merasa terkejut.


Ini buruk... Sejak kejadian dengan Yuka, aku merasa terlalu reaktif terhadap ekspresi lawan jenis.


"Tapi... tolong, jangan sampai menggunakan uangmu terlalu banyak, ya..."


"Fufufu... Imutnya."


Seira-san, yang sedang menyandarkan pipinya di tangannya, menyentuh gelas berisi minuman di depannya.


Lalu dia sedikit menundukkan kepalanya...


"Ternyata, Masato tidak sama dengan anak laki-laki biasa itu. Yang salah adalah mereka. Masato itu satu-satunya, hanya milikku..."


"...Eh?"


"...Tidak ada apa-apa."


Sepertinya dia mengucapkan sesuatu dengan suara pelan, tapi aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas.


Seira-san yang tiba-tiba mengangkat wajahnya terlihat seperti menyadari sesuatu dan mulai menatap tubuhku dengan tajam.


"Ngomong-ngomong, belakangan ini ototmu sedikit berkembang, ya? Dulu waktu pertama kali kita bertemu, kau sangat kurus."


"Eh? Benarkah? Aku rasa itu tidak begitu, sih..."


Memang, belakangan ini aku sering berolahraga karena bermain basket dengan Yuka, tapi... aku jadi teringat lagi soal Yuka.


"Lihat, di bagian lengan ini..."


Seira-san yang mendekatkan tubuhnya, kemudian memegang lenganku dengan lembut.


Mungkin karena aku sedang memikirkan kejadian dengan Yuka, saat iki...


──Secara refleks, aku sedikit mundur.


Melihat reaksiku itu, Seira-san terkejut dan menarik tangannya.


...Ada keheningan yang sedikit canggung.


"──Ada apa?"


"Ah, tidak... maksudku..."


Gawat. 


Kenapa bisa jadi seperti ini?


Sepertinya sejak minggu lalu, semuanya jadi aneh. 


Tapi... mungkin ini justru yang seharusnya terjadi.


Aku harus benar-benar menjaga jarak yang tepat──.


Pada saat itu, tiba-tiba saja, lengan Seira-san yang sudah mendekat itu melingkar di pinggangku yang berada di sisi berlawanan.


Lalu, dengan kuat, aku ditarik lebih dekat ke arahnya.


"Kenapa kau menghindarku, Masato?"


Aroma lembut khas wanita tercium sangat kuat.


"Tidak... maksudku, itu bukan seperti itu..."


Mungkin Seira-san sudah cukup terpengaruh oleh alkohol.


Wajahnya terlihat sangat merah. 


Wajah Seira-san yang memiliki fitur yang sangat cantik begitu dekat, dan tubuhku menjadi kaku.


"Ah, aku paham. Pasti ada sesuatu yang dilakukan perempuan lain, kan?"


"...!"


"Begitu. Itu gadis imut yang kemarin kau layani, kan? Apa yang dia lakukan padamu? Aku tidak akan marah, kok. Ceritakan saja."


"Tidak, bukan begitu..."


Tangan kananku pengang. 


Tangan kiri Seira-san masih erat melilit pinggangku, membuatku tidak bisa bergerak.


"Hei, Masato..."


"H-Hai...?"


Jari-jari Seira-san yang panjang dan ramping masuk satu per satu di antara jariku.


Setiap jari. 


Perlahan-lahan.


Akhirnya, genggaman tangan yang biasa disebut genggaman kekasih pun terbentuk.


Tangan yang memegangku terasa seperti dengan fasih mengatakan, "Aku tidak akan melepaskanmu," bahkan tanpa kata-kata.


"Apa kau suka hadiahnya?"


"H-Hai..."


"Kalo begitu..."


Seira-san mendekatkan wajahnya ke telingaku.


Tidak, tidak boleh. 


Tapi aku tidak bisa mendorong Seira-san menjauh.


...Ah, begitu.


Aku sebenarnya berpikir setelah kejadian dengan Yuka, aku harus lebih berhati-hati dengan jarak dan sentuhan tubuh lawan jenis, tapi...


Itu semua sudah terlambat.


Seira-san, dengan senyuman menggoda, berbisik di telingaku.


"...Bagaimana kalo kita pergi ke after party?"


Meskipun aku berjuang sekuat tenaga, itu sudah terlambat.


Aku sudah terlalu dalam, tenggelam di dalam rawa yang dalam, hingga ke leherku.





3 Komentar

  1. Serangan telah di luncurkan

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. Di trakteernya oneday, silahkan buka aja titik 3 yg di atas gua udah taru trakteernya oneday,

      Hapus

نموذج الاتصال