Kamu saat ini sedang membaca Netoge no Yome ga Ninki Idol datta ~Cool-kei no kanojo wa genjitsu demo yome no tsumori de iru~volume 2 chapter 6. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
AYO! STURMANGRIFF
Ketika aku pulang ke rumah, ada keluarga yang menungguku. Ada keluarga yang merayakan hari spesialku.
Apa hal itu dianggap spesial atau dianggap biasa saja?
Aku menganggapnya sebagai sesuatu yang spesial.
Lebih dari spesial, aku menganggapnya sebagai sesuatu yang mustahil.
Ketika pulang dari sekolah ke rumah yang kosong, hal pertama yang kulakukan adalah menuju kamar dan menyalakan komputer.
Kemudian, aku memulai dunia di mana aku diakui—dunia game online.
Itulah rutinitas sehari-hariku sejak aku berusia empat tahun.
Tentu saja, setiap ulang tahunku, ku habiskan di dalam game.
Orang tuaku hanya mengucapkan selamat seperti sekadar formalitas belaka...
Yang selalu diberikan orang tuaku hanyalah uang yang berlebihan untuk seorang anak.
Sejak kecil, ketika aku bahkan belum bisa menghitung dengan baik, aku sudah pergi ke minimarket sendirian, menggenggam koin 500 yen untuk membeli bento murah...
Masa kecilku seperti itu.
Aku yang biasa-biasa saja tidak memiliki sesuatu yang spesial.
Aku benar-benar kosong.
Aku tidak punya hobi lain selain game online, dan aku tidak punya keinginan untuk tertarik pada hal lain.
Aku bahkan tidak menyadari kalo aku merasa kesepian, dan selama masa SD dan SMP, aku tenggelam dalam game online seolah ingin melupakan segalanya.
Waktu yang kosong terus berulang...
Tapi sekarang aku berpikir,
kosong itu tidak masalah.
Karena dengan begitu, aku bisa menerima sepenuhnya cinta yang begitu besar dari seorang gadis.
Seperti keberadaanku yang menjadi penopang baginya, keberadaannya juga menjadi penopang bagiku.
Itu terjadi bahkan sebelum kami bertemu di dunia nyata.
★★★
"Eh, Rinka-san. Aku ingin main game online. Tolong pinjamkan komputermu sebentar saja."
"Tidak boleh."
"Tolonglah───"
"Tidak boleh."
Aku sama sekali tidak dihiraukan.
Rinka memalingkan wajahnya dariku dan mulai membaca buku pelajarannya.
Setelah makan siang, Nonoa-chan pergi bermain dengan teman-temannya, dan aku menjadi tidak ada kerjaan.
Jadi, aku pergi ke kamar Rinka dan memohon padanya, "Tolong biarkan aku main game online", sambil membungkuk, tapi yang kudapat hanyalah 2 kata "Tidak boleh".
Sejak liburan musim panas dimulai, aku belum bermain game online sama sekali.
Aku tidak sedang menahan diri, tapi begitu aku menyadari kalo aku belum bermain game online, aku jadi sangat ingin melakukannya. Ini sudah seperti gejala sakau.
[TL\n:Gejala sakau (withdrawal) terjadi ketika seseorang yang sudah terbiasa menggunakan zat adiktif tiba-tiba mengurangi atau menghentikan penggunaannya.]
...Lihat, tanganku sudah gemetar karena ingin bermain game online.
Ngomong-ngomong, hari ini adalah hari libur Rinka.
"Apa kau tidak ingin orang lain menyentuh komputermu?"
"Bukan begitu. Aku tidak masalah kalo Kazuto yang menyentuhnya, dan tidak ada sesuatu yang memalukan di komputerku sama sekali."
"Kalo begitu, kenapa?"
"...Ini hukuman."
"Hah?"
"Kemarin, kau mengabaikanku dan bermain dengan Nonoa, kan?"
"Maaf sekali. Habisnya Nonoa-chan imut sekali.... Apa kau masih marah?"
"Aku tidak marah. Hanya saja, aku ingin kau mengerti betapa pentingnya istri bagimu."
"Aku mengerti, kok."
"Benarkah?"
"Benar. Jadi, tolong biarkan aku main game online───"
"Tidak boleh."
"Kenapa!?"
"Apa kau sudah mengerjakan PR-mu? PR liburan musim panasmu."
"Ah."
Pandangan Rinka beralih dari buku pelajaran ke arahku. Aku sama sekali belum mengerjakannya.
"Sudah kuduga. Ayo kita belajar bersama sekarang."
"....Baik."
Dan dengan begitu, dimulailah sesi belajar bersama Rinka.
★★★
Setelah pindah ke ruang tatami, aku dan Rinka mengatur tugas liburan musim panas di atas meja lipat.
Ukuran meja itu cukup untuk 2 orang duduk berdampingan.
Aku memulai dengan buku soal matematika.
Ini benar-benar menyebalkan.
Begitu memegang pensil mekanik, konsentrasiku langsung buyar.
"Hei, Rinka. Bagaimana kalo kita main game online dulu───"
"Tidak boleh."
"Tolonglah───"
"Kamu ini gigih sekali, Kazuto. Untuk mencapai sesuatu, kau perlu disiplin dan mengendalikan diri... Kau harus bisa menahan diri. Sabar dan selesaikan PR-mu dulu."
"Baiklah..."
Duduk di sebelah Rinka dengan jarak sedemikian dekat sampai bahu kami bersentuhan, aku menerima kata-kata tegas darinya.
"Aku juga sebenarnya ingin bersenang-senang. Ini kan hari liburku. Tapi, kalo memikirkan masa depan, sekarang adalah waktunya untuk menahan diri."
Seperti yang diharapkan dari seorang idola populer, dia pandai mengendalikan diri.
.............
Tunggu, kalo dipikir-pikir, apa aku yang aneh?
Selama ini, suasana seolah-olah Rinaka yang aneh, tapi kalo kita mengesampingkan pemikiran tentang dia menjadi istri di dunia nyata, Rinka sebenarnya sangat normal. Bahkan, sangat normal.
Justru... aku yang aneh!
Aku sendiri menganggap hidupku biasa saja dan tidak melihatnya sebagai sesuatu yang istimewa.
Jadi, aku melewatkannya begitu saja tanpa menyadarinya, tapi kalo dilihat secara objektif, bukankah ini cukup parah?
Setiap ada waktu luang, aku langsung main game online. Makan pun biasanya hanya telur...
Hari-hari yang kuhabiskan di depan layar komputer tanpa keluar rumah, seperti seorang pertapa.
Memang di zaman sekarang, pasti ada orang lain seperti aku...
Tapi secara umum, ini tidak normal.
Di sisi lain, Rinka berbeda.
Dia berusaha keras menjadi idol populer dengan terus berlatih menari dan menyanyi, menjaga hubungan dengan penggemarnya, dan pasti melakukan berbagai usaha lainnya.
Ada perbedaan yang besar...
Antara aku dan Rinaka, ada jurang yang sangat lebar.
Aku tidak merasa rendah diri.
Tapi, apa ini baik-baik saja?
Ada bagian diriku yang bertanya pada diriku sendiri.
Ketika ada orang yang berusaha keras di sekitarmu, rasanya kau akan terpengaruh... seperti itulah perasaanku.
"Rinka, aku akan berusaha keras."
"Kau tiba-tiba jadi semangat sekali, Ada apa?"
"Aku mendapat energi dari Rinka. Aku akan mencoba menyelesaikan PR ini."
"Aku tidak terlalu mengerti, tapi... aku akan mendukungmu. Semangat!"
"Terima kasih."
Aku menundukkan pandanganku ke buku soal matematika dan mulai mengerjakan soal pertama.
Aku terus mengerjakannya dengan penuh semangat, sampai akhirnya aku terjebak pada soal yang tidak bisa kuselesaikan.
Saat aku sedang kebingungan, Rinka mengintip buku soalku.
"Kalo Kazuto tidak keberatan, aku bisa mengajarmu, lho?"
"Tidak, Rinka juga punya PR sendiri, kan? Jangan khawatir tentang aku. Gunakan waktumu untuk dirimu sendiri."
Mendapat bantuan belajar dari idola populer sekelas Rinka tentu sangat menyenangkan.
Bahkan, beberapa orang mungkin rela membayar untuk kesempatan seperti ini.
Tapi, justru di saat seperti ini, aku perlu menahan diri.
Waktu Rinka sangat berharga, dan aku tidak ingin menyia-nyiakannya.
"Kau baik sekali, Kazuto. Tapi tidak apa-apa, kok."
"Eh?"
"PR sebanyak ini akan cepat selesai. Hanya butuh waktu untuk menulisnya saja."
Rinka mengambil daftar PR liburan musim panas dan berkata seperti itu dengan santai.
Aku tidak terlalu mengerti, tapi itu terdengar seperti pernyataan orang yang sangat pintar.
Kalau dipikir-pikir, aku belum pernah membicarakan hal-hal terkait pelajaran dengan Rinka.
Ujian akhir sebelum liburan musim panas juga sama sekali tidak kami bahas.
Salah satu alasannya adalah karena Rinka terlihat sibuk.
Alasan lainnya adalah aku tidak suka membicarakan soal ujian dengan orang lain.
Nilaiku tidak cukup bagus untuk dibanggakan, jadi aku lebih memilih untuk tidak membicarakan hal-hal terkait pelajaran.
Daripada belajar, aku lebih suka bermain game online.
Nilai ku sedikit di bawah rata-rata.
Aku hampir tidak pernah belajar di luar jam sekolah dan PR.
Sebenarnya, selama pelajaran, aku lebih sering memikirkan game atau menatap punggung Rinka...
Baru sekarang aku menyadari kalo aku sama sekali tidak belajar.
Hidupku benar-benar dipenuhi oleh game online.
Bagaimana dengan Rinka? Pasti dia pintar, kan?
Tapi dia pasti sibuk sebagai idola, jadi tidak punya waktu untuk belajar.
Mungkin nilainya cukup baik, di atas rata-rata?
Tapi mengingat pernyataannya tadi, dia pasti punya kemampuan akademis yang cukup untuk menyelesaikan PR dengan mudah.
...Apa yang harus kulakukan?
Aku jadi sangat penasaran.
Aku tidak pernah peduli dengan nilai orang lain, tapi hanya Rinka yang membuatku sangat penasaran.
"...Ini tiba-tiba, Rinka, berapa peringkatmu di kelas?"
"10 besar. Aku selalu berada di sekitar sana."
"Luar biasa... Kapan kau sempat belajar?"
"Aku membaca buku teks selama kelas sekolah, atau membaca buku pelajaran di sela-sela waktu luangku."
"...Hanya itu?"
"Setelah membaca buku pelajaran sekali, aku biasanya sudah mengingat sebagian besar isinya. Jadi tidak butuh waktu lama."
"Kau benar-benar monster..."
"Kalo aku ingin punya waktu untuk bermain game online, aku harus mengurangi waktu belajarku... Begitulah pikiranku, sampai akhirnya aku bisa mengingat isi buku pelajaran hanya dengan membacanya sekali."
Begitulah, inilah yang disebut jenius. Aku benar-benar iri.
Kalo dia serius belajar, dia pasti bisa menjadi peringkat pertama di kelas.
...Aku juga pernah membayangkan beberapa kali, apa aku bisa masuk peringkat atas kalo aku menggunakan waktu bermain game untuk belajar.
[TL\n: jujur semasa sekolah gua se tipe Rinka sekali baca buku gua langsung ingan bagian bagian penting di buku yang gua baca, tapi gegara gua ketemu temen² bangsat jadi gua jarang bet buka buku dan karena itu nilai gua turun.]
"Aku ingin memastikan ada waktu untuk bermain dengan Kazuto."
"Oh, begitu ya..."
Aku jadi sedikit malu.
Dia mendapatkan otak jenius hanya untuk bisa bermain denganku.
Aku benar-benar tidak mengerti.
"Oh ya, untuk membuat belajar sedikit lebih menyenangkan, ayo kita lakukan satu trik. Setiap kali kau menyelesaikan 3 soal, kau boleh membelai kepalaku."
"Eh, bukannya aku yang dibelai, tapi aku yang membelai kepala Rinka?"
"Benar. Kau mendapatkan hak untuk membelai kepalaku. Jadi, selesaikan soalmu dengan cepat."
"Ini sama sekali tidak menyenangkan untukku... Tunggu, atau mungkin menyenangkan?"
Membelai kepala idola populer... Itu adalah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di acara idola mana pun.
Kalo dipikir-pikir, hanya dengan menyelesaikan 3 soal, membelai kepala adalah layanan yang luar biasa.
...Tapi tetap saja, aku tidak sepenuhnya yakin. Selain itu, aku sering diminta untuk membelai kepalanya.
"Selanjutnya, kita perlu menciptakan suasana. Belajar dengan suasana santai tidak sebaik belajar dengan sedikit tekanan, yaitu suasana di mana kamu tidak bisa bermalas-malasan."
"Menciptakan suasana, ya... Bagaimana caranya?"
"Aku akan menjadi gurumu. Di depan guru, Kau tidak boleh bermalas-malasan di depan gurumu, kan?"
"O-oh...?"
Apa maksudnya menjadi guru?
Mengabaikan kebingunganku, Rinka pergi dari ruangan dan kembali beberapa menit kemudian.
Tapi pakaiannya sudah berubah. Dari sebelumnya hanya memakai kaus dan celana pendek yang santai, sekarang dia berganti menjadi cosplay guru wanita──blus putih dan rok hitam yang agak panjang.
Tentu saja, dia juga memakai kacamata. Dia terlihat sangat cerdas seperti seorang guru.
"...Rinka?"
"Kau memanggil gurumu dengan namanya langsung. Panggil aku Rinka-sensei dengan benar."
"Kau benar-benar serius, ya. Bahkan kau sampai punya pakaian cosplay seperti ini."
"Ini milik Onee-chan. Aku meminjamnya tanpa izin."
Tanpa izin? Kasumi-san sudah pergi sejak pagi, jadi tidak ada pilihan lain... mungkin?
Selain itu, ada juga gaun putih yang dipakai Nonoka-chan.
Kenapa ya Kasumi-san punya begitu banyak pakaian? Apa dia punya hobi mengoleksi pakaian?
Rinka yang sepertinya menyadari kebingunganku dan menjelaskannya dengan singkat.
"Onee-chan dulu juga pernah bercita-cita menjadi idola, lho."
"Eh, benarkah!?"
"Katanya dia ingin melupakan masa lalunya. Pakaian ini adalah sisa dari masa itu. Ada banyak kostum cosplay lainnya juga."
Mengingat ukuran gaun putih yang dipakai Nonoka-chan, sepertinya dia sudah bercita-cita menjadi idola sejak kelas satu SD.
Aku tidak menyangka Kasumi-san punya masa lalu seperti itu...
"Tapi apa hubungannya idola dengan cosplay?"
"Cosplay mungkin hanya hobi Onee-chan. Tapi sepertinya dia sudah tidak tertarik lagi sekarang."
"Begitu ya."
Bercita-cita menjadi idola, punya hobi cosplay... Sungguh sulit membayangkan itu dari citra Kasumi-san sekarang.
"Nah, ayo kita lanjutkan belajarnya. Oh ya, aku akan menambahkan hadiahnya."
"Hadiah?"
"Setelah kau menyelesaikan satu buku, kau akan mendapatkan hak untuk memelukku."
"Begitu, jadi sampai saat itu pelukan dilarang..."
Ketika aku bergumam begitu, Rinka membuat ekspresi terkejut lalu berubah serius──
"Kalo kau mau, aku bisa mengerjakan buku soal itu untukmu. Aku akan menyelesaikannya dalam 20 menit."
"Hei, Sensei, tiba-tiba saja kau kehilangan kendali diri."
★★★
"Aku tidak bisa, ini terlalu sulit...!"
Aku terjebak di soal ke-3 yang seharusnya memberiku hak untuk membelai kepala Rinka.
Di saat seperti ini, aku selalu berpikir, seandainya aku rajin belajar dari dulu.
Sambil mengerang, aku menatap soal matematika itu, lalu tiba-tiba bahuku ditusuk-tusuk.
Aku menoleh ke samping. Entah kenapa, Rinka berkata "Kazuto, Kaxuto" dengan suara pelan sambil menunjuk ke bukunya dengan pensil.
Dan di buku itu tertulis jawaban soal...!
"Rinka-sensei!?"
"Tugas guru adalah membimbing murid ke jalan yang benar... Artinya, terkadang guru perlu menunjukkan jawabannya."
"Ini curang. Tidak adil. Kau malah membimbingku ke jalan yang salah."
"Tapi... aku ingin cepat kepalaku dibelai."
"Ah, dasar..."
Meski dengan ekspresi dingin yang sulit dibaca, Rinka mengerucutkan bibirnya dengan sikap cemberut.
Eh? Idola populer ini ternyata kurang bisa mengendalikan diri dibandingkanku.
"Membuang waktu di soal ke-3 itu seperti tindakan mengganggu. Kau sengaja membuatku menunggu dan menikmati penderitaanku, kan? Kazuto yang jahat.」
"Itu salah paham! Aku hanya bodoh! ...Kenapa kau membuatku mengatakan itu!"
"Bukannya Kazuto yang mengatakannya sendiri... Lagipula, apa gunanya belajar matematika? Yang dibutuhkan dalam hidup ini adalah bagaimana menyesuaikan diri dengan lingkungan dan hubungan sosial. Bahkan orang bodoh pun bisa sukses dalam hidup kalo pandai bergaul."
"Hei, itu bukan kalimat yang seharusnya diucapkan oleh seseorang yang sedang berperan sebagai guru."
"Tidak, justru itu adalah kalimat yang seharusnya diucapkan oleh guru. Stres yang dirasakan oleh orang dewasa, sebagian besar penyebabnya adalah hubungan sosial. Hidup dengan tulus di dunia nyata itu sulit. Nyatanya, hal yang paling membuatku pusing dalam aktivitas idolaku adalah berurusan dengan orang dewasa."
"...Di game online pun ada masalah hubungan sosial, lho."
"...Benar juga."
Sepertinya teringat sesuatu, Rinka menutup mulutnya dan menatap bukunya dengan serius.
Pada akhirnya, selama game online yang dimainkan oleh manusia, masalah pasti akan muncul.
Itu adalah fakta yang tidak bisa dihindari.
Untuk Rinka yang mencari hubungan yang tulus, mungkin ini sulit diterima.
Di satu sisi, aku bisa memahami perasaan dan pemikiran Rinka, tapi aku juga berpikir bahwa hubungan yang ringan justru mungkin terjadi karena ini adalah dunia online.
Di dunia nyata, membangun hubungan sosial dianggap sebagai hal yang benar.
Artinya, kita dipaksa oleh masyarakat untuk bergaul bahkan dengan orang yang tidak cocok dengan kita.
Akibatnya, muncul tren di mana banyaknya teman menjadi status.
Tapi di game online, hal seperti itu tidak ada.
Kita bisa dengan mudah menjadi teman tergantung pada perasaan kita, dan sebagai upaya terakhir, kita bisa membuat akun baru dan mereset hubungan sosial kita.
...Tapi, aku tidak berpikir sejauh itu saat bertindak.
Dengan bersikap santai dan alami, aku mendapatkan teman seperti Tachibana dan Saito yang bisa diajak bersama tanpa beban, dan juga bisa terhubung dengan Rinka di game online.
............
Kenapa Rinka begitu terobsesi dengan hubungan yang tulus?
Mungkin itu adalah 'Mizuki Rinka', tapi setiap orang yang memiliki obsesi pasti memiliki alasan... atau pemicu.
"Kazuto, ada apa? Kau terlihat melamun."
"Tidak..."
Aku ingin tahu lebih banyak tentang Rinka. Aku ingin memahami bagian yang lebih dalam darinya.
Tapi, apa yang harus kulakukan sekarang sudah jelas.
Meskipun aku adalah pria pemalu yang tidak percaya diri, aku tetap seorang pria.
Aku tidak bisa terus menunjukkan sisi lemahku pada gadis yang kusukai.
"Aku akan mengerjakan PR-ku sendiri."
"Kazuto..."
"Ini adalah harga diriku yang tersisa. Meski hanya sedikit, aku ingin menunjukkan sisi terbaikku pada Rinka."
"Itu bagus, tapi bisakah kau segera membelai kepalaku?"
"Kau merusak semangatku."
Yah, ini hanya PR. Aku akan berusaha tanpa terlalu banyak tekanan.
Saat aku memegang pensilku kembali, bel pintu berbunyi menandakan ada tamu.
Rinka berkata, "Aku akan pergi sebentar", dan berdiri, tapi tepat saat itu, telepon Rinka berdering.
Sayangnya (?) tamu dan telepon datang bersamaan.
"Aku akan melihatnya."
"Ya, terima kasih."
Lebih baik aku yang menangani tamu.
Aku lalu keluar dari ruangan tatami dan pergi memeriksa monitor yang menampilkan gambar dari interkom.
...Tidak ada siapa-siapa. Mungkin ini lelucon?
Baiklah, aku akan memeriksanya dengan benar.
Aku menuju pintu depan dan membukanya. Kupikir tidak ada siapa-siapa, tapi──
"Nyaaa."
"...Hah?"
Ada kucing hitam.
Kucing hitam itu duduk dengan manis dan menatapku.
Tubuhnya yang sedikit gemuk dan bulu yang indah menunjukkan kalo dia diberi makan dengan baik.
Di matanya yang bulat, tidak ada sedikit pun tanda-tanda kewaspadaan.
Dan dia memakai kalung cokelat yang membuktikan bahwa dia adalah kucing peliharaan.
...Itu Sturmangriff. Dari mana pun kamu melihatnya, itu pasti Sturmangriff.
"Kau, kenapa kau ada di sini? Kabur lagi?"
"Nyaa."
Sturmangriff mengeluarkan suara kecil dan menggosok-gosokkan tubuhnya ke kakiku. Imut.
Aku memutuskan untuk menggendongnya, jadi aku menyelipkan tanganku di bawah ketiaknya dan mengangkatnya.
Kupikir dia akan melawan saat diangkat, tapi dia sama sekali tidak melawan, malah dia mengendurkan tubuhnya dan membiarkan diriku menggendongnya.
Ngomong-ngomong, di kalung cokelatnya tertulis nama dan nomor telepon.
Mungkin ini adalah cara Kurumizaka-san untuk mengatasi kebiasaan kaburnya.
"Ini buruk, Kazuto. Baru saja Nana menelepon, katanya Sturmangriff kabur dari rumah."
Rinka memanggilku dari belakang, dan aku berbalik sambil menggendong kucing hitam yang imut itu.
"Emm, kucing yang kaburan itu... sudah kutangkap."
★★★
"Katanya Nana akan menjemputnya saat sore nanti. Dia meminta kita untuk menjaga Sturmangriff sampai saat itu."
"Mengerti... oh, imut sekali. Yosi, yosi."
Rinka, yang baru saja selesai menelepon Nana, berbicara padaku, tapi aku terlalu asyik dengan Sturmangriff.
Wajar saja, karena begitu kembali ke ruangan tatami, Sturmangriff langsung berguling dan menunjukkan perutnya, meminta perhatian.
Aku tidak tahan dan mulai mengelus perutnya, dan dia mengeluarkan suara "Nyaa, Nyaa" dengan nyaman... sungguh tak tertahankan. Bulunya yang halus, perutnya yang kenyal... semuanya sempurna.
"Kazuto, kau suka kucing, ya? Wajahmu terlihat sangat ceroboh, tidak seperti biasanya."
"Apa seperti itu? Ah, tapi, waktu kecil, aku pernah meminta ibuku untuk memelihara kucing hitam..."
Yah, dia selalu bilang "Lain kali saja". Tapi 'Lain kali' itu tidak pernah datang.
Saat aku mengelus perutnya dengan kasar, Sturmangriff mengeluarkan suara " Nyaaa" yang agak keras.
"Aku yakin dia datang untuk menemui Nonoa. Sturm───kucing itu, kadang-kadang datang ke rumahku. Dia masuk ke apartemen dari suatu tempat dan dengan cekatan menekan interkom."
"Itu luar biasa... Dan area pergerakannya juga luas. Beberapa waktu lalu dia bahkan datang ke depan sekolah."
"Oh, jadi ini bukan pertemuan pertamamu dengannya?"
"Iya. Saat aku sedang berbicara dengan Kotone-san di depan gerbang sekolah, Sturmangriff datang menggosok-gosokkan tubuhnya. Dia sangat imut."
"...Bisakah kau menceritakan lebih detail?"
"Tentu. Saat itu dia juga menunjukkan perutnya dan meminta perhatian... sungguh luar biasa."
"Begitu. Wanita itu, saat aku tidak ada, melakukan hal-hal yang tidak pantas. Menarik suami orang... tidak bisa dimaafkan...!"
"Hei, kau sedang membicarakan apa? Aku sedang membicarakan kucing."
Perbedaan pembicaraan yang aneh.
Rinka menatap kosong dengan tatapan tajam.
Dia terlihat seperti akan mengutuk seseorang, menakutkan.
...Terlepas dari Rinka, mengingat semua yang terjadi, aku merasa ada semacam hubungan... takdir dengan Sturmangriff.
Pertemuan pertama di depan gerbang sekolah. Pertemuan kedua melalui telepon. Dan yang ketiga di depan rumah Rinka.
Bisa dibilang ini hanya kebetulan, tapi aku ingin menganggapnya sebagai pertemuan yang ditakdirkan.
Apalagi, kucing hitam sering dianggap sebagai pembawa keberuntungan.
Tapi, apa artinya itu?
"Sturm... Sturmangriff, sudah lama tidak bertemu. Aku pernah bertemu denganmu beberapa kali saat kau masih anak kucing...apa kau masih ingat padaku?"
Rinka berbicara dengan suara lembut seperti sedang berbicara dengan bayi, lalu dia mengulurkan tangannya untuk mengelus kepala Sturmangriff.
Tapi Sturmangriff──memalingkan wajahnya.
"Ti-tidak mungkin... Kenapa...!"
Rinka terlihat sangat terkejut.
Tangan kanannya yang terulur ke kepala Sturmangriff gemetar.
Kupikir kucing hitam ini ramah pada semua orang, tapi ternyata tidak.
Sementara Rinka terlihat sedih, Sturmangriff masuk ke antara kakiku yang sedang duduk bersila.
...Dia sangat dekat denganku. Apa yang terjadi?
Ah, dia juga akrab dengan Kotone-san... Mungkin dia hanya dingin pada Rinka.
"Yah, dia imut, jadi tidak apa-apa. Yosi, yosi."
"...Apa nama yang tepat untuk perasaan ini? Jujur saja, aku tidak puas."
Melihat Sturmangriff yang manja padaku, Rinka mendorong bibirnya dengan ekspresi tidak puas.
Ini sudah tidak bisa dihindari.
Sampai Nonoa datang, aku akan menghabiskan waktu untuk dihibur oleh Sturmangriff.
Aku terus mengelus kepala dan tubuh Sturmangriff.
Tanpa perlawanan, dia mengeluarkan suara "Nyaa" yang pendek dan nyaman.
"Yosi, yosi. Bagaimana kalo kau jadi kucingku saja?"
"Nyaaaa."
"Ayo kita hentikan bermain dengan kucing untuk sementara. Kazuto, kita lanjutkan belajar."
"Bukankah belajar bisa ditunda dulu? Sekarang aku ingin menghabiskan waktu dengan Sturmangriff."
"Tapi───"
"Aku akan mengerjakannya nanti. Yosi, yosi."
Tanpa melihat ke arah Rinka, aku terus memanjakan Sturmangriff yang nyaman di antara kakiku.
Di hadapan makhluk yang begitu imut, memaksakan diri untuk fokus belajar adalah tindakan kriminal.
Kalo ada kucing, maka kita harus memanjakannya, bukankah itu tindakan yang benar sebagai manusia?
[TL\n: yup setuju.]
Tarik, tarik.
Bagian belakang bajuku ditarik. Pasti itu Rinka. Aku tahu tanpa melihat.
Pandanganku tetap tertuju pada Sturmangriff.
"Hei, Kazuto. Lihat aku juga."
"Yosi, yosi, kau imut sekali. Lihat, Rinka, dia sangat imut."
".........."
Aku asyik mengelus-elus Sturmangriff.
Lalu, bagian belakang bajuku ditarik lagi.
"A-aku akan memberimu izin khusus... untuk bermain game online. Bagaimana kau senang, kan?"
"Tidak, tidak perlu."
"Kazuto───"
"Yosi, yosi... ah, dia menjilat tanganku! Lihat! Dia baru saja menjilatku!"
".........."
"Rinka...?"
Karena tidak ada respon, aku menoleh ke arah Rinka. Situasinya buruk.
Dia terlihat seperti tupai sekarang.
Pipi Rinka mengembang, dan dia mengeluarkan suara "Muuu!" yang imut.
"Umm, Rinka-san?"
"Ka-kau meninggalkan istrimu yang berharga sendirian... dan yang kua lakukan hanyalah bermain dengan kucing...!"
"Eh, ah, tidak...ini bukan seperti itu."
"Apa yang bukan seperti itu...! Ka-kau bahkan tidak melihat ke arahku...!"
Ini benar-benar buruk. Dia benar-benar marah. Ekspresi dinginnya yang biasa benar-benar hancur.
Ekspresi marahnya terlihat seperti sedang merajuk. Tapi wajahnya tetap imut, mungkin karena ini Rinka.
"Ya, memang Kazuto tidak menunjukkan minat pada wanita lain selain aku. Tapi itu hanya terbatas pada manusia... Artinya, dia sangat tertarik pada betina non-manusia!"
"Apaaa!? Itu tidak mungkin! Aku hanya suka kucing, itu saja!"
"Lihat, aku tahu!"
"Apa yang kamu tahu! Eh, tidak, eh...bagaimana aku harus menjelaskan ini?"
Saat aku memegang kepalaku, Rinka berdiri dengan cepat dan menunjuk ke Sturmangriff.
"Kau, kau kucing pencuri Kembalikan Kazuto padaku!"
"Nya!?"
Sturmangriff terkejut dengan teriakan Rinka dan membuka matanya lebar-lebar. Reaksi yang sangat manusiawi.
"Kazuto adalah suamiku. Jangan terlalu dekat dengannya. Lagipula, bahkan perutku belum pernah dielus-elus opehnya... Aku baru dielus di kepala...!"
"Nyaa."
"Suara manja apa itu? Aku tahu, lho. Kenapa kau datang ke rumahku... Ya, itu pasti karena Kazuto!"
Tidak mungkin. ...Aku pikir begitu. Tapi Rinka sekarang kehilangan kendali.
Dulu dia bahkan cemburu pada heroina di sampul light novel, dan pernah berkata, "Yah, suamiku adalah Kazuto-kun. Tidak peduli seberapa menarik kau, ikatan suami istri kami tidak akan goyah. Tertawalah selagi kau bisa."
Tidak aneh kalo dia menunjukkan rasa cemburu pada seekor kucing hitam.
"Cepat pergi dari Kazuto. Hanya aku yang boleh memanjakannya."
Apa permusuhan Rinka sudah sampai?
Sturmangriff turun dari pangkuanku dan menghadapi Rinka.
Akhirnya, pertarungan serius yang melampaui spesies antara Sturmangriff (kucing hitam) VS Mizuki Rinka (idola cool) dimulai...!
"Nyaa! Nyaaa!"
"Ya, memang benar Kazuto sekarang tergila-gila padamu saat ini! Tapi itu hanya sementara... tidak akan mempengaruhi ikatan suami istri kami! Betina seperti mu yang hanya bisa memanja akan cepat bosan!"
"Nya nyaa! Nyaa!"
"Ti-tidak mungkin...! Tidak, pasti tidak!"
Di depan mataku, ada seorang idola cool yang sedang bertengkar serius dengan seekor kucing.
Apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan?
Sudah lama sejak terakhir kali aku melihat sisi aneh Rinka.
Tapi, melihatnya seperti ini agak menyenangkan.
"Nyaaa!"
"Kuh...! Aku kalah..."
Sepertinya pertarungan sudah selesai.
Apa dia benar-benar kalah?
Kucing itu mengeong dengan bangga, sementara Rinka menundukkan kepalanya.
Aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi.
Kalo aku mengerti, itu akan menjadi masalah besar.
"Selamat tinggal... Kazuto..."
"Eh!?"
Rinka menundukkan wajahnya dan pergi dari ruangan tatami. Yang tersisa di sini adalah aku dan kucing hitam...serta rasa hampa.
Sebelum aku bisa memahami situasinya, semuanya sudah berakhir.
"Kau mau pergi ke mana, Rinka?"
Jujur saja, aku sama sekali tidak bisa mengikuti situasi ini.
Tapi aku tahu aku telah membuat Rinka sedih. ...Apa ini salahku?
Aku terlalu asyik dengan Sturmangriff dan mengabaikan Rinka.
...Mungkin Rinka kembali ke kamarnya.
Aku akan meminta maaf padanya sekarang.
Saat aku berdiri, tiba-tiba Rinka muncul kembali.
"Nyao, Nyao... Aku kembali..."
Dia mengenakan kostum kucing hitam───.
★★★
Rinka sepertinya pergi ke kamar Kasumi-san untuk mengenakan kostum.
Gaun hitam sepanjang lutut, headband telinga kucing hitam, kalung hitam...
Bahkan Rinka pun merasa malu, wajahnya memerah.
Tapi, dia tetap mengangkat kedua tangannya seperti cakar kucing dan berkata, "Nya..."
"...Rinka? Apa kau dirasuki oleh hantu kucing?"
"Ti-tidak, ini keinginanku sendiri... Kalo Kazuto tergila-gila pada kucing hitam, maka aku akan menjadi kucing hitam. Sebagai istri... aku tidak boleh kalah...! Nya."
"Rinka, ide mu benar-benar di luar nulur."
Dan dia tidak terbiasa dengan akhiran 'Nyaa'. Dia mengatakannya dengan kaku.
Tentu saja, sebagai idola cool, Rinka tidak mungkin bisa melakukan hal seperti ini.
Dia bahkan tidak memiliki pengalaman atau pengetahuan tentang hal ini.
"Bagaimana kalo... kita berhenti saja?"
"Ha-hatimu telah... direbut, kan? Aku tidak bisa diam saja... Nyaa."
"Setidaknya pertimbangkan sedikit. Aku tidak tahan melihatnya..."
"A, apa itu tidak cocok untukku...? Memang kostum imut seperti ini tidak cocok untukku... Tapi sampai kau tidak tahan melihatnya... Nyaa."
Suara Rinka semakin kecil. Dia terlihat seperti akan menangis.
"Ah, tidak, maksudku bukan itu. Justru itu terlalu cocok untuk mi... Itu terlalu imut untuk dilihat langsung..."
Dulu, Tachibana pernah bersikeras, "Gadis imut dengan telinga kucing itu yang terbaik! Impian pria adalah telinga kucing!" Aku menganggapnya konyol dan mengabaikannya... Tapi sekarang aku mengerti, ini memang impian.
Tidak, justru karena dia adalah idola cool, pesonanya semakin terasa.
Aku belum pernah melihatnya mengenakan kostum imut dengan hiasan berenda, apalagi cosplay.
Bukan hanya aku, tapi seluruh negara pasti merasakan hal yang sama.
Lebih dari itu, rasa malunya justru menjadi salah satu daya tariknya.
"Kau benar-benar imut. Ini pertama kalinya dalam hidupku melihat sesuatu yang begitu imut."
"Tidak perlu memaksakan diri. Aku juga seorang idola, aku bisa melihat diriku secara objektif. ...Kostum kucing hitam ini sama sekali tidak cocok untukku."
"Tidak! Kau benar-benar imut!"
"...Benarkah?"
"Ya!"
"Kalo begitu, maukah kau memanjakanku?"
"Tentu sa───eh?"
"Lebih dari Sturmangriff, manjakan aku."
Rinka, dengan pipinya yang memerah, menatapku dengan tajam.
Dia mengepalkan tangannya seolah sedang menahan sesuatu.
Mungkin dia berusaha mati-matian untuk menekan rasa malunya.
"Begini, Rinka. Aku tidak tiba-tiba lebih menyukai Sturmangriff daripada kau."
"Aku tahu."
"Ah, kau tahu toh."
"Tapi, aku tidak suka melihatmu terpaku pada sesuatu selain diriku... Ya, aku tahu ini berat. Aku tahu, tapi aku ingin Kazuto hanya melihatku..."
"───!"
Cara Rinka memohon membuat dadaku sesak... karena dia terlalu imut.
Gadis yang kusukai mengenakan kostum kucing hitam hanya untuk menarik perhatianku.
Dia sudah cukup imut dengan itu, tapi dia juga bilang, "Aku ingin kau hanya melihatku..."!
"Aku tidak bisa mengaku sebagai istri Kazuto kalo aku terus kalah dari kucing. Dan sebagai seorang idola populer... sebagai idola cool, aku tidak bisa mengakhiri ini dengan kekalahan...! Nyaa."
Dia berbicara dengan penuh tekad, tapi pada akhirnya dia hanya mengenakan kostum kucing hitam.
Dalam situasi seperti ini, aku tidak bisa menghentikan Rinka.
Menyerahkan diri pada alur adalah pilihan terbaik.
Rinka datang ke sampingku yang sedang duduk bersila dan duduk dengan tenang.
Tapi tidak berhenti di situ.
Dengan lembut, dia mengangkat tangan kananku dan mendekatkannya ke wajahnya───lalu menggigit jari telunjukku dengan manis.
"...!"
Ya, memang kucing suka menggigit, tapi memilih untuk menggigit adalah hal yang khas Rinka.
Tindakan Rinka yang selalu melampaui imajinasiku membuat kepalaku sedikit panik.
"Kazuto...nn..."
Sedikit ragu, namun Rinka tetap menekan kepalanya ke dadaku.
Seperti kucing. Aku merasa tingkah manja Rinka yang tiba-tiba ini sangat menggemaskan.
Awalnya, ini seharusnya hanyalah bentuk kecemburuannya terhadap Sturmangriff, tapi sekarang rasanya hanya seperti murni bermesraan.
"Apa kamu ingin aku mengelusmu-nya."
"Imut, tapi akhiran kalimatnya agak aneh. Aku mau kau melakukannya-Nyaa lebih baik, menurutku."
".....Nn."
Dia menekan kepalanya lebih kuat lagi, seakan berkata, "Sudah, cepat usap". Dadaku agak sakit, secara fisik.
Saat ini, aku benar-benar merasa Rinka sangat imut, tapi di saat yang sama, aku merasa seperti melangkah ke wilayah terlarang.
Lebih tepatnya, dunia baru dalam diriku...sebuah pintu...atau mungkin, preferensi tertentu yang mulai terbangun...
Di luar pandanganku, Sturmangriff terus mengeong, tapi aku sama sekali tidak peduli.
Fokusku hanya pada Rinka, yang dengan seluruh tubuhnya menggemaskan mendekatiku.
"....Nn, Kazuto..."
Mungkin kesal karena aku tidak bergerak, Rinka mengambil tangan kananku, lalu—menjilat punggung tanganku.
—Ini sudah kelewatan. Hubungan kami sudah melampaui batas sehat...!
A-apa kau serius, Rinka?
Tidak, memang dari dulu dia kadang menunjukkan sisi agresifnya...
Sulit dipercaya kalo dia adalah gadis yang dulu langsung merah padam dan kaku hanya karena bergandengan tangan.
Begitu ya, ternyata rasa cemburu bisa mengubah seseorang sampai sejauh ini...!
Padahal masih terang, tapi sikapnya seperti saat malam itu, seolah sudah tak peduli lagi.
Sambil merasa terkejut, aku dengan lembut mengusap kepala Rinka.
Aku melakukannya secara perlahan agar tidak menjatuhkan hiasan telinga kucingnya.
Rinka menyipitkan mata dengan nyaman, menampilkan ekspresi penuh kepuasan.
Tubuhnya yang kini benar-benar rileks bersandar padaku, seakan menyerahkan dirinya sepenuhnya.
Secara alami, aku jadi memeluknya dari belakang.
"Rinka..."
Karena bahan gaun hitam yang dikenakannya cukup tipis, kehangatannya terasa langsung.
Bukan hanya itu, aku juga menyadari sesuatu.
Saat di atas panggung, tubuhnya terlihat begitu besar, tapi nyatanya dia sangat kecil dan ramping.
Dalam dekapanku, dia seolah begitu rapuh, seakan bisa hancur kalo kupeluk terlalu erat.
Tapi, tubuhnya tetap terasa lembut dan memiliki bentuk yang khas seorang gadis.
Mungkin karena aktivitas idolanya, ototnya juga terbentuk dengan baik.
"Kazuto, jantungmu berdebar sangat kencang..."
"Rinka juga, kan? Tubuhmu panas sekali."
"........."
Baru saja suasana terasa seperti bercanda, tapi sekarang sudah berubah seperti ini.
Kalo dipikirkan lagi, setiap kali kami berdua saja, suasananya selalu berubah menjadi lebih mesra. Dan itu selalu dimulai oleh Rinka.
Yang paling membuat hatiku bergetar adalah bagaimana Rinka yang agresif ini tetap menunjukkan sedikit rasa malu.
Di balik rasa malunya, tersirat keinginan yang tidak bisa dia sembunyikan, dan itu benar-benar menggemaskan.
"Aku atau Sturmangriff, mana yang lebih imut...?"
"Tidak perlu ditanyakan lagi."
".....Siapa? Katakan dengan jelas」
「Sturmangriff."
".....Aku pergi mati sebentar."
"Maaf! Itu hanya bercanda!"
Saat Rinka hendak berdiri, aku langsung memeluknya lebih erat, menahannya agar tidak pergi.
Yang barusan memang salahku. Itu bukan saat yang tepat untuk bercanda.
"Rinka jauh lebih imut. Sungguh."
"........."
Tidak ada jawaban. Sepertinya dia benar-benar kesal.
Aku mulai berpikir bagaimana cara menebus kesalahan, tapi ternyata Rinka sendiri yang memberiku kesempatan.
"Kalo kau ingin aku memaafkanmu...usap perutku."
"Perut, katamu?"
"Seperti yang kau lakukan pada Sturmangriff, usap dengan lembut."
"........."
Kalo gadis yang kusukai sampai menunjukkan ketertarikan sejauh ini, rasanya kendali diri ini perlahan-lahan meleleh.
Pikiranku menjadi panas hingga pandanganku mulai kabur, dan satu-satunya yang bisa kurasakan hanyalah kehangatan Rinka.
"......Kazuto. Usap perutku...Aku ingin kau mengelus perutku-nya..."
Ini sudah melewati batas. Rasanya seperti menaikkan batasan usia dari 12 menjadi 15 tahun.
Rinka yang biasanya bersikap tenang kini bahkan telah membuang kewarasan normalnya.
Dengan napas yang hangat, dia terus memohon agar perutnya diusap. Pipinya merah padam, matanya berkaca-kaca—benar-benar membuat hatiku bergetar.
Semua yang ada di tempat ini seakan telah larut dalam kehangatan.
Seorang idola populer yang menirukan kucing dan manja secara berlebihan, seekor kucing hitam dengan nama yang tak masuk akal, serta seorang pecandu game online yang hampir mimisan...!
Kalo melangkah lebih jauh, mungkin ini akan melewati batas yang seharusnya.
Dengan pemikiran itu, aku perlahan mengulurkan tanganku dan menyentuh perut Rinka dengan ragu.
Sebelum aku sempat merasakan apa pun, sebuah desahan pendek keluar dari mulutnya.
Dengan gerakan searah jarum jam, aku mulai mengusap lembut perutnya.
Dari balik kain, terasa kelembutan sekaligus sedikit elastisitas tubuhnya.
"Ah, nn...fu...nn..."
Rinka mengeluarkan suara yang terdengar begitu menggoda.
Aku mulai merasa aneh sendiri.
Posisi di mana aku memeluknya dari belakang sambil mengusap perutnya adalah sesuatu yang belum pernah kualami sebelumnya...
Dengan sedikit ketenangan, aku bertanya-tanya apa ini yang disebut hubungan kekasih.
"Nn"nn..."
"Mau berhenti? Usap perutnya."
"Tidak...aku tidak mau kau berhenti..."
Nada bicaranya terdengar seperti anak kecil yang sedang merengek.
...Perasaan ini, apa sebenarnya?
Ini bukan sekadar merasa dia mengemaskan—rasanya sudah melewati batas itu.
Aku melanjutkan mengusap perutnya.
Rinka terus mengeluarkan suara manja yang terdengar penuh perasaan.
Meskipun aku mulai merasa seolah sedang melakukan sesuatu yang tidak seharusnya, begitu aku sedikit menghentikan gerakan tanganku, Rinka langsung memanggil namaku dengan nada cemas, "Kazuto...?"
Dia terlalu menggemaskan, sampai rasanya aku tidak tahan.
Waktu terus berlalu terasa seperti keabadian, hingga hampir 5 menit kemudian.
Tiba-tiba―──────
"Nyaa───n!"
"Apa!? Sturmangriff!"
Sturmangriff melompat tepat ke wajahku!
Terkejut, aku terjatuh ke belakang.
"Nyao... Nyaoo."
Seekor kucing hitam yang kini menginjak-injak wajahku... Dalam video kucing yang pernah kutonton, ada seekor kucing yang melompat ke bahu pemiliknya atau terus mengeong hanya untuk menarik perhatian.
Mungkin perilaku Sturmangriff ini juga serupa.
Meskipun begitu, sensasi bantalan kakinya yang menekan wajahku ternyata cukup nyaman.
"Kazuto...apa kau suka kalo wajahmu diinjak? Setiap kali wajahmu diinjak, ekspresimu terlihat sangat menikmatinya."
"Bisakah kau berhenti membuatku terdengar seperti orang aneh? Ini hanya berlaku untuk bantalan kaki kucing, oke?"
"Kalau begitu, aku juga akan menginjak-injakmu. Aku tidak bisa kalah dari Sturmangriff...!"
"Kenapa kau harus bersaing dalam hal ini!? Aku hampir tersadar pada dunia yang seharusnya tidak kusadari, jadi tolong hentikan!"
Dengan napas berat, Rinka menunjukkan tekad yang kuat.
Apa dia benar-benar berniat melakukannya!?
"Tenang saja. Meskipun Kazuto memiliki sedikit ketertarikan yang...unik, aku akan menerimanya dengan senang hati."
"Aku senang kau berkata begitu, tapi bisakah kita berhenti berbicara dengan asumsi kalo aku seorang masokis?"
"Tunggu...jadi itu berarti... Kazuto lebih suka mendominasi? Aku tidak suka rasa sakit. Aku tidak suka, tapi...aku akan berusaha."
"Ayo kita akhiri pembicaraan ini! Ini topik yang akan membuat kita canggung nanti!"
"Tidak, kita harus membahasnya. Se-sebagai suami dan istri, aku pikir penting untuk saling memahami sisi seperti ini."
"Wajahmu merah padam. Kau bahkan tidak berani menatapku lagi."
Rinka berbicara dengan wajah memerah, tangannya terus menyentuh rambutnya sambil mengalihkan pandangan ke samping.
Entah apa yang dipikirkannya, tapi sepertinya dia sudah membayangkan berbagai hal.
"Kesimpulannya, aku sudah memahami kalo Kazuto adalah tipe pria yang suka wajahnya diinjak."
"Sama sekali tidak! Ini kesalahpahaman yang bisa berujung pada perceraian, Rinka!"
"Perceraian!? Jangan pernah bercanda tentang itu...uuh, hiks...!"
Rinka menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan mulai menangis pelan.
──────Ti-tidak mungkin!
Seolah tertular oleh kesedihan dan keputusasaan Rinka, kini Sturmangriff pun mulai mengeong keras, "Nyao! Nyaa!".
Kekacauan total. Semua orang kehilangan kendali atas diri mereka sendiri, tenggelam dalam emosi masing-masing...!
Sementara wajahku masih diinjak oleh Sturmangriff, aku hanya bisa menatap kosong ke arah langit-langit.
Saat itu juga, suara nada dering Hp-ku berbunyi.
Itu dari Nana──────.
"Halo!?"
『Ah, Kazu-kun. Rin-chan tidak mengangkat teleponnua, jadi sekarang aku ada di depan apartemen───』
"Cepat datang! Tolong!"
『....Heh?』
★★★
"Apa yang harus aku lakukan sekarang..."
Aku hampir menghela napas saat menatap Rinka (yang sedang cosplay sebagai kucing hitam) duduk meringkuk di pojok ruang tatami.
Kepalanya terbenam di antara kedua lututnya, memancarkan aura keterpurukan yang luar biasa.
Sudut ruangan itu terasa penuh dengan atmosfer suram.
"Sudah lama aku tidak melihat Rin-chan seperti itu..."
Nana, yang juga menatap Rinka dari kejauhan sambil menggendong Sturmangriff, berkomentar.
Karena tidak tahu harus berbuat apa, kami hanya bisa mengamati Rinka dari pintu ruang tatami dengan sedikit jarak.
Sementara itu, Sturmangriff terlihat sedang menikmati saat-saat penuh kebahagiaan dalam pelukan pemiliknya, Nana.
Dia terus mengeluarkan suara dengkuran puas. ...Seperti yang kuduga, dia memang ramah kepada semua orang kecuali Rinka.
Dengan Kotone-san, aku, dan Nana, dia sangat manja, tapi dengan Rinka, bahkan dia tidak membiarkannya menyentuh kepalanya. Kenapa begitu? Apa ada itu masalah kecocokan?
"Kalo kau bilang sudah lama tidak melihatnya seperti itu, berarti dia pernah seperti ini sebelumnya?"
"Ya. Kalo dia gagal dalam sesuatu atau sangat terpuruk, dia selalu duduk meringkuk di sudut kamar seperti itu."
"....Serius?"
"Akhir-akhir ini aku sudah tidak pernah melihatnya seperti itu lagi... Sepertinya dia benar-benar syok saat kau mengatakan 'cerai' tadi, Kazu-kun."
"Aku tidak benar-benar serius mengatakannya."
Menyebut kalo kami bahkan bukan pasangan suami istri sejak awal mungkin hanya akan memperburuk keadaan sekarang.
"Meskipun kau tidak serius, ada hal-hal yang tetap menyakitkan kalo diucapkan, kau tahu? Kazu-kun juga pasti tidak suka, kan? Meskipun bercanda, kalo Rin-chan bilang dia membencimu."
".....Aku akan mati. Detik itu juga, jantungku akan copot dan aku mati."
Begitu aku berkata begitu, Sturmangriff mengeong, "Nyaa".
Aku tidak tahu apa maksudnya.
Bagaimanapun, aku harus meminta maaf kepada Rinka.
Aku pun melangkah mendekati Rinka, yang masih duduk meringkuk di sudut tanpa bergerak sedikit pun.
Aku berjongkok agar bisa sejajar dengannya dan mulai berbicara.
"Umm...maaf, Rinka. Aku tidak sungguh-sungguh dengan ucapan tentang cerai tadi... Itu hanya keluar begitu saja."
".....Kalo itu hanya spontan, berarti ada kemungkinan besar itu sebenarnya perasaan terdalammu."
Tanpa mengangkat wajahnya, Rinka berbisik pelan. ...Dia benar-benar tenggelam dalam pola pikir negatif.
Saat seseorang terpuruk, mereka bisa terjebak dalam spiral kecemasan.
Satu kekhawatiran melahirkan kekhawatiran lain... Rupanya Rinka juga tidak terkecuali...?
"Tidak mungkin itu perasaanku yang sebenarnya, kan? Aku...menyukai Rinka."
".....Buktikan."
Rinka akhirnya mengangkat wajahnya dan menatap mataku dengan intens.
"Buktikan? Bagaimana caranya?"
".....A-ada banyak cara."
"Contohnya?"
Saat aku bertanya, wajah Rinka mulai memerah, dan dengan suara kecil dia menjawab perlahan.
"M-misalnya...mengelus kepalaku, memelukku...a-atau berbisik di telingaku...ada banyak cara lain."
"........."
"A-ada apa?"
"Dari dulu aku sudah berpikir, permintaan yang selalu kau ajukan itu lebih seperti permintaan seorang kekasih, kan?"
"....Bukan kekasih. Kita ini suami istri."
"Tidak, kita itu kekasih."
"....Pasangan suami istri yang masih baru."
Dia sedikit berkompromi. Aku tersenyum kecil sambil mengelus kepala Rinka.
Aku benar-benar sering mengelusnya.
Meskipun ini semua karena permintaannya...
".....Sentuh pipiku."
"Pipi? Baiklah."
Kali ini aku menyentuh pipi Rinka dengan tangan kananku.
Kulitnya halus, lembut, dan hangat.
Aku tidak tahu tujuan dari permintaan ini, tapi Rinka terlihat menghela napas dengan puas. ...Dia benar-benar mirip kucing. Bahkan kalo dia bukan kucing, dia terlihat seperti hewan yang manja.
"Sampai kau benar-benar membenciku, jangan pernah mengucapkan kata 'cerai'. Hanya membayangkannya saja sudah membuatku hampir menangis..."
"Baik, aku janji."
Perceraian adalah kata terlarang.
Aku harus mengingatnya baik-baik.
Dan kini, aku bisa merasakan tatapan penuh rasa ingin tahu yang menusuk punggungku...
Aku menoleh ke belakang dan berbicara kepada orang itu.
"Ehm, Nana-san? Sampai kapan kau akan terus menonton kami?"
"Eh!? U-uh, hahaha... Aku baru pertama kali melihat interaksi seperti ini antara pasangan...i-ini cukup mesra, ya."
Wajah Nana memerah. Dia terlihat begitu terpaku melihat interaksi kami.
Namun, Rinka-lah yang berteriak, "Aku sudah menunggu ini." Ini mengubah alirannya sekali lagi.
"Tunggu sebentar. Sejak kapan...Kazuto mulai memanggil Nana dengan nama depannya?"
"Waktu di telepon kemarin... Tidak, ini bukan seperti yang kau pikirkan! Aku sama sekali tidak berselingkuh!"
"....Kau terlihat sangat panik, Kazuto. Aku memang tidak berpikir kau akan selingkuh… Tapi, bagaimana dengan Nana?"
"Ri-Rin-chan!? Apa kau meragukan sahabatmu sendiri!?"
"Sebenarnya, aku tidak akan pernah meragukan seorang sahabat... Ya, aku bahkan tidak akan terpikir untuk melakukannya...tadinya. Tapi sekarang, situasinya berbeda... Ini semua gara-gara kucing itu!"
"Nyao!"
Rinka berdiri dan menunjuk Sturmangriff yang sedang dalam pelukan Nana.
Apa-apaan situasi ini.
"Aku tahu ini terdengar konyol. Tapi ada kemungkinan... Kalo Nana yang jatuh cinta pada Kazuto, menggunakan Sturmangriff untuk melemahkan istrinya, lalu mencuri suaminya dari samping..."
" "Itu tidak mungkin!" "
Aku dan Nana berseru bersamaan.
Orang yang memiliki imajinasi sekaya ini memang luar biasa, tapi di saat yang sama, mungkin itu juga kelemahan...itulah yang terpikir di benakku saat itu.
"Aku pernah mendengar kalo hubungan antara seorang suami dan sahabat istrinya rentan terhadap perselingkuhan."
"....Dari siapa kau mendengar itu?"
"Satoko-san."
"Satoko-san... Itu nama yang pernah kudengar darimu dulu... Tapi itu hanya pemikiran yang dipengaruhi oleh drama siang! Tidak mungkin itu terjadi di dunia nyata!"
"....Dia bilang itu berdasarkan pengalaman pribadinya."
"O-oh..."
"Seperti yang diharapkan dari Satoko-san, yang sudah 8 kali bercerai... Dia adalah Senpai kehidupan yang telah mengalami segala macam perpisahan... Setiap kata yang keluar dari mulutnya begitu berat dan menghantam hati."
"Be-begitu ya..."
Aku benar-benar tidak bisa berkata apa-apa... Pada titik ini, bahkan tidak bisa dijadikan bahan lelucon. Cara perpisahannya terlalu tragis.
"Itulah yang kumaksud! Nana dan Kazuto saling tertarik!"
"Ti-tidak! Rin-chan kau salah! Aku dan Kazu-kun tidak memiliki hubungan seperti itu! Karena aku...aku benar-benar mendukung kalian berdua...aku memberikan banyak saran untuk Kazu-kun...!"
"Benar, memang fakta kalo Nana mendukung kami, dan aku tahu perasaannya itu tulus. Itulah sebabnya, meskipun kalian berdua dekat, bahkan kalo diam-diam kalian bertemu di sekolah, aku tidak mengatakan apa-apa. Itu kesalahanku."
"Tunggu, Rin-chan! Dengarkan aku!"
"Ini sesuatu yang sering terjadi dalam percintaan. Saat seseorang memberikan saran, tanpa sadar dia jatuh cinta... Hal seperti itu. Terutama karena Kazuto memang tampan. Tidak aneh kalo Nana menyukainya."
"Tolong, dengarkan aku!"
....Ini buruk. Dari sebuah pembicaraan kecil, situasinya telah berkembang menjadi masalah besar.
.........
Tunggu, ini semua bermula dari aku?
Apa karena aku, hubungan mereka berdua mulai retak?
Apa aku baru saja memasuki situasi paling menegangkan yang pernah ada...?
"Kalo begitu, aku ingin bertanya. Nana, apa kau benar-benar tidak memiliki perasaan apa pun terhadap Kazuto?"
"...Ti-tidak."
"Benarkah? Kau tidak menganggapnya tampan atau merasa tertarik padanya sebagai seorang laki-laki?"
".....Uuh
Wajah Nana memerah saat sekilas melirik ke arahku.
Sepertinya dia secara refleks mengerahkan tenaganya, karena Sturmangriff yang dipeluknya tiba-tiba menjerit, "Nyaoo!".
Kucingnya bisa mati! Berhenti!
"Nana?"
"U-uhm...a-aku pikir...dia tampan... Kadang dia suka berkata hal-hal yang menyebalkan, tapi dia juga baik... Dia selalu mendengarkan apa yang kukatakan, entah bagaimana caranya... Dan dia juga mengakui keberadaanku..."
Suara Nana kecil dan penuh rasa malu saat dia bergumam.
Sejujurnya, aku bukan tipe orang yang sangat lamban dalam memahami perasaan orang lain.
Mungkin ada sedikit ketidaksadaran dalam batas wajar, tapi aku tidak benar-benar bodoh sampai tidak menyadari perasaan yang diarahkan padaku.
...Serius?
Dari reaksinya, apa benar Nana memiliki perasaan padaku...?
Dan kemudian, Rinka──────
"Eh, tidak mungkin... Benarkah? Kau tidak pernah menunjukkan reaksi seperti itu sebelumnya..."
Dia terlihat sangat terkejut.
Bukankah dia yang mencurigai sebelumnya?
Apa ini situasi di mana seseorang mencurigai sesuatu tapi berpikir, "Tidak mungkin, hahaha"?
"Nana. Apa yang kau sukai dari Kazuto?"
"Eh!? U-uh, itu..."
"Aku ingatkan, Kazuto itu anak laki-laki yang ceroboh. Kalo dibiarkan, dia hanya akan makan telur, dan apa pun masakan yang kubuat, dia selalu bilang rasanya enak... Di game online, dia tergila-gila untuk mining?"
"Mining itu bukan masalah!"
"Lihat, seperti ini. Selain itu, hanya dengan aku menggenggam tangannya, wajahnya langsung memerah...tapi tiba-tiba bisa jadi sangat agresif juga... Benar-benar, Kazuto itu...sudah lah."
Bukankah ini malah jadi ajang pamer kasih sayang?
Sementara itu, Nana terlihat panik, mulutnya terbuka dan tertutup tanpa suara, wajahnya memerah sampai membuatku khawatir.
.............
Jadi, Nana benar-benar menyukaiku?
Tidak, kalo kupikir-pikir, dia memang menunjukkan sikap yang mengarah ke sana.
Dan sekarang pun.........
Sebagai seorang pria......bukankah seharusnya aku yang mengambil tindakan?
Diam dan membiarkan situasi ini berjalan apa adanya memang mudah.
Tapi rasanya itu bukan keputusan yang baik, baik untuk Rinka maupun Nana.
Kalk memang Nana menyukaiku... tetap saja, aku mencintai Rinka.
Perasaanku itu...ya, seperti yang kulakukan saat dengan Tachibana dulu, aku harus mengatakannya dengan jelas.
"Nana."
"Eh, Kazu-kun...?"
"Aku mencintai Rinka. Aku tidak bisa membalas perasaanmu."
Aku sengaja tidak meminta maaf.
Faktanya tetap bahwa aku menolak Nana.
" " "......" " "
Kesunyian yang menusuk memenuhi ruangan. Bahkan Sturmangriff pun diam.
Dan yang pertama kali membuka mulut──────adalah Nana.
"Uhm, Kazu-kun, Rin-chan. Kalian berdua salah paham.”
"Salah paham? Bukankah Nana menyukai Kazuto?"
"T-tidak! Seperti yang kukatakan sebelumnya, dengarkan aku!"
"Kau ingin bicara tentang betapa kau mencintai Kazuto, kan? Tentang rencana licik yang bahkan tidak ada di drama siang, di mana kau menggunakan Sturmangriff untuk menyakiti istri dan merebut suaminya!"
"Itu bukan rencana licik, itu omong kosong, Rin-chan!"
"Lalu apa?"
"Yang sebenarnya aku sukai adalah Rin-chan!!"
"Lihat, aku tahu kau──────Eh?”
"Yang aku cintai! Itu Rin-chan!"
[TL\n: aying malah belok bangsat.]
...........
Hah?
★★★
Yang sebenarnya aku sukai adalah Rin-chan───.
Kata-kata Nana itu terus terngiang di kepalaku.
Rinka juga terlihat sama bingungnya denganku, dia hanya bisa membelalakkan mata dan menatap Nana tanpa berkata apa-apa.
"Uh! Maksudku, sekarang aku sudah tidak menyukai Rin-chan seperti itu! Maksudku, aku masih suka, tapi! Apa ini bisa disebut perasaan cinta!? Aku sudah menyelesaikan semuanya dalam diriku! Ini bukan dalam arti aneh, jadi jangan khawatir! Aku hanya ingin Rin-chan bahagia──────"
"Tenanglah, Nana. Kau bicara terlalu cepat, aku tidak bisa mengerti."
"Ah..."
Ditenangkan dengan lembut oleh Rinka, Nana terlihat kehilangan kata-kata.
Ini benar-benar perkembangan yang mengejutkan.
"Jadi, sejak kapan? Sejak kapan kau mulai menyukaiku?"
"Aku tidak tahu... Mungkin sejak kecil. Saat kusadari, aku sudah menyukai Rin-chan."
"Begitu... Jadi, Nana adalah gadis yang menyukai sesama jenis."
"T-tidak juga... Kurasa, aku menyukai Rin-chan karena dia Rin-chan. Kalo Rin-chan adalah laki-laki, aku tetap akan menyukainya."
"........"
Bukankah ini yang disebut dengan perasaan tulus menurut Rinka?
Pada dasarnya, Nana mengatakan kalo dia tertarik pada sosok Mizuki Rinka, bukan karena jenis kelamin.
Aku tiba-tiba teringat ketika Rinka berkata, "Laki-laki atau perempuan, itu tidak penting! Cinta tidak ada hubungannya dengan gender!".
Tapi, ada sesuatu yang lebih menggangguku.
"Ehm, Nana? Jadi kau tidak menyukaiku?"
"Tidak. Aku memang menganggapmu tampan, tapi..."
"Tapi tadi reaksimu tidak seperti itu, bukan? Selain itu, kau juga pernah menggenggam tanganku dan wajahmu memerah..."
"I-itu karena aku malu..."
"Malu?"
"Kazu-kun adalah seseorang yang berjasa bagiku... Apa ya, mungkin bisa dibilang seperti sosok yang aku kagumi... Aku tidak memiliki perasaan romantis, tapi dalam arti lain, kau tetap spesial bagiku."
─────────Apa-apaan itu.
Jadi aku ini apa? Seorang pria yang salah paham telah ditaksir dan dengan percaya diri menolak seorang idola terkenal?
.............
Seseorang, tolong bunuh aku.
Siapa pun pasti akan salah paham dengan reaksi Nana tadi.
Tapi, aku memang sudah tahu sejak lama kalo cara berpikir Nana sedikit berbeda dari orang biasa.
Sulit dipahami, tapi kalo kupikirkan baik-baik, mungkin masih masuk akal.
"Te-tenang saja. Aku sudah berdamai dengan perasaanku dan...aku sedang melangkah maju! Maaf karena tadi aku terbawa suasana dan mengatakan hal aneh! Kalau begitu, aku pergi!"
"Tunggu!"
Nana membalikkan badan dan hendak berlari pergi. Rinka segera mengejarnya dan meraih lengannya.
Saat itu, Sturmangriff melompat dari pelukan Nana dan mendarat dengan mulus di lantai.
"Nana. Ayo kita bicarakan ini dengan benar."
"Ti-tidak ada yang perlu dibicarakan... Asal kita bisa melanjutkan hubungan seperti biasa..."
"Kalo itu yang kau inginkan, katakan padaku dengan menatap mataku langsung."
"......!!!"
Nana tidak menoleh, seakan menghindari tatapan Rinka.
Meskipun lengannya digenggam, kakinya sudah setengah keluar dari ruangan.
Sementara itu, Sturmangriff menggesekkan tubuhnya ke kakiku sambil mengeong.
"............"
Rinka sekilas melirik ke arahku.
Tatapan kami bertemu, dan aku langsung memahami apa yang ingin dia katakan.
Aku melewati sisi Nana dengan perlahan dan berjalan menuju pintu depan.
Tanpa menoleh ke belakang, aku mengambil kunci dari gantungan di dinding.
Pada ring kunci itu tergantung kunci rumahku dan kunci rumah Rinka.
Beberapa hari yang lalu, Rinka memberikanku kunci cadangan rumahnya.
Meskipun sudah mendapat persetujuan dari Mikio Papa dan ibunya Rinka, aku tetap merasa sedikit ragu untuk memilikinya.
"..........."
Sambil memikirkan hal itu, aku mengenakan sepatuku, membuka pintu, lalu melangkah keluar.
Hawa panas musim panas menyentuh kulitku, diiringi hembusan angin lembut yang menyapu tubuhku. Langit masih terang. Mungkin masih sore.
Dari bawah terdengar suara, "Nyaaao". Rupanya Sturmangriff mengikutiku.
Mengembalikannya ke dalam kamar sekarang terasa tidak tepat, jadi aku memutuskan untuk menjaganya untuk sementara.
"Nana...ternyata dia menyukai Rinka."
Aku bersandar pada pintu dan perlahan duduk.
Rasa terkejut masih belum sepenuhnya hilang dari pikiranku.
Selama ini, apa yang sebenarnya telah kudengar?
Kalo dipikirkan kembali, ada banyak petunjuk dalam kata-kata Nana yang mengisyaratkan hal itu.
Nana selalu terlalu peduli dengan kebahagiaan Rinka.
Aku mengira itu karena rasa tanggung jawabnya sebagai orang yang mengajak Rinka ke dunia idola, karena dia adalah sahabat yang peduli, atau mungkin karena sifatnya yang baik hati... Aku pikir alasannya hanya sebatas itu. Tapi ternyata bukan hanya itu.
"Seperti apa perasaannya saat mendukung kami selama ini?"
Aku yakin kalo Nana tidak pernah berpura-pura saat mendukung kami.
Dia benar-benar menginginkan agar aku dan Rinka bisa bersama.
Itu berarti dia sangat menyayangi Rinka.
...Dia menyembunyikan perasaannya sendiri.
Dengan sekuat tenaga menekan perasaannya sendiri, dia tetap berusaha demi kami.
Sulit membayangkan Nana yang selalu ceria dan energik bisa berpura-pura seperti itu.
Tapi, aku tiba-tiba teringat sesuatu yang pernah diceritakan oleh Kasumi-san.
Saat masa-masa sulit dalam karier idolanya, Nana sering menangis sendirian setiap malam...katanya begitu.
Tidak hanya di sekolah, bahkan mungkin di seluruh negeri pun tidak ada yang menyadari sisi lain dirinya itu.
Banyak orang memiliki masalahnya sendiri. Bahkan seorang idola yang selalu terlihat ceria pun tidak terkecuali.
...Kata-kata Nana kembali terngiang di kepalaku.
『Aku ingin Rinka bahagia, baik sebagai idola maupun sebagai seorang gadis. Aku tidak ingin dia menyerah pada salah satunya』
『Aku ingin Rinka bahagia. Aku juga ingin Kazu-kun bahagia, dan aku ingin membalas budi. Karena kalian telah membantu aku...kami』
『Ternyata cinta itu bisa ada meski tidak tahu rupa atau status seseorang. ...Tidak, mungkin cinta memang tidak membutuhkan hal-hal seperti itu sejak awal. Aku akhirnya mengerti apa yang dimaksud Rinka dengan 'hubungan yang tulus'.』
.........
Setelah mengetahui jawabannya, aku hanya bisa bertanya pada diriku sendiri, kenapa aku tidak menyadarinya lebih cepat?
Bahkan sahabatnya sendiri, Rinka, tidak mengetahuinya.
Itu menunjukkan betapa hebatnya kemampuan akting Nana...atau lebih tepatnya, betapa mahirnya dia dalam menyembunyikan perasaannya sendiri.
"Apa ini juga...yang disebut memiliki dua sisi?"
Rinka juga sama. Di mata publik, dia dianggap sebagai idola yang cool, tapi aku tahu berbagai sisi lain darinya...sisi yang hanya dia tunjukkan padaku.
Kasumi-san juga ternyata memiliki banyak kekhawatiran yang sangat realistis. ...Mungkin mengatakan ternyata terdengar tidak sopan.
Kalo dipikirkan lagi, dia sudah beberapa kali mengatakan kalo dia iri pada Rinka.
Andai saja aku adalah seseorang yang mampu memahami hati orang lain, apa aku akan menyadari isi hati Kasumi-san dan Nana?
"........."
Nana, yang menyukai Rinka dan merasa berutang budi padaku, memilih jalan yang merugikan dirinya sendiri dengan senyum cerah di wajahnya──────.
"Nyaoo."
Mungkin karena melihatku tenggelam dalam pikiran, Sturmangriff mengusap tubuhnya ke kakiku, seolah-olah menghiburku.
.....Hewan memang polos.
".........."
Manusia tidak bisa dinilai hanya dari permukaannya.
Kalo seseorang benar-benar ingin memahami orang lain, dia harus hidup di dunia yang telah menanggalkan segala informasi yang tidak perlu.
Apa karena itulah Rinka mencari dunia seperti itu dan menemukan jawabannya dalam game online?
Tentu saja, game online tetap merupakan bagian dari masyarakat manusia.
Tidak semua orang akan menunjukkan sisi asli mereka.
Rinka sendiri pernah mengatakan hal itu.
"Kalo begini, mungkin bermain sendiri adalah yang paling nyaman."
Dari sudut pandang Nana, aku adalah rival cintanya.
Bagaimana mungkin seseorang bisa menggenggam tangan rivalnya, memanggil namanya dengan akrab, lalu tetap mendukungnya dengan tulus?
...Tapi dia bisa.
Kalo itu Nana, seorang idola ceria yang menjadi pusat dari grup idola paling populer, dia bisa melakukannya.
"Kalian semua luar biasa..."
Untukku yang hanya menghabiskan waktu bermain game online, hal ini terasa begitu baru.
Aku belum pernah menyentuh hati manusia sedalam ini sebelumnya.
Sejak bertemu Rinka di dunia nyata───dunianya semakin nyata untukku.
".........."
Aku tidak bisa menyadari kegelisahan dan isi hati Nana serta Kasumi-san.
Aku marah pada diriku sendiri karena hal itu.
Ketidaksadaranku berarti...
Selama ini, aku tidak benar-benar mendengarkan orang lain.
Aku mendengar, tapi tidak benar-benar menerima.
Itulah sebabnya aku tidak mampu memahami perasaan yang tersembunyi di balik kata-kata mereka.
"Nyaoo."
"Ayo pergi, Sturmangriff."
Tidak ada yang bisa kulakukan.
Rinka dan Nana harus menghadapinya sendiri dan menyelesaikannya.
Dan aku yakin mereka akan baik-baik saja.
Setelah mengunci pintu, aku menggendong Sturmangriff dan memutuskan untuk pulang ke rumahku.
Meskipun aku berada di luar, rasanya tidak pantas berada terlalu dekat dengan mereka saat ini.
★★★
『Aku akan pulang ke rumahku bersama Sturmangriff. Sekitar pukul 20.00, aku akan kembali ke rumah Rinka.』
Aku mengirim pesan itu kepada Rinka tepat ketika rumahku sudah terlihat di depan mataku.
Aku memutuskan untuk memberitahunya terlebih dahulu, karena kalo aku menghilang begitu saja, Rinka pasti akan khawatir.
"Sudah lama juga...."
Sejak liburan musim panas dimulai, aku menginap di rumah Rinka, jadi sudah sekitar 2 minggu aku tidak pulang.
Dengan perasaan sedikit nostalgia, aku membuka pintu dan melangkah ke dalam rumah.
Mungkin aku akan bermain game online.
Setelah melepas sepatuku, aku berpikir untuk memberi Sturmangriff air minum terlebih dahulu, lalu berjalan melewati lorong menuju dapur.
Secara alami, pandanganku pun tertuju ke ruang tamu──────.
"Eh."
Karena posisi sofa, yang duduk di sana membelakangiku, sehingga aku tidak bisa melihat wajahnya.
Tapi, orang yang duduk di sofa, menghadap ke meja, tidak lain──────adalah ayahku.
★★★
Aku terkejut dengan perkembangan yang sama sekali tidak terduga ini, tubuhku pun menegang.
Biasanya, aku seharusnya menyapanya lebih dulu.
Tapi, apa yang harus kukatakan?
Aku melihat kalo ayah sedang sibuk menulis sesuatu di buku catatan yang diletakkannya di atas meja.
Ada sedikit keanehan dalam penampilannya.
Rambut hitamnya dibiarkan tumbuh berantakan, dan kemeja yang sudah kusut itu terlihat seperti sudah dikenakannya selama beberapa hari.
Dari penampilannya saja, terlihat jelas kalo dia sama sekali tidak peduli dengan penampilan.
Kalo diingat lagi, ayahku memang bukan tipe orang yang peduli dengan penilaian orang lain.
Dia hanya memikirkan efisiensi.
Bahkan waktu untuk memilih pakaian pun dianggapnya sia-sia, dan dia tidak ingin menghabiskan pikirannya untuk hal semacam itu.
Dia adalah pria yang hanya mengejar manfaat semata. Itulah gambaran yang ada di benakku tentang ayahku.
Apa dia tidak menyadari kalo aku sudah pulang karena terlalu fokus pada bukunya, atau dia menyadarinya tapi sengaja mengabaikanku?
...Itu bukan hal yang penting.
Sudah beberapa kali aku bertemu dengannya seperti ini sebelumnya, tapi kami selalu mengabaikan satu sama lain.
Kali ini pun akan sama saja...
"Nyaaaoo."
".........?"
──────Apa?
Sturmangriff melompat ke atas bahu ayahku.
Tapi, yang paling mengejutkanku bukan itu.
Ayahku hanya melirik sekilas ke arah Sturmangriff yang kini bertengger di bahunya, lalu kembali fokus ke bukunya.
Apa ini harus disebut sebagai konsentrasi yang luar biasa, atau dia benar-benar tidak peduli dengan apa pun selain hal yang ada di hadapannya?
Mungkin ini juga bisa disebut sebagai salah satu bentuk kejeniusannya. Atau mungkin hanya keanehan belaka.
Ada seekor kucing hitam yang tidak dikenalnya di dalam rumahnya, dan kucing itu bahkan melompat ke bahunya.
Kalo seseorang bisa mengabaikan itu, maka dia benar-benar aneh.
Dia adalah orang yang termasuk dalam kategori eksentrik.
"Nyaaaoo... Nyaaaoo."
".........."
Ayah terus mengabaikannya.
Tangannya yang semula bergerak menulis di buku catatan kini berhenti, tubuhnya diam seperti patung.
Aku bahkan mulai ragu apa dia masih hidup atau tidak.
Aku ingin terus menyaksikan ketahanan aneh ini, tapi berada dalam ruangan yang sama dengan ayah membuatku tegang.
Aku pun tidak tahu bagaimana harus bersikap.
"Nyaoo, nyaooo."
Setelah mengeong beberapa kali, Sturmangriff kembali ke arahku.
Aku langsung mengangkatnya ke dalam pelukanku.
Lebih baik aku pergi dari rumah.
Mungkin aku akan menghabiskan waktu di taman.
Saat aku berbalik untuk pergi, sesuatu yang baru saja kupikirkan kembali terlintas di benakku.
『.......Tanpa berbicara, perasaan seseorang tidak akan bisa dipahami, ya.』
Hanya mendengar kata-kata seseorang saja tidak cukup.
Bukan hanya mendengar kata-kata mereka, tapi juga merasakan makna yang terkandung di dalamnya...memahami perasaan mereka.
Mungkin itu yang disebut sebagai percakapan.
Aku rasa ini juga pengaruh dari pemikiran Rinka yang menginginkan hubungan yang murni.
Sudah berapa bulan sejak terakhir kali aku berbicara dengan ayah?
Aku bahkan tidak bisa mengingat kapan terakhir kali aku mencoba mengajaknya bicara.
Dengan tekad yang kuat, aku membuka mulut dan memanggilnya.
"A- ah... Kapan kau pulang?"
"........"
Keheningan panjang pun terjadi. Mungkin hanya sekitar 10 detik.
Tapi, 10 detik itu terasa seperti beban berat yang menekan dadaku.
"A- ah, orang itu...tidak ikut bersamamu, ya?"
"........"
Orang itu yang kumaksud adalah ibu tiriku yang sekarang. Dia pasti mengerti maksudku.
Tapi dia tidak memberikan jawaban apapun.
Kadang-kadang, diabaikan lebih menyakitkan daripada dibenci.
Tidak diakui keberadaannya sama saja dengan kematian.
Manusia hanya bisa mempertahankan dirinya kalo diakui oleh orang lain.
Mereka yang tidak diakui oleh siapa pun akan menutup diri dalam dunianya sendiri atau mempertahankan dirinya dengan mengkritik orang lain.
"Kau bisa mendengar suaraku, kan? Setidaknya katakan sesuatu..."
"........"
Bagaimana caranya menarik perhatiannya?
"Aku sudah mengirim pesan, tapi..
aku punya pacar sekarang. Aku tinggal di rumahnya saat ini."
"........"
"Kalo aku bilang aku serius ingin menikah dengannya...bagaimana menurutmu? Hahaha..."
Orang tua yang normal, kalo mendengar hal seperti ini, pasti akan berkata sesuatu.
Kalopun tidak berkata-kata, mereka pasti akan menunjukkan reaksi.
Tapi, ayahku tidak sedikit pun menoleh, tetap diam membeku di tempatnya.
"Hei...?"
"........"
"──────!"
Ayahku bahkan tidak berusaha menoleh padaku.
Awalnya, meskipun gugup, aku masih menunggu reaksinya. Tapi sekarang, amarahku meledak.
".Begitu ya... Kau sama sekali tidak tertarik padaku..."
"........"
"Ah, sekarang aku ingat! Kenapa aku berhenti berbicara padamu! Itu karena kau selalu mengabaikanku...kau tidak pernah membalas ucapanku!"
"........"
Kemarahan menyambar di kepalaku. Nafasku memburu. Seluruh tubuhku bergetar.
Bahkan setelah teriakan pertamaku dalam beberapa tahun, ayah tetap diam.
"Bangsat...!!"
Aku tidak bisa menahannya lagi.
Aku membalikkan badan dan berlari menuju pintu depan.
Aku dengan kasar memakai sepatuku, lalu menendang pintu hingga terbuka dan berlari keluar.
"...!"
Kemarahan yang tak tertahankan membakar seluruh tubuhku.
Aku mulai berlari di tengah kota, seolah ingin meluapkan semuanya.
★★★
Bagaimana caranya menjalin hubungan dengan seseorang yang bahkan tidak bisa diajak bicara?
Bukan hanya ditolak, keberadaanku sendiri bahkan diabaikan.
"Haa...haa..."
Aku berhenti berlari dan mengatur napas.
Keringat yang menyerap ke dalam bajuku membuatnya terasa berat dan menempel di kulit.
Saat menyadarinya, langit sudah gelap.
Malam telah tiba.
"....Di mana ini?"
Sepertinya aku tersesat di perumahan yang asing.
Rumah-rumah yang berjejer di sekitarku tampak tak familiar.
Aku berdiri di tepi jalan, mencoba mengenali sekeliling, sambil memikirkan apa yang harus kulakukan.
Tentu saja, selama aku memiliki peta di Hp, aku tidak akan benar-benar tersesat.
"Aku sudah tahu itu... Tapi tetap saja, begini jadinya, huh..."
Aku tahu seperti apa ayahku. Meski begitu, aku tetap menyimpan sedikit harapan. Itu adalah kesalahanku.
"Nyaaao!"
".....Sturma...ngriff?"
Akumendengar suara kucing mengeong dan aku lalu menoleh ke belakang.
Di beberapa langkah di belakangku, seekor kucing hitam duduk diam, menatapku.
Sturmangriff... Jadi dia mengikutiku?
Atau lebih tepatnya, untung saja dia mengikutiku.
Kalo aku meninggalkannya begitu saja dan kehilangannya, aku tidak akan bisa menghadapi Nana.
"Ayo kembali ke apartemen Rinka."
"Nya!"
Begitu aku mulai melangkah, Sturmangriff berdiri dan langsung berlari menjauh.
"Serius? Kenapa aku malah lari sekarang...!"
Aku mengusap keringat yang menetes di dahiku, lalu kembali berlari.
Sturmangriff berlari dengan kecepatan yang stabil, tapi dia sesekali menoleh ke belakang untuk melihat keadaanku.
Ini...dia sedang mempermainkanku.
Apa dia mengira ini adalah lomba lari?
★★★
Begitulah, saat mengejar Sturmangrifff, aku tiba di sebuah taman kecil di tengah kota.
Karena hari sudah mulai gelap, tidak ada satu anak pun di sana.
Tidak, memang sudah sewajarnya begitu.
Di papan tanda di pintu masuk, tertulis berbagai peraturan, 'Dilarang bermain bola!' 'Dilarang berteriak!' dan lainnya.
Tidak heran kalo anak-anak tidak tertarik datang ke tempat seperti ini.
Semua permainan yang ada di taman ini telah singkirkan dan hanya tersisa satu ayunan.
Ayunan itu pun sudah berkarat dan terlihat usang...
"Nyaaao."
Jangan-jangan taman ini adalah tempat bermain Sturmangriff?
Dengan langkah yang percaya diri, dia memasuki taman, berjalan menuju ayunan, lalu melompat naik ke kursinya.
Aku pun mengikutinya.
Tidak ada siapa pun di taman ini selain aku dan kucing hitam itu.
"Aku duduk di sebelahmu, ya."
Berbicara pada seekor kucing terasa agak aneh.
Tapi ada sesuatu di mata Sturmangriff yang terasa cerdas, seolah-olah dia lebih pintar dari kucing biasa.
Entah bagaimana, aku jadi ingin berbicara dengannya.
Aku duduk di ayunan. Ada 2 kursi. Dari rantai yang menggantungkan kursi, tercium bau karat samar.
Ini benar-benar sudah tua.
Pemandangan dari ayunan terasa begitu sepi.
Semua permainan telah disingkirkan, menyisakan tanah kosong dengan rerumputan pendek yang tumbuh liar.
Matahari yang mulai tenggelam, membawa gelap yang perlahan menyelimuti taman, semakin memperkuat kesan kesepian.
".......Ah."
Seolah-olah potongan puzzle di dalam kepalaku tiba-tiba terpasang dengan sempurna.
Sebuah tawa kecil lolos dari bibirku.
Aku bahkan secara refleks menutupi wajah dengan kedua tanganku.
"Hahaha, ini hanya lelucon, kan? Aku tidak mengenali tempat ini karena permainan-permainannya sudah hilang... Tapi sekarang aku ingat. Taman ini... Ini tempat pertama dimana ibuku membawa aku ke sini, kan?"
Bukan ibu yang sekarang. Ini ibuku yang melahirkanku...
Saat aku kelas 3 SD, aku terus-menerus merengek hingga akhirnya dia mau bermain denganku.
Kami keluar karena merasa sayang kalo hanya bermain di rumah...lalu tanpa sengaja kami sampai di taman ini.
"Saat itu juga, aku duduk di ayunan ini...dan dia mendorong punggungku dari belakang. Aku sudah lama melupakannya..."
Mataku terasa panas.
Kenapa aku harus datang ke tempat seperti ini?
“Nyaa."
Sturmangriff, yang duduk di ayunan sebelah, melompat ke pangkuanku.
Setelah itu, tanpa melakukan apa pun, dia hanya melipat kakinya dan meringkuk di sana.
".....Sturmangriff..."
Kucing hitam sering disebut sebagai pembawa sial, tapi ada juga yang percaya kalo mereka adalah pembawa keberuntungan.
Aku lebih memilih untuk percaya pada yang kedua.
Selain itu, aku memang menyukai kucing hitam...
"Apa ini...bisa dianggap sebagai keberuntungan?"
Kalo aku tidak mengejar Sturmangriff, aku tidak akan pernah mengingat taman ini.
Aku memang tidak berniat mengingatnya.
"Sungguh...ini benar-benar lucu. Tidak ada apa-apa. Aku tidak punya satu pun kenangan dengan orang tuaku. Datang ke taman bersama Ibu-ku...selain itu, apakah ada hal lain?"
"Nyaa."
"....Selamat datang, aku pulang... Bahkan sapaan sederhana seperti itu pun, aku tidak pernah mengatakannya sekali pun..."
Sosok Sturmangriff yang terlihat di mataku menjadi buram dan terdistorsi.
Bagaimana semua ini bisa terjadi?
Beberapa jam yang lalu, aku masih bersenang-senang belajar bersama Rinka...
Rasa sepi yang tak tertahankan menyerangku.
Tidak, aku memang pernah merasakan kesepian sebelumnya.
Tapi, kesepian yang kurasakan sekarang tidak bisa dibandingkan dengan yang dulu.
Rasanya seperti ada kehampaan di dalam tubuhku.
Apa aku menjadi lebih lemah terhadap rasa sepi?
Apa ini karena aku mulai menginap di rumah Rinka?
...Tidak, bukan itu.
Aku sudah merasakan kesepian sejak lama. Aku hanya tidak menyadarinya.
Mungkin aku hanya mengalihkannya dengan bermain game online.
Mungkin aku memang berusaha menutup perasaanku sendiri.
Agar setidaknya, kesepian ini terasa lebih ringan.
Semacam mekanisme pertahanan, mungkin.
Saat memikirkannya, satu pertanyaan dalam diriku akhirnya terjawab.
Pertanyaan itu adalah───kenapa aku tidak menyadari perasaanku terhadap Rinka.
Bukan berarti aku membunuh hatiku, tapi aku sengaja membuat diriku kurang peka terhadap perubahan emosiku sendiri.
Kalak Nana tidak menyadarkanku... Kalo Nana tidak memberi nama bagi perasaan ini, mungkin aku tidak akan pernah menyadarinya.
Aku akan terus hidup dalam kebingungan, tanpa bisa mengungkapkan perasaanku dengan benar, dan mungkin akan terus menyakiti Rinka.
...Ternyata, mengenali diri sendiri tidak semudah yang kukira.
"Ayo kita pulang."
Ngomong-ngomong, apa masalah 2 orang itu sudah terselesaikan?
Nana bilang dia sudah menyelesaikannya dalam hatinya dan melangkah maju.
Entah itu benar atau tidak...aku sedikit khawatir.
Bagaimanapun, aku harus segera kembali ke apartemen Rinka.
★★★
".....Rinka?"
Rinka berdiri di depan pintu masuk apartemen. Sepertinya dia menungguku pulang.
"Rinka, apa yang kau lakukan di sini?"
Saat aku mendekat dan bertanya, Rinka tersenyum lega.
"Kazuto. Kau pulang terlambat. Aku sudah menunggumu sejak tadi."
"...Seorang idola populer menunggu seorang pria pulang, bukankah itu agak berbahaya?"
"Tidak apa-apa. Pada jam segini, tidak ada orang yang lewat. Lagipula, kalo ada yang datang, aku tinggal berpura-pura sebagai kenalanmu saja. Kalo hanya berbicara dengan pria saja sudah dianggap masalah, maka tidak akan ada yang bisa bertahan sebagai idola."
"Begitu ya..."
Kalo Rinka sendiri yang mengatakannya, mungkin memang tidak ada masalah.
Meskipun begitu, aku tetap merasa tidak baik kalo terlalu menunjukkan keakraban di tempat seperti ini.
"Nyaa."
Sturmangriff melompat turun dari dekapanku dan berjalan mendekati Rinka.
"Aneh, tadi kau begitu cuek padaku... Sekarang tiba-tiba kau jadi manja ya."
Rinka terlihat sedikit senang. Dia berjongkok dan mulai mengelus kepala Sturmangriff.
"Ngomong-ngomong, tentang Sturmangriff... Besok malam, Nana akan datang menjemputnya."
"Begitu ya..."
Setelah menjawab, ada satu hal yang terus mengganggu pikiranku, jadi aku pun bertanya.
"Bagaimana dengan Nana?"
"Tidak ada yang terjadi secara khusus."
"Tidak ada?"
"Ya. Seperti yang Nana katakan, sepertinya dia memang sudah menyelesaikannya dalam hatinya."
".....Dia kuat ya."
"Tentu saja, dia sahabatku."
"............"
Sepertinya ini bukan sesuatu yang perlu kukhawatirkan.
Ini adalah masalah mereka berdua, dan aku tidak berhak ikut campur.
"Aku yakin, aku bisa tetap berteman dengan Nana seperti biasanya."
"Begitu ya..."
"Tapi yang lebih penting, masalahnya ada padamu. Ini sudah jam 9 malam, tahu? Bukankah kau bilang akan pulang sebelum jam 8? Apa yang kau lakukan sampai selama ini?"
"Ah... Aku pulang ke rumahku, lalu mampir ke taman sebentar."
"Sebentar? Sampai selama ini?"
"Ya...begitulah."
"........"
Rinka melepaskan tangannya dari kepala Sturmangriff, berdiri, lalu dia menatap lurus ke mataku.
Tatapannya seperti sedang mencari tahu isi hatiku.
Aku pun tanpa sadar mengalihkan pandanganku.
"....Aku lega kau kembali dengan selamat. Selamat datang kembali, Kazuto."
"....Eh?
"Eh? Apa ada yang aneh? Apa aku mengatakan sesuatu yang salah?"
"Tidak, bukan begitu..."
".........."
".........?"
Kenapa dia menatapku seperti itu? Seperti sedang menunggu sesuatu...?
"Jawabannya?"
"Jawaban?"
"Saat seseorang mengatakan 'selamat datang kembali', ada jawaban yang harus diucapkan, bukan?"
"Ah... Iya..."
"Selamat datang kembali, Kazuto."
"A-aku...pulang...Rinka."
Entah kenapa rasanya sangat memalukan.
Meskipun dia adalah pacarku, mengucapkan 'Aku pulang' kepada teman sekelas perempuan membuat wajahku terasa panas.
Untuk menyembunyikan rasa malu itu, aku berjalan melewati Rinka dan hendak masuk ke dalam apartemen.
Tapi, saat itu juga, tanganku ditarik oleh Rinka.
"Rinka?"
"Kazuto, tolong membungkuk sedikit. Sejajarkan tinggi matamu denganku."
"Eh...seperti ini?"
Aku menurutinya dan sedikit membungkuk.
Lalu, Rinka meraih kepalaku───dan menarikku ke dalam pelukannya.
Dia memelukku dengan erat.
Aku terkejut sejenak. Setelah rasa terkejut itu, muncul kegugupan dan jantungku mulai berdetak kencang.
Karena kepalaku dipeluk dengan begitu kuat, aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata dengan baik.
"U-um...ini...bukankah ini agak berlebihan kalo dilakukan di luar...?"
"Ada sesuatu yang terjadi, kan?"
"........"
"Dari wajahmu saja, aku bisa melihatnya. Kau mengalami sesuatu yang menyedihkan, kan?"
Mendengar suara lembut dan tenang Rinka, hatiku yang sempat terguncang perlahan mulai tenang.
...Jadi, dia menyadarinya. Padahal aku sudah berusaha menyembunyikannya.
Aku pikir aku sudah kembali seperti biasa.
"Kalo kau tidak ingin mengatakannya, tidak apa-apa. Kau cukup katakan saat kau merasa ingin berbicara."
"....Ya."
"Tapi, ingatlah satu hal ini."
Dengan suara lembutnya, Rinka melanjutkan perkataannya.
"Tempatku berada, adalah tempatmu untuk kembali."
"........."
"Kita ini suami istri. Kita adalah rumah untuk satu sama lain. Begitu juga sebaliknya, tempatmu berada, adalah tempatku untuk kembali."
"........"
"Kalo suatu saat kau merasa kesepian, ingatlah kalo kau punya aku, istrimu."
"Rinka..."
Hatiku terasa hangat mendengar kata-kata tulusnya.
Biasanya, aku akan langsung membantah kalo dia menyebut kami 'suami istri'.
Tapi kali ini, aku tidak ingin mengatakan apa pun.
Aku hanya ingin menerima kata-katanya apa adanya.
Aku membiarkan diriku tenggelam dalam kehangatan pelukannya.
"Rinka... Aku ingin kau tetap bersamaku, sampai aku mati."
"Tidak mau."
"........"
Aku baru saja menyadari kalo kata-kata saja bisa membuat seseorang merasa sekarat.
"Bahkan setelah kau mati, aku akan tetap bersamamu. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa Kazuto."
"....Bukankah itu agak...berlebihan?"
"Kurasa itu berlaku untuk kita berdua. Kazuto jatuh cinta padaku di game online, lalu juga menyukaiku di dunia nyata tanpa tahu siapa aku sebenarnya, bukan? Itu perasaan yang cukup menakutkan, bukan?"
".....Kalo dipikir lagi, mungkin kau benar..."
Kalo dipikir dengan tenang, aku benar-benar terlalu menyukai Rinka.
Baik di dalam layar maupun di dunia nyata, aku terus mengejarnya.
...Aku ini orang yang agak berbahaya, ya.
"Sepasang suami istri yang saling mencintai terlalu dalam...kurasa itu tidak masalah."
"...Ya, kau benar."
"Tidak, bukan hanya cinta, tapi lebih dari itu... Sebuah hubungan di mana kebersamaan adalah hal yang wajar. Aku mencintaimu lebih dari siapa pun di dunia ini, Kazuto."
Aku hanya bisa tertawa kecil.
Tapi, di dalam hatiku, aku merasakan kehangatan yang mengalir perlahan.
Sering kali, Rinka berkata kalo dia berterima kasih atas keberadaanku.
Tapi, sebaliknya, aku justru yang merasa berhutang padanya.
Aku yang sebenarnya diselamatkan oleh keberadaan Rinka.
Sekali lagi, aku menyadarinya dengan jelas.
Dalam keseharianku yang hambar dan monoton, yang hanya diisi dengan bermain game online, satu-satunya yang membawa warna ke dalam hidupku───
Adalah Rinka.