> EPILOG

EPILOG

 Kamu saat ini sedang membaca  Netoge no Yome ga Ninki Idol datta ~Cool-kei no kanojo wa genjitsu demo yome no tsumori de iru~volume 2   Epilog. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw





"......Haruskah aku mengirimnya atau tidak.....ugh."

Setelah sarapan, aku kembali ke ruang tatami dan duduk bersila, memikirkan hal ini dengan serius. 

Alasannya adalah sebuah Hp yang tergeletak di lantai di depanku. 

Layar menampilkan ruang obrolan dengan ayahku. Di kolom input tertulis, 『Lain kali, ayo kita bicara lagi.』 Itu adalah pesan dariku. 

Mengakhiri semuanya seperti ini terasa menjengkelkan. 

Aku ingin setidaknya membuat percakapan ini berjalan sedikit.

Tapi, masalah terbesar di era modern───dihantui oleh 'baca tanpa balas'───membebani pikiranku. 

Ayahku dengan mudah melakukan hal itu.

Sementara itu, dari ruangan lain, aku bisa mendengar suara ceria Nonoa-chan yang sepertinya sedang bermain dengan Sturmangriff. 

Aku merasa sedikit cemburu. Kalo saja Sturmangriff tidak ada, Nonoa-chan pasti berada di sisiku...!

"Agh, akan ku kirim sajalah!"

Dengan rasa marah yang bercampur, aku menekan tombol kirim dengan penuh tenaga.

Terkirim. ...Aku sudah melakukannya. 

Aku merasa sangat tegang sampai-sampai aku merasa mual. 

Sebenarnya, aku tidak perlu memaksakan diri untuk mendekatkan hubungan ini. 

Aku hanya benar-benar kesal. 

Ini pertama kalinya aku merasakan kemarahan sebesar ini terhadap seseorang.

"──────Eh, ada balasan."

Apa maksudnya ini? 

Itu terlalu cepat. Saat aku memeriksanya────── 『Baikla』... 

Balasan singkat hanya 6 huruf, tapi tetap saja, itu satu-satunya balasan yang ada.

".....Kenapa aku malah merasa senang? Jangan lupakan kejadian kemarin."

Amarah karena diabaikan sepenuhnya masih belum mereda. 

Aku tidak akan pernah melupakannya.

Tapi tetap saja, yah...mungkin dia akan membalas lagi nanti.

"Boleh bicara sebentar, Kazuto-kun? Aku butuh sedikit waktumu."

"Kasumi-san?"

Saat aku menoleh ke belakang, Kasumi-san berdiri di sana dengan senyum yang sangat ceria. 

Entah kenapa, Rinka juga ada di belakangnya.

"Bisakah kau memberitahuku apa yang kamu sukai dari Rinka?"

"A-apa maksudmu dengan pertanyaan tiba-tiba ini..."

"Tidak apa-apa, coba katakan saja"

Aku tidak mengerti maksudnya. 

Pertanyaannya terlalu mendadak hingga membuatku bingung, tapi di belakang Kasumi-san, Rinka menatapku dengan mata berbinar penuh harapan. ...Silau sekali. 

Tatapan seperti itu tidak pantas untuk seorang idol cool.

"Se-semua. Aku menyukai...semua sisi dari Rinka."

"Tidak mungkin, pasti ada setidaknya satu hal yang tidak kau sukai. Rinka membuat boneka yang menyerupai dirimu, tahu? Dia bahkan melakukan hal-hal yang hampir seperti mengambil foto diam-diam...."

"Ah, jadi kau tahu itu. Tapi yah, itu juga bagian dari Rinka."

"Toleransimu terlalu besar. Sepertinya kalo dia memukulmu di saat berikutnya pun, kamu akan berkata ‘Yah, itu juga bagian dari Rinka' dan memaafkannya."

"Itu masalah yang berbeda. Lagipula, Rinka tidak akan melakukan kekerasan."

Contoh yang diberikan Kasumi-san terlalu berlebihan.

"Lihat, aku sudah bilang kan, Onee-chan? Kazuto menerima dan mencintai seluruh diriku apa adanya. Ikatan suami istri itu mutlak."

".....Kalo bukan Kazuto-kun yang jadi pasangannya, kau pasti sudah dilaporkan saat itu juga, adikku tersayang."

Rinka mengatakannya dengan penuh percaya diri, sementara Kasumi-san terlihat agak terkejut. 

Aku bisa memahami perasaan Kasumi-san, tapi kalo dia sampai terkejut dengan hal semacam ini, dia tidak akan bisa bertahan.

"Sebaliknya, apa yang membuatmu menyukai Kazuto-kun, Rinka?"

"Semuanya, semuanya."

"Lebih spesifiknya bagaimana?"

"Pertama, keberadaannya dan auranya. Lalu, ketulusan dan perasaan teguh Kazuto yang bisa kurasakan bahkan hanya melalui chat. Yang terpenting, dia benar-benar mau menghadapi orang lain dengan serius. Memang ada sisi cerobohnya, tapi itu hanya salah satu bagian imut darinya...malah membuatku lebih bersemangat sebagai seorang istri. Yang paling kusukai adalah tatapannya ketika melihatku. Kazuto terkadang memiliki tatapan yang sangat lembut saat dia melihatku. Ah, tentu saja, aku juga sangat menyukai penampilannya. Mata hitamnya yang bulat, rambutnya yang agak keras...pipinya yang ternyata cukup lembut dan kenyal, membuatku ingin mencubitnya terus. Dan masih banyak lagi. Kuku jarinya yang selalu terawat bersih, tangannya yang besar dan lembut. Bahkan, terkadang aku dibuat berdebar saat melihat urat nadi yang samar di lengannya. Ah, lalu──────"

Rinka berbicara dengan penuh semangat tanpa henti. 

Kasumi-san yang terlihat sedikit kewalahan menoleh ke arahku dan berkata,

"Kazuto-kun...apa kau tidak mau menanggapi ini?"

"Eh, apa ada yang aneh?"

"Kazuto-kun!? Sepertinya kau sudah cukup terpengaruh! Ini bukan lagi soal toleransi yang besar!"

"Meskipun kau bilang begitu..."

Manusia adalah makhluk yang bisa terbiasa dengan segala hal. 

Lagipula, aku sudah memahami bahwa Rinka memang seperti itu sejak awal, dan aku menyukainya karena itulah dirinya.

"Terutama dada Kazuto──────Ah, tidak boleh. Aku harus pergi sekarang."

"Apa sudah waktunya untuk mu latihan?"

"Ya. Nana katanya sudah menunggu di bawah, jadi aku harus segera berangkat."

Rinka, sambil melihat Hp-nya, buru-buru keluar dari ruang tatami. 

Kasumi-san melambaikan tangan sambil berkata, "Hati-hati di jalan───". Sementara itu, aku...akan mengantarnya sampai ke pintu depan. Atau lebih tepatnya, aku ingin melakukannya.

Aku berjalan ke pintu masuk. Rinka sudah memakai sepatunya dan memegang kenop pintu.

"Ehm, hati-hati di jalan."

"───Eh, Kazuto?"

".....Kenapa kau terkejut begitu?"

Rinka menoleh saat aku berbicara padanya, matanya terbelalak seakan tidak percaya.

"Apa aneh kalo aku mengantarmu pergi?"

"Ya, ini pertama kalinya... Aku sangat senang."

Sepertinya itu bukan kebohongan. Ekspresi Rinka melembut dengan penuh kehangatan.

"A-aku merasa agak aneh... Diantar pergi oleh suamiku sendiri seperti ini."

"Aku belum jadi suamimu. Kita masih sekadar pasangan biasa."

"Oh? Apa kau masih mengatakan hal seperti itu? Kupikir kau sudah lama menyadari peranmu sebagai suami."

".........."

Kesadaran sebagai suami, ya... 

"Ada apa, Kazuto?"

"...Ini memang klise, tapi di saat seperti ini...suami istri biasanya melakukan sesuatu, bukan?"

"Apa maksudmu...?"

"Maksudku, semacam...sesuatu setelah 'hati-hati di jalan'..."

"Apa itu. Setelah 'hati-hati di jalan' tentu jawabannya 'aku pergi' bukan?"

"Bukan itu maksudku. Maksudku sesuatu yang lebih...langsung..."

"Langsung? Aku tidak mengerti. Katakan saja dengan jelas."

"Maksudku... Eh, apa kau benar-benar tidak tahu? Kau hanya pura-pura, kan?"

"Apa? Aku benar-benar tidak tahu apa yang kau maksud sejak tadi."

"Kau pasti mengerti...atau lebih tepatnya, justru karena ini kau, kau seharusnya mengerti... Jangan-jangan kau hanya berpura-pura tidak tahu?"

"Tidak. Aku tidak pernah berbohong."

Ekspresinya datar. Dia menampilkan wajahnya yang selalu tenang. 

Sepertinya dia benar-benar tidak mengerti, karena Rinka hanya sedikit memiringkan kepalanya sambil menatap mataku. Serius? Sejauh ini sudah cukup jelas bagi siapa pun. 

Sepertinya Rinka yang anehnya pemalu ini memang kurang memiliki pengetahuan di beberapa hal. 

Justru karena Rinka sangat terobsesi dengan konsep suami istri, aku ingin dia mengetahuinya. 

Tapi kalo aku yang menjelaskannya, rasanya agak aneh...!

Atau mungkin memang seharusnya aku yang melakukannya. Tidak sekadar mengatakannya, tapi langsung melakukannya. 

...Baiklah, anggap saja ini sebagai balasan atas ciuman pertama yang ia lakukan secara tiba-tiba.

Dengan perasaan anehnya penuh percaya diri, aku memutuskan untuk melangkah maju. 

"Hei, Kazuto. Kalo kau diam saja, aku tidak akan mengerti. Cepat katakan."

"...Tutup matamu, nanti aku beri tahu."

"Begini...?" 

Sepertinya sia benar-benar tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi.

Tanpa sedikit pun waspada, Rinka menutup matanya.

Melihatnya seperti itu, serta memikirkan apa yang akan kulakukan, jantungku mulai berdebar kencang.

Taoi, tidak ada keraguan sedikit pun dalam diriku. 

──────Tunggu, jangan buru-buru. 

Di saat seperti ini, entah kenapa Nonoa-chan selalu muncul tiba-tiba dan merusak suasana. 

Aku dengan cepat melirik ke belakang. Bagus, tidak ada siapa pun di lorong. 

Yang terdengar hanyalah suara Sturmangriff dan tawa riang Nonoa-chan, seolah bercampur menjadi satu. Kerja bagus, Sturmangriff. Teruslah bermain dengan Nonoa-chan, jangan datang ke sini...!

Dengan tekad bulat, aku───mengangkat dagu Rinka dengan lembut. 

"──────"

Sesaat sebelum kelopak matanya terbuka refleks, aku dengan cepat mendekat───dan menyentuhkan bibirku pada bibirnya. 

Karena terburu-buru, atau mungkin karena aku masih canggung, itu hanya sekadar sentuhan ringan. 

Tapi, ada kepuasan yang tak bisa kujelaskan... Perasaan hangat yang memenuhi dadaku. 

"Ehm, hati-hati di jalan... Rinka."

"....Eh? A...U? Eh, e...?"

Rinka berkedip berkali-kali. 

Sepertinya otaknya masih berusaha memahami apa yang baru saja terjadi. 

"Hei, Rinka?"

"Ehm, eh...Ah, yang tadi itu──────"

"Baik! Hati-hati di jalan! Semoga harimu menyenangkan!"

Sudah tidak ada pilihan lain selain mendorongnya dengan paksa. 

Aku menggenggam kedua bahu Rinka, membimbingnya ke arah pintu, lalu dengan tegas mendorong punggungnya agar ia segera pergi.

"A-aku berangkat...?" 

Masih dalam kebingungan, Rinka membuka pintu dengan ragu-ragu dan melangkah keluar. Pintu lalu tertutup dengan bunyi yang cukup keras. 

Mungkin dengan ini aku berhasil mengalihkan perhatiannya. 

Merasa seolah baru menyelesaikan sebuah tugas besar, aku menyeka keringat di dahiku dengan lengan bajuku.

Lalu, setelah jeda beberapa detik─────────

"N, naaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!"

Teriakan kecil nan menggemaskan terdengar dari balik pintu.

Berteriak seperti ini di pagi hari hanya akan mengganggu para tetangga. 

Meski jantungku masih berdebar kencang, aku tetap bisa berpikir dengan tenang. 

Lebih dari itu, ekspresi Rinka yang kebingungan itu sangat menggemaskan sekaligus menghibur...Hahaha.

Saat aku berbalik untuk kembali ke ruang tatami, Nonoa-chan tiba-tiba berlari dari arah ruang tamu, diikuti oleh Sturmangriff yang berjalan pelan di belakangnya. 

Hampir saja. Sebagai tanda terima kasih, aku mengangkat ibu jariku ke arah kucing hitam pembawa keberuntungan itu. Kalo saja dia tidak sibuk bermain dengan Nonoa-chan, aku pasti tidak akan sempat mencium Rinka. 

Tanpa ragu, Nonoa-chan pasti akan muncul tepat sebelum ciuman itu terjadi. 

"Nee, nee, Kazuto Onii-chan! Ayo main bersama!"

"Hmm, baiklah."

"...Nn?"

Nonoa-chan menatap wajahku, lalu dengan manisnya memiringkan kepala. 

"Hm, ada apa, Nonoa-chan?"

"Kazuto Onii-chan, tersenyum!"

"Eh?"

Aku refleks menyentuh bibirku. Apa aku tadi tersenyum? Aku sama sekali tidak sadar. 

"Kenapa? Apa ada sesuatu dengan Rinka Onee-chan?」

"Ah, yah... Begitulah. Ada sesuatu yang menyenangkan tadi."

"Apa itu? Ceritakan padaku!"

"Itu masih terlalu dini untuk Nonoa-chan. Mungkin lain kali."

"Nn? Ah, aku tahu! Kazuto Onii-chan pasti mencium Rinka Onee-chan saat mengucapkan selamat jalan!."

"Bagaimana kau bisa tahu itu?"

"Yata! Kazuto Onii-chan sudah menaiki tangga menuju kedewasaan! Yata!"

Nonoa-chan bersorak gembira. Aku belum sampai ke tahap itu...

"Eh, apa? Apa? Jadi Kazuto-kun yang melakukannya duluan? Hm, begitu ya."
「Ugh. Bahkan Kasumi-san juga datang."

"Reaksi itu terlalu kasar, tahu? Aku ini kakakmu, kan? ...Ngomong-ngomong, bagaimana rasanya mencium seseorang? Yah, sebenarnya aku sudah tahu, tapi tetap saja, aku ingin mendengar pendapatmu."

"Bagaimana bisa kau menanyakan hal itu pada pacar adik mu sendiri...?"

"Itu tidak masalah, kan? Ayo, katakan saja."

"....Bibirnya terasa hangat dan sedikit kesemutan."

"Oh, hangat dan kesemutan, ya...Ah, tentu saja aku juga sudah tahu. Lalu, bagaimana lagi?"

"Tolong, sudah cukup..."

Pagi ini benar-benar terlalu ramai. 
Kalo Rinka pulang nanti, pasti akan menjadi lebih heboh. 

...Dan aku menyadari, aku menantikan hal itu. 

Dengan kata lain, aku menantikan kepulangannya. 

"Aku terdengar seperti pria yang menggantungkan hidupnya pada pasangannya..."

Mengantarnya pergi dan menanti kepulangannya...

Ngomong-ngomong, seingatku, ini pertama kalinya dalam hidupku mengatakan 'Selamat jalan' pada seseorang. 

Kalo begitu, malam ini, saat Rinka pulang, mungkin aku akan mengucapkan 'Selamat datang' untuk pertama kalinya dalam hidupku. 






Posting Komentar

نموذج الاتصال