"Oh, Kouki-kun."
"Akitsu, ya."
"Kouki-kun kaujuga mau ke toilet? Yuk, kita pergi bersama!"
Sikap Akitsu yang sama sekali tidak menunjukkan rasa malu, itu memang sangat khas dirinya...yah, biarlah.
Di tepi sungai ini, karena sering dikunjungi orang-orang yang datang untuk menikmati hanami atau barbekyu, ada toilet umum. Tapi letaknya cukup jauh, harus ke tempat parkir di atas sungai.
[TL\n: Hanami (花見) adalah tradisi Jepang yang berarti "melihat bunga," yang secara khusus merujuk pada kebiasaan menikmati keindahan bunga sakura yang sedang mekar. Tradisi ini biasanya berlangsung pada musim semi, terutama pada akhir Maret hingga awal April, ketika bunga sakura mekar penuh di berbagai tempat di seluruh Jepang.]
"Jadi, bagaimana hubunganmu dengan Aisa?"
"Maksudmu... Ya, seperti yang kau lihat."
"Eh, tidak mungkin. Aku pikir, ada momen spesial semacam kenangan musim panas, gitu!"
Entah apa yang dia harapkan...
"Aneh sekali. Dalam dugaanku, kalian setidaknya sudah berciuman."
"Hah!?"
"Haha! Dari reaksimu, kelihatannya kaalian masih jauh dari itu."
"Aku sudah bilang, kan!"
Akitsu ini benar-benar tidak terduga...
Tapi entah kenapa, dia punya kesamaan dengan Manami, jadi aku merasa nyaman berbicara dengannya tanpa rasa sungkan.
Selain itu, dia sebenarnya cukup perhatian meski kadang terlihat cuek.
"Ah! Kita sudah sampai!"
"Waktu berlalu begitu cepat ketika kita berbicara."
"Oke, kalo begitu nanti kita bertemu di sini lagi waktu pulang!"
"Hah?"
Tanpa menunggu jawabanku, Akitsu langsung berlari pergi.
Yah, tidak apa-apa. Aku mungkin lebih cepat dari dia, tapi aku akan menunggunya.
◇
"Kenapa kau sudah di sini?"
"Kau lama sekali, aku sampai berpikir kalo kau sudah meninggalkanku."
Lah? Biasanya kan perempuan yang lebih lama kalo ke toilet...
Aku juga merasa tidak menghabiskan banyak waktu.
"Ayo, kita kembali! Aku harus segera mengembalikan Kouki-kun ke Aisha."
"Sejak kapan aku jadi milik Aisha?"
"Fufufu. Oh, iya!"
Tiba-tiba, Akitsu berhenti dan menoleh ke arahku.
"Kalo kau belum pernah ciuman, bagaimana kalo kita latihan dulu?"

"Kau gila, ya!"
"Haha! Aku dimarahi!"
Sungguh, Akitsu ini mirip sekali dengan Manami...
Aku tidak bisa menebak apa yang akan dia katakan.
Aku sedikit melotot untuk memperingatkannya, dan dia sempat berpura-pura menyesal, tapi kemudian dia kembali santai dan mengatakan sesuatu seperti ini.
"Yah, meski tadi aku hanya bercanda, kalo kau tidak bertindak cepat, Aisha bisa saja direbut orang lain, lho."
Yah itu... mungkin saja.
Aisha sangat menarik. Saat ini, aku hanya teman masa kecilnya... meskipun bukan sekadar teman biasa, tapi juga belum lebih dari itu.
Apa aku benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa jika sesuatu terjadi?
"Wah, dari ekspresimu, sepertinya kau memang serius."
Aku tersadar kembali berkat perkataan Akitsu. Ah, sial...
"Diamlah."
"Haha! Ayo, cepat kembali."
"Iya, ayo... oh, ngomong-ngomong."
"Hm?"
Sedikit balas dendam.
"Kau sendiri bagaimana, Akitsu? Apa kau punya seseorang yang spesial?"
"Eh!? Aku!? Uh, eh... t-tidak ada, kok?"
Ah, dia berbohong dengan sangat buruk!
Matanya terlihat gelisah ke sana kemari.
"Yah, aku tidak akan menanyakan siapa orangnya... Tapi kalo kau yang mendekati, dia pasti akan senang."
"Fufu. Kau pandai merayu juga, ya, Kouki-kun."
"Tidak..."
"Yah, sepertinya kau akan lebih cepat daripada aku."
"Entahlah."
Aku memikirkan jarakku dengan Aisha.
Apa jarak itu sudah mendekat, atau justru kembali seperti semula?
Dan ke arah mana sebenarnya Aisha ingin pergi? Aku tidak begitu yakin.
Sementara aku terdiam, Akitsu mengatakan ini padaku.
"Kouki-kun, kau sebaiknya memikirkan apa yang sebenarnya kau inginkan!"
"Yang aku inginkan?"
"Betul sekali! Kouki-kun kau biasanya selalu menyesuaikan diri dengan orang lain, tapi dalam hal seperti ini, kau harus jujur pada perasaanmu sendiri!"
Hmm, itu masuk akal... tapi kalo dipikir-pikir...
"Akitsu sendiri terlalu sering memikirkan orang lain."
"Hah? Kok malah aku yang dinasihati sekarang!?"
Sambil berbincang, kami tiba di tepi sungai.
"Hei! Kalian berdua, yakisoba sudah siap!"
"Kalian lama sekali! Apa kalian berdua melakukan sesuatu?"
"Kami tidak melakukan apa pun kok!"
Aku menjawab sambil turun ke tepi sungai, diikuti oleh Hayato dan Makoto.
"Kalian tidak lama, sih. Tapi, serius, berdua dengan perempuan yang mengenakan pakaian renang dan tidak ada apa-apa?"
Ucapan Akahito ini tampaknya lebih tertuju pada Aisha daripada aku.
"Kouki, apa yang kau lakukan?"
Sudah lama aku tidak merasa ditatap dengan pandangan seberat ini... menakutkan.
"Aku... tidak melakukan apa-apa. Hanya pergi ke toilet dan langsung kembali."
"...Begitu."
"Tapi, kami sempat berbicara tentang ciuman."
"Hei, Akitsu!"
Akitsu dengan tenangnya menambah masalah yang seharusnya tidak ada.
Ekspresi Aisha menjadi lebih dingin.
"Begitu, ya..."
"Tunggu sebentar. Akitsu, bagaimana cara menyelesaikan ini?"
"Hari ini Kouki-kun yang membawaku ke sini, jadi menurutku, Kouki-kun yang harus menyelesaikannya!"
Akitsu menyerahkan masalah ini padaku seakan ingin membalas dendam. Apa yang harus kulakukan sekarang...!?
Saat itulah Aisha tiba-tiba tertawa kecil.
"Fufu."
"Apa yang lucu!?"
"Aku dan yang lain sudah sepakat untuk mengerjaimu setelah kau kembali. Tapi, aku tidak menyangka kau akan sekhawatir itu."
"Kau memang..."
Tapi, yang sebenarnya harus kumarahi adalah...
"Akahito..."
"Kenapa aku? Dari semua orang, kenapa harus aku yang disalahkan!?"
"Hanya kau yang mungkin melakukan hal seperti ini!"
"Kepercayaan yang luar biasa... Baiklah, aku akui, aku yang merencanakannya."
Sebagai balasan, aku melempar Akito ke sungai.
"Fufu. Kalian memang sangat dekat, ya, kau dengan Takizawa-kun."
Kata Aisha sambil tertawa dan mendekat kearahku.
Lalu, dengan ekspresi serius yang hanya bisa kulihat, dia bertanya lagi.
"Jadi, apa yang kau bicarakan dengan Rikako tadi?"
"Hah? Bukankah tadi kau hanya berpura-pura marah?"
"Obrolan tentang ciuman... kau jarang sekali, kan, membahas hal seperti itu dengan seorang perempuan?"
"Uh..."
Ekspresi Aisha begitu menakutkan, sampai aku tidak bisa membedakan apakah dia masih marah atau tidak.
Aku memutuskan untuk tidak memikirkan lebih jauh alasan di balik kemarahan Aisha saat itu.