> CHAPTER 7

CHAPTER 7

 Kamu saat ini sedang membaca  Kanojo ni uwaki sa rete ita ore ga, shōakumana kōhai ni natsuka rete imasu  volume 1  chapter 7. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw





 ......AKTIVIS KLUB...... 



Di depan pintu masuk gimnasium, Shinohara yang sedang menunggu melompat-lompat kegirangan ketika aku mendekat.


"Ada sesuatu yang menyenangkan dari aroma gimnasium. Rasanya menyenangkan." 


Anggota klub di sekitar kami memperhatikan dengan penuh minat.


Beberapa pria yang pandai bermain basket melakukan trik lebih mencolok dari biasanya sebelum melepaskan tembakan, jelas mereka semua memperhatikan Shinohara.


Hanya dengan berada di sampingnya saja, aku merasa sedikit gelisah karena keberadaannya yang begitu mencolok. Padahal dia hanya melompat-lompat saja.


Di lobi, terdapat tangga yang mengarah ke lantai 2.


Aku berniat mengarahkannya ke sana dan membiarkannya naik ke lantai 2.


Ketika aku mulai berjalan menuju tangga, Shinohara dengan patuh mengikutiku.


"Kemana kita akan pergi?" 


"Lantai 2."  


Begitu aku mengatakan itu, ujung lenganku ditarik sedikit.


Saat aku menoleh, Shinohara menatapku dengan ekspresi tidak puas.


"Itu jauh, kan? Aku ingin menonton lebih dekat, tidak bisa?"


Sepertinya dia menyadari adanya lantai 2.


Gimnasium yang digunakan oleh 'start' adalah fasilitas milik kota, dan lapangannya hampir sebesar lapangan kampus.


Kelebihan dari gimnasium ini adalah lantai 2-nya yang memberikan pandangan luas ke lapangan, membuatnya sangat ideal untuk menonton pertandingan.


Tapi, meskipun begitu, Shinohara terlihat kecewa, dan aku pun merasa bingung.


"Di lantai satu hampir tidak ada tempat untuk menonton, dan akan bahaya kalo ada bola yang terbang ke arah mu." 


"Tapi, kalo melihatnya lebih dekat, itu lebih seru! Bukankah lebih baik menonton dari dekat?"


Meskipun begitu, Shinohara mengalihkan pandangannya ke arah lain.


Jelas dia berbohong, atau lebih tepatnya, dia tidak berusaha menyembunyikan kebohongannya.


"Ada alasan lain, kan?"


Tanya ku.


Shinohara menunjukkan ekspresi kesal sejenak lalu menghela napas.


"....Aku merasa kesepian." 


"Apa?"


"Rasanya kesepian kalo aku disuruh duduk sendirian di lantai 2! Aku tidak suka kalau harus melakukan sesuatu sendirian!"


"Hei, kau bukan lagi siswa SMP!"


"Katakan apapun yang kau mau!!"


Shinohara mendengus dan memalingkan wajahnya.


Melihatnya, aku merasa sedikit terkejut.


Dia adalah mahasiswi cantik yang mengenakan tren mantel trench dan tampak sangat memperhatikan penampilannya.


Tapi, di balik penampilannya yang sempurna, dia masih memiliki sisi yang murni dan polos.


"Kalo gitu, ikutlah berpartisipasi. Di luar hari turnamen, kau boleh ikut tanpa izin kok," 


'Start' memiliki suasana yang cukup santai, bahkan bagi pemula yang belum berpengalaman pun bisa bergabung.


Pakaian olahraga wanita dapat dipinjam, dan 'start' juga mempromosikan kalo pemula dapat menikmati kegiatan ini saat penerimaan anggota baru, jadi seharusnya tidak ada masalah.


Tapi, Shinohara terlihat sedikit murung mendengar tawaranku.


"Hmm? Apa ada masalah? Bukankah kau suka basket?"


"Y-ya, benar. Aku memang suka." 


Melihat jawaban Shinohara yang samar-samar, aku tahu kalau dia tidak terlalu antusias dengan hal itu.


Meskipun sama-sama basket, tampaknya ada perbedaan antara menonton dan bermain langsung.


Sebenarnya, itu memang hal yang wajar.


Kalo begitu, rasanya tidak tepat untuk memaksanya.


Kembali ke lantai satu dan memberinya kesempatan untuk menonton seperti yang diinginkannya sepertinya adalah keputusan terbaik bagi kami ber-2.


Di sisi lapangan, memang ada ruang untuk menonton. Masalahnya di sana ada beberapa anggota klub lain, tapi aku rasa Shinohara tidak akan terlalu masalah dengan itu.


"Baiklah, kau boleh menonton di lantai satu. Tapi hati-hati, jangan sampai kena bola yang terbang oke." 


Shinohara langsung tersenyum cerah dan berkata, "Terima kasih!" sambil membungkukkan tubuhnya.


Karena aku merasa tidak melakukan sesuatu yang istimewa, jadi agak canggung ketika dia sampai membungkukkan badan seperti itu.


"Tidak apa-apa." 


"Hehe."


Shinohara terlihat senang dan malu, dan aku pun mengendurkan bibirku.


Saat aku masih di bangku SMP dan SMA, aku merasa malas melakukan banyak hal sendirian.


Aku selalu berbicara dan bermain dengan teman-teman.


Bersama teman-teman yang se frekuensi, rasanya sudah cukup menyenangkan, dan ketika sendirian, aku tidak tahu harus bagaimana menghabiskan waktuku.


Tapi, setelah menjadi mahasiswa, aku mulai merasa lebih nyaman.


Sekarang, aku bisa pergi ke karaoke sendirian, padahal dulu itu sangat memalukan.


Aku khawatir kalo ada yang melihatku, atau berpikir apa yang dipikirkan oleh staf yang melihatku datang sendirian.


Rasa khawatir seperti diawasi oleh banyak orang adalah perasaan yang aku miliki dulu.


Tapi, seiring berjalannya waktu, perasaan itu berubah.


Saat berjalan di jalanan, atau bekerja paruh waktu, aku mulai menyadari kalo orang lain jarang benar-benar peduli dengan orang yang lewat.


Begitu aku menyadari kalo orang lain pun merasakan hal yang sama, perasaan diawasi itu pun hilang dengan sendirinya.


Ini adalah sesuatu yang akan dipahami jika seseorang memiliki cukup waktu sendirian.


Suatu saat, Shinohara pun akan menyadari hal yang sama.


"Benar juga, kau memang lebih muda, ya." 


Aku sudah tahu kalo Shinohara lebih muda dariku, tapi jarang ada kesempatan untuk merasakannya secara langsung.


Kalimat itu keluar begitu saja tanpa sengaja, dan Shinohara membalas dengan ekspresi tidak puas.


"Eh, apa maksudnya itu? Apa aku kelihatan lebih tua?"


"Ha ha ha, bukan itu maksudku." 


Karena merasa terhibur, aku meletakkan telapak tanganku di kepala Shinohara, dan karena itu Shinohara langsung mengeluarkan suara terkejut, "Hyaa!"


Seketika itu, aku teringat bagaimana Shinohara bereaksi terhadap Motosaka. Pada hari Natal, Shinohara menepis tangan Motosaka dengan kasar.


Aku segera menarik tanganku dan meminta maaf, "Maaf."


"Hah?"


Shinohara terlihat bingung, tapi kemudian dia menyadari apa yang terjadi dan tertawa riang.


"Tidak apa-apa, kalo untuk senpai sih, itu tidak masalah."


"A-aku mengerti. Itu bagus sekali."


"Ahaha, senpai kau sangat imut."


"Diam!"


Aku bisa merasakan wajahku memerah, dan sebelum dia menyadarinya, aku membalikkan badanku dan menjauh darinya.


Aku bisa membayangkan ekspresi puas di wajahnya.


Dengan sikapnya yang seperti iblis kecil, aku merasa ini pertama kalinya aku terjebak dalam sikap jahatnya.


Saat aku terus berjalan menuju lapangan tanpa menoleh, Toudou muncul dari pintu keluar.


Di ke-2 tangannya, dia menggantungkan sepatu basket yang baru saja dia lepas.


"Hei, ada apa dengan kalian ber-2?"


"Oh, Shinohara ingin menonton dari lantai satu. Tidak masalah, kan?"


Aku bertanya, dan Toudou melihat Shinohara sebentar sebelum mengangguk.


"Tentu saja, tidak masalah. Justru, lebih baik kalo dia melihat dari jaraknya dekat, semua orang pasti senang."


"Terima kasih!"


Shinohara mengucapkan terima kasih dengan ceria. 


Dengan anggukan kepala, Toudou membalasnya dengan melambaikan tangannya.


"Tidak masalah, tidak masalah. Kalau begitu...Ah, Shinohara-san, kan? Ayo, ke sini sebentar."


"Ada apa?"


Toudou memanggil Shinohara seolah-olah dia baru saja teringat sesuatu.


Saat aku berniat mengikutinya, Toudou menghentikanku.


"Kau latihan sendirian saja dulu,. Terlalu menyusahkan kalo ada kau."


"Apa maksudmu aku terlalu menyusahkan?"


"Ahaha, ternyata senpai itu karakter yang menyusahkan ya!"


Shinohara tertawa terbahak-bahak mendengar komentarku.


Aku memang tidak pernah berniat jadi karakter yang menyusahkan, tapi karena suasana yang lebih ringan, aku memutuskan untuk membiarkannya saja.


Aku juga percaya Toudou tidak akan melakukan hal yang tidak pantas pada Shinohara.


Aku pun berbalik dan masuk ke lapangan basket.


Bau lapangan yang khas, seperti cairan pembersih anti-selip, menyambutku.


★★★


Kelompok yang aku ikuti, 'start', sebagian besar waktu kegiatannya dialokasikan untuk pertandingan.


Tidak ada waktu khusus untuk latihan karena kami tidak memiliki tujuan besar.


Kalo harus menyebutkan tujuan, mungkin satu-satunya yang bisa diungkapkan adalah memenangkan turnamen antar klub basket kampus dan mengumpulkan dana untuk acara minum atau pelatihan bersama.


Kami hanya ingin bergerak dan menikmati basket.


Kelompok ini terdiri dari orang-orang dengan pemikiran serupa, sehingga kegiatan yang berfokus pada pertandingan menjadi hal yang wajar.


Tentu saja, aku juga salah satu dari mereka.


Sejak awal, aku tidak berniat bergabung dengan klub di kampus. 


Sebagai seseorang yang mengidamkan kehidupan kampus, aku melihat klub dengan waktu yang sangat terikat seperti sebuah beban.


Tapi, setelah aku mengikuti klub basket di SMA, aku merasa berat kalo harus meninggalkan semua yang telah aku kerjakan sebelumnya. 


Meskipun banyak kenangan yang tidak menyenankan, waktu yang aku habiskan di sana adalah bagian dari diriku yang sekarang.


Begitu memikirkan itu, saat musim penerimaan anggota baru datang, kakiku tanpa sadar berjalan menuju klub basket.


Sambil mengenang itu, aku menepuk bola dengan ringan.


Bola yang memantul dari lantai seakan-akan langsung masuk ke telapak tanganku.


Aku sangat menyukai perasaan ketika bola kembali ke tempat yang aku tuju meskipun sudah jauh dari telapak tanganku.


Saat aku menikmati sensasi bola yang kasar dengan dribel kecil, seorang mahasiswa tahun 3 mendekatku.


Aku menghentikan dribelku sejenak dan tersenyum.


"Lama tidak bertemu! Apa kabar?"


"Aku baik-baik saja. Sudah lama tidak bertemu."


Setelah disapa, kami mengulang percakapan yang mungkin sudah beberapa kali terjadi hari ini.


Tentu saja, saat ikut kegiatan setelah sekian lama absen, semua orang akan menyapaku. 


Mereka sepertinya tahu kalo aku baru saja putus dengan pacarku, jadi kadang-kadang ada yang iseng mengatakan, "Kau baru putus ya!" Tapi aku tidak merasa terganggu.


Mungkin jauh lebih berat jika aku yang harus memberitahukan kalo aku baru putus.


Aku melempar bola yang ada di tangan kananku ke arah ring, dan bola itu terbang membentuk lengkungan indah sebelum menggoyang jaringnya. 


Rasanya tetap menyenangkan, meski sekarang aku sudah menjadi mahasiswa.


"Nice shot!"


Dengan seruan tersebut, pandanganku menjadi gelap.


"Wah!"


Saat aku melepas handuk yang membungkusku dari belakang dan berbalik, seperti yang aku duga, Shinohara berdiri dengan tangan di pinggang. 


Pakaian yang dia kenakan sekarang adalah jersey, bukan pakaian kasual.


"...Kenapa kau mengenakan jersey?"


Saat aku bertanya, Shinohara mendengus dengan bangga.


"Senpai, kau tahu tidak, peringkat situasi yang paling diidamkan oleh anak laki-laki olahraga yang terpesona dengan perempuan? Petunjuknya adalah, manajer!"


"Manekin dan tampilan Instagram."


"Bukan itu! Itu malah situasi yang berbeda!"


Shinohara mengeluh dan kemudian mengambil bola yang berguling, menyerahkannya padaku dengan ke-2 tangan.


"Jawabannya?"


"Jawabannya adalah klub yang memiliki manajer cantik. Kau harus mulai hidup dari awal lagi, deh."


"Satu kesalahan saja kau langsung nyerang seperti itu?"


Aku menyesuaikan bola di telapak tanganku dan kembali melepaskan tembakan. 


Kali ini, bola meluncur dengan mulus dan masuk ke ring tanpa suara.


"Senpai, kau hebat sekali, ya?"


"Mungkin itu hanya keberuntungan."


Sebenarnya, setelah 2 bulan tidak bermain, perasaan untuk melakukan shoot sudah cukup tumpul. 


Tembakan barusan juga hanya keberuntungan belaka.


Aku menahan perasaan yang muncul setelah tembakan itu dan bertanya pada Shinohara.


"Apa Toudou memintamu menjadi manajer?"


"Hmm, kalau dibilang diminta, bisa, tapi lebih tepatnya aku diberi pilihan."


"Apa maksudmu?"


Shinohara kembali mengambil bola dan mulai menggiringnya dengan cara yang canggung, berjalan perlahan di bawah ring sembari menjawab.


"Katanya kalo cuma menonton aja pasti akan membosankan, jadi aku dibawa ke ruang manajer. Aku sih baru pertama kali jadi manajer."


"Begitu, jangan ganggu aku oke."


"Kasar sekali!"


Shinohara berkata seperti itu sambil melepaskan shoot dengan kedua tangannya. 


Sayangnya, teknik shoot-nya sangat berantakan.


Karena dia melepaskan bola jauh sebelum mencapai titik lompatannya, bola langsung meluncur lurus ke bawah ring.


Bola itu mengenai tepat di bawah ring dan mengenai wajah Shinohara.


"Buh!"


Suara yang keluar dari Shinohara sangat rendah dan teredam, yang jelas berbeda dari biasanya.


...Kekuatan shoot itu cukup besar.


Ketika aku mendekat untuk bertanya apa dia baik-baik saja, Shinohara tiba-tiba mendongak dengan cepat.


Seperti yang aku duga, ujung hidungnya memerah.


"Senpai!"


"Ada apa?"


"Baskettball, aku membencinya!"


"Siapa yang peduli!"


Dari permainannya barusan, jelas sekali kalo dia belum terbiasa dengan basket. 


Meskipun kelompok kami menerima pemula, tidak ada pemula yang datang bermain di musim dingin ini.


Aku sempat berpikir untuk melibatkannya dalam pertandingan, tapi mungkin lebih baik jika dia hanya menjadi manajer, baik untuk dia maupun untuk kelompok kami.


"Bantu aku berdiri!"


Dia memohon sambil mengulurkan ke-2 tangannya.


Dengan terpaksa, aku menarik tangannya dengan memegang lengan atasnya, dan terasa sensasi yang lebih lembut dari yang aku bayangkan.


"Aneh!"


"Jangan bodoh."


Aku menanggapi kata-kata Shinohara dengan tegas, lalu menariknya untuk berdiri.


Shinohara yang hampir jatuh, dengan sedikit goyah berdiri dan mengusap bagian lengan yang aku pegang.


"Aku kira kau akan memberikan tanganmu, bukan memegang lengan ku. Senpai, kau memang aneh."


"Rasanya kalo aku memegang tanganmu, itu agak... kurang sopan."


"Aku rasa memegang lenganku, 100 kali lebih tidak sopan. Tapi, ya sudah lah."


Shinohara menggulung lengan jersey-nya, lalu mengambil ikat rambut yang terpasang di lengannya dan mengikat rambutnya menjadi ponytail. 


Setelah itu, dia berputar dengan gesit. Ikatan rambutnya menyapu halus di depan hidungnya.


[TL\n: besar jir, jadi pengen gua pegang.]

"Bagaimana?"

"Ya, ya imut."

Aku berkata begitu sambil berjalan menuju keranjang tempat bola-bola terkumpul.

"Eh? Itu saja?"

Aku mengabaikan suara iblis kecil yang terdengar dari belakang, tapi aku mengabaikannya dan mengambil bola dengan satu tangan.

...Ternyata, penampilan Shinohara berubah cukup banyak ketika rambutnya diikat.

Tiba-tiba dia terlihat lebih dewasa, dan aku rasa itu pasti karena gaya rambutnya.

Aku merasa, untuk pertama kalinya, sebagai seorang lawan jenis, kalo penampilan yang bisa mengubah kesan dalam sekejap itu sangatlah curang.

Aku sedikit mengerti kenapa banyak pria jatuh hati pada gadis seperti itu, yang memiliki pesona seperti iblis kecil.

Kemudian, suara lonceng yang menandakan berakhirnya pemanasan terdengar di seluruh gedung olahraga.

★★★

Pertandingan pria dan wanita diadakan secara bergantian.


Waktu kegiatan klub hampir berakhir, dan hanya pertandingan wanita yang tersisa.


Pertandingan wanita baru saja dimulai, dan aku sedang duduk untuk merilekskan kaki ku yang terasa berat karena kelelahan.


Kaki ku terasa lebih berat dari biasanya, dan aku merasakan penurunan kondisi tubuh ku.


Meskipun masih aku muda, kalo aku tidak berolahraga dengan teratur selama beberapa bulan, tubuh ku akan terasa seberat ini.


Kalo begini terus, masa depan ku sebagai seorang profesional akan menjadi menakutkan. 


Proses penuaan sudah mulai terasa.


Saat aku merenungkan hal ini, sebuah botol plastik terbang entah dari mana dan mengenai paha ku, menimbulkan suara tumpul.


"Ambillah." 


Kata Toudou sambil menunjuk ke botol plastik yang terguling.


Setelah aku periksa, itu adalah botol minuman olahraga yang masih baru.


Sepertinya dia membelinya dari vending machine di lobi.


"Oh, terima kasih."


Aku mengabaikan kejadian botol yang terlempar itu dan langsung mengucapkan terima kasih.


Toudou lalu duduk di samping ku sambil mengelap keringatnya.


"Pacarmu sangat populer, ya."


"Dia bukan pacar." 


Aku menjawab dengan senyum pahit, sedangkan Toudou hanya tersenyum tipis.


"Siapa yang tahu."


Aku menoleh ke arah Shinohara, yang sedang memberikan minuman kepada anggota klub. 


Tempat minum yang biasanya sepi kini ramai, terutama oleh para pria.


Mungkin Shinohara tidak memiliki banyak pengetahuan tentang bola basket untuk menjadi manajer, tapi kalo semangat pria-pria ini bisa terangkat karena kehadirannya, sepertinya dia lebih baik tetap berada di klub ini.


"Yah, itu memang tidak mungkin." 


"Apa maksudmu?"


Toudou menghentikan tangannya yang hendak membuka botol minuman dan menatap ku dengan bingung.


"Ya, sepertinya Shinohara tidak akan jadi manajer." 


"Ya, itu memang sudah jelas. Bahkan hanya ikut bergabung dengan klub yang dia datang untuk menonton saja sudah luar biasa, apalagi tanpa tujuan yang jelas." 


"...Aku rasa ada tujuan, yaitu hanya untuk menghabiskan waktu." 


Belakangan, aku semakin banyak menghabiskan waktu bersama Shinohara, dan aku rasa baginya itu hanya sekadar cara untuk menghabiskan waktu.


Karena aku tidak terlalu memikirkan hal ini, dia merasa nyaman datang ke rumah ku.


Setelah mendengar jawaban ku, Toudou tertawa terbahak-bahak.


"Kalo itu tujuannya, dengan semangat seperti itu, dia benar-benar luar biasa." 


"Itu benar." 


"Harusnya kau meniru dia, Yu. Tingkatkan semangatmu."  


Ini adalah hal yang sering dia katakan pada ku.


Memang aku tidak seenerjik Shinohara atau memiliki kemampuan sosial seperti Ayaka, yang bisa menyesuaikan diri dengan orang lain, tapi aku tidak merasa perlu mengubahnya.


"Sayangnya, bagi ku, menjadi diri ku sendiri adalah yang paling nyaman."


Aku tidak berniat mengubah cara hidup ku.


Mendengar kata-kata ku, Toudou menepuk bahuku dengan ringan.


"Benar juga. Senang mendengarnya, rasanya kau sudah kembali seperti dulu." 


Mendengar kata-kata itu, aku sedikit tersenyum.


Aku menahan napas sejenak saat mendengarkan suara gema nostalgia dari bola yang bergema di seluruh gimnasium.




Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال