> CHAPTER 7

CHAPTER 7

 Kamu saat ini sedang membaca  Netoge no Yome ga Ninki Idol datta ~Cool-kei no kanojo wa genjitsu demo yome no tsumori de iru~volume 1 chapter 7. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw


PERASAAN MURNI



Pada pagi hari di akhir pekan, aku berjalan menuju alun-alun di depan stasiun untuk berkencan dengan Rinka.


Aku merasakan ketegangan yang luar biasa hingga aku bisa mendengar detak jantung ku sendiri.


Aku melihat sekelompok pemuda yang bersenang-senang dan keluarga yang memasuki stasiun, sementara aku berjalan menuju pohon-pohon yang ada di tengah alun-alun dan duduk di bangku yang ada di dekatnya.


Angin yang lembut menggerakkan daun-daun di pohon, dan aku mencoba untuk menghirup udara dalam-dalam agar sedikit meredakan ketegangan.


"....Masih belum bisa tenang..."


Aku merasa kesulitan untuk menenangkan pikiran ku. 


Walaupun, ini bukanlah ketegangan yang membuat otak ku benar-benar kosong.


Perasaan senang, malu, dan berbagai emosi lainnya bercampur aduk, yang akhirnya membuat ku semakin sadar akan kehadiran Rinka.


Aku menggunakan internet sebagai referensi untuk memilih pakaian yang tidak terlalu mencolok, tapi tetap tidak terlalu biasa. 


Tapi, aku masih bertanya-tanya bagaimana penampilannya nanti. 


Aku juga penasaran dengan pakaian yang akan dipilih Rinka.


"....Ah"


Dari arah pintu masuk alun-alun, saya melihat Rinuka datang di tengah keramaian.


Karena jaraknya masih cukup jauh, aku belum bisa melihat dengan jelas, tapi Rinka mengenakan topi berwarna biru gelap dan kacamata besar, mungkin untuk menyembunyikan wajahnya sedikit. 


Dia mengenakan kaos dan rok panjang. 


Penampilannya sangat berbeda dengan kesan dingin yang biasa dia tampilkan. 


Meski begitu, aura yang ditampilkan sangatlah manis, meskipun tidak ada kesan seperti idola dengan gaya keren. 


Kalo melihat sekilas, orang mungkin tidak langsung mengenali dia sebagai Mizuki Rinka. 


Hal ini terbukti karena tidak ada seorang pun yang memberi perhatian pada Rinuka.


"Maaf membuatmu menunggu, Kazuto-kun."


Rinka yang sudah mendekat, menyapaku dengan sedikit tersenyum.


Hal sekecil itu membuatku terkejut.


"Di dunia nyata, kau datang lebih cepat ya. Padahal di game online kau sering terlambat."


"Aku rasa aku sudah pernah bilang sebelumnya, terkadang aku memang bisa datang lebih cepat. Lagipula, alasan keterlambatan ku itu karena kau, Rinka."


"Aku? Kenapa?"


"Ketika aku menonton video mu, aku jadi lupa waktu. Itulah yang membuat ku terlambat."


"Oh... begitu... Kalo begitu, aku tidak tahu apa aku harus marah atau senang mendengarnya."


Rinka langsung mengalihkan pandangannya ke samping, wajahnya sedikit memerah. 


Sepertinya dia merasa malu.


Memang, kata-kataku agak berlebihan dalam menyalahkan keadaan.


"Kalo begitu...ayo kita pergi ke bioskop."


"Woke."


Aku berdiri dari bangku dan berdiri di samping Rinka.


Aku melirik sekitar, tapi tidak ada yang memperhatikan kami.


Rasanya mirip dengan saat di kantin.


Seorang idola terkenal ada di dekat sini, tapi tidak ada yang melirik.


Seperti yang dikatakan oleh Kurumizaka-san, hanya dengan mengubah pakaian dan suasana, aura seorang idola dapat tersamarkan. 


Ternyata, citra itu memang hanya selevel itu.


"Kazuto-kun, ada apa?"


"Eh, ah..."


Aku sudah merencanakan kencan ini dengan cara ku sendiri. 


Salah satu rencana tersebut ingin aku lakukan sekarang, tapi aku kesulitan untuk mengambil langkah pertama.


"Apa kau tidak enak badan? Wajahmu juga terlihat merah..."


"Ti-tidak, itu bukan masalahnya."


Aku ingin menggenggam tangannya──────.


Bukan sekadar rencana, tapi lebih kepada keinginan ku.


Tapi, mengucapkan kata itu adalah hambatan pertama bagi ku.


Lagipula, sepertinya Rinka tidak terlihat cemas sama sekali. 


Mungkin karena dia sudah menganggap kami seperti pasangan suami istri, sehingga dia tidak terlalu memikirkan kencan ini.


...Apa hanya aku yang terlalu memperhatikan hal ini? 


Memikirkannya membuat ku sedikit sedih.


"Kazuto-kun?"


"Rinka, itu... eh..."


"Ada apa? Jangan ragu, katakan saja."


"Ta-tangan..."


"Tangan?"


Rinka memiringkan kepalanya dengan bingung, lalu menatapku dengan mata yang penuh keingintahuan.


"Tangan... ingin aku memegang..."


Akhirnya, aku mengatakannya.


Hal seperti ini adalah pertama kalinya aku ucapkan.


Tapi, karena Rinka sudah menganggap kami seperti pasangan suami istri, aku berpikir dia pasti akan berkata, "Tentu saja, kita kan suami istri, jadi berpegangan tangan itu hal yang wajar, kan?"

Begitu pikir ku, tapi entah kenapa, tidak ada jawaban darinya.


Rinka tetap menatap wajah ku, matanya terbuka lebar, dan tubuhnya kaku seperti patung.


"Eh, Rinka?"


"Eh, a-ah... Y-ya, tidak masalah. Kita kan suami istri, jadi tidak ada yang aneh kalo kita berpegangan tangan. Sebenarnya, kau tidak perlu izin seperti itu."


"........." 


Dia berbicara dengan sangat cepat.

Sepertinya dia berbicara cepat untuk menyembunyikan perasaannya.


Kemudian, dia memalingkan wajahnya dari ku.


"Kalo begitu...aku akan menggenggam tanganmu."


"Silakan..."


Aku menggenggam tangan kanan Rinka yang terulur dengan penuh keyakinan. 


Tangan gadis yang aku genggam untuk pertama kalinya terasa jauh lebih lembut dari yang aku bayangkan. 


Bagi ku, tangan Rinka menjadi sesuatu yang sangat misterius. 


Bahkan menggenggamnya saja membuat ku merasakan semacam perasaan yang mendalam.


"..."


"..."


Di lapangan depan stasiun, di tengah keramaian orang yang berlalu-lalang, kami ber-2 berdiri seperti dipaku di tempat, saling menggenggam tangan tanpa sepatah kata pun.


Sebenarnya aku mengerti kalo aku tidak bisa bergerak.


Ketegangan, perasaan yang mendalam, dan kehangatan tangan gadis yang ku sukai untuk pertama kalinya membuat ku merasa seperti terlepas dari kenyataan.


Lalu, bagaimana dengan Rinka?


Kenapa Rinka tidak bergerak? Kenapa dia tidak mengatakan apa-apa?


Beberapa detik berlalu, dan setelah pikiran ku sedikit lebih jernih, aku menoleh sekilas ke arah Rinka.


...Rinka memalingkan wajahnya. 


Dia memandang ke arah yang berlawanan dengan ku. 


Kenapa...?


"Eh, Rinka?"


Penasaran dengan ekspresinya, aku berusaha keras untuk melihat wajah Rinka.


Tapi, dia kembali memalingkan wajahnya. 


Sepertinya dia benar-benar tidak ingin wajahnya dilihat.


"Rinka, ada apa denganmu?"


"...Tidak apa-apa."


"Hmm?"


"Jangan... lihat aku sekarang..."


Dari suara yang seakan bergetar karena rasa malu itu, aku bisa membayangkan wajah Rinka yang memerah.


Ini... apa mungkin?


"Apa kau malu?"


"Ah!"


"Padahal kita sudah menganggap diri kita sebagai pasangan suami istri?"


"Bukan 'menganggap', kita memang suami istri."


"Jadi, meskipun kita suami istri, kau masih merasa malu untuk berpegangan tangan?"


"Karena ini pertama kalinya... berinteraksi langsung dengan orang yang aku sukai..."


Suara Rinka semakin kecil, hampir tidak terdengar. 


Dengan suara yang hampir seperti bisikan, dia berkata, "Ini tangan Kazuto-kun..."


Dengan kata-kata yang sangat lembut, Rinka sekarang terlihat sangat menggemaskan.


Kalo dilihat dari sudut pandang manga, rasanya seperti aku kana tertusuk panah yang langsung menuju ke hati ku.


Rinka sekarang tidak terlihat dingin, juga tidak terlihat seperti seorang istri yang mendekat.


Dia terlihat polos, malu seperti seorang gadis yang sedang jatuh cinta.


Kalo aku adalah pria yang agresif, aku pasti sudah memeluk Rinka sekarang juga.


"A-aku rasa kita harus pergi..."


"Y-ya, ayo kita pergi..."


Kami mulai berjalan dengan canggung, seperti robot yang berkarat.


Meskipun kami merasakan tatapan aneh dari sekitar, itu bukan karena Rinka adalah idola terkenal.


★★★


Setibanya di bioskop, kami duduk di kursi. 


Lokasinya di bagian tengah, agak ke belakang. 


Rinka duduk di sebelah kiri ku. 


Karena film belum dimulai, ruangan masih terang. 


Sepertinya ada beberapa orang lain di sekitar kami, dan suara obrolan terdengar dari berbagai penjuru.


"..."


Mungkin karena masih terasa ketegangan, kami saling memperhatikan satu sama lain, namun tetap terdiam. 


Meskipun begitu, suasananya tidak canggung. 


Entah bagaimana menjelaskannya, tapi ini adalah ketegangan yang membuat hati berdebar dengan cara yang tidak buruk.


Saat aku berpikir untuk memulai percakapan, Rinka lebih dulu membuka mulut.


"Umm... meskipun ini setelah pernikahan, hari ini menjadi hari pertama kita berkencan, kan?"


"Ya, benar. Aneh rasanya kalo pernikahan lebih dulu dibandingkan kencan."


"Ah, jadi kali ini kau tidak membantah seperti biasa."


"Yah, memang..."


Kalo aku harus membantah, mungkin aku tidak akan memilih untuk berkencan sama sekali. 


Begitulah kira-kira.


"Akhirnya kau mulai menyadari kalo kau sudah menjadi suamiku...!"


"..."


"Tahukah kau, Kazuto-kun, bagi manusia, diabaikan itu adalah hal yang paling menyakitkan?"


Suara Rinka kali ini terdengar sangat serius.


Terkadang, akh mencoba untuk memberikan reaksi yang berbeda daripada sekadar membantah, tapi sepertinya diabaikan tetap tidak bisa diterima.


Untuk segera mengubah suasana, aku memutuskan untuk membuka topik pembicaraan yang lebih ringan.


"Apa biasanya, Rinka suka menonton film romantis?"


Film yang akan diputar nanti adalah film romantis dengan elemen komedi yang kuat. 


Aku rasa itu cukup sesuai dengan selera Rinka, tapi aku tetap mengajukan pertanyaan ini sebagai bahan percakapan.


"Aku jarang menontonnya."


Aku pun terkejut.


Wah, sepertinya memang sesuai dengan citra Rinka yang cool, dia tidak terlalu tertarik pada film romantis.


"Kalo ada waktu untuk menonton film, lebih baik aku login ke 【Black Plain】."


"Wah, keren sekali... Seperti seorang idola yang juga gamer."


".....Alasannya karena Kazuto-kun."


Aku? Ketika aku bertanya, Rinka mengangguk perlahan.


"Bagi ku, 【Black Plain】 hanyalah salah satu alat komunikasi. Tentu saja,【Black Plain】 itu menyenangkan, tapi yang lebih penting bagi kj,【Black Plain】 adalah dunia di mana aku bisa bertemu dengan Kazuto-kun."


"Jadi begitu..."


"Kalo aku tidak bertemu dengan Kazuto-kun, aku mungkin sudah pensiun dari 【Black Plain】 dalam 2 minggu."


"Itu tidak baik! Masih banyak elemen seru di dalamnya, dan kedalaman pertambangan di sana bisa membuat kita seumur hidup untuk memahaminya!"


"Kazuto-kun, kadang-kadang kau bisa sangat aneh..."


Entah kenapa, aku merasa Rinka sedikit menarik diri.


Padahal, aku hanya ingin Rinka lebih mengenal daya tarik 【Black Plain】.


"Rinka, kau terlalu banyak memancing. Cobalah untuk melihat elemen lain juga. Sungguh, beri aku kesempatan untuk melakukan hal lain selain memancing."


"Apa yang kau katakan? Tahukah kau apa elemen yang paling banyak dimainkan di 【Black Plain】? ...Memancing. Kebanyakan pemain memang memancing."


"Itu kan hanya afk (away from keyboard)! Mereka cuma memancing untuk mencari uang."


"Jadi itu membuktikan kalo memancing memang menyenangkan, bahkan untuk mereka yang hanya afk."


"Tapi itu bukan berarti mereka benar-benar menikmati permainan. Mereka hanya afk, kan?"


Tanpa aku sadari, 'Aku dan Rinka' sudah menjadi seperti 'Kaz dan Rin', berbicara tanpa henti tanpa ada jeda.


Ketegangan yang kami rasakan sebelumnya seakan menghilang, dan kami terus berbicara dengan lancar hingga lampu di dalam bioskop mulai redup.


Saat film hampir dimulai, suasana di bioskop pun mulai tenang.


Kami ber-2 pun secara alami berhenti berbicara.


...Apa yang harus aku lakukan sekarang?


Begitu hening, aku mulai merasa lebih sadar satu sama lain.


Terutama dalam suasana yang agak gelap seperti ini, duduk berdampingan dengan Rinka, rasanya sangat menggugah perasaan.


"Erm, Kazuto-kun?"


"Mm?"


Mungkin karena memperhatikan orang di sekitar, Rinka mendekatkan wajahnya ke telinga kiri ku dan berbisik pelan. 


Nafas hangatnya terasa sedikit menggelitik di telinga.


"Seperti tadi... apa boleh kita berpegangan tangan lagi? Bahkan selama film..."


"Kita kan suami-istri, kan? Jadi seharusnya itu tidak masalah... menurut ku."


"...Mm..."


Setelah mendengar jawaban singkat ku, tangan kanannya perlahan diletakkan di atas tangan kiri ku yang berada di sandaran kursi. 


Seketika itu juga, aku tidak bisa lagi fokus pada film. 


Ketegangan mulai muncul.


Apa yang sedang terjadi ini? Tanpa perlu melihat ke cermin, aku tahu pipi ku pasti sudah memerah.


Selama film berlangsung, aku sedikit menoleh untuk melihat Rinka.


Secara bersamaan, Rinka juga menoleh ke arah ku dan mata kami bertemu.


Tiba-tiba aku merasa malu, dan langsung mengalihkan pandangan ke layar.


...Ternyata, Rinka juga sedikit memerah.


Meskipun Rinka biasanya bertindak seolah-olah dia sudah menjadi istri ku, ternyata dia sebenarnya adalah seorang gadis yang pemalu, yang bisa tersipu hanya karena berpegangan tangan.


Setelah film selesai, meskipun kami mencoba berbicara tentang film, percakapan itu tidak berjalan lancar.


Sebenarnya, aku sendiri tidak begitu mengingat isi film tersebut.


Aku masih sedikit ingat alurnya, tapi semua yang aku rasakan adalah kehangatan yang tertinggal di tangan kiri ku.


Mungkin, Rinka juga merasakannya.


Ketika aku mencoba membicarakan film itu, Rinka hanya menggosok-gosok tangan kanannya, seakan malu, tanpa mengucapkan banyak kata.


★★★


Kami berjalan terus di jalanan, menjaga jarak yang sangat tipis antara bahu kami, tanpa sepatah kata pun. 


Sejak kami saling berpegangan tangan, Rinka menjadi lebih pendiam, seperti hewan kecil yang tenang.


Ternyata, ada perbedaan besar antara berpikir kalo kami adalah pasangan suami-istri dan benar-benar mengalami hal itu.


"Kazuto-kun..."


"Ada apa?"


"Eh... tidak, aku hanya ingin memanggil namamu saja."


"Oh, begitu..."


Rinka yang sebelumnya sangat percaya diri kini tampak malu-malu. 


Kalo hanya dengan berpegangan tangan saja dia sudah seperti ini, apa yang akan terjadi kalo kami melangkah lebih jauh... Tapi, kenapa aku memikirkan hal seperti itu?


Tapi, aku ingin melihat lebih banyak sisi lain dari Rinka. 


Sisi yang tidak bisa aku lihat di dunia game...


"Ah...!"


Rinka tiba-tiba bersembunyi di belakangku, dia terlihat ketakutan. 


Apa yang terjadi?


Aku merasa bingung, namun segera mengerti. 


3 pria yang sedang berdiri di pinggir jalan sepertinya sedang menatap kami—atau lebih tepatnya, menatap Rinka dengan tajam sambil berbicara satu sama lain.


Instingku memberi tahu kalk situasi ini sedikit berbahaya.


Aku langsung mempercepat langkah, berusaha menutupi Rinka dengan tubuhku dan menghindar dari pandangan mereka.


Setelah berhasil keluar dari pandangan mereka, kami berlari ke sebuah gang yang sepi, mencari tempat yang lebih aman dan tidak terlalu terang.


"Tadi itu... apa mereka sudah tahu?"


"Tidak, menurut suasana mereka, sepertinya mereka belum yakin. Mungkin mereka hanya berpikir, 'Ah, mungkin ada sedikit kemiripan...' saja."


Meskipun Rinka mengatakan begitu, dia tidak bisa sepenuhnya menyembunyikan perasaan cemasnya.


Dia menundukkan wajah, sedikit membungkukkan tubuhnya.


"Sebenarnya, aku pikir tidak ada tanda-tanda kalo kita ketahuan, jadi aku kira itu aman..."


"Ya... kebanyakan orang memang akan diam saja meskipun mereka menyadarinya, tapi..."


Kalo seorang idola sedang berkencan, kemungkinan mereka tidak akan segan-segan mengungkapkan perasaan mereka. 


Hampir semua penggemar bisa jadi marah besar. 


Kalo itu terjadi, karier idola Rinka bisa berakhir.


Walaupun tidak ada aturan larangan berkencan di grup "Star☆Mines", hubungan asmara dengan seorang idola memang menjadi semacam tabu yang tak tertulis. 


Bahkan aku yang tidak terlalu paham tentang dunia idola saja bisa mengerti kalo ini adalah masalah yang sangat sensitif.


Aku sudah sangat menantikan kencan dengan Rinka dan telah merencanakan semuanya dengan sungguh-sungguh. Tapi...


"Ternyata ini memang tidak bisa dilanjutkan."


"Eh?"


"Aku rasa ini terlalu berisiko... Hari ini, kita harus mengakhiri di sini."


Itu adalah keputusan yang aku ambil demi masa depan Rinka.


Aku tidak ingin merusak karier idola Rinka karena aku.


Selain itu, meskipun dunia nyata tidak memungkinkan, kita masih memiliki dunia game, kan?


..........


Aku mencoba meyakinkan diriku sendiri dan berusaha untuk menerima kenyataan ini.


"Walaupun hanya sebentar, aku sangat senang. Terima kasih, Rinka."


Aku tersenyum sekuat tenaga dan mengucapkan terima kasih kepada Rinka.


Rinka pasti juga sadar kalk melanjutkan lebih jauh akan berisiko tinggi.


Meskipun dia sangat menyukaiku, sebagai seseorang yang bijaksana, aku yakin Rinka akan mengerti...


"Tidak..."


Rinka menggenggam lengan bajuku dengan erat.


Kalo aku menariknya sedikit lebih kuat, tentu saja mudah untuk melepaskannya. 


Tapi, cara dia menggenggam itu begitu lemah.


Rinka menundukkan wajahnya, seolah berusaha menyembunyikan wajahnya, sambil berkata dengan suara pelan, mengungkapkan keinginan yang jelas.


"...Aku hanya ingin sedikit lebih lama bersamamu."


"Meski begitu..."


"Karena, kau yang mengajakku..."


"Rinka..."


"Ini adalah kencan pertama kita..."


Suara indahnya mulai bergetar, dan aku bisa mendengar adanya isak tangis di dalamnya.


Kalo aku membuat Rinka bersedih seperti ini, aku rasa seharusnya aku tidak mengajaknya berkencan.


Aku sudah tahu kalo ada banyak risiko dalam berkencan dengan Rinka di dunia nyata.


Tapi, keinginan untuk berada bersama orang yang aku suka—perasaan murni itu—membuat kami berpikir kalo mungkin kami bisa menghindari masalah kalo kami berpakaian berbeda, dan tidak ada yang akan mengenalinya sebagai idola.


"Tempat yang tidak ada orang lain... rumah... ya, rumah. Kazuto-kun, apa kau mau datang ke rumahku?"


Rinka mengangkat wajahnya dan berkata dengan ekspresi seolah-olah dia menemukan ide brilian.

"Rumah, ya?"


"Seharian ini, tidak ada orang di rumahku. Kita bisa berkencan di rumahku... bagaimana menurutmu?"


Saran yang dia ajukan terlihat penuh kekhawatiran, seolah takut kalo aku menolaknya.


Tentu saja, aku tidak punya alasan untuk menolaknya.

Rencana kencan yang aku buat semalaman jelas harus dibatalkan, namun itu hanyalah masalah kecil.

Saat aku mengangguk sebagai tanda persetujuan, Rinka tersenyum lega.


★★★


Ketika kami tiba di rumah Rinka, saat itu sudah tiba waktu makan siang.


Aku hampir lupa rasa lapar karena rasa tegang yang terus menerus, namun berkat kebaikan hati Rinka, aku diberi makan siang.


Rinka segera mengikat rambutnya menjadi ekor kuda dan mengenakan apron. 


Penampilannya yang sangat berbeda dari idola cool yang sering tampil di Tv ini membuatku terkejut, dan aku merasa hati ku berdebar.


Meskipun aku pernah melihatnya sebelumnya, tap saja ada perasaan yang menyentuh di dadaku.


"Kazuto-kun, silakan duduk dan santai saja."


Setelah dibimbing ke ruang tamu, aku duduk di sofa seperti yang disarankan oleh Rinka.


Dari arah dapur, terdengar suara Rinka yang mengatakan, "Kau boleh menyalakan televisi." Aku lalu mengambil remote yang ada di atas meja di depanku dan menyalakan Tv.


Program variety siang hari ditayangkan di televisi, menampilkan fitur khusus mengenai idola. 


Saat itu, sedang dibahas tentang grup idola Star☆Minds, dengan fokus pada energi luar biasa dari Kurumizaka-san serta perkembangan pesat grup ini. 


Selain itu, suara Rinka Mizuki juga mendapat pujian yang sangat tinggi.


"Menakjubkan." 


Apa kalian bisa membayangkan ini?


Aku, yang sekarang secara rutin bermain game online bersama gadis-gadis idola yang sangat populer. 


Dan kini, aku berada di rumah Rinka. 


Kehidupan yang luar biasa, yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.


Beberapa saat kemudian, Rinka mengajak untuk makan siang.


Aku pun berdiri dari sofa dan duduk di meja makan.


Di atas meja, terhidang sepiring nasi goreng yang tampak begitu menggoda. 


Aroma harum yang menyebar membuat perutku semakin lapar.


Nasi goreng tersebut dihiasi dengan potongan daun bawang yang rapi dan irisan daging babi rebus yang lembut, memberikan kesan yang sangat menggugah selera. 


Dari penampilannya saja, hidangan ini sudah tampak setara dengan makanan yang disajikan di restoran.


"Hebat sekali, Rinka. Ini pasti sangat lezat."  


"Ya, aku sudah menyukai memasak sejak kecil, jadi aku cukup percaya diri dengan masakan ini." 


Rinka mengatakan itu dengan percaya diri tapi tidak sombong.


Sikap percaya diri seperti ini memang sangat khas dari seorang idola dengan tipe yang cool.


Rinka membawa nasi gorengnya dan duduk di sampingku.


"Kazuto-kun, ayo kita makan." 


"Ooh, terima kasih. Bissmillah."  


Aku mengambil sendok yang ada dan menyendok nasi goreng yang tersaji dalam bentuk setengah bola. 


Setelah itu, aku membawa sendok itu ke mulut dan mengunyahnya...


"Ini benar-benar lezat...!"


Aku bukan seorang kritikus kuliner, jadi aku tidak bisa menggambarkan dengan tepat apa yang membuat makanan ini enak. 


Tapi, yang bisa aku katakan adalah, itu sangat enak. 


Itu satu-satunya kata yang tepat untuk menggambarkannya.


"Aku senang mendengarnya. Sepertinya ini sesuai dengan selera Kazuto-kun."


"Ini benar-benar enak. Ini adalah nasi goreng terenak yang pernah ku coba."


Itu bukan hanya pujian kosong, itu benar-benar serius. 


Meskipun aku mungkin sedikit terpengaruh oleh makanan buatan Rinka, rasanya bisa aku jamin.


Akh terus menyendok nasi goreng itu ke mulut ku. Enak sekali.


"Hehe, sebenarnya aku sudah menambahkan bahan spesial dalam nasi goreng ini."


"....Bahan spesial?"


Aku berhenti sejenak dan memandang wajah Rinka dengan curiga.


Untuk beberapa alasan, dia memiliki senyuman yang mempesona di wajahnya, dan matanya diwarnai dengan cahaya yang berkilau aneh.


"Benar, bahan spesial. Hehe."


"......."


Apa aku boleh makan nasi goreng ini?


Yah, itu mungkin hanya perasaan ku saja, tapi tiba-tiba aku merasa mual.


Tapi, tidak mungkin...


Tentu saja tidak ada bahan aneh yang dimasukkan.


Mungkin Rinka hanya ingin mengatakan sesuatu yang imut, seperti "Aku memasukkan banyak cinta untuk Kazuto-kun, jadi makanlah yang banyak!"


Ya, pasti begitu!


Harus begitu!


"Kenapa? Kenapa kau tidak makan, Kazuto-kun?"


"Ah, iya...."


"Kalo mau, kau bisa makan bahagianku juga."


"Tapi itu tidak bisa. Rinka juga harus makan yang cukup."


"Aku tidak masalah. Hanya dengan melihat Kazuto-kun makan dengan lahap, aku sudah merasa puas..."


Rinka menatap saya dengan penuh kekaguman, dia tersenyum bahagia dari hatinya.


Rasanya aku tidak punya pilihan lain selain makan.


Aku menepis perasaan buruk itu dan terus menyuap nasi goreng buatan Rinka.


☆『Peringatan: Makanan itu tidak mengandung bahan yang dapat membahayakan kesehatan. Silakan merasa tenang.』


Setelah makan siang, kami berpindah ke kamar Rinka. 


Kamar yang tetap tertata rapi dan tenang, seperti biasa. 


Sekedar menambahkan, tidak ada masalah dengan perut ku.


Kami menghabiskan waktu bersama dengan percakapan ringan. 


Topik utama tentu saja masih seputar 【Black Plain】. 


Kami membicarakan betapa dinginnya sikap Rinka saat pertama kali kami bertemu, dan bagaimana aku begitu terobsesi dengan mining hingga terlihat aneh.


Percakapan yang tidak ada bedanya itu terus berlanjut, hingga tiba-tiba aku menyadari ada cahaya oranye yang mulai menyebar di langit melalui jendela. ...Waktu sudah berlalu lebih lama dari yang aku kira. 


Aku ingat kalo keluarga Rinka akan pulang malam nanti.


"......"


"......"


Percakapan kami terhenti, dan suasana menjadi sunyi.


Udara lembut khas sore hari memenuhi ruangan, dan aku menyadari dengan jelas kalo hanya ada kami berdua di sini.


Aku melirik ke arah Rinka, yang duduk di sampingku begitu dekat hingga bahu kami hampir bersentuhan.


Sepertinya Rinka juga merasakannya.


Tatapan kami bertemu, dan wajah kami terpantul dalam mata masing-masing.


Entah kenapa—


Entah kenapa, aku merasa sekaranglah saatnya.


Cukup mengungkapkan perasaan tulus ku.


Meskipun hanya itu, keringat dingin mulai bercucuran di telapak tangan ku.


"Rinka... Sebenarnya, ada yang ingin aku bicarakan."


"Ada apa? Kenapa kau jadi serius seperti ini?"


Rinka terlihat sedikit terkejut dengan sikap ku yang tiba-tiba serius.


Karena kami begitu dekat, wajahnya bisa ku lihat dengan jelas. 


...Ah, jantung ku mulai berdetak kencang.


Tidak, aku harus melakukannya... 


Aku harus mengatakannya!


"Rinka, kau...sebenarnya menaruh perasaan suka yang tulus padaku, kan?"


"Ya, tentu. Kita kan suami istri."


"...Aku tidak tahu perasaan ku sendiri, dan aku belum bisa memberikan jawaban yang jelas kepada Rinka."


"......"


"Tapi sekarang aku akhirnya mengerti. Rinka, aku...──────"


"Tunggu."


"......Eh?"


Dia menghentikanku tepat sebelum aku bisa melakukannya, dan aku membeku dengan mulut ternganga.


"Yah...aku bisa merasakan perasaan serius Kazuto-kun."


"Uh, iya...?"


"Tapi, begini..."


Eh, kenapa dia terhenti seperti itu? 


Aku mulai merasa cemas.


Apa ini akan menjadi perubahan yang sangat buruk?


Apa dia sebenarnya menyukai orang lain, atau hubungan kami hanya lelucon?


"Sejujurnya, aku sudah berniat untuk menyembunyikan ini, tapi...ternyata ini tidak baik."


".....Tentang apa?"


"Maaf, Kazuto-kun. Sebenarnya aku punya sesuatu yang aku sembunyikan darimu."


"J-jadi...apa rahasia itu?"


Tergantung pada isi rahasia itu, aku mungkin akan langsung melakukan bungy jumping tanpa tali.


"....Mungkin, ini adalah rahasia yang bisa membuat Kazuto-kun membenci ku."


"Serius?"


Aku merasa kesadaranku mulai menghilang di depan Rinka yang sedang berbicara dengan kepala tertunduk.


Sebuah rahasia yang bisa membuat saya membenci Rinka...itu pasti sesuatu yang sangat serius.


"Kazuto-kun sudah banyak berpikir dan merasa bingung...dan hari ini, kau mengajakku berkencan dan berniat menyampaikan perasaanmu. Aku sangat senang dengan itu. Tidak, justru karena itulah, aku merasa sangat berat untuk menyimpan rahasia ini..."


"Rahasia itu...apa?"


Aku menelan ludah dengan keras dan memberanikan diri untuk bertanya.


"Sepertinya lebih cepat kalo kau melihatnya langsung."


Rinka perlahan berdiri dan berjalan menuju lemari pakaian.


Dia meraih gagang lemari, menatap ku sejenak, kemudian dengan ragu-ragu dia membuka pintunya.


"......"


Di dalamnya terdapat berbagai pakaian, mulai dari pakaian kasual hingga kostum idol yang sangat mencolok.


Sepertinya tidak ada yang aneh, tapi...


Tunggu dulu.


Di bawahnya, ada 4 boneka felt yang diletakkan.


Apa ukuran boneka tersebut cukup besar untuk bisa dipeluk? 


Boneka felt itu memiliki bentuk yang sangat familiar.


Sebenarnya, 'familiar' tidak cukup menggambarkannya.


Aku selalu melihatnya di cermin...


Ya, itu aku.


4 boneka felt yang didesain lucu dengan bentuk ku, Ayakouji Kazuto, dengan sangat jelas terlihat di dalam lemari Rinka──────!


"Ini, apa ini...?"


"Itu boneka Kazuto-kun."


"......"


Aku hanya bisa terdiam sambil menatap 4 boneka Kazuto-kun yang dibuat dengan sangat imut.


Apa Rinka yang membuatnya?


Meskipun aku yang menjadi modelnya, hasilnya cukup mengesankan.


"Jadi, begini. Setiap kali aku tidur, aku memeluk boneka Kazuto-kun…"


".....Eh, eh?"


"Seiring berjalannya waktu, aku merasa semakin ingin dikelilingi oleh lebih banyak boneka Kazuto-kun...dan sekarang sudah ada 4."


"4...maksudmu 4 boneka?"


Aku merasa seperti ingin menanggapi dengan candaan, tapi aku justru menyadari kalo bukan itu yang harus aku pikirkan.


"Sepertinya Kazuto-kun juga akan merasa terganggu, kan?"


Rinka bertanya dengan mata yang sedikit berkaca-kaca, sambil menggenggam jarinya dengan cemas.


Ah, sekarang aku paham.


Sekarang aku tahu kenapa dia memaksakuu masuk ke tempat tidur dan bukannya ke lemari saat bersembunyi dari Noa-chan sebelumnya. 


Ternyata, Rinka ingin menyembunyikan boneka Kazuto-kun ini.


"Sepertinya Kazuto-kun akan merasa jijik, kan? Membuat boneka Kazuto-kun dan tidur memeluknya setiap hari..."


"I-itu tidak benar."


"Benarkah?"


"Ya."


Aku mengangguk, dan Rinka yang tadinya terlihat sangat cemas akhirnya menghela napas lega.


...Meskipun aku terkejut.


Satu boneka mungkin terasa imut, tapi 4 boneka? 


Itu benar-benar membuat ku terkejut.


Seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu boneka felt seperti itu?


Kami baru saja bertemu sekitar sebulan yang lalu.


Ini luar biasa cepat.


"Sebenarnya, ada lagi."


"Eh, lebih banyak boneka Kazuto-kun?"


"Bukan. Ini adalah edisi ke-2 dari barang-barang Kazuto-kun."


Rinka, yang tampak sedikit bangga, dengan cepat membalikkan poster "Star☆Mines" yang terpasang di dinding. Di balik poster tersebut, muncul mini poster yang memperlihatkan ku sedang makan di kelas...!


"Bagaimana menurutmu? Ini sangat imut, kan?"


"Tidak. Lagipula, ini hasil pencurian foto? Tidak ada yang terlihat sengaja difoto, dan aku bahkan tidak ingat ada yang mengambil foto ku."


"Ini bukan hasil pencurian foto. Tidak ada yang aneh dalam memotret foto suaminya sendiri, kan?"


Wah, ini benar-benar sudah pada level yang sangat tinggi.


"Setiap malam sebelum tidur, aku memeluk boneka Kazuto-kun sambil memandangi poster Kazuto-kun...hehe."


"Rinka, bukankah kau seharusnya menjadi orang yang dilihat, bukan yang melihat?"


Mengingat seorang idola populer yang membuat boneka Kazuto-kun dan bahkan melakukan pencurian foto untuk dijadikan poster.


"Maafkan aku, Kazuto-kun. Aku juga mulai menyadari kalo apa yang kulakukan mungkin agak aneh."


"Eh, kau baru menyadarinya sekarang?"


"Tapi, aku benar-benar tidak bisa menahan perasaanku... Kalo aku bisa tinggal bersama Kazuto-kun di bawah satu atap, mungkin sedikit banyak keinginanku bisa terpenuhi."


"Jadi, begitu..."


Aku benar-benar terdiam.


Aku tidak pernah membayangkan Rinka akan seperti ini.


...Tunggu, sepertinya ada yang aku lewatkan.


"Tadi kau bilang 'edisi ke-2 barang-barang Kazuto-kun', kan? Apa ada edisi ke-3?"


"Tentu saja."


Rinka membuka kotak pensil yang ada di meja dan mengambil sebuah penghapus.


"Aku menempelkan foto wajah Kazuto-kun di penutup penghapus ini."


"──────!"


"Dengan ini, bahkan saat belajar pun aku bisa merasakan kehadiran Kazuto-kun. Bukankah itu ide yang revolusioner?"


"....Iya, sepertinya begitu..."


Aku sudah tidak tahu harus menunjukkan ekspresi apa.


Haruskah aku tersenyum, terkejut, atau malah merasa jijik? Reaksi yang benar itu seperti apa?


Untuk saat ini, akh memutuskan untuk merasa senang.


Mendapatkan perlakuan seperti seorang idola dari seorang idola yang sangat populer, tentu itu hal yang luar biasa!


"Y-ya, memang...aku senang sekali bisa disukai seperti ini sebagai seorang pria."


"Benarkah? Meskipun Kazuto-kun yang baik, aku khawatir kau akan merasa tertekan."  


"Tidak, tidak, penjualan barang-barang idola sudah dilakukan sejak dulu, kan? Ini tidak jauh berbeda."  


"Begitu, ya. Terima kasih, Kazuto-kun. Terima kasih sudah menerima aku yang seperti ini."


...Tentu saja ada perbedaan kalk ini dilakukan dengan izin langsung dari yang bersangkutan.


"Izinkan aku menanyakan ini padamu, tapi tidak ada lagi barang yang berhubungan denganku lagi, kan?"


"Itu bukan barang, sih..."


Rinka membuka laci meja dan mengambil selembar kertas.


"Apa itu?"


"Ini adalah formulir pernikahan kita. Nama kita berdua sudah terisi."


"Saat ini kita telah melampaui batas! Ini serius! Bahkan ada cap dari Kazuto!"


Itu sudah jelas ilegal.


"Tenang saja. Formulir pernikahan ini adalah yang aku buat sendiri, dan kolom yang perlu diisi, seperti alamat, sudah aku hapus. Jadi, kalo pun diajukan, itu tidak akan diterima."


"O-oh, begitu ya..."


"Tenanglah. Seperti yang kau tahu, aku juga tahu batasan."


"Batasan...tahu batasan...maksudmu?"


Aku merasa kebingungan.


"Setiap kali aku melihat formulir ini, hatiku merasa penuh. Ah, aku dan Kazuto-kun memang suami-istri."


"O-oh..."


Rinka memeluk formulir pernikahan itu dengan senyum puas.


Sementara itu, aku hanya bisa terdiam dan tersenyum kaku.


"Realitas memang sedikit merepotkan, ya. Ada batasan usia untuk menikah... Tapi jangan khawatir. Meskipun kita tidak diakui sebagai suami-istri di dunia nyata, hubungan kita yang terjalin di dunia game itu nyata."


"Eh...ya..."


Apa yang baru saja aku dengar?


Fakta mengejutkan terus terungkap.


"seperti yang kukira, kau merasa jijik?"


"Eh?"


Rinka bertanya dengan suara kecil, dan dia terlihat cemas.


"Kalo dilihat dari sudut pandang objektif, tindakanku memang sudah melampaui batas. Boneka, penghapus, poster, itu masih bisa dimengerti, tapi formulir pernikahan itu sudah terlalu berlebihan."


"......"


Kalo dilihat dari sudut pandang objektif, semuanya memang aneh.


"Tidak peduli seberapa baiknay dirimu Kazuto-kun, aku tahu kalo kau tidak suka dengan gadis seperti ini yang melakukan hal-hal aneh..."


"Itu tidak benar."


Aku langsung menjawab, tapi Rinka terus berbicara pelan sambil menundukkan kepala.


"Tidak apa-apa, tidak perlu memaksakan diri. Kalo kau merasa aku aneh atau menjijikkan...kau bisa memutuskan hubungan ini."


"W-apa yang kau katakan?"


"Aku benar-benar mencintai Kazuto-kun dari lubuk hatiku. Karena itu, aku selalu menginginkan kebahagiaanmu yang paling utama."


"Rinka..."


"Kalo aku menjadi beban untukmu... aku rela untuk berpisah."


...Berpisah? Kami bahkan belum mulai berpacaran.


"Kazuto-kun pasti bisa menemukan wanita yang lebih baik dariku. Jadi, jika aku menghalangi kebahagiaanmu..."


"Rinka."


Aku memanggil namanya, berusaha untuk menghentikan kata-katanya.


Rinka menatapku dengan wajah yang hampir menangis.


"Apa pun sisi dirimu, aku akan menerima itu."  


"Tapi, kau pasti tidak menyangka sampai seperti ini, kan?"


"Benar."


"...Lihat, kan?"


Rinka mendengus.


Aku merasa kalo aku melontarkan kata-kata kasar, dia benar-benar akan menangis.


"Kalo kau mengatakan itu, kenapa kau malah memberi tahu aku tentang barang-barang Kazuto-kun?"


"....Aku sangat menghargai hubungan yang kita miliki dari hati. Karena itu, aku merasa harus memberitahumu tentang diriku yang sebenarnya sebelum mendengarkan perasaan seriusmu. Agar kau bisa tahu siapa diriku yang sebenarnya yang selama ini kusembunyikan..."


Kalo aku tidak memutuskan untuk mengungkapkan perasaanku, apakah Rinka akan terus menyembunyikan hal ini?


Tidak, itu bukan masalahnya.


Rinka, yang sangat mengutamakan hati yang murni, pasti sangat takut kalo rahasia ini terbongkar.


"Jujur saja...kalo kau merasa tidak bisa melanjutkan hubungan ini... aku ingin kau mengatakan itu. Aku tidak ingin menjadi beban untuk Kazuto-kun..."


Dia mengalihkan pandangannya dari mataku dan berbicara dengan suara yang bergetar.


Setiap orang pasti memiliki rahasia yang tidak ingin diketahui orang lain.


Itu juga berlaku bagi seorang idola terkenal.


Tapi, Rinka memberitahuku dengan penuh keberanian, siap untuk dibenci, demi kepercayaannya dan demi kebahagiaanku...


Apa yang bisa aku lakukan untuknya?


Tentu saja, hanya ada satu hal yang bisa kulakukan.


Aku hanya perlu mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya tanpa menyembunyikan apapun.


Karena kita sudah saling berbagi hati sejak bertahun-tahun yang lalu, di dunia game online.


"Rinka."


"...Kazuto-kun...?"


Rinka yang menunggu jawabanku dengan mata yang hampir berlinang air mata, dan aku menjawab dengan penuh keyakinan.


"Aku akan menerima Rinka apapun keadaannya."


"...Benarkah?"


"Ya. Karena aku... benar-benar jatuh cinta pada dirimu, Mizuki Rinka, sebagai sosok yang utuh."


"──────"


Rinka terkejut dan menganga, lalu menahan napas.


Aku pun mulai berbicara perlahan, dengan penuh perasaan.


"Walaupun Rinka bukan seorang idola, aku tetap akan jatuh cinta padamu. Maaf kalo kata-kataku kasar, tapi kalk Rinka bahkan terlihat sangat buruk sekalipun, perasaanku tidak akan pernah berubah."


"...Kazuto-kun..."


"Ya, kalo kau seorang pria, mungkin aku sudah menamparmu sekali. Haha."


Aku mencoba untuk membuat suasana sedikit lebih ringan dengan bercanda.


Tapi, Rinka yang pipinya memerah hanya menutup mulutnya dengan kedua tangannya. 


Dengan mata yang hampir meneteskan air mata, dia menatapku.


Aku dan Rinka telah memilih satu dunia (【Black Plain】) dari sekian banyak dunia (game online), dan akhirnya kami saling terhubung.


Meskipun terdengar klise, mungkin inilah yang bisa disebut sebagai sebuah keajaiban.


"Aku rasa, selama aku bersama Rinka... apapun yang terjadi, aku bisa menikmatinya. Bahkan, aku ingin selalu bersama Rinka. Inilah 'perasaan murniku'."


"...Ah."


"Aku suka padamu, Rinka."


Aku mengatakannya dengan jelas.


Hal yang selama ini tidak bisa kukatakan, akhirnya aku ungkapkan.


Tidak perlu keberanian atau sesuatu yang spesial.


Aku hanya mengucapkan hal yang memang sudah seharusnya kuungkapkan.

Itu hanya hal kecil saja.


"Kazuto-kun...apa kau benar-benar baik-baik saja dengan aku yang seperti ini?"


"Aku hanya ingin kau, Rinka. Apa pun itu, bahkan kalo itu tentang pencurian foto atau boneka, aku akan menerimanya dengan tertawa. Kalo aku sadar, mungkin aku akan memberikan komentar, tapi itu tidak akan membuatku membencimu."


"...Kou..."


"Mungkin, mencintai seseorang itu berarti menerima semua tentang dirinya. Bukan berharap terlalu banyak atau memaksakan idealisme."


Kalo aku mengetahui rahasia Rinka dan akhirnya membencinya, itu berarti aku tidak mencintainya, tapi hanya menyukai Rinka yang diberi label sebagai idola keren.


Dan itu adalah hal yang sudah berkali-kali diungkapkan oleh Rinka.


Di dunia game online, kita bisa melepaskan label dan ekspektasi yang diberikan kepada kita. 


Oleh karena itu, dalam game online, kita bisa berhadapan dengan hati yang murni.


"Maaf, aku terlambat mengatakannya. Tapi aku sudah mencintaimu, Rinka, sejak bertahun-tahun yang lalu."


".........."


"Setelah aku mengetahui siapa kau sebenarnya, perasaanku tidak berubah. Statusmu sebagai idola dan penampilanmu yang cantik tidak ada hubungannya. Aku mencintaimu, Mizuki Rinka. Di dunia nyata, aku ingin kau menjadi pacarku dengan tujuan menikah."


Aku mengatakannya. Aku mengatakan semuanya.


Akhirnya, Rinka meneteskan air mata, berjongkok sambil menutup mulutnya.


"...Apa, apa kau benar-benar baik-baik saja? Aku pasti akan terus... menyusahkanmu..."


"Ya, teruslah menyusahkanku. Aku juga tidak akan kalah."


Aku duduk di samping Rinka dan dengan lembut mengelus kepalanya.


"Ka...Kazuto-kun..."


"Rinka..."


Kami saling menatap, jarak kami sangat dekat.


Tatapan kami saling bertaut, dan semua perhatian kami terpusat hanya pada satu sosok yang sangat kami sayangi di depan kami.


"..." "..."


Tidak ada isyarat apapun yang diperlukan.


Saat aku meletakkan tanganku di pipi Rinka, dia perlahan menutup matanya dan mengangkat dagunya sedikit.


Apa yang akan kami lakukan selanjutnya sudah jelas.


Aku mendekatkan bibirku ke bibirnya yang segar dan lembut dengan perlahan.


Akhirnya, bibir kami bersentuhan—


"Selamat datang! ...Eh, sepatu Kazuto-onii-chan? Ah, jangan-jangan kalian sedang bermain!? Wah!"


..........


"Tadi kan kau bilang kalo seharusnya keluargamu baru pulang nanti malam?"


Aku menatap Rinka setengah terpejam, bertanya-tanya. Apa maksudnya ini?


"Seharusnya begitu, tapi... ternyata anak-anak memang suka berubah-ubah."


"Ya sudah, mau bagaimana lagi, ini memang seperti itu. Tapi, ini cukup menguntungkan."


"Untung? Maksudmu apa?"


Rinka menatap wajahku, heran sambil menolehkan kepalanya.


"Kita bisa memberitahu keluargamu, kan? Kalo kita sekarang resmi berpacaran."


"Kazuto-kun...!"


Rinka menatapku dengan mata berbinar, terharu. Dia sangat cantik.


"Kalo begitu, kita bisa segera mengurus akta pernikahan—"


"Itu terlalu cepat. Aku masih 17 tahun. Pernikahan tidak bisa dilakukan sampai aku berusia 18 tahun."


"Jadi, kalo tahun depan, berarti oke, kan?"


"Benar, tahun depan mungkin oke... tapi tentu saja tidak seperti itu, kan? Itu akan jadi skandal dan hidup kita akan hancur."


"Tidak masalah. Tidak ada yang mustahil untuk cinta yang pasti menjadi suami istri."


"Haah... Tapi kita kan belum resmi menjadi suami istri..."


Rinka memang tidak tergoyahkan.


Mungkin dia akan terus bertindak seolah-olah dia sudah menjadi istriku.


Meskipun kami sudah menjadi pacar, kehidupan sehari-hariku sepertinya tidak akan bisa kembali tenang dalam waktu dekat.


Ah, sungguh... bagaimana ya, ke depannya?


Melihat Rinka yang tersenyum bahagia, aku hanya bisa tersenyum pahit───.



Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال