> CHAPTER 7

CHAPTER 7

 Kamu saat ini sedang membaca  Kanojo ni uwaki sa rete ita ore ga, shōakumana kōhai ni natsuka rete imasu  volume 3,  Chapter 7. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw


MANTAN PACAR



"Yaho."


Reina tersenyum dengan ekspresi tenang, seolah-olah sedang mengenang masa-masa ketika kami masih bersama.


Aku berhenti berjalan dan menatap Reina dengan tajam.


"...Apa yang kau lakukan di sini?"


Menanggapi pertanyaanku, Reina menjawab tanpa mengubah ekspresinya.


"Aku datang untuk menemuimu."


"Dari caramu bicara, itu sudah jelas."


Bukan itu yang ingin kutanyakan. 


Aku ingin tahu apa yang mau dia bicarakan.


Tapi, jawabannya juga sudah cukup jelas.


"Karena kau tidak pernah membalas pesanku, Yuta-kun."


Tapi siapa yang tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan seperti ini?


Aku menahan keinginan untuk mengatakannya dan menghela napas panjang.


──Apa ini ulah Natsuki lagi?


Kemungkinan besar, seseorang—mungkin Natsuki—memberitahunya tentang jam kepulanganku, lalu membuat Reina menunggu di dekat rumahku.


"Bukan begitu."


"Eh?"


Ketika aku mendongak, Reina tersenyum tipis dan berkata.


"Aku hanya menunggu di sini sejak tadi. Natsuki tidak memberitahuku apa-apa."


Nada bicaranya seolah bisa membaca pikiranku. 


Aku ingin membantah, tapi kuurungkan.


Di sebelahku sekarang ada Shinohara. 


Dia mungkin belum menyadari kalo Reina adalah mantan pacarku.


Sebelum hal ini menjadi rumit, aku harus menjaga jarak dengan Reina. 


Lagipula, kalo ada orang asing di sini, Reina juga pasti merasa kesulitan untuk bicara denganku.


Saat aku hendak berbicara kepada Shinohara, dia justru lebih dulu membuka mulut.


"Reina-san?"


Aku terkejut mendengar Shinohara memanggil namanya.


"Kenapa kau tahu siapa Reina?"


Reina juga awalnya tampak bingung, dan memiringkan kepalanya. 


Tapi, tak lama kemudian matanya membelalak.


"Ah, yang waktu itu."


Reina bergumam pelan, lalu menundukkan pandangannya.


"Seharusnya waktu itu kita bertukar kontak. Sayang sekali."


"Reina-san ini──"


"Aku ada hal yang harus kubicarakan dengan Yuta-kun berdua saja. Bisakah kamu pergi sebentar? Hmm, namamu siapa ya──"


"....Mayu. Sudah lebih dari sebulan, jadi wajar kalo kau lupa."


Shinohara menunjukkan ekspresi sedikit kesal dan wajahnya menjadi muram.


"Aku sudah bisa menebaknya, tapi sebelum pergi, bolehkah aku bertanya satu hal saja?"


"Boleh. Apa itu?"


"Reina-san itu, siapa untuk Senpai?"


Tanpa ragu, Reina langsung menjawab pertanyaan Shinohara.


"Aku mantan pacarnya. Dari sikapmu, sepertinya kau sudah dengar ceritanya dari Yuta-kun."


"Aku baru dengar belakangan ini. Tapi, aku baru merasa tidak bisa memaafkan sekarang."


Mendengar kata-kata Shinohara, Reina mengangguk kecil.


"Begitu ya... Kau Kouhai yang baik. Kalo begitu, apa kau bisa meninggalkan kami berdua?"


Nada bicaranya tegas, seolah menunjukkan kalo dia telah menjawab pertanyaan itu.


Mungkin karena terintimidasi oleh sikap Reina yang aneh, Shinohara membungkukkan tubuhnya sedikit dan pergi menjauh dari kami.


Di arah yang dituju Shinohara ada sebuah supermarket, tapi sepertinya dia akan langsung pulang.


Setelah melihat punggung Shinohara menjauh, Reina akhirnya berbicara.


"Yuta-kun, kau sekarang berteman dengan gadis semanis itu, ya."


"Ya, banyak hal yang terjadi."


Alasan aku bisa dekat dengan adik kelas itu rasanya sulit untuk kuceritakan pada mantan pacarku. 


Kalo dia tahu tentang situasi di mana Shinohara sering datang ke rumahku, itu hanya akan menimbulkan kerugian bagiku tanpa ada keuntungan sama sekali.


Entah Reina tahu apa yang kupikirkan atau tidak, dia menyipitkan matanya sedikit.


"Yah, aku tidak punya hak untuk mengomentari itu, kan?"


"Benar."


Shinohara sama sekali tidak ada hubungannya dengan ini.


Reina pasti datang untuk membicarakan soal perselingkuhan.


"Bagaimana kalo kita pindah tempat? Di luar begini, sulit untuk berbicara."


"Pindah ke mana?"


"Ke gedung di dekat sini."


Bagi orang lain, ucapannya mungkin terdengar samar, tapi aku paham dengan jelas apa yang dia maksud.


Gedung yang dia maksud adalah bangunan tua yang berisi toko bunga, kafe, dan tempat karaoke. 


Saat masih berpacaran, kami pernah beberapa kali pergi ke tempat karaoke di sana.


"Baiklah."


Aku tidak punya alasan untuk menolak. 


Akan lebih merepotkan kalo aku menolak dan dia malah memintaku untuk masuk ke rumahku.


Aku mengikuti Reina dengan patuh dan masuk ke gedung itu.


Begitu memasuki lobi, lift segera tiba, dan kami masuk berdua.


Ketika pintu lift tertutup dan ruang itu menjadi sempit serta tertutup, Reina tidak mengucapkan sepatah kata pun.


"Hei, bukankah kita tidak perlu masuk ke toko atau tempat apa pun?"


Akhirnya aku bertanya, dan Reina menjawab setelah beberapa saat.


"Yuta-kun, apa kau tidak keberatan kalo ada yang melihat kita sedang bersama?"


"Itu..."


"Aku tidak mau ada yang mengganggu lagi, kali ini."


Yang dimaksud Reina pasti adalah kejadian saat pesta Valentine, ketika Ayaka tiba-tiba ikut campur di tengah pembicaraan kami.


Dan untuk kali ini, aku setuju dengannya.


Aku menghargai kepedulian Ayaka terhadapku. 


Tapi, ini adalah masalah yang harus kuselesaikan sendiri suatu saat nanti.


Aku ingin memikirkan ini sendiri.


Ketika aku melihat tombol lift yang menyala, tertulis 'B1' di sana.


──Tempat parkir? Bukankah itu justru tempat yang sering didatangi orang?


Baru saja aku hendak mengutarakan hal itu, bunyi lift yang menandakan telah sampai terdengar.


Tanpa pilihan lain, aku mengikuti Reina keluar. 


Begitu tiba di lobi yang terhubung ke tempat parkir, ternyata tidak ada siapa pun di sana.


Saat aku merasa heran, Reina mulai berbicara.


"Tempat parkir ini hanya bisa digunakan oleh orang-orang yang memakai gedung ini, kan? Jadi, jarang ada orang yang datang."


"...Masuk akal."


Aku melihat sekeliling, tempat kami berada menyerupai ruang tunggu yang cukup luas. 


Kalo pintu dibuka, akan langsung menuju tempat parkir.


"Kita bicara di sini saja."


Reina berkata begitu dan duduk di bangku.


Di ruang ini, hanya ada 2 bangku dan sebuah mesin penjual otomatis yang terlihat bersih.


Aku berjalan ke mesin itu, membeli kopi susu, lalu duduk di sebelah Reina.


"Kau masih suka kopi susu, ya?"


"Ya, kalo dalam seminggu aku tidak minum setidaknya 3 kali, rasanya ada yang kurang."


Reina tersenyum tipis.


"Kau tidak berubah. Dulu juga kau mengatakan hal yang sama."


'Dulu' yang dimaksud Reina itu hampir pasti adalah saat kami masih berpacaran.


Aku tidak datang ke sini untuk mengobrol santai. 


Tapi kalo kupikir-pikir, mungkin ini kesempatan terakhirku untuk berbicara tenang dengan Reina. 


Maka, aku tidak ingin menyia-nyiakannya.


"Bagaimana kabarmu akhir-akhir ini, Yuta-kun? Bagaimana soal mata kuliah?"


"Lumayan. Entah aku bisa lulus dalam 3 tahun atau tidak, itu masih belum pasti."


"Syukurlah. Pasti sulit menyeimbangkan antara melamar kerja dan kuliah. Lebih cepat selesai pasti lebih baik."


"Benar. Di kampusmu, butuh berapa SKS untuk lulus?"


"130 SKS. Oh, Yuta-kun."


"Apa?"


"Panggil aku dengan namaku."


Aku terdiam sejenak sebelum memalingkan wajah. 


Reina menghela napas singkat melihat reaksiku.


Rasanya itu menjadi tanda kalo pembicaraan utama akan dimulai, sehingga aku kembali menatap Reina.


"Maaf. Aku tidak bisa menahan diri dan akhirnya datang ke sini."  


Mendengar permintaan maafnya, aku menggelengkan kepala perlahan.


"Itu bukan salahmu. Ini salahku karena aku tidak membalas pesanmu."


Sebenarnya, aku sudah memutuskan untuk membalas pesannya hari ini. 


Tapi, sekarang hal itu sudah tidak relevan lagi.


Karena Reina telah berada di hadapanku, wajar saja kalo dia menganggap aku telah mengabaikannya.


"Tidak apa-apa. Aku sudah senang bisa bertemu denganmu."


"...Begitu, ya. Terima kasih."


Waktu yang kuhabiskan bersama Reina terasa jauh lebih tenang daripada yang kubayangkan sebelumnya.


Sejak kami berpisah, ini adalah pertama kalinya kami berada di tempat yang sepi dan hanya berdua seperti ini. 


Awalnya, aku mengira suasananya akan penuh dengan ketegangan.


Tapi, saat melihat Reina di hadapanku, perasaan itu tidak muncul sama sekali. 


Hal ini pun membuatku cukup terkejut.


Mengenai pembicaraan utama, yaitu klarifikasi tentang perselingkuhan.


Tadi aku pikir Reina akan langsung masuk ke topik itu, tapi dia justru terus membahas hal-hal ringan. 


Aku pun menanggapinya secara biasa, seolah tidak ada masalah di antara kami.


Sudah beberapa bulan berlalu sejak aku dan Reina berpisah.


Ketika kami berbicara berdua seperti ini, meskipun hanya sedikit, ada perasaan seperti kembali ke masa ketika kami masih berpacaran.

Satu tahun sebagai mahasiswa adalah waktu yang terasa sangat panjang.

"Hei. Aku tidak berselingkuh." 

"....Aku mengerti. Jadi, kau ke sini untuk menjelaskan itu."

Waktu yang terasa tenang dan damai kini telah berakhir.

Itu sudah cukup.

Baik aku maupun Reina, mungkin ekspresi kami kini telah berubah dari sebelumnya.

"Ketika kita masih berpacaran, sebenarnya ada masa ketika aku sempat mencalonkan diri untuk kontes kecantikan di kampus." 


Mendengar hal itu untuk pertama kalinya, aku tanpa sadar mengerutkan dahi.

"Kontes kecantikan? Aku belum pernah mendengar hal itu sebelumnya."

"Aku segera membatalkan pencalonanku. Tidak ada teman kita yang terlibat dalam acara itu, jadi tidak ada yang memberi tahumu."

Sebagian besar kontes kecantikan biasanya melibatkan promosi aktif di media sosial untuk mengumpulkan suara sejak pencalonan. 

Fakta kalo aku tidak mengetahuinya berarti Reina menarik diri sebelum kampanye itu dimulai.

"Selain itu, aku mencalonkan diri tepat sebelum kita putus. Jadi, wajar kalo Yuta-kun tidak tahu tentang ini."

"....Dan bagaimana ini membuktikan kalo kau tidak berselingkuh?" 

Reina tersenyum tipis, hampir seperti sebuah tawa pahit.

"Yuta-kun, kau melihatnya, kan? Aku sedang menggenggam tangan dengan seorang pria."


Gambar itu kembali muncul dalam benakku.


Hari sebelum hari peringatan kami, aku dan dia sedang menggenggam tangan.


"Benar. Aku melihatnya dengan jelas."


Memikirkan kejadian itu masih membuat dadaku terasa sakit hingga kini.


Semakin aku berusaha melupakan, semakin dalam kenangan itu tertanam dalam pikiranku, bahkan kadang muncul dalam mimpi.


Mungkin aku tidak mengingatnya, tetapi bisa jadi sampai sekarang pun, kenangan itu masih muncul dalam mimpiku.


Penjelasan Reina seolah mampu menghapus gambaran tersebut.


Aku datang ke gedung ini dengan harapan seperti itu.


Tapi...


"Maafkan aku? Tidak ada salah paham tentang apa yang kau lihat itu."


"Hah?"


"Pria yang kugenggam tangannya itu bukan sepupuku, bukan kerabat jauhku juga. Itu adalah salah satu panitia dari kontes kecantikan. Tapi itu bukan berarti aku berada dalam posisi terpojok."


Di dalam pikiranku, perasaan terkejut dan kebingungan bercampur.


Dengan hati yang mulai dingin, aku merasa kecewa.


"Aku pasti menggenggam tangannya dengan kemauanku sendiri. Tapi menurutku itu bukanlah perselingkuhan. Karena..."


"Karena hanya menggenggam tangan saja tidak bisa dianggap selingkuh, kan?"


Aku sudah menduga kalo penjelasan seperti ini yang akan aku dengar.


Keputusan ku untuk menganggap menggenggam tangan sebagai perselingkuhan adalah karena itu memunculkan imajinasi tentang apa yang mungkin terjadi selanjutnya.


Tapi, tidak ada bukti yang bisa membuktikan apakah tindakan selanjutnya benar-benar terjadi atau tidak. 


Yang ada hanya imajinasi masing-masing pihak.


Itulah sebabnya aku memutuskan untuk berpisah dengan Reina, karena berdebat tentang kebenaran atau tidaknya sebuah fakta akan sia-sia.


Tapi, secara jujur, aku tetap memiliki harapan.


Aku berharap alasan yang diberikan Reina adalah alasan yang konyol, seperti "Aku hanya berpegangan tangan dengan sepupu ku karena iseng." Aku juga tidak ingin diselingkuhi.


Kalo ada kemungkinan kalo itu hanya kesalahpahaman, aku ingin sekali percaya padanya. 


Betapa leganya kalo aku bisa mengakhiri hubungan kami yang satu tahun ini tanpa harus menyebutkan perselingkuhan.


Tapi, Reina sendiri yang menegaskan kalo itu bukanlah kesalahpahaman.


Bagi ku, itu sudah cukup.


"Baiklah. Aku mengerti."


Aku menghabiskan cafe au lait ku dan membuang gelasnya ke tempat sampah.


Tempat sampah itu sudah penuh dengan kaleng, tapi aku memaksakan diri untuk memasukkannya.


"Tunggu, Yuta-kun!"


Melihat ku menekan tombol lift, Reina langsung berdiri dan menghampiri.


"Kau sudah berulang kali bilang kalo kau tidak berselingkuh. Tapi itu kan hanya menurutmu, kan?"


Langkah Reina terhenti saat dia mencoba mengejar ku.


"Aku sebenarnya sudah tidak tertarik lagi dengan siapa Reina bersama waktu itu atau apa yang dia lakukan setelahnya. Semua itu sudah aku pikirkan berkali-kali setelah kita berpisah, dan akhirnya aku bisa melupakan semuanya."


Reina menundukkan kepalanya mendengar kata-kataku. 


Itu justru membuatku semakin merasa kecewa.


"Tadi, kau bilang kalo kau memang berpegangan tangan dengan orang lain. Tapi, yang jadi masalah adalah bagaimana aku memandang kenyataan itu, bukan?"


──Untuk hal seperti ini, kenapa setelah berpisah kau masih berusaha menghubungiku berkali-kali?


Setiap orang punya pandangan yang berbeda tentang kapan sesuatu dianggap sebagai perselingkuhan.


Ada yang baru menganggapnya perselingkuhan ketika hubungan itu sudah sampai ke ranah fisik, ada juga yang menganggapnya perselingkuhan hanya karena makan bersama dengan orang lain.


Batasan-batasan itu, yang menentukan bukan orang lain, melainkan diri kita sendiri.


Aku melihat pemandangan Reina menggenggam tangan dengan pria lain.


Menurut Reina, tidak ada kesalahpahaman dalam pandangannya tentang itu. 


Dan aku menilai itu sebagai perselingkuhan.


Kalo begitu, bukankah itu sudah cukup sebagai alasan?


"....Tolong katakan sesuatu."


Aku mendorong Reina untuk berbicara, melihatnya yang sedang tenggelam dalam pikirannya.


Lift pun akhirnya sampai di lantai bawah dan pintunya terbuka.


".....Iya, kau benar. Ternyata aku terlalu fokus pada diriku sendiri. Maafkan aku, Yuta-kun."


Dengan sikap Reina yang tiba-tiba berubah-ubah, aku sedikit kebingungan, tapi aku tetap memberikan tanggapan.


"Kalo ada keadaan khusus, itu akan berbeda. Karena ada kemungkinan seperti itu, aku datang ke sini. Tapi sepertinya tidak ada... Reina yang mengatakan itu."


"Kalo ada keadaan khusus, bukankah sikap Yuta-kun tidak akan berubah juga?"


Reina bertanya padaku dan mengangguk seolah sudah menemukan jawabannya sendiri.


"Ya, sepertinya sikapku tidak akan berubah. Karena jawabannya sudah ada dalam diri Yuta-kun. Mungkin perasaanmu bisa berubah, tapi hubungan kita tidak akan berubah meskipun aku memberikan penjelasan. Itu sudah sangat jelas bagiku."


──Hubungan berubah?


Aku merasa sedikit aneh dengan cara Reina mengungkapkan kata-katanya.


Aku sempat berpikir kalo Reina ingin mengklarifikasi sesuatu tentang perselingkuhan karena dia ingin berbicara berdua.


Tapi, apakah Reina berusaha mengubah hubungan kami melalui pertemuan ini?


Apa dia berusaha memulai kembali hubungan yang sudah berakhir, dalam bentuk apapun?


"Jadi, maksudmu aku harus memulai dari nol, ya?"


"Apa maksudmu──"


"Ya. Hanya dengan mengetahui itu, rasanya hari ini ada sedikit hasil yang didapat."


Pintu mulai perlahan tertutup.


Dengan kata-kata terakhir itu, sosok Reina berubah menjadi pintu yang berwarna netral dan tak bernyawa.


Dari luar pintu yang sudah tertutup, hanya terdengar suara lift yang naik.


Di ruang yang terisolasi itu, aku mengingat ekspresi terakhir Reina.


Itu lebih seperti... melihat seorang mantan kekasih daripada apa yang aku bayangkan.


◇◆ Sisi Shinohara ◇◆


Yang keluar lebih dulu dari gedung yang penuh dengan toko-toko itu adalah Senpai.


Karena aku mengintip dari balik sudut, aku tidak bisa melihat ekspresi Senpai dengan jelas, tapi sepertinya dia terlihat agak bingung.


Apa yang kalian bicarakan, Reina-san?


Melihat kepribadian Senpai, aku kira dia akan mengatakan sesuatu yang tegas kepada Reina-san, tapi sepertinya tidak terjadi seperti itu.


──Reina-san.


Aku terkejut sendiri karena masih mengingat nama Reina-san, meskipun kami hanya bertemu sekali. 


Dan yang lebih mengejutkan lagi, Reina-san adalah mantan pacar Senpai yang pernah berselingkuh, seperti yang Senpai ceritakan sebelumnya.


Meskipun aku merasa sedikit kesal karena dia tidak mengingat namaku, aku harus menekan perasaan kecil seperti itu untuk saat ini.


Aku mengikuti mereka berdua karena ingin berbicara dengan Reina-san.


Beberapa menit kemudian, Reina-san keluar. 


Karena sosok senior sudah tidak terlihat, sepertinya dia sudah kembali ke rumahnya sekarang.


Kalo aku sempat, aou harus pergi membuat Caesar salad sebelum waktu tutup supermarket.


Setelah berpikir santai tentang hal itu, aku segera kembali fokus.


Aku sama sekali tidak tahu tentang kepribadian Reina-san.

 

Yang aku tahu hanyalah, dia adalah wanita yang cukup berani untuk menemui pria yang berselingkuh dengannya.


Saat pertama kali bertemu, aku rasa dia menyapaku bukan karena dia ramah, tapi hanya karena dia memang tipe orang yang berani. 


Itu membuat ku merasa sangat tidak nyaman mengingat kejadian di restoran ramen.


Dengan menekan perasaan kesal, aki bergerak untuk mendekati Reina-san.


"Selamat malam!"


Tentu saja kedatangan ku mengejutkannya, dan Reina-san langsung mengeluarkan teriakan kecil, "Kyaa!"


"Ma-Mayu-chan. Jangan buat aku terkejut!"


"Ada yang ingin aku tanyakan!"


Aku mengabaikan protes Reina-san dan langsung melontarkan perkataanya.


Aku menunggu hingga senior pergi karena aku ingin mendengar jawabannya, meskipun aku tahu aku harus sedikit memaksa.


"Kenapa Reina-san berselingkuh?"


Itu adalah pertanyaan yang sudah lama aku ingin tanyakan sejak mendengar cerita dari Senpai.


Dulu aku juga pernah diselingkuhi oleh Yudo-Senpai, tapi alasannya jelas, karena dia memang seorang playboy. 


Dan aku tidak pernah merespon ajakan-ajakan dia. 


Aki mengerti kalo bagi seorang pria yang suka bermain-main, situasi di mana aki menolak untuk berhubungan fisik selama beberapa bulan pasti sangat membuatnya frustrasi.


Meskipun aku marah karena diselingkuhi, aki rasa itu memang tidak bisa dihindari.


Tapi, aku yakin alasan kenapa Reina-san berselingkuh bukanlah karena alasan yang sama. 


Kalo Reina-san tipe yang sama seperti Yudo-Senpai, maka Senpai pasti tidak akan menjalin hubungan dengannya.


Karena itu, aku ingin tahu. 


Apa yang menjadi penyebab perselingkuhan itu?


Apa yang ada di dalam pikiran Reina-san saat memutuskan untuk berselingkuh?


Reina-san sedikit berpikir sebelum membuka mulut.


"Eh, Mayu-chan, menurut mu, apa yang dianggap sebagai perselingkuhan?"


"Sepertinya itu dimulai dari saat kau mulai berpikir tentang itu." 


Mendengar jawaban ku, Reina-san terlihat terkejut. 


Sepertinya jawaban ku bukanlah yang dia harapkan, dan dia tersenyum canggung.


"Ah, jadi kalo begitu, berarti aku yang berselingkuh dan Yuta-kun tidak, kan?"


Ada banyak cara untuk menafsirkan jawaban itu, tapi aku mengabaikannya dan kembali mengajukan pertanyaan.


"Menurut ku, perselingkuhan itu sangat rendah, bagaimana menurut Reina-san?"


"Aku juga berpikir itu sangat rendah. Tapi, aku rasa ada perselingkuhan yang bisa dimaklumi." 


"...Kau benar-benar mengatakan hal yang sama seperti mantan pacarku. Aku sedikit kecewa. Ternyata orang yang berselingkuh itu pada akhirnya sama saja."


Yudo-Senpai juga mengatakan hal yang sama menjelang perpisahan kami. 


Pada akhirnya, meskipun aku tidak mendengarkan kata-katanya, aku yakin Senpai lebih banyak mendengarkan penjelasan Reina-san.


Itulah yang membuat ku bingung. 


Tapi, meskipun aku merasa kesal, Reina-san tetap mempertahankan sikap yang terlihat sama seperti biasanya.


"Apa kau suka Yuta-kun?" 


"Hah?"  


"Aku pikir Mayu-chan juga suka dengan Yuta-kun, kan?"


Itu adalah pertanyaan yang sama sekali tidak relevan.


Aku ingin mengabaikannya, tapi entah kenapa, mulut ku tidak bisa berkata apa-apa.


Reina-san sepertinya membaca ekspresi saya, dan senyuman tipis muncul di bibirnya.


"Jadi, kau suka padanya?"


"...Aku tidak tahu apa itu perasaan cinta atau bukan. Tapi, bukankah menyakitkan kalo kita bersama dengan seseorang yang tidak kita sukai?"


Bahkan dengan teman, kita bersama karena kita suka mereka. 


Itu sama saja.


Aku menyadari kalo perasaan ku terhadap Senpai tidak sama dengan perasaan ku terhadap teman, tapi aku juga tidak tahu apakah perasaan ini bisa disebut cinta.


Karena aku tidak tahu, aku merasa waktu yang aku habiskan bersama Senpai itu menyenangkan.


Reina-san perlahan mengangguk.


"Benar, seperti yang kau katakan."


"...Boleh aku kembali ke pertanyaan tadi? Kenapa Reina-san berselingkuh?"


Setelah pertanyaan ku, Reina-san menempelkan jarinya di pelipisnya dan berpikir sejenak.


Dia terlihat berpikir selama beberapa detik, kemudian akhirnya mulai berbicara.


"Ini agak panjang, tapi apa kau mau mendengarnya?"


"...Aku akan mendengarkan. Lagipula, aku yang bertanya."


Setelah jawaban ku, Reina-san terlihat senang dan berkata,


"Begitu ya. Mayu-chan itu orang yang baik."


...Seolah-olah dia membandingkan ku dengan seseorang.


Kalo memang ada perbandingan, dengan siapa? Apa orang yang aku kenal?


Saat aku berpikir tentang itu, Reina-san mulai bercerita.


Awal kalimatnya, "Kalo aku berselingkuh", cukup membuat ku merasa penasaran.





Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال