Kamu saat ini sedang membaca Unmei no hito wa, yome no imōtodeshita. volume 1 chapter 8. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
SINGA YANG BERBURU KELINCI DENGAN BERBAGAI ALASAN
"Aaaah... uuuuh... aaaah..."
Aku—Chiko Towa—hampir mati sambil meleleh di lantai kayu.
"Kau benar-benar bodoh, ya~."
Yang bergumam itu adalah seorang gadis berkulit sawo matang dengan rambut cokelat sebahu yang bergoyang.
Roknya super pendek dan jaket yang longgar. Aksesoris mencolok───dengan kata lain, gaya gal. Menurutnya, "Fashion tahun 90-an adalah tren kami."
"Pacarmu? Kau cemburu karena dia bersama adikmu di hotel? Kau sengaja memperdengarkan suara aslimu, membuatnya salah paham, dan membuatnya cemburu. Tapi sekarang kau malah merasa bersalah dan depresi?"
"Jangan katakan semuanya... Mii..."
Namanya adalah Kareki Mii. —Nama aslinya adalah Kareki Munenao. Secara fisik dia laki-laki, tapi identitas gendernya adalah perempuan.
Bukan gay, tapi transgender.
Dia bangga sering digoda karena wajahnya yang seperti model. Dia tidak tertarik pada perempuan. Orang yang dia sukai adalah pria berotot ramping.
"Siapa yang melukai pacarmu?"
"Aku..."
"Lalu adikmu yang merawatnya───membantunya bekerja───dan karena badai ini, ya, wajar saja."
"Tapi, hotel itu terlalu berlebihan, kan!?"
Mii tertawa senang karena ini bukan urusannya.
"Kalo pacarku melakukan itu padaku, aku mungkin akan membunuhnya."
"Benar, kan!?"
Tidak. Biasanya, aku tidak akan marah sampai segitunya. Lagipula, lawannya adalah adikku.
(Tapi, karena mimpi aneh yang kulihat tadi malam.)
Mimpi kalo Shiishi adalah orang yang ditakdirkan untuk Daigo-kun, dan aku hanya pemeran pendukung.
Karena mimpi itu, saat aku tahu mereka berdua bersama, aku merasa panik yang tak tertahankan.
"Tapi, jangan menggunakan temanmu untuk berpura-pura tinggal di rumah pria."
Dia biasanya memiliki suara tinggi dan imut seperti gadis. Sepertinya dia berlatih keras.
Tapi saat baru bangun tidur, suara aslinya masih keluar. Suaranya cukup berat, dan ini cukup mengejutkan.
"Lembab☆basah."
"Ueeen~ Benar! Aku ini wanita jelek yang kotor karena cemburu!"
Ketika aku menangis, Mii tertawa terbahak-bahak dengan riang.
Saat aku sedang sedih seperti ini, senyuman cerah Mii sedikit menyelamatkanku. Dia bisa dibilang satu-satunya teman dekatku.
Aku memang agak sulit dengan kegiatan kelompok atau aktivitas sosial, jadi di sekolah aku biasanya menyendiri. Dia, yang secara terbuka menyatakan dirinya sebagai transgender di sekolah perempuan, juga pasti merasa terasing di tengah kerumunan remaja. Kami cocok karena sama-sama merasa seperti orang yang tidak punya tempat.
"Jadi~, Towa-chan, apa kau udah 'chu' dengan dia?"
[TL\n: maksudnya ciuman.]
".......Sudah."
"Belum, ya."
Kebohonganku langsung ketahuan.
"Towa-chan kenapa sih kau selalu sok kuat, penakut, dan canggung begitu?"
Sejak kecil aku selalu ingin terlihat keren. Bahkan saat guru bertanya, "Apa kau tidak perlu ke toilet?" saat perjalanan sekolah, aku akan menolak mati-matian.
"Pacarmu juga pasti belum pernah bilang 'aku mencintaimu', kan?"
"Guh..."
Sebelum sempat bilang 'cinta', kami sudah menikah. Oh ya, pernikahan kami adalah rahasia. Pasti aku akan dimarahi kalo itu ketahuan.
"Ta-tapi kalo dia bilang 'cinta', itu artinya aku benar-benar dicintai, kan!? Hanya mendengar suaranya saja sudah membuat jantungku berdebar, dan aku selalu ingin dipeluk erat-erat, itu artinya aku memcintainya, kan!?"
"Tidak papap."
"Ka-kalo dia tahu, dia akan berpikir, 'Wanita ini benar-benar manja, ya. Benar-benar lemah.' Dia akan meremehkanku!? Dia akan berpikir, 'Mulai sekarang aku akan meremehkannya!'"
"Dia tidak akan berpikir begitu."
Kalo Daigo-kun melihatku dengan tatapan seperti, 'Towa benar-benar mencintaiku', aku akan meleleh karena malu.
Itu artinya aku 'kalah', kan?
Kekalahan dalam cinta.
Katanya, yang jatuh cinta duluan adalah yang kalah.
"Aku ingin Daigo-kun yang benar-benar tergila-gila padaku, dan melihatnya, lalu berpikir, 'Huh, aku ini pria yang mudah sekali.'"
"Towa-chan? Itu tidak mungkin. Soalnya kau kan do-M."
"Hah!? Aku do-S! Aku suka memukul dengan cambuk! Menghukum orang-orang bodoh!"
Mii mengangkat bahunya dengan berlebihan.
"Kalo begitu, apa kau bisa bayangkan dirimu memukulnya?"
"Tidak bisa, sih."
"Jadi, bisakah kau membayangkan dirimu sedang dipukul di bagian belakang?"
".................................."
"Itulah maksudku."
Sama sekali tidak seperti itu. Aku adalah wanita yang kuat. Aku tidak akan merasa senang kalo Daigo-kun menggodaku atau memperlakukanku seperti itu.
Aku tidak membayangkannya hingga tubuhku gelisah. Aku juga tidak berpikir kalo gangguan secara emosional lebih cocok untukku daripada rasa sakit fisik.
"Lebih baik kalo kau bisa lebih jujur, kan?"
"Ta-tapi... inilah diriku."
"Hmm?"
"Aku selalu berusaha terlihat kuat. Bahkan ketika aku kalah telak, aku tetap berusaha menjaga wibawaku. Itu adalah diriku yang sebenarnya. Tidak peduli seberapa canggung atau tidak kerennya aku... Aku tidak bisa mengubahnya sekarang."
Mii terlihat sedikit terkejut, lalu dia segera tersenyum kecil sebelum membuka kotak berisi camilan.
"Kau benar-benar bodoh."
Tapi, dengan ekspresi yang penuh kebahagiaan, dia membagikan camilan kepadaku.
"Itulah sebabnya aku tetap menjadi temanmu."
"...Iya."
Terkadang aku berpikir, andai saja aku bisa lebih terbuka. Andai saja aku bisa manja kepada Daigo-kun, dengan terus terang mengatakan bahwa aku menyukainya, sangat menyukainya, lalu meminta ciuman darinya.
Andai saja aku bisa langsung bertanya, "Apa maksudmu pergi ke hotel dengan wanita lain?" tanpa harus menggunakan cara-cara tidak langsung dengan memanfaatkan teman-temanku untuk menunjukkan rasa tidak setuju.
(...Tapi, atas nama harga diriku, aku tidak akan pernah melakukan hal yang memalukan seperti itu.)
Tapi setidaknya, setidaknya──────
(Saat aku kembali besok, aku akan meminta maaf.)
Hal seperti itu, bahkan aku yang bodoh ini pasti bisa melakukannya.
★★★
Keesokan Harinya
Aku kembali ke 'Tamanoi Real Estate'. Di hadapan Bos yang duduk dengan elegan, menyilangkan kakinya, aku menikmati kudapan kudzu mochi buatannya sendiri. Teksturnya kenyal dan rasanya sangat lezat.
"Kemarin pasti sangat merepotkan, bukan? Apa kau baik-baik saja?"
Langit cerah membiru, seolah-olah badai kemarin hanyalah kebohongan belaka. Cuaca yang sangat menyenangkan.
"Ya, entah bagaimana aku berhasil melewatinya. Banyak hal yang terjadi."
Aku menggumamkan jawaban dengan sedikit senyum masam. Bos lalu menatapku dengan penuh rasa ingin tahu, tapi urusan pekerjaan harus didahulukan.
"Aku sudah menemukan alasan kenapa penghuni kamar 204 segera pindah."
"Secepat itu? Kau memang selalu bekerja dengan cepat."
Sebenarnya, sebagian besar misteri sudah mulai terungkap sejak aku mewawancarai para tetangga beberapa hari yang lalu.
"Aku diberi sebotol air mineral oleh salah satu warga sekitar."
"Oh?"
Aku meletakkan botol air yang kudapat dari tetangga di hadapan direktur.
"Labelnya tidak terlihat familiar."
"Aku juga berpikir begitu, jadi aku mencoba menelusurinya... dan ini hasilnya."
Aku menunjukkan layar Hp-ku. Halaman situs web itu dipenuhi dengan klaim mencurigakan seperti:
> 'Super Healthy Water—Minuman kesehatan bebas magnet dengan kandungan mineral tinggi! Diperkaya plasma dari air laut dalam, telah terbukti oleh penelitian Universitas Kota California!'
"...Apa ini bisnis skema piramida?"
"Sepertinya lebih mengarah ke sekte keagamaan dengan pola multi-level marketing."
Aku kemudian menunjukkan 'jimat' yang kutemukan di antara sampah penghuni kamar 204───sepotong kain yang dijahit menjadi jimat dengan nama dewa yang tidak pernah kudengar sebelumnya.
Saat kutelusuri lebih lanjut, aku kembali menemukan situs web yang mencurigakan.
"Singkatnya, ini adalah bentuk bisnis yang memanfaatkan para pengikutnya."
"Ah... Jadi begitu."
Bos sepertinya sudah memahami semuanya hanya dari penjelasan itu.
"Tidak ada yang mengatakan apa pun ketika aku menanyakan masalah kebisingan atau konflik dengan tetangga melalui telepon."
"Semua penghuni apartemen itu, kecuali penghuni kamar 204, adalah penganut agama yang sama."
Hal seperti ini sering terjadi. Salah satu elemen penting dalam agama baru adalah komunitas yang kuat antar pengikutnya.
Ini bisa dikatakan sebagai sistem pengawasan yang tidak memerlukan biaya.
Dengan menempatkan para penganut di tempat tinggal yang berdekatan, mereka secara alami akan saling mengawasi.
Mereka dipaksa untuk menerima keyakinan itu sebagai sesuatu yang wajar.
Ini adalah strategi yang umum digunakan.
"Penghuni yang menempati kamar 204 akan mendapatkan ajakan untuk bergabung. Kemungkinan besar, ajakan itu dilakukan dengan sangat agresif."
Hampir semua orang pindah dalam waktu satu bulan. Pasti cara mereka merekrut sangat ekstrem. Mungkin ada semacam target yang harus dipenuhi. Ketika aku bergumam, "Sepertinya kita perlu memastikan kebenarannya", Bos mengernyitkan dahi dan berkata pelan.
"....Properti berhantu masih lebih mudah ditangani dibanding ini."
Karena kebebasan beragama dijamin oleh negara, perusahaan properti dan manajemen gedung sulit untuk ikut campur.
Satu-satunya tindakan yang bisa diambil hanyalah menempelkan pengumuman bertuliskan 'Mohon tidak melakukan perekrutan', tapi seberapa efektifkah itu?
"Tapi, pekerjaan mu benar-benar cepat. Aku sangat terbantu. Sebenarnya, kau bisa melakukannya lebih santai."
"Itu tidak mungkin. Aku sudah dibayar lebih dari cukup."
Faktanya, aku sedang menabung untuk biaya pernikahan, jadi pekerjaan sampingan dari Bos ini sangat aku syukuri.
"Kemarin kau menginap di hotel, kan? Bisa aku minta tanda terimanya?"
"Ah────"
Aku sedikit bingung, setelah aku berpikir cukup lama, aku lalu akhirnya mengeluarkan tanda terima itu dari dompetku.
Bos menerimanya dan menatapnya dengan seksama.
"Hotel Queen Palace."
"........."
"Apa ada hotel mencurigakan seperti ini?"
".....Itu hotel cinta. Ada masalah?"
"Sama sekali tidak. Hanya saja, kemarin Shishino juga ada di sana, dan biayanya hanya untuk satu kamar, jadi aku penasaran."
Aku sempat mempertimbangkan berbagai alasan, tapi percuma.
Bos pasti hanya ingin mengolok-olok ku. Lebih baik aku jujur saja.
"Tidak terjadi apa-apa. Aku hanya melindungi adik iparku."
"Kai tetap saja seperti biasa, Daigo-san. Begitu nekat."
"Sudah ku bilang, tidak ada yang terjadi!"
Bos hanya tertawa santai. Memang benar, aku tidak melakukan apa pun. Tidak mungkin aku melakukan itu. Dia adalah adik iparlu, terlebih lagi dia masih kelas 3 SMP, dan yang paling penting, aku sudah punya istri.
(Meski, jujur saja, saat Shishino tiba-tiba menjatuhkan ku, aku cukup panik──)
★★★
Aku, Shishino Senko, sedang minum teh bersama Yui-chan di ruang tamu 'Tamanoi Fudousan'.
Sementara itu, Daigo-san dan sang Bos sepertinya sedang berdiskusi di ruang rapat kantor.
"Kuzumochi buatan sendiri? Apa maksudmu?"
Aku bergumam sambil menyentuh kudapan bening yang bergetar di hadapan saya.
"Akar tebal tanaman kuzu digali dengan cangkul selama 3 jam, lalu dihancurkan hingga menjadi serat selama dua jam. Setelah itu, proses pemisahan antara pati kuzu dan kotoran dilakukan berulang kali selama lebih dari setengah hari. Nah, dari pati kuzu yang dihasilkan itulah kuzumochi ini dibuat."
Kenapa harus bersusah payah sejauh itu hanya untuk membuat kuzumochi sendiri?
(Apa Bos senang menangkap, membuat, dan memakan berbagai hal?)
Saat pertama kali aku bertemu dengannya, beliau sedang memancing pari. Bahkan dia pernah membuat teh dari jangkrik.
Sambil merasa heran, aku memasukkan kuzumochi ke dalam mulutku. Teksturnya licin, dingin, dan sangat lezat!
"Yui-chan, bolehkah aku meminta pendapat mu? Aku telah mengambil keputusan."
"Oh? Keputusan apa?"
Aku meletakkan piring kecil berisi kuzumochi ke atas meja dan berbisik pelan.
"──Aku berniat merebut Daigo-san."
Yui-chan langsung membeku dan dia menatap wajah ku dengan ekspresi terkejut.
Dia begitu terguncang hingga dia tersedak bubuk kinako, lalu terbatuk-batuk.
Aku menyodorkan teh, dan setelah dia meneguknya perlahan, dia akhirnya berkata,
"....Shishino-chan, jadi kau tipe seperti itu?"
"Memang seperti itulah aku."
Mungkin tidak pantas membicarakan hal seperti ini dengan seorang anak SD, tapi Yui-chan sepertinya memiliki kedewasaan emosional dalam hal percintaan yang jauh lebih tinggi daripada aku.
Selain itu, aku juga tidak punya orang lain untuk diajak berdiskusi.
Teman ku nol.
"Jadi, Shishino-chan mencintai Daigo-chan?"
"....Cinta."
Mengucapkan kata itu masih terasa sulit.
Dibandingkan perasaan cinta, yang lebih dominan adalah naluri keibuan dan keinginan untuk melindunginya.
Aku hanya ingin membuat pemuda yang serius dan baik hati itu bahagia. Itu saja.
"Tapi kalo kau mau merebutnya, bagaimana caranya? Mau membuat fakta yang tak terbantahkan?"
Aku juga telah memikirkan hal itu. Kalo aku sampai punya anak dengannya, pasti dia yang serius itu akan mulai melihat ke arahku.
Tapi itu tidak boleh terjadi. Karena itu bukan kebahagiaan. Aku ingin membuatnya bahagia. Aku tidak ingin dia merasakan kesedihan. Sebisa mungkin.
Hidup itu rumit, jadi mungkin akan ada sedikit rasa sakit.
Tapi, melakukannya secara paksa bukanlah jalan yang benar.
"Aku sudah memikirkan berbagai skenario."
Aku mulai menulis di papan tulis.
"1. Kalo aku mengungkapkan perasaanku secara langsung dan jujur seperti seorang gadis yang anggun."
"Ya."
"A. Aku akan ditolak begitu saja. Karena dia sama sekali tidak memikirkan ku. Dia bukan tipe orang yang akan menyakiti Onee-sama. Hubungan antara aku dan dia akan menjadi canggung dan tak bisa diperbaiki. Tamat."
"....Shishino-chan, ternyata kau menyimpan sisi seperti itu."
Yui-chan menatapku dengan ekspresi sedikit terkejut.
"2. Kalo aku menunggu sampai Onee-sama dan Daigo berpisah."
"Kau ini iblis, ya?"
"A. Kerusakan sampingan terlalu besar."
"Kerusakan sampingan?"
※ Kerugian yang dianggap sebagai konsekuensi yang tak terhindarkan dalam pelaksanaan suatu rencana.
Sejujurnya, aku merasa kalo Onee-sama dan Daigo-san tidak akan berjalan dengan baik meskipun dibiarkan begitu saja. Karena Onee-sama tidak benar-benar serius. Cepat atau lambat, dia akan bosan, lalu meninggalkan Daigo-san dalam keadaan hancur. Kalo saat itu aku masih hanya sebatas 'adik ipar' aku tidak akan bisa banyak membantunya.
"Dengan begitu, strategi yang akan aku ambil adalah sebagai berikut."
Aku menulis di papan tulis, lalu menepuknya dengan tegas.
"3. Membuat Daigo-san bergantung secara emosional dan memanfaatkan kelemahannya."
"Heh...!?"
Yui-chan langsung berdiri dari kursinya.
"Seberapa agresif dirimu sebenarnya!?"
Bahkan aku sendiri sedikit terkejut mengetahui sisi diri ku yang seperti ini.
Tapi, setelah mempertimbangkan semua kemungkinan secara rasional, aku sampai pada kesimpulan kalo ini adalah satu-satunya cara.
"Langkah pertama adalah menjadi pilar emosional baginya. Aku harus selalu berada di dekatnya, membangun hubungan kepercayaan yang erat seperti keluarga. Ini adalah sesuatu yang mudah untuk ku sebagai adik iparnya."
"....Aku tidak ingin melihat heroin yang seperti ini."
"Aku juga harus membangun hubungan di mana dia bisa bergantung pada ku tanpa merasa canggung, tanpa pernah menunjukkan perasaan ku yang sebenarnya. Kalo aku menunjukkan sisi feminin ku, dia akan mulai waspada."
"U-uh... Lalu, setelah itu?"
"Secara perlahan, aku akan membuatnya sampai pada titik di mana dia tidak bisa hidup tanpa diriku."
"............"
"Setelah itu, segalanya akan menjadi lebih mudah, kan?"
Yui-chan mulai berkeringat dan napasnya tersengal-sengal.
"Adik ipar ini benar-benar berbahaya..."
"Aku hanyalah seorang gadis yang sedang jatuh cinta."
"Tidak, ini lebih mirip perburuan dari seorang pemangsa yang kejam."
Aku sendiri tidak bisa mengatakan kalo ini adalah sesuatu yang aku inginkan.
Sejujurnya, aku ingin mengalami kisah cinta layaknya dalam manga romantis───berlari di sudut jalan dengan roti di mulut, lalu bertabrakan dengannya dan jatuh cinta.
Tapi, kenyataan tidak sesederhana itu, kan?
Dalam hidup, tidak selalu ada kemewahan untuk memilih cara yang ideal demi mencapai tujuan.
Bukankah semua orang juga begitu?
"....Tapi, apa semuanya akan berjalan semudah itu?"
"Eh?"
Yui-chan menatap papan tulis dengan penuh perhatian, lalu bergumam seolah sedang berbicara kepada dirinya sendiri.
"Sebab, hati manusia adalah labirin yang penuh misteri dan ketidakpastian. Itu adalah kebalikan dari rasionalitas. Tidak ada yang bisa diprediksi, dan aku ragu strategi yang dirancang secara logis bisa mengendalikan sesuatu yang begitu kompleks."
"....Itu mungkin benar."
Aku pun tidak berpikir kalo segalanya akan berjalan dengan mudah.
Aku sadar betul kalo ini adalah jalan penuh duri.
Terlebih lagi, rencana ini mengharuskan aku untuk terus menyaksikan Daigo-san dan Onee-sama bermesraan dari dekat.
Betapa menyakitkannya itu, aku bahkan tidak bisa membayangkannya sekarang.
"Di medan perang, selalu ada gesekan yang tidak terduga. Bahkan Clausewitz membahasnya dalam 'On War'."
"Kenapa setiap perkataanmu selalu terdengar begitu agresif?"
Kemarin, saat melihat wajah Daigo-san yang tampak kesulitan, hatiku sudah mengambil keputusan.
Orang itu akan aku lindungi.
(...Kali ini pasti...)
Aku berpikir. ──Hah? 'Kali ini' maksudnya apa? Apa yang telah aku lakukan sebelumnya? Aku... Perasaan yang tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata tiba-tiba menyerangku.
Tapi, untuk saat ini, aku mengabaikan hal-hal yang tidak kumengerti.
"Kau ini orang yang kuat, ya, Shishino-chan. Aku sama sekali tidak menyadarinya."
"Kuat...? Aku?"
Padahal aku selalu dilindungi olehnya. Bagian mana dari diriku yang bisa disebut kuat?
"Tapi, singa memang jauh lebih kuat dari kelinci. Tapi, tak perlu diragukan lagi mana yang lebih berkembang di antara keduanya. Terkadang, terlalu kuat juga bisa menjadi masalah."
Yui-chan tersenyum lembut dan menuangkan teh ke dalam cangkirku.
Aku yang tadi merasa begitu bersemangat, kini sedikit lebih tenang. Bahuku pun terasa lebih rileks. Aku benar-benar bersyukur sudah memutuskan untuk berkonsultasi dengannya.
"Lalu, Shishino-chan, katanya tadi malam kau menginap, ya?"
"Ah, iya. Semalam aku..."
──────Tadi malam, badai hebat terus berlanjut hingga larut.
★★★
"Daigo-san. Apa di sini terasa nyaman?"
"...Ah... Ya... Di situ... Bagus... Ugh..."
Shishino-chan duduk di atas tubuhku, dan dengan lembut menyentuh tubuhku.
(Bagaimana bisa aku berakhir dalam situasi seperti ini!?)
Dia mengenakan jubah mandi tebal, tapi karena tubuhnya kecil, pakaian itu terlihat terlalu besar untuknya.
Sesekali, kulitnya terlihat sekilas.
Aku berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang, sementara napas lembutnya menyentuh kulitku.
".....Shishino-chan, kau ternyata pandai memijat, ya."
"Begitukah? Aku hanya menirunya sebisaku."
──────Setelah itu, setelah berbicara tentang telepon dengan Towa, dan setelah aku didorong ke tempat tidur... Shishino-chan mulai memijatku dengan lembut, seolah merawat lukaku.
(Aku sempat memikirkan sesuatu yang tidak pantas, sungguh maafkan aku──────!)
Saat dia menindihku di tempat tidur, saat aku tanpa sadar menghirup aroma rambutnya... Aku tidak bisa menahannya, jantungku berdegup kencang. Padahal dia hanya bermaksud baik dengan merawatku. Sungguh, apa yang kupikirkan ini? Serius, aku ini...
"Kenapa tubuhmu begitu tegang, Daigo-san?"
"Hik!"
Bisikan di dekat telingaku hampir membuatku melompat kaget.
"Tubuhmu. Kau terlalu tegang dan gugup. Cobalah untuk lebih rileks."
"A-Ah, begitu maksudmu... Ahaha... Aku mengerti."
"? Selain itu, apa lagi yang bisa kumaksud?"
Shishino-chan kadang-kadang menunjukkan ekspresi dewasa, tapi sepertinya dia sama sekali tidak memiliki pemahaman tentang hal-hal semacam ini.
Sepertinya dia bahkan tidak menyadari kalo tempat ini adalah love hotel.
Dia juga hanya samar-samar memahami keberadaan kondom.
Tetaplah seperti itu, aku benar-benar tidak ingin dia menjadi orang dewasa yang 'tercemar'.......
"Daigo-san, bolehkah aku bertanya satu hal?"
"Apa?"
Shishino-chan mendekatkan wajahnya ke telingaku. Rambut halusnya menyapu lembut leherku.
"Kau mencintai Onee-sama, kan?"
Aku sangat bingung harus menjawab apa.
Bahkan dalam pikiranku sendiri, sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata.
Tapi Shishino-chan mungkin benar-benar mengkhawatirkan kami.
Jadi, aku menjawab dengan jujur.
"Aku percaya aku bisa mencintainya."
"........"
"Dalam percintaan, biasanya cinta berkembang dan akhirnya berujung pada pernikahan, kan? Tapi untuk kami...ini adalah perjodohan. Tujuan akhirnya sudah ditentukan sejak awal. Dan dari sanalah kami akan mulai membangun cinta. Aku pikir, bersama Towa, aku yakin kami bisa menjadi pasangan yang baik."
"....Dengan penyihir itu?"
Aku tidak bisa menahan tawa mendengar cara Shishino-chan menyebutnya.
Memang, itu julukan yang pas untuk Towa. Dia selalu menyembunyikan dirinya, menutupi segalanya dengan asap, dan tertawa ringan dari kejauhan. Tapi justru itulah yang membuatku tertarik padanya.
"Kau sangat menyayangi Towa, ya, Shishino-chan?"
".....Tentu saja. Aku mencintainya. Dia keluargaku."
Cinta manusia memang seperti labirin yang rumit dan misterius. Ada begitu banyak bentuknya.
"Aku dan Daigo-san juga...secara teknis sudah menjadi keluarga, kan?"
"Hm, ya. Kita ini saudara ipar."
"....Onii-sama?"
"Ugh!"
Suara indah Shishino-chan saat memanggilku begitu membuatku terkejut, sampai kenangan akan saudara perempuan yang tak pernah kumiliki berkelebat di benakku.
...Aku ingin punya adik perempuan seperti ini, minum ramune bersama saat liburan musim panas, atau berlari mengejar serangga.
"Fufu... Aku hanya bercanda."
Sebenarnya aku tidak keberatan kalo dia terus memanggilku Onii-sama.
Tapi mengatakan itu secara langsung terdengar aneh, jadi lebih baik aku diam saja.
"....Saat pertama kali aku datang ke apartemen, aku bersikap dingin padamu. Maaf."
"Ahaha. Memang kadang-kadang kau cukup ketus."
"Aku takut...padamu."
"Eh?"
Shishino-chan berbisik dengan suara lembut, seakan membelai udara.
"Aku takut akan perubahan. Aku belum siap menghadapi semua ini. Tapi sekarang...aku sudah mengambil keputusan."
"Keputusan?"
"............."
Dia menarik napas dalam, lalu perlahan menghembuskannya.
"Keputusan untuk menjadi keluargamu."
Shishino-chan dengan penuh perhatian mengompres bahuku yang terluka.
Gerakan tangannya begitu lembut, seolah-olah ia sedang merawat sesuatu yang berharga.
Sensasi itu terasa begitu nyaman hingga, tanpa kusadari, aku terlelap ke dalam tidur.
"Apa hanya itu?"
Begitu aku selesai menceritakan kejadian kemarin, Bos menatapku dengan ekspresi bingung.
"Lalu, kalo aku bilang aku 'melakukan sesuatu', kau bakal bagaimana?"
"Ya, tentu saja aku akan mempertimbangkan kembali bagaimana kita berurusan ke depannya."
Bos terlihat berpikir sejenak sebelum bergumam,
"....Tapi sebenarnya, aku tidak terlalu tertarik dengan cerita semacam ini."
"Uooooiii—!"
"Ngomong-ngomong, belum lama ini aku diberi tahu tempat bagus untuk memancing gurita. Ayo pergi bersama nanti."
"Eh...ya, aku sih tidak keberatan."
Seperti biasa, dia tetaplah orang yang aneh. Aku hanya bisa tersenyum kecut, lalu menyadari aku ada getaran dari dalam sakuku.
Aku kemudian merogoh Hp-ku, berharap panggilan itu dari Towa, dan menatap layar dengan penuh harap.